Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

TERAPI CAIRAN

Disusun oleh
Nama : Widya Novianita
NIM : 030. 12.281
Pembimbing : dr. H. Ucu Nurhadiat, Sp An
Dr. Ade Nurkacan,Sp An

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi


Periode 23 Januari -25 Februari 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
LEMBAR PENGESAHAN

1
Referat dengan judul

Terapi Cairan

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Sp.An sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepanitraan klinik Ilmu Anestesiologi

Di RSUD Karawang periode 23 Januari s/d 25 Februari 2017

Karawang, Januari 2017

( dr. , H.Ucu Nurhadiat, SpAn)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan,
kelancaran dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi di RSUD Karawang yang berjudul Terapi Cairan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing atas
pengarahnnya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesiologi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan masih perlu
banyak perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari pembaca.

Karawang , Januari 2017

(Penulis)

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................... 3
Daftar Isi............ 4
BAB I Pendahuluan.............. 7
BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................... 8
Terminologi ............................................................................................ 8
Fisiologi cairan dan elektrolit ................................................................. 9
Jenis cairan .............................................................................................. 14
Terapi cairan preoperatif ......................................................................... 19
BAB II Kesimpulan.......................... 21
Daftar Pustaka ........................ 22

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi cairan tubuh ................................................................................ 9


Gambar 2. Diagram regulasi natrium ...........................................................................12

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Intake dan Output pada orang dewasa selama 24 jam ....................................... 9

Tabel 2. Komposisi elektrolit normal dalam tubuh ......................................................... 10

Tabel 3. Cairan rumatan menggunakan rule 4/2/1 ........................................................... 15

Tabel 4. Jenis dan komposisi cairan resusitasi ................................................................. 19

6
BAB I.

PENDAHULUAN
Cairan tubuh adalah larutan encer yang mengandung elektrolit dan non-elektrolit, dan
terdiri atas kompartemen intrasel dan ekstrasel.1Pada bayi baru lahir terdiri dari cairan sekitar
70-80% berat badan, sedangkan pada pria dewasa dan wanita dewasa terdapat sekitar 50%.
Kebutuhan cairan orang dewasa adalah sekitar 25-40 ml/kg/24 jam, dan pada anak-anak
diperlukan kebutuhan cairan yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa.1,2

Terapi cairan dibutuhkan apabila tubuh tidak dapat memasukan air, elektrolit dan zat-
zat makanan secara oral, misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama, karena
pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual
muntah dll. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain itu,
dalam keadaan tertent, adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk
memasukan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk menjaga
keseimbangan asam-basa. 2

Cairan resusitasi ideal seharusnya satu, yang hasilnya dapat diprediksi dan terus-
menerus meningkat pada volume intravaskular, sebagai akhir sebuah komposisi kimia
memungkinkan ke cairan ekstraselular dimetabolisme dan diekskresi sempurna tanpa
akumulasi di jaringan, tidak menghasilkan metabolit yang merugikan atau efek sistemik dan
dengan biaya yang efektif mampu menghasilkan keluaran pasien yang lebih baik. 3Holliday
dan Segar pada tahun 1957 pertama kali diperkenalkan metode praktis untuk meresepkan
cairan IV berdasarkan kebutuhan metabolisme diperkirakan untuk pasien bed rest.4 Cairan
infus dapat berupa cairan kristaloid, cairan koloid atau campuran keduanya. 3,4

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terminologi

Cairan tubuh adalah larutan encer yang mengandung elektrolit dan non-elektrolit, dan
terdiri atas kompartemen intrasel dan ekstrasel.1Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit.
Cairan tubuh dibedakan atas cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma
dan interstisial. 5Cairan tubuh mengandung berbagai elektrolit, nutrisi, gas, limbah, dan zat
khusus seperti enzim dan hormon yang dilarutkan atau diserap dalam air tubuh. Komposisi
cairan tubuh merupakan faktor penting dalam homeostasis. Keseimbangan cairan tubuh
sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan penyakit. Dalam manajemen cairan perlu
diketahui antara input dan output yang harus seimbang. 1,5,6

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan
negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas. Sebagian
besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik dan
distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit
mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).
Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai profil
elektrolit. 5

Anatomi cairan dan elektrolit

Komposisi cairan tubuh dan total volume darah :

