TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi dibandingkan akrilik tanpa bahan
pengisi. Namun, bahan ini memiliki permukaan yang kasar sebagai akibat dari
abrasi selektif pada matrik resin yang lebih lunak, yang mengelilingi partikel
pengisi yang lebih keras. Komposit yang menggunakan quartz sebagai bahan
pengisi umumnya bersifat radioulusen (Noort, 2007).
a. Warna
Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh
oksidasi tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas warna resin komposit
dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak dan
minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan oksidasi dan akibat dari
penggantian air dalam polimer matriks. Untuk mencocokan dengan warna gigi,
komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi
yang dapat menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk
menyesuaikan dengan warna email dan dentin (Annusavice, 2003).
b. Strength
Tensile dan compressive strength resin komposit ini lebih rendah dari
amalgam, hal ini memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi
pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin
komposit berbeda (Annusavice, 2003).
c. Setting
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya
waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan
dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. Sedangkan pada
bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama
pengadukan. Apabila resin komposit telah mengeras tidak dapat dicarving dengan
instrument yang tajam tetapi dengan menggunakan abrasive rotary (Annusavice,
2003)
2.1.5.2 Sifat Mekanis
Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang
penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus
menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu (Annusavice, 2003). Sifat-sifat yang mendukung bahan resin
komposit diantaranya yaitu :
a. Adhesi
Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu
berkontak disebabkan adanya gaya tarik menarik yang timbul antara kedua
benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan email. Adhesi
11
diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin
dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada email menyebabkan
terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta retensi mekanis yang cukup
baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan
resin komposit dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin dengan resin
komposit tersebut (dentin bonding agent) (Powers JM, 2003).
b. Kekuatan dan keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul
dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap
fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut
insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin
matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas (Powers JM,
2003).
2.1.5.3 Sifat Khemis
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah
serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari
sejumlah molekul molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk
dalam sistem ini dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada
ujung ujung rantai atau pada ujung ujung rantai percabangan. Salah satu
metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi
adalah resin Bowen (Bis-GMA) (Annusavice, 2003)
Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari metakrilat,
yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan metal
metakrilat. Karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin)
dan dua gugus OH, Bis-GMA murni menjadi amat kental. Untuk mengurangi
kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti trietilen glikol
dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Annusavice, 2003).
2.1.5.4 Biokompatibilitas
Bahan resin komposit termasuk bahan yang aman digunakan. Namun,
perlekatan monomer resin pada beberapa individu dapat menyebabkan reaksi
alergi. Selain itu, beberapa laporan menyebutkan bahwa sering terjadi reaksi
alergi berupa dermatitis pada jari dokter gigi yang berkontak langsung dengan
12
monomer yang tidak bereaksi. Laporan mengenai keamanan resin komposit antara
lain :
Pertengahan tahun 1990-an, dimana beberapa peneliti mendeteksi adanya
bisphenol A pada saliva pasien yang dilakukan restorasi pada pit dan
fissure yang dapat mengganggu hormon estrogen. Adanya bisphenol A
diketahui berasal dari pemecahan bisphenol A glisidil dimetakrilat (BIS-
DMA) yaitu suatu monomer yang biasa digunakan dalam formula
komposit dan bahan sealant.
Fung dkk melaporkan bahwa setelah dilakukan prosedur pit dan fissur
sealant, sejumlah kecil bisphenol A dapat dideteksi di saliva.
Olea dkk (2001) menemukan bahwa bisphenol A yang berasal dari
pemecahan bisphenol A glisidil dimetakrilat (BIS-DMA) disebabkan oleh
adanya reaksi pemecahan oleh enzim.
2.1.6 Indikasi dan Kontraindikasi Resin Komposit
2.1.6.1 Indikasi Tambalan Resin
1. Lesi interproksimal (Klas III) pada gigi anterior
2. Lesi pada permukaan fasial gigi anterior (Klas V)
3. Lesi pada permukaan fasial gigi premolar
4. Hilangnya sudut insisal gigi
5. Fraktur gigi anterior
6. Membentuk kembali gigi untuk mendukung restorasi tuang
7. Lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior (Klas I & II) (dengan
keterbatasan (Baum, 1997).
