Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit


2.1.1 Pengertian
Resin komposit merupakan kombinasi dua atau lebih bahan dengan sifat
kimia yang berbeda sehingga mendapatkan sifat akhirnya lebih baik. Bahan
restorasi ini mempunyai estetik yang sangat baik dan paling sering digunakan
untuk merestorasi gigi anterior. Namun tidak jarang digunakan pada bagian
posterior dengan beberapa modifikasi demi mencapai tujuan estetik yang
diinginkan (Anusavice, 2003).
Bahan tambalan berbahan dasar resin dan terdiri atas matriks polimer
organic seperti metal metakrilat atau pendahulu polimernya seperti BIS-GMA.
Pada matriks tersebut ditambahkan bahan anorganik seperti quartz, aluminium
silikat, atau kaca bentuk batangan atau butiran. Polimerisasi matriks dapat dimulai
dengan pemberian katalis kimia atau sinar ultra-violet atau sinar biasa (Harty dkk,
1995).
2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit
Sejumlah sistem klasisifikasi telah digunakan untuk komposit berbasis
resin. Klasifikasi didasarkan pada rata-rata partikel bahan pengisi utama. Resin
komposit berdasarkan ukuran partikel bahan pengisi utama di antaranya (Noort,
2007) :
1. Komposit Tradisional
Komposit tradisional adalah komposit yang di kembangkan selama tahun
1970-an dan sudah mengalami sedikit modifikasi. Komposit ini disebut juga
komposit kovensional atau komposit berbahan pengisi makro, disebut
demikian karena ukuran partikel pengisi relatif besar. Bahan pengisi yang
sering digunakan untuk bahan komposit ini adalah quartz giling. Dilihat dari
foto micrograph bahan pengisi quartz giling mengalami penyebaran yang luas
dari ukuran partikel. Ukuran rata-rata komposit tradisional adalah 8-12 m,
partikel sebesar 50m mungkin ada (Noort, 2007).

3
4

Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi dibandingkan akrilik tanpa bahan
pengisi. Namun, bahan ini memiliki permukaan yang kasar sebagai akibat dari
abrasi selektif pada matrik resin yang lebih lunak, yang mengelilingi partikel
pengisi yang lebih keras. Komposit yang menggunakan quartz sebagai bahan
pengisi umumnya bersifat radioulusen (Noort, 2007).

Sumber: Anusavice 2003


2. Komposit Berbahan Pengisi Mikro (Microfiller)
Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit tradisional,
dikembangkan suatu bahan yang menggunkan partikel silika koloidal sebagai
bahan pengisi anorganik. Partikelnya berukuran 0,04 m; jadi partikel tersebut
lebih kecil 200-300 kali di bandingkan rata-rata partikel quartz pada komposit
tradisional. Komposit ini memiliki permukaan yang halus serupa dengan
tambalan resin akrilik tanpa bahan pengisi (Noort, 2007).
Dari segi estetis resin komposit mikro filler lebih unggul, tetapi sangat
mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung menggumpal dengan
ukuran 0,04 sampai 0,4 m. Selama pengadukan sebagian gumpalan pecah,
manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan buruknya ikatan antara
partikel pengisi dengan matriks sekitarnya. Kekuatan konfresif dan kekuatan
tensil menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan resin
komposit konvensionl. Kelemahan dari bahan ini adalah ikatan antara partikel
komposit dan matriks yang dapat mengeras adalah lemah mempermudah
pecahnya suatu restorasi (Noort, 2007).
5

3. Resin Komposit Berbahan Pengisi Partikel Kecil (Nano Hybrid)


Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan dari
permukaan komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap mempertahankan
atau bahkan meningkatkan sifat mekanis dan fisik komposit tradisional.
Untuk mencapai tujuan ini, bahan pengisi anorganik ditumbuk menjadi
ukuran lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa digunakan dalam
komposit tradisional (Noort, 2007).
Rata-rata ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 m tetapi
penyebaran ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel yang luas ini
memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi, dan komposit berbahan
pengisi partikel kecil umumnya mengandung bahan pengisi anorganik yang
lebih banyak (80 % berat dan 60-65 % volume). Beberapa bahan pengisi
partikel kecil menggunakan quartz sebagai bahan pengisi, tetapi kebanyakan
memakai kaca yang mengandung logam berat (Noort, 2007).

Sumber: Anusavice 2003


4. Komposit Hybrid
Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka memperoleh
kehalusan permukaan yang lebih baik dari pada partikel yang lebih kecil,
sementara mempertahankan sifat partikel kecil tersebut. Ukuran partikel
kacanya kira-kira 0,6- 1,0 mm, berat bahan pengisi antara 75-80% berat. Sesuai
namanya ada 2 macam partikel bahan pengisi pada komposit hybrid. Sebagian
besar hibrid yang paling baru pasinya mengandung silica koloidal dan partikel
kaca yang mengandung logam berat. Silica koloidal jumlahnya 10-20% dari
seluruh kandungan pasinya (Noort, 2007).
Sifat fisik dan mekanis dari sitem ini terletak diantara komposit
konvensional dan komposit partikel kecil, bahan ini lebih baik dibandingkan
6

bahan pengisi pasi-mikro. Karena permukaannya halus dan kekuatannya baik,


komposit ini banyak digunakan untuk tambalan gigi depan, termasuk kelas IV.
Walaupun sifat mekanis umumnya lebih rendah dari komposit partikel kecil,
komposit hibrid ini juga sering digunakan untuk tambalan gigi belakang
(Noort, 2007).

Sumber: Anusavice 2003


2.1.3 Resin Komposit Berdasarkan Cara Polimerisasinya
Kepadatan yang terbentuk pada resin komposit melalui mekanisme
polimerisesi. Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi
dengan mekanisme pilomerisai tambahan yang diawali oleh radikal bebas.
Radikal bebas dapat berasal dari aktivitas kimia atau pengaktifan energi eksternal
(panas atau sinar) karena komposit gigi penggunaan langsung biasanya
menggunakan aktivasi sinar atau kimia kedua sistem ini akan dibahas.
1. Resin komposit yang diaktifkan secara kimia
Bahan yang diaktifkan secara kimia dipasok dalam dua pasta, satu
mengandung inisiator benzoil peroksida dan lainnya mengandung amine tersier
(N,N-dimetil-p-toluidin). Bila kedua pasta diaduk, amin beraksi dengan benzoil
peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi tambahan dimulai.
Bahan-bahan ini digunakan unntuk restorasi dan pembuatan inti yang
pengerasannya tidak dengan sumber sinar (Noort, 2007).
7