Pada bayi baru lahir terdiri dari cairan sekitar 70-80% berat badan, sedangkan pada
pria dewasa dan wanita dewasa terdapat sekitar 50%. Kebutuhan cairan orang dewasa adalah
sekitar 25-40 ml/kg/24 jam, dan pada anak-anak diperlukan kebutuhan cairan yang lebih
banyak dibandingkan orang dewasa. 7 Perbedaan total cairan tubuh antara jenis kelamin pria
dan wanita adalah berdasarkan hasil dari distribusi lemak tubuh karena jaringan adiposa
sebagian besar merupakan bebas dari air. Pada wanita, memiliki kandungan lemak tubuh
yang lebih tinggi dan otot rangka yang lebih rendah; dengan demikian, wanita memiliki total
8
cairan tubuh yang lebih sedikit. Total cairan tubuh terbagi atas dua kompartemen yang
dipisahkan satu sama lain oleh membran sel, yaitu cairan ekstrasel (ECF) terdapat sekitar 25-
24% total cairan tubuh yang terbagi atas cairan interstitial (15% berat badan) dan volume
8
plasma 5% berat badan). 7Plasma ialah darah dikurangi sel-sel darah seperti ; eritrosit,
leukosit dan trombosit. Serum ialah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan seperti
fibrinogen dan protombin. Hematokrit adalah presentasi volume eritrosit dalam darah2.
7
Selanjutnya cairan intrasel (ICF) terdapat sekitar 55-75% total cairan tubuh. Cairan
intraseluler mengandung banyak ion K,Mg dan Fosfat, sedangkan ekstraseluler mengandung
bayak ion Na dan Cl.

Gambar 1. Distribusi cairan tubuh 9

Fisiologi cairan dan elektrolit

Metabolisme cairan adalah keseimbangan antara asupan dan pengeluaran air. Intake
terdiri dari 2 komponen: (1) asupan yang tidak diatur, yaitu cairan yang terdapat dalam
makanan dan minuman, dan (2) pengaturan intake yang terjadi dalam keadaan haus.
Demikian pula, output cairan dalam tubuh; (1) sebagai akibat pengeluaran insensible water
loss (keringat, pernapasan, atau gastrointestinal) dan (2) sebagai akibat dari tindakan arginin
vasopressin (AVP) atau hormon antidiuretik (ADH) di ginjal. 8

9
Tabel 1. Intake dan Output pada orang dewasa selama 24 jam.9

Haus adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap penurunan ECF atau ICF,
sehingga dapat meyebabkan peningkatan asupan air. Deplesi volume intravaskular seperti
yang terjadi pada diare atau muntah menyebabkan penurunan dari ECF sehingga pada
keadaan tersebut dapat menyebabkan stimulasi haus. 8

Tekanan osmotik ialah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perembesan (difusi)
cairan melalui membran semipermeabel kedalam cairan lain yang kosentrasinya lebih tinggi.
Membran semi permeabel adalah membran yang dapat dilalui air (pelarut) namun tidak dapat
2
diallui oleh zat terlarut misalnya protein. Sifat membran sel yang permeabel terhadap air
menjadikan keseimbangan osmotik dapat dipertahankan sehingga terjadi keseimbangan
osmolalitas antara ekstrasel dan intrasel. Pendistribusian air antara kompartemen ekstrasel
1
dan intrasel hingga mencapai suatu keseimbangan osmotik (isoosmotik) sangat penting.
Keseimbangan distribusi air pada setiap kompartemen tubuh melibatkan kadar zat terlarut
di dalam cairan tubuh, dan jumlah zat yang terlarut dalam suatu pelarut disebut osmolalitas.
Tekanan osmotik plasma darah ialah2855mOsm/L. 1,2

Elektrolit yang memberikan kontribusi besar dalam menentukan besarnya osmolalitas


serum ialah natrium,yang aktif secara osmotik, dan pemberi kontribusi dominan dalam
menentukan besarnya osmolalitas. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut
isotonik (NaCl 0,96%, Dekstrose 5%, Ringer Laktat) keadaan yang lebih rendah disebut
2
hipotonik (akuades) dan apabila lebih tinggi disebut hipertonik. Keadaan hipoosmolalitas
sebenarnya menggambarkan keadaan hiponatremia, sebaliknya hiperosmolalitas
menggambarkan keadaan hipernatremia. 1,2