2.1.6.2 Kontraindikasi Tambalan Resin
1. Lesi distal dari premolar
2. Tambalan rutin untuk posterior
3. Pasien dengan isiden karies tinggi dan Oral Hygiene tidak terjaga
(Baum, 1997).
13
keuntungan lain adalah ikatan antara resin dengan email menjadi lebih kuat yang
berarti meningkatkan retensi, mengurangi marginal leakage, dan mengurangi
diskolorisasi pada bagian marginal. Bevel pada bagian cavosurface dapat
membuat restorasi tampak lebih menyatu dengan struktur gigi sehingga tampak
lebih estetik.
Walaupun memiliki beberapa keuntungan, ternyata bevel ini biasanya
tidak ditempatkan pada permukaan oklusal gig posterior atau permukaan lain yang
berkontak tinggi karena pada preparasi konvensional sudah didesain sedemikian
rupa dimana perlekatannya memanfaatkan enamel rods pada permukaan oklusal.
Bevel juga tidak ditempatkan pada bagian proksimal jika penggunaan bevel ini
akan memperluas cavosurface margin. Preparasi bevel conventional jarang
digunakan untuk restorasi resin komposit pada gigi posterior.
2.2.1.2 Conventional Tooth Preparation
Preparasi gigi konvensional dengan menggunakan resin komposit pada
dasarnya sama seperti preparasi menggunakan tumpatan amalgam. Bentuk outline
diperlukan untuk perluasan dinding eksternal memerlukan batasan yang benar,
bentuk yang sama, kedalaman dentin, membentuk dinding menjadi sebuah sudut
90 derajat dengan restorasi materialnya. Pada preparasi gigi konvensional dengan
amalgam, bentuk konfigurasi marginal, retensi groove, dan perlekatan dentin
mempunyai ciri-ciri berbeda. Desain preparasi ini digunakan secara ekstensif pada
restorasi amalgam dan komposit masa lampau, dan desain ini bisa digabungkan
ketika penggantian restorasi menjadi salah satu indikasinya. Kegunaan preparasi
konvensional sebelumnya tidak hanya dibatasi pada preparasi permukaan akar
saja, namun bisa juga menjadi desain untuk kelas 3, 4 dan 5.
Indikasi utama untuk preparasi konvensional menggunakan restorasi
komposit adalah (1) preparasi terletak pada permukaan akar, (2) restorasi kelas 1
dan 2 sedang sampai besar. Pada area akar desain preparasi kelas 1 ini akan
memberikan bentuk preparasi yang baik karena ada retensi groovenya. Desain ini
memberikan perlindungan yang baik antara komposit dan permukaan dentin atau
sementum dan memberikan retensi pada material komposit di dalam gigi.
Pada restorasi komposit kelas 1 dan 2 yang sedang sampai besar,
dibutuhkan bentuk resistensi yang cukup, seperti pada desain preparasi
15
Gb. 2. Mesiodistal initial pulpal depth preparation follows DEJ. A, Mesiodistal cross-section
of premolar. B, Move cutting instrument mesially. C, Follow contour of DEJ.
Gb. 5. Groove extension. A, Cross-section through facial and lingual groove area. B,
Extension through cusp ridge at 1.5 mm initial pulpal depth; facial wall depth is 0.2 mm
inside the DEJ. C, Facial view.
Gb. 6. Beveling a facial groove extension. Coarse diamond creates a 0.5-mm bevel width at a
45-degree angle. A, Facial view. B, Occlusal view.
2.2.3 Preparasi Klas II
Pada saat membuat kunci, bur tidak hanya digerakkan langsung ke bukal dan
lingual tetapi henpis juga dimiringkan sedikit sehingga bagian ginggiva akan
sedikit lebih lebar buko-lingual daripada oklusal (Baum, 1997).
Untuk merapikan tepi email pada bagian oklusal sebaiknya digunakan bur
Baker-Curson silidris, tetapi untuk merapikan tepi bok aproksimal yang kecil
sebaiknya digunakan instrument genggam (Baum, 1997).
Tepi bukal dan lingual dapat dirapikan dengan menggunakan pahat kagi
(hatchet) atau pahat menyudut (contra-angle) , sedangkan untuk tepi ginggiva
perlu digunakan pengasah tepi (Baum, 1997).
Preparasi kavitas MOD pada dasarnya sama dengan untuk kavitas MO dan
DO kecuali bahwa boks aproksimal ditempatkan pada kedua ujung bagian oklusal
kavitas (Baum, 1997).