Resin komposit yang diaktifkan secara kimia. (Noort, 2007)


2. Resin komposit yang diaktifkan dengan sinar
Sistem yang pertama diaktifkan dengan sinar menggunakan sinar ultra
violet untuk merangsang radikal bebas. Dewasa ini, komposit yang diaktifkan
dengan sinar ultra violet telah diganti karna efek cahayanya dapat mengiritasi
retina. Sehingga diganti dengan sinar yang dapat dilihat dengan mata (sinar
biru). Yang secara nyata meningkatkan kemampuan berpolimerisasi lebih tebal
sampai 2 mm (Noort, 2007).
Resin komposit yang mengeras dengan sinar dipasok sebagai pasta tunggal
dalam satu semprit. Radikal bebas pemulai reaksi, terdiri atas molekul foto-
inisiator dan aktivator amin, yang terdapat dalam pasta ini. Bila kedua
komponen tidak terpapar oleh sinar, komponen tersebut tidak bereaksi. Namun,
pemamparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat yaitu 468
nm. Dapat merangsang foto-inisiator dan interaksi dengan amin untuk
membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan (Noort,
2007).
Foto-inisiator yang umum digunakan adalah camphoroquinone, yang
memiliki penyerapan berkisar 400 dan 500 nm yang berada pada region biru
dari spektrum sinar tampak. Inisiator ini ada dalam pasta sebesar 0,2 % berat
atau kurang. Juga ada sejumlah aselelator amin yang cocok untuk berinteraksi
dengan camphoroqunone seperti dimetilaminoetil metakrilat 0,15 % berat,
yang ada dalam pasta (Noort, 2007).
8

Resin komposit yang diaktifkan dengan penyinaran. (Noort, 2007)


2.1.4 Komposisi Resin Komposit
Komposisi resin komposit tersusun dari beberapa komponen. Kandungan
utama yaitu matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua bahan
tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan
ketahanan bahan. Suatu bahan coupling (silane) diperlukan untuk memberikan
ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator
diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain
meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan mencegah
polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon) (Annusavice, 2003).
Komponen-komponen tersebut diantaranya:
1. Resin matriks
Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan
diakrilat aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis-
GMA), Urethane Dimethacrylate (UDMA), dan Trietilen Glikol Dimetakrilat
(TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin
komposit. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA
0
amatlah kental pada temperatur ruang (25 C). Monomer yang memiliki berat
molekul lebih tinggi dari pada metilmetakrilat yang membantu mengurangi
pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin metil
metakrilat adalah 22 % V dimana untuk resin Bis-GMA 7,5 % V. Ada juga
sejumlah komposit yang menggunakan UDMA ketimbang Bis-GMA
(Annusavice, 2003).
Bis-GMA dan UDMA merupakan cairan yang memiliki kekentalan tinggi
karena memiliki berat molekul yang tinggi. Penambahan filler dalam jumlah
kecil saja menghasilkan komposit dengan kekakuan yang dapat digunakan
9

secara klinis. Untuk mengatasi masalah tersebut, monomer yang memiliki


kekentalan rendah yang dikenal sebagai pengontrol kekentalan ditambahkan
seperti metil metkrilat (MMA), etilen glikol dimetakrilat (EDMA), dan trietilen
glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering digunakan (Powers
JM, 2003).
2. Partikel bahan pengisi
Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks secara
signifikan meningkatkan sifatnya. Seperti berkurangnya pengerutan karena
jumlah resin sedikit, berkurangnya penyerapan air dan ekspansi koefisien
panas, dan meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan,
dan ketahanan abrasi. Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan
aplikasi klinis komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan,
ukuran partikel dan distribusinya, radiopak, dan kekerasan (Powers JM, 2003).
3. Bahan Pengikat
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan pengisi dengan
resin matriks. Adapun kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis
dan fisik resin, dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air.
Ikatan ini akan berkurang ketika komposit menyerap air dari penetrasi bahan
pengisi resin. Bahan pengikat yang paling sering digunakan adalah
organosilanes (3-metoksi-profil-trimetoksi silane). Zirconates dan titanates
juga sering digunakan (Powers JM, 2003).
2.1.5 Sifat-sifat Resin Komposit
Sama halnya dengan bahan restorasi kedokteran gigi yang lain, resin
komposit juga memiliki sifat. Ada beberapa sifat sifat yang terdapat pada resin
komposit, antara lain:
2.1.5.1 Sifat Fisik
Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik sehingga
nyaman digunakan pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasan
dan karakteristik permukaan juga menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan
ini. Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya:
10

a. Warna
Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh
oksidasi tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas warna resin komposit
dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak dan
minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan oksidasi dan akibat dari
penggantian air dalam polimer matriks. Untuk mencocokan dengan warna gigi,
komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi
yang dapat menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk
menyesuaikan dengan warna email dan dentin (Annusavice, 2003).
b. Strength
Tensile dan compressive strength resin komposit ini lebih rendah dari
amalgam, hal ini memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi
pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin
komposit berbeda (Annusavice, 2003).
c. Setting
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya
waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan
dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. Sedangkan pada
bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama
pengadukan. Apabila resin komposit telah mengeras tidak dapat dicarving dengan
instrument yang tajam tetapi dengan menggunakan abrasive rotary (Annusavice,
2003)
2.1.5.2 Sifat Mekanis
Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang
penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus
menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu (Annusavice, 2003). Sifat-sifat yang mendukung bahan resin
komposit diantaranya yaitu :
a. Adhesi
Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu
berkontak disebabkan adanya gaya tarik menarik yang timbul antara kedua
benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan email. Adhesi
11

diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin
dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada email menyebabkan
terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta retensi mekanis yang cukup
baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan
resin komposit dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin dengan resin
komposit tersebut (dentin bonding agent) (Powers JM, 2003).
b. Kekuatan dan keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul
dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap
fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut
insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin
matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas (Powers JM,
2003).
2.1.5.3 Sifat Khemis
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah
serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari
sejumlah molekul molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk
dalam sistem ini dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada
ujung ujung rantai atau pada ujung ujung rantai percabangan. Salah satu
metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi
adalah resin Bowen (Bis-GMA) (Annusavice, 2003)
Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari metakrilat,
yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan metal
metakrilat. Karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin)
dan dua gugus OH, Bis-GMA murni menjadi amat kental. Untuk mengurangi
kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti trietilen glikol
dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Annusavice, 2003).
2.1.5.4 Biokompatibilitas
Bahan resin komposit termasuk bahan yang aman digunakan. Namun,
perlekatan monomer resin pada beberapa individu dapat menyebabkan reaksi
alergi. Selain itu, beberapa laporan menyebutkan bahwa sering terjadi reaksi
alergi berupa dermatitis pada jari dokter gigi yang berkontak langsung dengan
12