Tabel 2. Komposisi elektrolit normal dalam tubuh. 8

10
Natrium
Ekskresi air hampir selalu disertai oleh ekskresi natrium baik lewat urin, tinja maupun
keringat. Oleh karena itu, pada keadaan kekurangan cairan (dehidrasi) selalu diberikan cairan
infus yang mengandung natrium. Natrium berperan sebagai pemelihara tekanan osmotik dan
volume cairan ekstraselulel karena natrium sebagian besar (84%) berada di cairan
ekstraseluler. Kebutuhan natrium perhari adalah sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram sebagai
NaCl. Keseimbangan natrium terutama oleh ginjal. 2
Kalium
Sebagian besar kalium terdapat dalam sel (150 mEq/L). Pada pembedahan dapat
menyebabkan katabolisme jaringan dan mobilisasi kalium pada hari pertama dan kedua.
Kemampuan mginjal untuk menahan kalium sangat rendah. Kadar kalium dalam plasma
hanya sekitar 2% dari total K tubuh, sehingga sulit terdeteksi apabila terdapat kekurangan
kalium. Fungsi kalium adalah untuk merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik,
membantu utilisasi O2, asam amino, glikogen dan pembentukan sel. Kadar K serum total
adalah 3-5 mEq/L. Hipokalemia (<3mEq/L) menyebabkan keletihan otot, lemas =, kembung,
ileus paralitik, gangguan irama jantung. Konsentrasi kalium dalam infus sebaiknya <40
mEq/L atau kecepatan pemberian <20 mEq/jam. 2
- Keseimbangan cairan tubuh
Perubahan volume cairan ekstrasel setiap waktu <1% sehingga tidak memberikan
reaksi fisiologik. Keseimbangan cairan tubuh ialah usaha mempertahankan tekanan osmotik
cairan tubuh dan volume cairan tubuh total (ekstrasel dan intrasel) yang harus selalu dalam
keadaan seimbang yang diatur oleh hormon arginin vasopressin. Dalam menjalankan
fungsinya, ginjal diatur oleh sejumlah hormon antara lain hormon hipothalamus arginin
vasopressin (AVP) yang disebut antidiuretik hormone (ADH). Selain mempertahankan
osmolalitas, ginjal merupakan pengendali utama air dan elektrolit, serta mengontrol
keseimbangan asam dan basa. 1
AVP juga dikenal sebagai ADH, terutama bertanggung jawab untuk pengaturan aliran
urin dan ekskresi air dalam tubuh, karena fungsinya adalah sebagai hormon antidiuretik,
ADHw merupakan peptida asam 9-amino, peptida yang disintesis dalam nukleus supraoptik
dan paraventrikular hipotalamus dan diangkut ke hipofisis posterior untuk penyimpanan.
Setelah stimulus yang tepat diterima, AVP dilepaskan ke dalam sirkulasi. Antidiuresis terjadi
kemudian ketika AVP berinteraksi dengan reseptor AVP V2 di ginjal, sehingga penyisipan
aquaporin 2 saluran pada permukaan luminal mengumpulkan sel pokok tubulus. Akibatnya,

11
permeabilitas air meningkat pada tubulus pengumpul yang mengarah ke peningkatan
reabsorpsi air, meningkatkan osmolalitas urin, dan mengurangi aliran urin. 8
Pelepasan AVP ditentukan terutama oleh regulasi osmotik dan regulasi volume.
Perubahan 1% dari osmolalitas plasma dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan
dalam tingkat AVP dan peningkatan proporsional dalam osmolalitas urin. Pada keadaan
hipovolemia juga bertindak sebagai stimulus untuk sekresi AVP.terjadi peningkatan AVP
yang menyebabkan peningkatan konsentrasi urin dan penyerapan air di ginjal. 8
- Keseimbangan elektrolit

Total konsentrasi kation plasma sekitar 150 mmol/L dan natrium merupakan kation
terbanyak yaitu sekitar 140 mmol/L. Enzim Na/K-ATPase berperan dalam transpor aktif
untuk mempertahankan konsentrasi natrium dan kalium. Hal ini juga menjadi kunci
reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Tidak seperti cairan, natrium tidak memiliki pusat
regulasi. Setiap hari natrium diekskresi yaitu sekitar 10-20 mmol lewat keringat dan feses,
tetapi sebagian besar diekskresi lewat ginjal sebagai kontrol utama homeostasis. Saat terjadi
penurunan tekanan arteri, ginjal menahan natrium sampai tekanan meningkat. Ekskresi
natrium ginjal terjadi melalui peningkatan filtrasi, penurunan reabsorbsi natrium, atau
kombinasi keduanya yang diatur oleh sistem saraf simpatik dan renin-angiotensin-
aldosterone-system (RAAS). 1