Konsep biologis dan mekanis dasar yang sama juga dapat diteapkan kecuali
bahwa retensi lateral pada arah mesio distal diperoleh dengan membuat dinding
vertical pada setiap boks aproksimal ketimbang dovetail oklusal (Baum, 1997).
2.2.4 Preparasi Klas III
Dinding aksial terletak 0,5 mm dari email ke dalam dentin dan variasi dari ini
akan ditentukan oleh kedalaman dan perluasan karies. Selagi masih mungkin,
dinding aksial diletakkan pada kedalaman yang ideal, dan setiap penetrasi karies
di bawah daerah ini disingkirkan tanpa melibatkan seluruh dinding aksial.
Biasanya tidak ada kontak pada gingiva dengan gigi tetangga, yang
mempermudah prosedur restorasi ini (Baum, 1997).
Regangan labial biasanya melibatkan bagian labial dari titik kontak, sehingga
tepi labial berada pada embarsur labial. Perluasan ke arah gingiva dipengaruhi
oleh keharusan menghilangkan semua email dan dentin yang rusak dengan tetap
mempertahankan jumlah email yang mendapat cukup dukungan dari dentin. Tepi
email harus bebas dari semua bahan dekalsifikasi, jika tidak, tepi restorasi akan
cepat rusak. Email yang lemah akan menjadi sumber kerusakan (Baum, 1997).
Penyelesaian regangan preparasi klas III tidak tepat sama dengan tipe
preparasi yang lain. Biasanya bentuk regangann lebial, insisal, dan gingival adalah
membulat atau melengkung dan bentuk ini bisa dibuat dengan bur bulat (Baum,
1997).
2.2.4.1 Resistance dan Retention Form
Dinding aksial pulpa dibuat pada dentin, sebagaimana yang didiskusikan
pada bentuk regangan, jika karies meluas melebihi batas tersebut, harus
disingkirkan dengan menggunakan bur yang berputar dengan kecepatan rendah
atau dengan eskavator genggam. Ukuran bur bervariasi antara No. 1 dan No. 4,
tergantung besarnya lesi. Bur yang besar digunakan karena alat ini efektif dalam
menyingkirkan dentin karies dan secara bersamaan mengurangi resiko perforasi
pulpa tanpa sengaja (Baum, 1997).
Jika ekskavator genggam digunakan, alat yang dipilih ukurannya harus besar,
meskipun untuk gigi anterior sering dipilih ekskavator yang kecil. Materi-materi
karies disingkirkan sampai ke dinding dentin yang karies, ini dapat ditentukan
berdasarkan rupa dan tekstur permukaan. Idelanya, tepi email didukung dentin.
Kadang-kadang harus dilakukan kompromi untuk menghindari preparasi yang
terlalu besar, yang membuat email tidak didukung oleh dentin sepenuhnya. Tapi
itu hanya bisa dilakukan bila email nyata-nyata bebas dari tekanan oklusal (Baum,
1997).
21
Retensi yang biasa digunakan adalah berupa alur yang dangkal, yang dibuat
menyilang dinding gingiva dari lebial ke lingual. Alur dibuat dengan bur bulat No.
atau No. 1 dengan kecepatan rendah. Kedalaman alur ini minimal. Kadang-
kadang retansi terjadi terutama ke arah ujung labial dan lingual dari dinding
gingiva, dengan alur penghubunga yang lebih dangkal bila dibandingkan dengan
sumber retansi utama. Bur yang sama digunakan untuk membentuk daerah retensi
pada bagian insisal. Meskipun demikian, retensi yang dibuat dengan etsa asam
akan mengurangi perlunya pembuatan retensi mekanis (Baum, 1997).
2.2.4.2 Bevel
Penelitian yang baru mengindikasikan preparasi dengan bevel jauh lebih
resisten terhadap kebocoran mikro dibandingkan dengan tanpa bevel bila etsa
asam digunakan. Bevel memungkinkan asam mengenai batang email pada sudut
yang tepat untuk memperoleh efek yang maksimal. Oleh karena itu, semua
preparasi yang akan dietsa asam harus dibevel pada tepi emailnya. Hal ini akan
memperbaiki kapasitas retensi dari preparasi dan mencegah terjadinya pewarnaan
di daerah tepi (Baum, 1997).