monomer yang tidak bereaksi. Laporan mengenai keamanan resin komposit antara
lain :
Pertengahan tahun 1990-an, dimana beberapa peneliti mendeteksi adanya
bisphenol A pada saliva pasien yang dilakukan restorasi pada pit dan
fissure yang dapat mengganggu hormon estrogen. Adanya bisphenol A
diketahui berasal dari pemecahan bisphenol A glisidil dimetakrilat (BIS-
DMA) yaitu suatu monomer yang biasa digunakan dalam formula
komposit dan bahan sealant.
Fung dkk melaporkan bahwa setelah dilakukan prosedur pit dan fissur
sealant, sejumlah kecil bisphenol A dapat dideteksi di saliva.
Olea dkk (2001) menemukan bahwa bisphenol A yang berasal dari
pemecahan bisphenol A glisidil dimetakrilat (BIS-DMA) disebabkan oleh
adanya reaksi pemecahan oleh enzim.
2.1.6 Indikasi dan Kontraindikasi Resin Komposit
2.1.6.1 Indikasi Tambalan Resin
1. Lesi interproksimal (Klas III) pada gigi anterior
2. Lesi pada permukaan fasial gigi anterior (Klas V)
3. Lesi pada permukaan fasial gigi premolar
4. Hilangnya sudut insisal gigi
5. Fraktur gigi anterior
6. Membentuk kembali gigi untuk mendukung restorasi tuang
7. Lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior (Klas I & II) (dengan
keterbatasan (Baum, 1997).
2.1.6.2 Kontraindikasi Tambalan Resin
1. Lesi distal dari premolar
2. Tambalan rutin untuk posterior
3. Pasien dengan isiden karies tinggi dan Oral Hygiene tidak terjaga
(Baum, 1997).
13

2.1.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit


Kelebihan dan kekurangan penggunaan resin komposit dalam kedokteran gigi
menurut Farahanny (2009) antara lain :
A. Kelebihan
1. Mempunyai estetik yang baik
2. Mempunyai konduktivitas termal yang rendah
3. Tidak menimbulkan reaksi galvanis
4. Sistem bonding mempertinggi kekuatan terhadap fraktur gigi
5. Melindungi struktur gigi yang tersisa
6. Radiopaque
7. Sebagai alternatif pengganti amalgam
B. Kekurangan
1. Polymerization shrinkage
2. Sering terbentuknya mikroleakage yang akhirnya menjadi karies sekunder
3. Sensitivitas pasca penambalan
4. Memerlukan keterampilan sensitivitas yang tinggi
5. Ketahanan dalam pemakaian tidak lebih lama dari amalgam
6. Menyerap air
7. Marginal leakage
2.2 Preparasi Resin Komposit
2.2.1 Tipe-tipe Preparasi Restorasi Resin Komposit
2.2.1.1 Beveled Conventional Tooth Preparation
Preparasi gigi dengan menggunakan bevel mirip dengan preparasi gigi
bentuk konvensional dengan bentuk outline seperti box, tetapi pada margin
enamel dibentuk bevel pada margin enamel. Preparasi ini dapat dibentuk dan
disempurnakan dengan menggunakan diamond atau stone bur.
Preparasi beveled conventional ini didesain untuk suatu gigi dimana gigi
tersebut sudah direstorasi (biasanya restorasi amalgam), tetapi restorasi tersebut
akan diganti dengan menggunakan resin komposit. Preparasi dengan desain ini
lebih cocok digunakan pada kavitas klas III, IV, dan V.
Keuntungan dari bevel pada margin enamel untuk restorasi resin komposit
adalah perlekatan resin pada enamel rods menjadi lebih baik. Selain itu,
14

keuntungan lain adalah ikatan antara resin dengan email menjadi lebih kuat yang
berarti meningkatkan retensi, mengurangi marginal leakage, dan mengurangi
diskolorisasi pada bagian marginal. Bevel pada bagian cavosurface dapat
membuat restorasi tampak lebih menyatu dengan struktur gigi sehingga tampak
lebih estetik.
Walaupun memiliki beberapa keuntungan, ternyata bevel ini biasanya
tidak ditempatkan pada permukaan oklusal gig posterior atau permukaan lain yang
berkontak tinggi karena pada preparasi konvensional sudah didesain sedemikian
rupa dimana perlekatannya memanfaatkan enamel rods pada permukaan oklusal.
Bevel juga tidak ditempatkan pada bagian proksimal jika penggunaan bevel ini
akan memperluas cavosurface margin. Preparasi bevel conventional jarang
digunakan untuk restorasi resin komposit pada gigi posterior.
2.2.1.2 Conventional Tooth Preparation
Preparasi gigi konvensional dengan menggunakan resin komposit pada
dasarnya sama seperti preparasi menggunakan tumpatan amalgam. Bentuk outline
diperlukan untuk perluasan dinding eksternal memerlukan batasan yang benar,
bentuk yang sama, kedalaman dentin, membentuk dinding menjadi sebuah sudut
90 derajat dengan restorasi materialnya. Pada preparasi gigi konvensional dengan
amalgam, bentuk konfigurasi marginal, retensi groove, dan perlekatan dentin
mempunyai ciri-ciri berbeda. Desain preparasi ini digunakan secara ekstensif pada
restorasi amalgam dan komposit masa lampau, dan desain ini bisa digabungkan
ketika penggantian restorasi menjadi salah satu indikasinya. Kegunaan preparasi
konvensional sebelumnya tidak hanya dibatasi pada preparasi permukaan akar
saja, namun bisa juga menjadi desain untuk kelas 3, 4 dan 5.
Indikasi utama untuk preparasi konvensional menggunakan restorasi
komposit adalah (1) preparasi terletak pada permukaan akar, (2) restorasi kelas 1
dan 2 sedang sampai besar. Pada area akar desain preparasi kelas 1 ini akan
memberikan bentuk preparasi yang baik karena ada retensi groovenya. Desain ini
memberikan perlindungan yang baik antara komposit dan permukaan dentin atau
sementum dan memberikan retensi pada material komposit di dalam gigi.
Pada restorasi komposit kelas 1 dan 2 yang sedang sampai besar,
dibutuhkan bentuk resistensi yang cukup, seperti pada desain preparasi
15