Gambar 2. Diagram regulasi natrium. 10

12
Akumulasi zat tertentu misalnya natrium dalam cairan ekstrasel (CES) menyebabkan
cairan bergerak dari intrasel ke ekstrasel. Pergerakan cairan berlangsung kontinyu sampai
tercapai keseimbangan. Berkurangnya ruang intrasel dan sebaliknya bertambahnya ruang
ekstrasel merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan natrium. Sebaliknya bila akumulasi
natrium atau zat lain di ekstrasel berkurang maka akan terjadi suatu usaha untuk mencapai
keseimbangan osmotik. 1

Pada keadaan volume ECF rendah dapat terdeteksi oleh baroreseptor kardiopulmoner.
Reseptor aferen terletak di atrium, ventrikel, dan jaringan interstitial paru. Volume ECF
tinggi dapat terdeteksi oleh aorta dan karotis baroreseptor. Sebuah volume ECF rendah juga
terdeteksi oleh reseptor intrarenal dalam aparatus juxtaglomerular dan interstitium ginjal.
Reseptor ini merespon dengan meningkatkan sekresi renin dan pada gilirannya menyebabkan
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Sistem saraf pusat memiliki reseptor tambahan
yang mendeteksi perubahan volume ECF dan juga bertanggung jawab untuk integrasi sinyal
aferen, akhirnya mengirimkan sinyal ke ginjal untuk mempengaruhi ekskresi natrium ginjal.
laju filtrasi glomerulus (GFR) merupakan faktor utama mengendalikan ekskresi natrium.
Namun, reabsorpsi natrium di tubulus proksimal meningkatkan sekresi natrium yang disaring
(umpan balik tubuloglomerular), sehingga ekskresi natrium dapat ditahan. Mekanisme klasik
lain untuk mengatur ekskresi natrium adalah melalui aldosteron. Seperti dibahas di atas,
volume yang ECF rendah merangsang pelepasan renin, yang mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Angiotensin I dikonversi menjadi angiotensin II dan bertindak sebagai
vasokonstriktor kuat dan juga menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus
ginjal proksimal. Angiotensin II juga menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, yang
menyebabkan reabsorpsi natrium dalam tubulus mengumpulkan dan menyebabkan retensi
garam dan air dan pemulihan volume ECF. 8

Osmolalitas dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu mengukur secara langsung dengan
osmometer, dan secara tidak langsung dengan menggunakan rumus. 1untuk menghitung
terapi cairan dibutuhkan dinilai berdasarkan estimasi defisit air bebas (FWD) estimation.
FWD dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: 8

Formula ini mengasumsikan TBW adalah sekitar 60% dari berat badan dan natrium
serum normal adalah 140mEq / L (140 mmol / L). FWD harus diperbaiki perlahan dalam

13
kasus dehidrasi hipernatremia untuk mencegah kejang dan edema serebral. Koreksi perlahan
juga berlaku dalam keadaan ketoasidosis diabetik sambil menambahkan insulin. 8

Dehidrasi

Dehidrasi adalah kekurangan air dalam air dalam tubuh yang dapat dikategorikan
menjadi ringan (<5%), sedang (5-10%), dan berat (>10%). Sifat dehidrasi dapat berupa
isotonik (kadar Na dan osmolaritas serum normal, hipotonik atau hiponatremik (kadar Na
<130 mmol/L) atau osmolaritas serum <275mOsm/L) dan hipertonik atau
hipernatremik(kadar Na >150mmol/L atau osmolaritas serum >295mOsm/L). 8

Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan10

Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )


Hiperventilasi
Suhu lingkungan tinggi
Aktivitas ekstrim
Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :

Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )


Kelembaban sangat tinggi
Oligouri atau anuria
Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
Retensi cairan ( contoh: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