Bila mungkin, dianjurkan membuat bevel email selebar 0,2-0,5 mm sebagai
tahap akhir preparasi. Bevel ini dibuat dengan menggunakan pengasah tepi,
pembentuk sudut jeffery, atau bila aksesnya memungkinkan dapat digunakan bur
pengakhir email yang berbentuk nyala api (No. 7901 atau 242) dengan kecepatan
rendah atau sedang. Lebar bevel dibatasi untuk menghindari kesulitan dalam
menyelesaikan restorasi resin, karena bila tepinya tidak jelas ini akan bisa
menyebabkan penyelesaian yang berlebih atau kurang (Baum, 1997).
2.2.5 Preparasi Klas IV
Restorasi klas IV dibutuhkan bila kecelakaan atau karies yang luas merusak
atau memperlemah sudut insisal. Ini lebih sulit untuk memberikan retensi mekanis
yang dinginkan bila bagian insisal gigi hilang. Juga nilai estetis atau kesesuaian
warna menjadi lebih kritis karena ukuran restorasi. Karena lokasinya, perubahan
warna pada restorasi klas IV bisa dideteksi dengan mudah. Jika daerah insisal
yang terlibat sedikit, preparasi yang sama seperti yang digunakan pada klas III
cukup baik dan variasinya hanya pada pelebaran retensi insisal (Baum, 1997).
22
(A) (B)
(A) Variasi regangan Klas V, (B) Preparasi komposit Klas V, bagian pinggiran email di
Bevel. Sumber: Baum, 1997
24
dan matriks dentin. Tersusun dari 75 % materi inorganik, 20 % materi organik dan
5 % materi air. Didalam matriks dentin terdapat tubuli berdiameter 0,5 - 0,9 mm
dibagian dentino enamel junction dan 2- 3 mm diujung yang berhubungan dengan
pulpa. Jumlah tubuli dentin sekitar 15 - 20 ribu / mm2 didekat dentino enamel
junction dan sekitar 45 - 65 ribu dekat permukaan pulpa (Anusavice, 2003).
Penggunaan asam pada etsa untuk mengurangi terbentuknya microleakage
atau kehilangan tahanan tidak lagi menjadi resiko pada resin dipermukaan enamel.
Permasalahan timbul pada resin dipermukaan dentin atau sementum. Pengetsaan
asam pada dentin yang tidak sempurna dapat melukai pulpa (Anusavice, 2003).
2.4 Pemberian Liner dan Basis
Pada restorasi resin komposit, perlu diaplikasikan basis atau liner karena sifat
dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu adanya
perlindungan, sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak langsung terkena
struktur gigi. Bahan basis atau liner yang biasa digunakan adalah kalsium
hidroksida, terutama karies yang hampir mencapai pulpa, karena sifatnya yang
mampu merangsang pembentukan sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
sebagai liner berbentuk suspense dalam liquid organic seperti methyl ethyl ketone
atau ether alcohol atau dapat juga dalam larutan encer seperti methyl cellusose
yang berfungi sebagai bahan pengental. Liner ini diaplikasikan dalam konsistensi
encer yang mengalir sehingga mudah di aplikasikan ke permukaan dentin.Selain
liner, perlindungan dapat berupa basis. Basis yang dapat digunakan adalah basis
dari kalsium hidroksida, semen ionomer kaca, dan seng fosfat (Craig, 1999).
Kalsium hidroksida sebagai basis mempunyai kekuatan tensile dan kompresi
yang rendah di bandingkan dengan basis dengan kekuatan dan rigiditas yang
tinggi. Karena itulah, kalsium hidroksida tidak di peruntukkan untuk menahan
kekuatan mekanik yang besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan
tahanan terhadap tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat. Untuk
pemberian perlindungan terhadap termis, ketebalan yang di anjurkan tidak lebih
dari 0,5 mm. keuntungan dari penggunaan kalsium hidroksida adalah sifat
terapeutiknya yang mampu merangsang dentin sekunder. Setelah itu dilakukan
irigasi dan selanjutnya kavitas di keringkan (Craig, 1999)
27
5. Prosedur Etsa Asam dan Bonding. Suatu tambalan yang bernilai untuk
retensi dari sistem resin adalah teknik etsa atau demineralisasi email antara
permukaan restorasi. Teknik tersebut sangat membantu pada restorasi klas IV
(Baum, 1997).