konvensional menggunakan amalgam. Bur inverted cone ataupun bur karbid


dibutuhkan untuk preparasi gigi, menghasilkan desain preparasi yang sama seperti
pada preparasi amalgam, tetapi luasnya lebih kecil, perluasannya lebih sedikit, dan
tanpa preparasi retensi sekunder. Bur inverted cone akan membuat hasil preparasi
yang kasar bila menggunakan diamond dan menggunakan bentuk desain
konservatif dari ekstensi oklusal fasiolingual.
Bentuk marginal butt joint antara gigi dan komposit tidak dibutuhkan
(dengan amalgam wajib dilakukan). Sudut cavosurface pada area tepi dari
preparasi bisa lebih dari 90 derajat. Sudut oklusal cavosurface tumpul, sehingga
masih belum dapat membentuk dinding yang konvergen. Penggunaan bur
diamond menghasilkan permukaan yang kasar, peningkatan area kontak, dan
peningkatan retensi potensial, namun dapat menghasil menghasilkan smear layer
yang lumayan tebal. Efek ini menyebabkan perlunya peningkatan agitasi dari
primer ketika dilakukan bonding pada area yang kasar. Sistem self-etching
bonding bisa menyebabkan terjadinya efek negative pada smear layer, karena
asam yang dikandung semakin sedikit. Penggunaan istrumen putar tergantung
keinginan operator, yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilannya.
Karena persamaan preparasi konvensional kelas 1 dan 2 pada amalgam dan
restorasi komposit, banyak operator lebihmenggunakan restorasi komposit ketika
melakukan preparasi kelas 1 dan 2 pada kavitas posterior yang besar, atau untuk
membentuk kavitas yang lebih kecil. Karena pentingnya bentuk struktur gigi maka
restorasi komposit kelas 1 dan 2 konvensional harus dilakukan dengan sesedikit
mungkin perluasan fasiolingual dan harus diperluas sampai area pit dan fisur pada
permukaan oklusal ketika sealant diperlukan.
2.2.1.3 Modified Tooth Preparation
Teknik preparasi ini tidak mempunyai spesifikasi bentuk dinding maupun
kedalaman pulpa atau aksial, yang utama adalah mempunyai enamel margin.
Perbedaan yang mencolok antara teknik preparasi konvensional dan modified
adalah bahwa preparasi modified ini tidak dipreparasi hingga kedalaman dentin.
Perluasan margin dan kedalaman pada teknik ini diperoleh dengan melebarkan (ke
arah lateral) dan kedalaman dari lesi karies atau kerusakan yang lain.
16

2.2.2 Preparasi Klas I


Untuk preparasi kelas I yang besar dengan komposit, masukkan inverted
cone diamond lewat distal area pit pada permukaan oklusal, posisikan sejajar
dengan sumbu akar dan mahkota. Saat diantisipasi bahwa seluruh panjang
mesiodistal dari sentral groove yang akan dipreparasi, lebih mudah memasukkan
bagian distal terlebih dulu dan kemudian melintasi mesial.
Teknik ini memungkinkan penglihatan yang lebih baik untuk operator
selama melakukan preparasi. Siapkan pulpal floor untuk kedalaman inisiasi awal
1,5 mm, yang diukur dari sentral groove (Gb. 1) . Setelah daerah groove sentral
dibuang, facial atau lingual diukur kedalaman, ini akan lebih besar, biasanya
sekitar 1,75 mm, tetapi ini tergantung pada kecuraman dari kecondongan cuspal
(Gb. 2). Biasanya kedalaman awal ini adalah kira-kira 0,2 mm dalam (internal) di
Dej. diamond dipindahkan ke mesial (Gb. 3) untuk menyertakan sisa lain,
mengikuti groove sentral, sebaik turun naiknya DEJ (Gb. 4).
Perluasan permukaan bukal dan lingual dan lebar mengikuti karies,
material restorasi lama, atau kesalahan. Mempertahankan kekuatan cuspal dan
marginal ridge sebanyak mungkin. Meskipun ikatan akhir restorasi komposit
akan membantu memulihkan beberapa kekuatan melemah, permukaan yang tidak
dipreparasi, lingual mesial, atau distal struktur gigi, bentuk outline harus sebagai
konservatif mungkin di daerah ini. Perluasan pada cups harus seminimal mungkin.
Perluasan sampai marginal ridge harus menghasilkan kira-kira 1,6 mm ketebalan
gigi sisa struktur (diukur dari perluasan internal ke kontur proksimal) untuk
premolar dan kira-kira 2 mm untuk geraham (Gb. 5). Perluasan terbatas
tergantung oleh dukungan dentin pada marginal ridge email dan cups. Diamond
berjalan sepanjang groove dan menghasikan Pulpal floor yang datar dan
mengikuti naik turunnya DEJ. Jika perluasan mengharuskan pengurangn cups, ini
sama kira-kira 1,5 mm kedalaman dipertahankan, biasanya menghasilkan pulpal
floor naik ke oklusal (Gb. 6).
17

Gb. 1. Diamond is moved mesially to include all faults

Gb. 2. Mesiodistal initial pulpal depth preparation follows DEJ. A, Mesiodistal cross-section
of premolar. B, Move cutting instrument mesially. C, Follow contour of DEJ.

Gb.3. Mesiodistal extension. Preserve dentin


Gb. 4. Faciolingual extension. Maintain initial 1.5-
support of marginal ridge enamel. A, Molar. mmpulpal depth up cuspal inclines.
B, Premolar.
18

Gb. 5. Groove extension. A, Cross-section through facial and lingual groove area. B,
Extension through cusp ridge at 1.5 mm initial pulpal depth; facial wall depth is 0.2 mm
inside the DEJ. C, Facial view.

Gb. 6. Beveling a facial groove extension. Coarse diamond creates a 0.5-mm bevel width at a
45-degree angle. A, Facial view. B, Occlusal view.
2.2.3 Preparasi Klas II

Jalan masuk ke bagian oklusal dari


kavitas mesio-oklusal atau disto-oklusal
diperoleh tepat dengan cara yang sama
seperti untuk restorasi Klas I dan outline
bagian oklusal juga sama persis (Baum,
1997).
Di daerah di mana akan dibuat boks
aproksimal, bur digerakkan lebih jauh ke
aproksimal sehingga memotong dan
malamahkan linger marginal. Bur berbentuk
pir panjang kemudian ditempatkan tepat di
daerah linger marginal yang sudah lemah dan dibuat kunci vertical sampai
ketinggian dasar ginggiva yang diinginkan (Baum, 1997).
19