Jenis Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, menggantikan milieu interiur dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
2
ekspander) secara intravena. Cairan resusitasi ideal seharusnya satu, yang hasilnya dapat
diprediksi dan terus- menerus meningkat pada volume intravaskular, sebagai akhir sebuah
komposisi kimia memungkinkan ke cairan ekstraselular dimetabolisme dan diekskresi
sempurna tanpa akumulasi di jaringan, tidak menghasilkan metabolit yang merugikan atau
efek sistemik dan dengan biaya yang efektif mampu menghasilkan keluaran pasien yang lebih
baik. 3 Holliday dan Segar pada tahun 1957 pertama kali diperkenalkan metode praktis untuk
meresepkan cairan IV berdasarkan kebutuhan metabolisme diperkirakan untuk pasien bed
4
rest. Pembedahan dengan anestesia memerlukan persiapan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk menggantikan kebutuhan rutin saat

14
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan pindah ke ruang
ketiga (rongga peritonium, ke luar tubuh). 2-4

Pengeluaran kalori dihitung adalah 100 kkal / kg untuk bayi dengan berat 3-10 kg,
1000 kkal 50 kkal / kg untuk setiap kilogram lebih dari 10 kg tapi <20 kg untuk anak-anak
mulai dari 10 sampai 20 kg, dan 1500 kkal 20 kkal / kg. Oleh karena itu, pada anak terjaga,
kalori dan konsumsi air dianggap sama dan aturan berdasarkan berat badan yang sesuai untuk
kebutuhan air per jam berkembang menjadi apa yang disebut "4 / 2/1 aturan" untuk terapi
cairan maintenance pada anak-anak.4

Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan), ialah sebagai berikut: 2

- 4ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg pertama


- 2ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg kedua
- 1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan

Tabel 3 . Cairan rumatan menggunakan rule 4/2/14


Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah keruang ketiga, ke ruang peritoneum,
keluar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan sebagai berikut; 2
- 6-8 ml /kg untuk bedah besar
- 4-6 ml /kg untuk bedah sedang
- 2-4 ml /kg untuk bedah kecil
Cairan infus dapat berupa cairan kristaloid, cairan koloid atau campuran keduanya.
Semua cairan resusitasi dapat berkontribusi terhadap formasi edema interstisial, terutama
sekali apabila dibawah kondisi inflamasi, yang mana cairan resusitasi digunakan secara
berlebihan. 3 Pemberian cairan tanpa elektrolit(dekstrosa 5% atau 10%) secara intravena akan
cepat keluar sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga yang tertinggal di sirkulasi hanya
sedikit sekali kira-kira 5%, sehingga dekstrosa tak punya peran dalam terapi hipovolemia.
Apalagi diberikan dengan tetesan cepat, maka akan segera keluar tubuh melalui urin.
Kecepatan pemberian dekstrosa yang dianjurkan adalah 500-850 mg/kgBB/jam. 2

15
Koloid

Pada larutan koloid terdapat molekul tersuspensi dalam cairan pelarut dan relatif tidak
mampu melintasi membran kapiler semi permeabel yang sehat. Keuntungan dari penggunaan
cairan koloid yaitu dapat menghemat volume jika dibandingkan dengan kristalloid, namun
perlu betul-betul dipertimbangkan keuntungannya yang mana secara konvesional
digambarkan dengan perbandingan 1:3 koloid dengan kristalloid untuk mempertahankan
volume intravaskular. Cairan koloid dapat dibagi menjadi koloid alami protein (albumin) dan
koloid sintetik (Hess, gelatin dan dekstran). 2

Albumin merupakan cairan koloid yang paling baik. Albumin dianggap sebagai
rekomendasi larutan koloid, tetapi penggunaannya terbatas karena harganya yang mahal.
Namun, albumin telah di determinasikan penggunaannya yang sangat aman sebagai cairan
resusitasi terbaik pada kasus kritis dan mungkin berperan pada sepsis, yang digunakan
berkaitan dengan peningkatan mortalitas diantara pasien dengan cedera trauma otak. 3 Sebuah
albumin 5% merupakan osmotik yang setara dengan volume yang sama dengan plasma,
sedangkan 25% larutan dapat menyebabkan ekspansi volume intravaskular 3-5 kali akibat
translokasi cairan dari kompartemen interstitial. 4

Hydroxyethyl starch (HES) merupakan koloid sintetik dengan modifikasi


polisakarida alami yang dibuat agar tahan terhadap hidrolisis oleh zat amilase yang beredar.
Apabila larutan hes dengan rasio substitusi molekul yang lebih berat akan memiliki efek
volume yang menumpuk berkepanjangan, akan memiliki efek samping yang lebih besar
seperti kelainan koagulasi (gangguan fungsi faktor von Willebrand, faktor VIII dan
trombosit), memperburuk fungsi ginjal ( menginduksi sel tubulus ginjal pembengkakan dan
membuat urin pekat) dan pruritus (akumulasi dan penyimpanan HES di kulit). 4