Keputusan untuk menggunakan etsa asam saja atau dalam kombinasi
dengan preparasi didasarkan pada:
a. Lokasi dan ukuran pulpa. Ini dapat mengurangi kegunaan beberapa bentuk
preparasi, dengan pengecualian preparasi yang terbatas pada email (Baum,
1997).
b. Terlibatnya daerah insisisal dan oklusal. Etsa asam sendiri tidak akan
mampu mendukung restorasi yang menjadi subjek tekanan pengunyahan
(Baum, 1997).
6. Penempatan Bahan Restorasi. Dianjurkan untuk semua jenis restorasi resin,
baik itu akrilik nirpasi atau komposit, bahwa etsa asam harus dilakukan
sebelum penumpatan bahan restorasi. Karena etsa asam tidak hanya digunakan
sebagai retensi saja, tetapi juga dapat memberikan adaptasi tepi yang lebih baik
dan bahkan mengurangi kebocoran mikro dan noda warna. Dalam preparasi
kavitas yang dentinnya masih ada dianjurkan untuk diberikan liner Kalsium
Hidroksida atau Semen Ionomer Kaca diatas permukaan dentin karena semua
bahan restorasi resin menimbulkan iritasi pulpa (Baum, 1997).
7. Penyelesaian Tambalan Resin. Penyelesaian atau pembentukan kontur amat
mudah dilakukan dengan bur intan yang halus atau bur karbid biasanya dengan
kecepatan sedang. Bur karbid lebih diutamakan karena memberikan permukaan
yang lebih halus dibanding intan konvensional (Baum, 1997).
2.6 Penyelesaian Restorasi Resin Komposit
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi mengkilat.
Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar telah mengalami
polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan awal (Yazici, 2003).
29
beberapa jenis dari yang kasar sampai halus yang dapat digunakan secara
berurutan (Yazici, 2003).
Prosedur finishing dan polishing resin komposit:
1. Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan akses-akses
di area proksimal, dan margin gingival dan untuk membentuk permukaan
proksimal dari resin komposit.
2. 12b scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin
komposit pada aspek distal
3. Alumunium oxide disk digunakan untuk membentu kontur dan untuk
polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.
4. Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal
5. Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan untuk
menghaluskan permukaan oklusal restorasi
6. Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing atau
polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak proksimal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Untuk membuat contur yang baik, kita harus menyesuaikan bentuk
restorasi sesuai dengan anatomi gigi yang benar dan tepat agar diperoleh
hasil yang maksimal.
2. Kita harus berhati-hati dan senantiasa memperhatikan hal-hal seperti taktil,
kontak dengan gigi di sampingnya, serta kontak oklusal dengan gigi
antagonisnya.
3. Finishing dan polishing sangatlah mempengaruhi hasil akhir restorasi
seperti warna permukaan, akumulasi plak, dan karakteristik resin komposit.
2.7 Kegagalan Restorasi
2.7.1 Kebocoran Tepi (Marginal Microleakage)
Merupakan celah mikroskopik antara dinding kavitas dan restorasi yang dapat
dilalui mikroorganisme, cairan, molekul dan ion. Disebabkan oleh kegagalan
adaptasi restorasi terhadap dinding kavitas akibat adanya monomer sisa dan
shrinkage (proses pengerutan) selama polimerisasi.
31
Solusi :
- Gunakan Teknik Aplikasi Lapis Demi Lapis,
- Gunakan Monomer Low-Shrinking dan Bahan Fluoride pada monomer
resin untuk mencegah terjadinya marginal gaps pada kavitas.
- Gunakan Flowable Composite Resin
2.7.2 Rasa Sakit Pasca Restorasi Resin Komposit
Sifat kimia bahan komposit bisa mengiritasi jaringan pulpa dan
mengakibatkan radang pulpa, bahkan 3 4 bulan kemudian timbul
diskolorasi atau fistula.
Penyebab :
Iritasi monomer sisa resin komposit.
Kebocoran tepi
Invasi mikroorganisme dan cairan mulut melalui tubuli dentin.
2.7.3 Restorasi Mudah Lepas
a. Kesalahan seleksi kasus
Beban oklusi merupakan pertimbangan pertama dalam seleksi kasus
b. Sisa jaringan keras
Preparasi kurang baik