Pada saat membuat kunci, bur tidak hanya digerakkan langsung ke bukal dan
lingual tetapi henpis juga dimiringkan sedikit sehingga bagian ginggiva akan
sedikit lebih lebar buko-lingual daripada oklusal (Baum, 1997).
Untuk merapikan tepi email pada bagian oklusal sebaiknya digunakan bur
Baker-Curson silidris, tetapi untuk merapikan tepi bok aproksimal yang kecil
sebaiknya digunakan instrument genggam (Baum, 1997).
Tepi bukal dan lingual dapat dirapikan dengan menggunakan pahat kagi
(hatchet) atau pahat menyudut (contra-angle) , sedangkan untuk tepi ginggiva
perlu digunakan pengasah tepi (Baum, 1997).
Preparasi kavitas MOD pada dasarnya sama dengan untuk kavitas MO dan
DO kecuali bahwa boks aproksimal ditempatkan pada kedua ujung bagian oklusal
kavitas (Baum, 1997).
Konsep biologis dan mekanis dasar yang sama juga dapat diteapkan kecuali
bahwa retensi lateral pada arah mesio distal diperoleh dengan membuat dinding
vertical pada setiap boks aproksimal ketimbang dovetail oklusal (Baum, 1997).
2.2.4 Preparasi Klas III

Sumber: Baum, 1997


Bentuk regangan. Sebelum melakukan instrumentasi keputusan harus dibuat
mengenai arah yang tepat untuk memasukkan bahan restorasi. Selagi masih
mungkin, akan lebih baik membuat preparasi dari bagian lingual, karena hal ini
akan mempertahankan bagian labiah gigi. Jika bagian labial dapat dibiarkan utuh
nilai estetiknya akan lebih baik. Sebagai contoh, pada lesi sedang di daerah
interproksimal, penetrasi dimulai dari permukaan lingual. Henpis kecepatan tinggi
dengan bur No. 1/2., 1 atau 330 digunakan untuk membuat sebagian besar
preparasi. Ukuran bur yang digunakan disesuaikan dengan ukuran gigi yang
sebenarnya dan ukuran preparasi yang akan dibuat. Penetrasi dari lingual harus
dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengenai gigi tetangganya (Baum, 1997).
20

Dinding aksial terletak 0,5 mm dari email ke dalam dentin dan variasi dari ini
akan ditentukan oleh kedalaman dan perluasan karies. Selagi masih mungkin,
dinding aksial diletakkan pada kedalaman yang ideal, dan setiap penetrasi karies
di bawah daerah ini disingkirkan tanpa melibatkan seluruh dinding aksial.
Biasanya tidak ada kontak pada gingiva dengan gigi tetangga, yang
mempermudah prosedur restorasi ini (Baum, 1997).
Regangan labial biasanya melibatkan bagian labial dari titik kontak, sehingga
tepi labial berada pada embarsur labial. Perluasan ke arah gingiva dipengaruhi
oleh keharusan menghilangkan semua email dan dentin yang rusak dengan tetap
mempertahankan jumlah email yang mendapat cukup dukungan dari dentin. Tepi
email harus bebas dari semua bahan dekalsifikasi, jika tidak, tepi restorasi akan
cepat rusak. Email yang lemah akan menjadi sumber kerusakan (Baum, 1997).
Penyelesaian regangan preparasi klas III tidak tepat sama dengan tipe
preparasi yang lain. Biasanya bentuk regangann lebial, insisal, dan gingival adalah
membulat atau melengkung dan bentuk ini bisa dibuat dengan bur bulat (Baum,
1997).
2.2.4.1 Resistance dan Retention Form
Dinding aksial pulpa dibuat pada dentin, sebagaimana yang didiskusikan
pada bentuk regangan, jika karies meluas melebihi batas tersebut, harus
disingkirkan dengan menggunakan bur yang berputar dengan kecepatan rendah
atau dengan eskavator genggam. Ukuran bur bervariasi antara No. 1 dan No. 4,
tergantung besarnya lesi. Bur yang besar digunakan karena alat ini efektif dalam
menyingkirkan dentin karies dan secara bersamaan mengurangi resiko perforasi
pulpa tanpa sengaja (Baum, 1997).
Jika ekskavator genggam digunakan, alat yang dipilih ukurannya harus besar,
meskipun untuk gigi anterior sering dipilih ekskavator yang kecil. Materi-materi
karies disingkirkan sampai ke dinding dentin yang karies, ini dapat ditentukan
berdasarkan rupa dan tekstur permukaan. Idelanya, tepi email didukung dentin.
Kadang-kadang harus dilakukan kompromi untuk menghindari preparasi yang
terlalu besar, yang membuat email tidak didukung oleh dentin sepenuhnya. Tapi
itu hanya bisa dilakukan bila email nyata-nyata bebas dari tekanan oklusal (Baum,
1997).
21

Retensi yang biasa digunakan adalah berupa alur yang dangkal, yang dibuat
menyilang dinding gingiva dari lebial ke lingual. Alur dibuat dengan bur bulat No.
atau No. 1 dengan kecepatan rendah. Kedalaman alur ini minimal. Kadang-
kadang retansi terjadi terutama ke arah ujung labial dan lingual dari dinding
gingiva, dengan alur penghubunga yang lebih dangkal bila dibandingkan dengan
sumber retansi utama. Bur yang sama digunakan untuk membentuk daerah retensi
pada bagian insisal. Meskipun demikian, retensi yang dibuat dengan etsa asam
akan mengurangi perlunya pembuatan retensi mekanis (Baum, 1997).
2.2.4.2 Bevel
Penelitian yang baru mengindikasikan preparasi dengan bevel jauh lebih
resisten terhadap kebocoran mikro dibandingkan dengan tanpa bevel bila etsa
asam digunakan. Bevel memungkinkan asam mengenai batang email pada sudut
yang tepat untuk memperoleh efek yang maksimal. Oleh karena itu, semua
preparasi yang akan dietsa asam harus dibevel pada tepi emailnya. Hal ini akan
memperbaiki kapasitas retensi dari preparasi dan mencegah terjadinya pewarnaan
di daerah tepi (Baum, 1997).
Bila mungkin, dianjurkan membuat bevel email selebar 0,2-0,5 mm sebagai
tahap akhir preparasi. Bevel ini dibuat dengan menggunakan pengasah tepi,
pembentuk sudut jeffery, atau bila aksesnya memungkinkan dapat digunakan bur
pengakhir email yang berbentuk nyala api (No. 7901 atau 242) dengan kecepatan
rendah atau sedang. Lebar bevel dibatasi untuk menghindari kesulitan dalam
menyelesaikan restorasi resin, karena bila tepinya tidak jelas ini akan bisa
menyebabkan penyelesaian yang berlebih atau kurang (Baum, 1997).
2.2.5 Preparasi Klas IV
Restorasi klas IV dibutuhkan bila kecelakaan atau karies yang luas merusak
atau memperlemah sudut insisal. Ini lebih sulit untuk memberikan retensi mekanis
yang dinginkan bila bagian insisal gigi hilang. Juga nilai estetis atau kesesuaian
warna menjadi lebih kritis karena ukuran restorasi. Karena lokasinya, perubahan
warna pada restorasi klas IV bisa dideteksi dengan mudah. Jika daerah insisal
yang terlibat sedikit, preparasi yang sama seperti yang digunakan pada klas III
cukup baik dan variasinya hanya pada pelebaran retensi insisal (Baum, 1997).
22