Gelatin adalah polipeptida yang dihasilkan oleh degradasi kolagen sapi dan dari sudut
pandang haemostatik , gelatin lebih baik dibandingkan HES. Namun, gelatin juga dapat
mempengaruhi koagulasi dan harus dihindari pada anak-anak dengan gangguan perdarahan.
Gelatin menyebabkan peningkatan volume darah karena pengeluarannya yang cepat tetapi
memungkinkan masuk ke dalam ruang interstitial, filtrasi glomerulus cepat dan kerentanan
terhadap pembelahan enzimatik oleh protease. 4

Dekstran merupakan polimer glukosa yang larut dalam air (polisakarida) disintesis
oleh bakteri dari sukrosa. Formulasi yang tersedia saat ini adalah 10% dekstran-40 dan 6%
dekstran-70. Dekstran dapat menginduksi sindrom von Willebrand tergantung dosis dan

16
dapat menyebabkan peningkatkan fibrinolisis yang buruk apabila diberikan dekstran dengan
molekul tinggi berat. Efek samping lainnya adalah ARF pada pasien dengan stroke iskemik
akut dan reaksi anafilaksis sebagai akibat dari antibodi reaktif dekstran. Pasien pra-
diperlakukan dengan penghambatan hapten sebelum infus dekstran sebuah telah
menunjukkan insiden penurunan reaksi alergi. 4

Kristaloid

Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil. Sehingga,
membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid akan menimbulkan
penyebaran ke ruang interstitial lebih banyak dibandingkan dengan koloid. Cairan kristaloid
juga lebih mudah dan lebih cepat dalam mengisi volume plasma dari pada cairan koloid. 11

Larutan kristalloid terdiri atas ion permeabel bebas tetapi mengandung natrium dan
klorida yang menentukan tonisitas dari cairan. Kristalloid tidak mahal dibandingkan dengan
koloid dan dapat tersedia dimana-mana. 3

Sodium klorida (salin) adalah yang paling umum digunakan di dunia, terutama di US.
Normal NaCl 0,9% berisi natrium dan klorida pada konsistensi yang sama, yang mana
membuat keadaan isotonis sebagaimana cairan ekstraseluar. Penggunaan istilah normal
salin berasal dari lisis sel darah merah oleh Dutch, pakar fisiologi Hartog Hamburger pada
tahun 1882 dan 1883, yang mana menyarankan konsentrasi garam dalam darah 0,9% lebih
dari konsentrasi aktual yakni sebesar 0,6%. Efek buruknya seperti disfungsi imun dan ginjal.
3

NaCl fisiologis merupakan cairan kristaloid sedikit hipertonik dengan komposisi


natrium dan klorida yang lebih tinggi dari plasma. Cairan ini tidak mengandung kalsium
sehingga digunakan untuk dilusi produk transfusi darah, supaya tidak timbul kemungkinan
terjadinya gangguan dengan antikoagulan sitrat. Resusitasi menggunakan cairan ini dalam
jumlah yang banyak akan menimbulkan asidosis metabolik hiperkloremik. Cairan ini lebih
jarang digu-nakan pada resusitasi syok perdarahan. 12

Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan untuk cairan
pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid yang penggunaannya antara lain untuk
luka bakar, syok, dan cairan preload pada operasi. Ringer laktat merupakan cairan yang
memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma. Satu liter cairan ringer laktat memiliki
kandungan 130 mEq ion natrium setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq ion klorida setara
dengan 109 mmol/L, 28 mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion kalium setara dengan
17
4 mmol/L, 3 mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat yang terdapat dalam
ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan diubah menjadi bikarbonat untuk mengkoreksi
keadaan asidosis, sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis. Laktat dalam ringer
laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses glukoneogenesis. Setiap satu mol laktat
akan menghasilkan satu mol bikarbonat. 13

Laktat tidak boleh digunakan dalam kasus insufisiensi hati, karena laktat ini sebagian
besar dimetabolisme di hati dan administrasi dari laktat dapat menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik. Laktat juga tidak boleh digunakan dalam kasus syok dengan
hiperlaktasidemia atau asidosis laktat. Hiperlaktasidemia dan asidosis laktat adalah tanda
tanda dari ratio diprosporsional antara produksi asam laktat dan metabolime hepar yang
terganggu. Konsumsi yang oksigen dipicu oleh laktat cukup besar dan tidak harus meningkat
lebih lanjut apabila ada jaringan hipoksia. 13

Ringer asetat malat berbeda dengan ringer laktat. Ringer asetat malat mengandung
anion asetat dan malat yang dapat dimetabolisme di hati menjadi bikarbonat. Asetat dan
malat akan dimetabolisme di hati menjadi bikarbonat, satu mol asetat akan diubah menjadi
satu mol bikarbonat sedangkan satu mol malat akan dirubah menjadi dua mol bikarbonat.
Malat bekerja dalam waktu lebih lama dibandingkan asetat, oleh karena itu kombinasi asetat
dan malat merupakan pilihan yang baik dalam suatu cairan. Ringer asetat malat memiliki
kadar natrium, kalium dan magnesium yang hampir sama dengan plasma, sedangkan
konsentrasi klorida memilki kadar yang sedikit lebih tinggi dalam rangka mencapai
osmolaritas fisiologis. Penggunaan ringer asetat malat diantaranya adalah sebagai
penggantian kehilangan cairan ekstraseluler, penggantian kehilangan cairan akibat muntah,
diare, luka bakar, fistul, kompensasi tuntutan kebutuhan cairan yang meningkat (demam,
berkeringat, hiperventilasi), dehidrasi isotonis,dll. 13

Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk perdarahan dibawah
20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus yang komposisi
elektrolitnyakira-kira sama dengan komposisi elektrolit serum, misalnya ringer laktat atau
ringer asetat. Transfusi baru diperlukan apabila terjadi perdarahan diatas 10% pada anak dan
bayi. Volume darah bayi anak 80 ml/kgBB, volume darah dewasa pria 75ml/kgBB dan
volume darah dewasa wanita 65ml/kgBB. 2

18
Tabel 4. Jenis dan komposisi cairan resusitasi.

Terapi cairan preoperatif

Manajemen terapi cairan pada perioperatif bertujuan untuk mempertahankan delivery


oxygen. Terdapat beberapa pilihan terapi cairan yang tersedia. Pilihan terbaik pada prinsipnya
dapat mempertahankan delivery oksigen yang dilihat dari hemodinamik yang stabil,
perbaikan perfusi ke jaringan, mempertahankan keseimbangan elektrolit, dan asam basa
tubuh. Terapi cairan yang paling baik dan ideal untuk mengganti cairan akibat kehilangan
darah adalah cairan yang mirip dengan cairan plasma dan darah yang hilang tersebut.14

Dikenal dua fase resusitasi: (1) resusitasi fase awal, saat perdarahan masih
berlangsung; (2) resusitasi fase akhir, saat perdarahan telah dikontrol. Resusitasi yang kurang
mengakibatkan perdarahan yang lebih sedikit, namun lebih berisiko terjadi iskemia akibat
vasokonstriksi dan hipoperfusi yang lama. Risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan
penggantian cairan volume yang agresif pada resusitasi awal: peningkatan tekanan darah,
penurunan viskositas darah, penurunan hematokrit, penurunan konsentrasi faktor-faktor
pembekuan. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline

19
(NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit.
Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit. 12

Resusitasi di fase akhir dimulai ketika perdarahan sudah bisa dikontrol melalui
pembedahan, angiografi, maupun hemostasis spontan. Capaian target pada fase ini yaitu
mengembalikan perfusi normal semua sistem organ sambil tetap mempertahankan fungsi
vital. Target untuk resusitasi di fase akhir yaitu mempertahankan tekanan darah sistolik di
atas 100 mm Hg, hematokrit di atas ambang batas transfusi individual, status koagulasi yang
normal, keseimbangan elektrolit, suhu tubuh yang normal dan produksi urin yang normal,
serta memaksimalkan curah jantung dengan pengukuran invasif maupun non-invasif,
memperbaiki asidosis sistemik dan mempertahankan serum laktat normal. 12

20
BAB III.

KESIMPULAN

Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas cairan
ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan interstisial. Cairan tubuh
mengandung berbagai elektrolit, nutrisi, gas, limbah, dan zat khusus seperti enzim dan
hormon yang dilarutkan atau diserap dalam air tubuh. Komposisi cairan tubuh merupakan
faktor penting dalam homeostasis. Keseimbangan cairan tubuh sangat penting untuk
kesehatan dan perkembangan penyakit. Dalam manajemen cairan perlu diketahui antara input
dan output yang harus seimbang.