Keberhasilan banyak restorasi klas IV tergantung pada perolehan retensi


yang lain daripada yang ditemukan di dalam preparasi kavitas itu sendiri. Satu
cara untuk mendapatkannya adalah dengan menggunakan teknik etsa asam, yang
lain adalah menggunakan pin untuk mendukung restorasi. Penggunaan pin untuk
resin anterior telah banyak ditinggalkan dengan digunakannya teknik etsa asam
yang bisa memberikan tingkat stabilitas yang tinggi pada jenis restorasi ini. Bila
pin digunakan, pin berfungsi sebagai tambahan pada bentuk retensi yang terdapat
di dalam preparasi. Sistem pin yang dianjurkan adalah pin ulir TMS. Keuntungan
sistem ini adalah tersedia pin dengan diameter yang bervariasi 0,013 hingga 0,031
inci. Satu dua pin ditempatkan pada dinding gingiva, tergantung kebutuhannya.
Jika digunakan 2 pin, pin-pin tersebut dipisah, di labial dengan lingual sejauh
mungkin. Pada saatnya itu akan lebih menguntungkan memasang pin pada daerah
insisal, tetapi bila menimbulkan masalah dengan proses preparasi dan penempatan
restorasi, pin sebaiknya jangan digunakan (Baum, 1997).

Sumber: Baum, 1997


2.2.6 Preparasi Klas V
Regangan. Isolasi kerja merupakan prosedur yang paling penting dilakukan
untuk lesi klas V. Vesibilitas dan kontrol terhadap kondisi basah (saliva) harus
diutamakan ketika melakukan restorasi gigi estetis. Setelah memasang isolator
karet, klem No. 212 digunakan untuk mengisolasi lesi terhadap proses preparasi
kavitas dan penempatan restorasi (Baum, 1997).
23

Bentuk regangan restorasi klas V tidaklah seragam, tetapi bervariasi


tergantung karies atau tingkat dekalsifikasi yang terjadi. Bila jaringan yang rusak
telah disingkirkan dan tepinya berada pada email yang baik, regangan biasanya
persegi panjang dengan sudut yang membulat, uvoid atau berbentuk ginjal. Bur
No. 256 atau 330 dengan kecepatan tinggi dipergunakan untuk membentuk
regangan tersebut. Mudah terjadi pengambilan yang berlebihan sewaktu preparasi
karena gigi berukuran kecil, jadi bur No. 256 harus digunakan dengan kecepatan
rendah. Biasanya, dinding aksial akan berada pada kedalaman 1,5 mm dari
permukaan gigi (Baum, 1997).
Retensi dibuat pada oklusal atau insisal dan dinding gingiva di pertautan
dengan dinding aksial, menggunakan bur No. atau . Tidak boleh ada undercut
pada dinding mesial dan distal. Kedalaman retensi dibentuk menggunakan
diameter bur, dan tidak akan melebihi diameter bur bahkan dalam beberapa hal
malah bisa kurang. Sebuah pahat bulan sabit atau Wedelstaedt digunakan untuk
menghaluskan dinding dan tepi email (Baum, 1997).
Dengan alasan ayang sama seperti pada preparasi Klas III, preparasi ini juga
dibevel. Bevel dibuat pada seluruh bagian preparasi yang dikelilingi email tapi
tidak dibuat pada preparasi yang berakhir di sementum. Bevel dibentuk dengan
instrumen genggam sepperti pahat Wedelstaedt No. 15 atau but pengakhir email
No. 7901 atau 242 (Baum, 1997).

(A) (B)
(A) Variasi regangan Klas V, (B) Preparasi komposit Klas V, bagian pinggiran email di
Bevel. Sumber: Baum, 1997
24

2.3 Prosedur Etsa dan Bonding


2.3.1 Etsa Asam
Proses etsa asam pada permukaan email akan menghasilkan kekasaran
mikroskopik pada permukaan email yang disebut enamel tags atau micropore
sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan email yang membentuk
retensi mikromekanis. Keberhasilan usaha tersebut telah mendorong para peneliti
untuk melakukan etsa pada dentin, namun walaupun dentin telah dietsa perlekatan
resin komposit terhadap permukaan dentin lebih sulit dibandingkan dengan
perlekatan terhadap permukaan email. Kesulitan ini disebabkan karena dentin
merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email. Email
merupakan jaringan yang hampir termineralisasi secara sempurna, sedangkan
dentin merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45%),
komponen organik (33%), dan air (Demarco, 1998).
Komposisi organik substrat dentin memiliki struktur ultra tubulus yang
lembab dan heterogen. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kesulitan perlekatan resin komposit pada dentin yaitu variasi tingkat mineralisasi
dan adanya cairan pada tubulus dentin yang menghalangi perlekatan (Yazici,
2003).
Perlekatan pada dentin juga menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear
layer. Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada
permukaan dentin akibat preparasi dentin. Smear layer menghalangi tubulus
dentin dan berperan sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas
dentin. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk
menyingkirkan smear layer. Fusayama (1980) mempelopori etsa dentin untuk
mendapatkan ikatan secara adhesif antara dentin dan resin komposit dan untuk
melarutkan smear layer. Smear layer dipindahkan melalui pengetsaan dengan
asam phosphor 37 % selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya tubulus
dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan
penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk hybrid layer
(Bryant, 1998).
25