Cairan intraseluler mengandung banyak ion K,Mg dan Fosfat, sedangkan ekstraseluler
mengandung bayak ion Na dan Cl. Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara,
menggantikan milieu interiur dalam batas-batas fisiologis dengan cairan cairan kristaloid
2
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Cairan resusitasi ideal
seharusnya satu, yang hasilnya dapat diprediksi dan terus- menerus meningkat pada volume
intravaskular, sebagai akhir sebuah komposisi kimia memungkinkan ke cairan ekstraselular
dimetabolisme dan diekskresi sempurna tanpa akumulasi di jaringan, tidak menghasilkan
metabolit yang merugikan atau efek sistemik dan dengan biaya yang efektif mampu
menghasilkan keluaran pasien yang lebih baik.

Cairan koloid dapat dibagi menjadi koloid alami protein (albumin) dan koloid sintetik
(Hess, gelatin dan dekstran). Larutan kristalloid terdiri atas ion permeabel bebas tetapi
mengandung natrium dan klorida yang menentukan tonisitas dari cairan. Kristalloid tidak
mahal dibandingkan dengan koloid dan dapat tersedia dimana-mana. Manajemen terapi
cairan pada perioperatif bertujuan untuk mempertahankan delivery oxygen. Terdapat
beberapa pilihan terapi cairan yang tersedia. Pilihan terbaik pada prinsipnya dapat
mempertahankan delivery oksigen yang dilihat dari hemodinamik yang stabil, perbaikan
perfusi ke jaringan, mempertahankan keseimbangan elektrolit, dan asam basa tubuh.

21
Daftar Pustaka
1. Rambert GI. Gangguan Keseimbangan Air Dan Natrium Serta Pemeriksaan
Osmolalitas. Jurnal Biomedik. Volume 6 Nomor 3. 2014. p46-54
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlim MR. Petunjuk praktis Anestesiologi Ed II. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. 2002
3. Myburgh JA, Mythen MG. Corcoran T, Rhodes JE, Clarke S, Myles PS, Ho KM.
Perioperative fluid management strategies in major surgery: a stratified meta-analysis.
Anesth Analg 2012; 114:640-51.
4. Arya VK. Basics of fluid and blood transfusion therapy in paediatric surgical patients.
Indian Journal of Anaesthesia . Vol. 56. Issue 5. 2012. DOI: 10.4103/0019-
5049.103960
5. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan
Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(2)
6. Altun I. The Efficacy Of Workshop On Body Fluids In Health And Disease And Its
Impact On Nurses Training. Pak J Med Sci 2010;26(2):426-429.
7. Wrobel M, Werth M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta;EGC. 2011
8. Jain A. Body Fluid Composition. American Academy of Pediatric; Pediatrics in
Review 2015;36;141. DOI: 10.1542/pir.36-4-141.
9. Gwinnutt M, Thorburn J. Body Fluids - Part 1 Anaesthesia Tutorial Of The Week
184.
10. Godden B. Perianasthesia Fluid Management and Resuscitation. American Society
Perianasthesia Nurses. 2009
11. Azizah RN, Sikumbang KM, Asnawati. Efek Pemberian Cairan Koloid Dan
Kristaloid Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Seksio Sesarea Dengan Anestesi
Spinal di RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Vol.12 No.1, Feb 2016: p19-
25.
12. Posangi I. Penatalaksanaan Cairan Perioperatif Pada Kasus Trauma. Jurnal Biomedik,
Volume 4, Nomor 1, Maret 2012, hlm. 5-12.
13. Grocott MPW, Mythen MG. Gan TJ. Perioperative Fluid Management and Clinical
Outcomes in Adults; Review Article. International Anesthesia Research Society.
Anesth Analg 2005;100:1093106 1093. DOI:
10.1213/01.ANE.0000148691.33690.AC
14. Puspitosari SM, Wujoso H, Judin M. Perbedaan Pengaruh Antara Kristaloid Dan
Koloid Terhadap Perubahan Elektrolit (Na, K, Cl). Jurnal Medika Respati. Vol XI
Nomor 3. 2016

22

Anda mungkin juga menyukai