2.3.2 Bahan Bonding


Adhesive dentin harus bersifat hidrofilik untuk menggeser cairan dentin dan
juga membasahi permukaan, memungkinkan berpenetrasinya menembus pori
didalam dentin dan akhirnya bereaksi dengan komponen organik atau anorganik.
Karena matriks resin bersifat hidrofobik, bahan bonding harus mengandung
hidrofilik maupun hidrofobik. Bagian hidrofilik harus bersifat dapat berinteraksi
pada permukaan yang lembab, sedangkan bagian hidrofobik harus berikatan
dengan restorasi resin (Anusavice, 2003).
a. Bahan bonding email
Email merupakan jaringan yang paling padat dan keras pada tubuh manusia.
Email terdiri atas 96 % mineral, 1 % organik material, dan 3 % air. Mineral
tersusun dari jutaan kristal hydroksiapatit ( Ca10(PO4)6(OH)2) yang sangat kecil.
Dimana tersusun secara rapat sehingga membentuk perisma email secara
bersamaan berikatan dengan matriks organik. Pada prisma yang panjang
bentuknya seperti batang dengan diameter sekitar 5 m. Kristal hidroksiapatit
bentuknya heksagonal yang tipis, karena strukrur seperti itu tidak memungkinkan
mendapatkan susunan yang sempurna. Celah diantara kristal dapat terisi air dan
material organik (Anusavice, 2003).
Bahan bonding biasanya terdiri atas bahan matriks resin BIS - GMA yang
encer tanpa pasi atau hanya dengan sedikit bahan pengisi (pasi). Bahan bonding
email dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan membasahi email yang
teretsa. Umumnya, kekentalan bahan ini berasal dari matriks resin yang dilarutkan
dengan monomer lain untuk menurunkan kekentalan dan meningkatkan
kemungkinan membasahi. Bahan ini tidak mempunyai potensi perlekatan tetapi
cendrung meningkatkan ikatan mekanis dengan membentuk resin tag yang
optimum pada email. Beberapa tahun terakhir bahan bonding tersebut telah
digantikan dengan sistem yang sama seperti yang digunakan pada dentin.
Peralihan ini terjadi karena manfaat dari bonding simultan pada enamel dan dentin
dibandingkan karena kekuatan bonding (Anusavice, 2003).
b. Bahan bonding dentin
Dentin adalah bagian terbesar dari struktur gigi yang terdapat hampir
diseluruh panjang gigi dan merupakan jaringan hidup yang terdiri dari odontoblas
26

dan matriks dentin. Tersusun dari 75 % materi inorganik, 20 % materi organik dan
5 % materi air. Didalam matriks dentin terdapat tubuli berdiameter 0,5 - 0,9 mm
dibagian dentino enamel junction dan 2- 3 mm diujung yang berhubungan dengan
pulpa. Jumlah tubuli dentin sekitar 15 - 20 ribu / mm2 didekat dentino enamel
junction dan sekitar 45 - 65 ribu dekat permukaan pulpa (Anusavice, 2003).
Penggunaan asam pada etsa untuk mengurangi terbentuknya microleakage
atau kehilangan tahanan tidak lagi menjadi resiko pada resin dipermukaan enamel.
Permasalahan timbul pada resin dipermukaan dentin atau sementum. Pengetsaan
asam pada dentin yang tidak sempurna dapat melukai pulpa (Anusavice, 2003).
2.4 Pemberian Liner dan Basis
Pada restorasi resin komposit, perlu diaplikasikan basis atau liner karena sifat
dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu adanya
perlindungan, sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak langsung terkena
struktur gigi. Bahan basis atau liner yang biasa digunakan adalah kalsium
hidroksida, terutama karies yang hampir mencapai pulpa, karena sifatnya yang
mampu merangsang pembentukan sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
sebagai liner berbentuk suspense dalam liquid organic seperti methyl ethyl ketone
atau ether alcohol atau dapat juga dalam larutan encer seperti methyl cellusose
yang berfungi sebagai bahan pengental. Liner ini diaplikasikan dalam konsistensi
encer yang mengalir sehingga mudah di aplikasikan ke permukaan dentin.Selain
liner, perlindungan dapat berupa basis. Basis yang dapat digunakan adalah basis
dari kalsium hidroksida, semen ionomer kaca, dan seng fosfat (Craig, 1999).
Kalsium hidroksida sebagai basis mempunyai kekuatan tensile dan kompresi
yang rendah di bandingkan dengan basis dengan kekuatan dan rigiditas yang
tinggi. Karena itulah, kalsium hidroksida tidak di peruntukkan untuk menahan
kekuatan mekanik yang besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan
tahanan terhadap tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat. Untuk
pemberian perlindungan terhadap termis, ketebalan yang di anjurkan tidak lebih
dari 0,5 mm. keuntungan dari penggunaan kalsium hidroksida adalah sifat
terapeutiknya yang mampu merangsang dentin sekunder. Setelah itu dilakukan
irigasi dan selanjutnya kavitas di keringkan (Craig, 1999)
27

2.5 Tahapan Restorasi Resin Komposit


1. Seleksi warna. Sebelum isolator karet dipasang, warna bahan tambalan yang
digunakan harus ditentukan. Bila gigi dikeringkan warnanya akan berbeda, dan
kemungkinan besar warna yang dipilih ketika gigi dalam keadaan kering akan
sama sekali tidak serasi dengan warna gigi dalam keadaan basah (Baum, 1997).
Pemilihan warna merupakan pertimbangan yang penting karena banyak
faktor-faktor yang akan mempengaruhi kualitas dari hasil akhir restorasi.
Walau bagaimanapun, dokter gigi harus mempunyai pengetahuan tentang hue,
saturasi dan value, serta amat bermanfaat sekiranya ia mempunyai pengetahuan
tentang roda warna (Baum, 1997).
Hue (corak) menerangkan warna sebenarnya dan membuat kita dapat
membedakan satu warna dengan yang lainnya. Saturasi merupakan kualitas
yang dapat membuat kita membedakan warna yang lemah dari warna yang
kuat, dan disebut dengan intensitas warna. Value warna membuat kita
memahami perbedaan warna dari yang terang ke warna yang lebih gelap
(Baum, 1997).
2. Preparasi kavitas. Bentuk preparasi kavitas untuk bahan restorasi estetis
umumnya sama, tidak tergantung dari bahan apa yang akan digunakan.
Pertama-tama, semua jaringan karies harus dibuang. Preparasi yang sempurna
harus mencakup email yang rapuh akibat dekalsifikasi. Preparasi harus
memudahkan penempatan bahan restorasi dan penyelesaiannya (Baum, 1997).
3. Bevel. Penelitian yang baru mengindikasikan preparasi dengan bevel jauh lebih
resisten terhadap kebocoran mikro dibandingkan dengan tanpa bevel bila etsa
asam digunakan. Bevel memungkinkan asam mengenai batang email pada
sudut yang tepat untuk memperoleh efek yang maksimal. Oleh karena itu,
semua preparasi yang akan dietsa asam harus dibevel pada tepi emailnya. Hal
ini akan memperbaiki kapasitas retensi dari preparasi dan menjaga terjadinya
pewarnaan di bagian tepi (Baum, 1997).
4. Perlindungan Dentin dan Pulpa. Sebelum aplikasi etsa asam atau
penempatan restorasi resin, dentin harus dilindungi dengan memberikan liner.
Bila liner tidak diberikan, asam yang berfungsi sebagai etsa atau resin akan
menyebabkan iritasi terhadap pulpa (Baum, 1997).
28

5. Prosedur Etsa Asam dan Bonding. Suatu tambalan yang bernilai untuk
retensi dari sistem resin adalah teknik etsa atau demineralisasi email antara
permukaan restorasi. Teknik tersebut sangat membantu pada restorasi klas IV
(Baum, 1997).
Keputusan untuk menggunakan etsa asam saja atau dalam kombinasi
dengan preparasi didasarkan pada:
a. Lokasi dan ukuran pulpa. Ini dapat mengurangi kegunaan beberapa bentuk
preparasi, dengan pengecualian preparasi yang terbatas pada email (Baum,
1997).
b. Terlibatnya daerah insisisal dan oklusal. Etsa asam sendiri tidak akan
mampu mendukung restorasi yang menjadi subjek tekanan pengunyahan
(Baum, 1997).
6. Penempatan Bahan Restorasi. Dianjurkan untuk semua jenis restorasi resin,
baik itu akrilik nirpasi atau komposit, bahwa etsa asam harus dilakukan
sebelum penumpatan bahan restorasi. Karena etsa asam tidak hanya digunakan
sebagai retensi saja, tetapi juga dapat memberikan adaptasi tepi yang lebih baik
dan bahkan mengurangi kebocoran mikro dan noda warna. Dalam preparasi
kavitas yang dentinnya masih ada dianjurkan untuk diberikan liner Kalsium
Hidroksida atau Semen Ionomer Kaca diatas permukaan dentin karena semua
bahan restorasi resin menimbulkan iritasi pulpa (Baum, 1997).
7. Penyelesaian Tambalan Resin. Penyelesaian atau pembentukan kontur amat
mudah dilakukan dengan bur intan yang halus atau bur karbid biasanya dengan
kecepatan sedang. Bur karbid lebih diutamakan karena memberikan permukaan
yang lebih halus dibanding intan konvensional (Baum, 1997).
2.6 Penyelesaian Restorasi Resin Komposit
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi mengkilat.
Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar telah mengalami
polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan awal (Yazici, 2003).
29

Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :


1. Alat untuk shaping: sharp amalgam carvers dan scalpel blades, seperti 12
atau12b atau specific resin carving instrument yang terbuat dari carbide,
anodized aluminium, atau nikel titanium (Yazici, 2003).
2. Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs, berbagai
tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point dan cups, metal
dan plastic finishing strips, dan pasta polishing (Yazici, 2003).
Diamond dan carbide burs
Digunakan untuk menghaluskan akses-akses yang besar pada resin
komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada permukaan
restorasi (Yazici, 2003).
Discs
Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang
abrasive dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area interproksimal.
Disk terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar sampai yang halus yang bisa
digunakan secara berurutan saat melakukan finishing dan polishing (Yazici,
2003).
Impregnated rubber points dan cups
Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling kasar
digunakan untuk mengurangi akses-akses yang yang besar sedangkan yang
halus efektif untuk membuat permukaan menjadi halus dan berkilau.
Keuntungan yang utama dari penggunaan alat ini adalah dapat membuat
permukaan yang terdapat ekses membentuk groove, membentuk bentuk
permukaan yang diinginkan serta membentuk permukaan yang konkaf pada
lingual gigi anterior (Yazici, 2003).
Finishing stips
Digunakan untuk mengkontur dan memolish permukaan proksimal margin
gingival untuk membuat kontak interproksimal. Tersedia dalam bentuk metal
dan plastik. Untuk metal biasa digunakan untuk mengurangi ekses yang
besar namun dalam menggunakan alat ini kita harus berhati-hati karena jika
tidak dapat memotong enamel, cementum, dan dentin. Sedangkan plastic
strips dapat digunakan untuk finishing dan polishing. Juga tersedia dalam
30

beberapa jenis dari yang kasar sampai halus yang dapat digunakan secara
berurutan (Yazici, 2003).
Prosedur finishing dan polishing resin komposit:
1. Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan akses-akses
di area proksimal, dan margin gingival dan untuk membentuk permukaan
proksimal dari resin komposit.
2. 12b scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin
komposit pada aspek distal
3. Alumunium oxide disk digunakan untuk membentu kontur dan untuk
polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.
4. Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal
5. Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan untuk
menghaluskan permukaan oklusal restorasi
6. Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing atau
polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak proksimal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Untuk membuat contur yang baik, kita harus menyesuaikan bentuk
restorasi sesuai dengan anatomi gigi yang benar dan tepat agar diperoleh
hasil yang maksimal.
2. Kita harus berhati-hati dan senantiasa memperhatikan hal-hal seperti taktil,
kontak dengan gigi di sampingnya, serta kontak oklusal dengan gigi
antagonisnya.
3. Finishing dan polishing sangatlah mempengaruhi hasil akhir restorasi
seperti warna permukaan, akumulasi plak, dan karakteristik resin komposit.
2.7 Kegagalan Restorasi
2.7.1 Kebocoran Tepi (Marginal Microleakage)
Merupakan celah mikroskopik antara dinding kavitas dan restorasi yang dapat
dilalui mikroorganisme, cairan, molekul dan ion. Disebabkan oleh kegagalan
adaptasi restorasi terhadap dinding kavitas akibat adanya monomer sisa dan
shrinkage (proses pengerutan) selama polimerisasi.
31

Solusi :
- Gunakan Teknik Aplikasi Lapis Demi Lapis,
- Gunakan Monomer Low-Shrinking dan Bahan Fluoride pada monomer
resin untuk mencegah terjadinya marginal gaps pada kavitas.
- Gunakan Flowable Composite Resin
2.7.2 Rasa Sakit Pasca Restorasi Resin Komposit
Sifat kimia bahan komposit bisa mengiritasi jaringan pulpa dan
mengakibatkan radang pulpa, bahkan 3 4 bulan kemudian timbul
diskolorasi atau fistula.
Penyebab :
Iritasi monomer sisa resin komposit.
Kebocoran tepi
Invasi mikroorganisme dan cairan mulut melalui tubuli dentin.
2.7.3 Restorasi Mudah Lepas
a. Kesalahan seleksi kasus
Beban oklusi merupakan pertimbangan pertama dalam seleksi kasus
b. Sisa jaringan keras
Preparasi kurang baik

Anda mungkin juga menyukai