Anda di halaman 1dari 21

Diabetes Mellitus Tipe 1 dengan Penyulit Ketoasidosis Diabetik

(KAD)
Sania Tiara Dhita

102012044

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat

Telephone : (021) 5694-2061


Fax : (021)-563 1731

Pendahuluan
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan
suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk
spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik, dan kardiovaskuler. Ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan
peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon. Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian
akibat KAD. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan asetoasetat)
akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan
diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga
kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum. Risiko KAD pada IDDM
adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek
atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak
dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk
status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi
pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan
isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat
kesadaran).1
Pembahasan

1) Anamnesis

Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemik
disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia ( poliuri, polidipsia, nokturia). Ketoasidosis
diabetik keadaan ini bisa terjadi sebagai manisfestasi pertama diabetes mellitus atau bisa juga
terjadi pada pasien yang sudah diketahui mengidap diabetes melitus. Onset gejala bisa
bertahap mulai dari haus dan poliuria gejala lain diantaranya adalah sesak nafas, nyeri
abdomen, mengantuk, bingung, atau bahkan koma.2

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau mengevaluasi penyakit
Diabetes Mellitus pada anak?

- Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan banyak)?


- Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?
- Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?
- Apakah mengalami penurunan berat badan?
- Apakah suka mengantuk? 3,4
Pada skenario bisa kita dapati hasil anamnesis sebagai berikut :

a. Identitas pasien: anak perempuan usia 7 tahun.


b. Keluhan utama: Pada kasus ini keluhan utamanya adalah lemas sejak beberapa jam
yang lalu disertai nyeri perut dan muntah, BAK sedikit sekali.
c. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 3 minggu
yang lalu, pasien juga sering merasa haus dan juga sering BAK pada malam hari.
d. Riwayat penyakit dahulu: Adalah pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC,
vitamin, dan obat herbal. Alergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan
manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah
termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma, dan riwayat
penyakit yang sudah pernah terjadi.
e. Riwayat penyakit keluarga: Pada bagian ini ditanyakan pada pasien apakah terdapat
riwayat keluarga yang bersangkutan dengan penyakit sekarang.
f. Riwayat sosial-ekonomi: Disini ditanyakan bagaimana kehidupan sosial dan keadaan
ekonomi pasien tersebut.
2) Pemeriksaaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yag pertama dilakukan adalah menentukan derajat kondisi
kesadaran pasien. Untuk menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam
terutama pada anak yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali adalah
menggunakan GCS. Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang
menunjukkan gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan
edema serebri yang semakin berat. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan
respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Tingkat kesadaran-kesadaran
dibedakan menjadi:

a. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, dan kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, dan mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
f. Coma (comatose) yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya).2

Setelah ditetapkan tingkat kesadaran pasien, kemudian akan dilanjutkan pengukuran tanda-
tanda vital (TTV). Pengukuran tanda-tanda vital (TTV) secara umum meliputi suhu, denyut
nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.

a. Suhu.5

Suhu dapat diukur pada beberapa tempat di tubuh melalui oral, rectal, aksila, kulit
atau membrane timpani. Suhu normal tubuh adalah 37 (98.6) melalui oral
(mulut). Secara tradisional telah diasumsi bahawa suhu rectal lebih tinggi 1 dan
suhu aksila lebih rendah 1 dibanding suhu oral. Beberapa tingkatan pada
pengukuran tingkat derajat suhu antara lain:

1. Hipotermi : Bila suhu tubuh kurang dari 36C.


2. Normal : Bila suhu tubuh berkisar antara 36-37,5C.
3. Febris / pireksia. : Bila suhu tubuh antara 37,5-40C.
4. Hipertermi : Bila suhu tubuh lebih dari 40C.

b. Denyut Nadi.6

Nadi yang teraba kuat dapat diukur secara radial pada anak yang berusia lebih dari 2
tahun. Tingkat derajat denyut nadi pada orang yang sedang beristirahat atau dalam
kondisi berbaring antara lain adalah:

1. Bayi baru lahir : 100-180/menit.


2. 1 minggu-3 bulan : 100-220/menit.
3. 3 bulan-2 tahun : 80-150/menit.
4. 2-10 tahun : 70-110/menit.
5. 10 tahun- dewasa : 55-90/menit.

c. Pernafasan.1,5

Pada orang dewasa yang dipantau sebagai patokan untuk menilai frekuensi pernafasan
adalah pergerakan dada, sedangkan pada bayi observasi yang dipantau sebagai
patokan untuk menilai frekuensi pernafasan adalah pergerakan abdomen karena
pernapasan bayi terutama adalah pernapsan diafragmatik. Karena pergerakan tersebut
tidak teratur, hitung jumlahnya selama 1 menit penuh agar akurat.

Tabel 1: Kadar pernafasan pada anak.

Umur Range (per menit)


Neonates 6 bulan 30-50
6 bulan 2 tahun 20-30
3tahun - 10 tahun 20-28
10 tahun-18 btahun 12-20
d. Tekanan Darah.1

Pengukuran tekanan darah dengan metode yang noninvasive adalah bagian dari
penetuan tanda vital rutin. Tekana darah harus diukur setiap tahun pada anak berusia
3 tahun sampai remaja dan pada anak yang memiliki gejala hipertensi, anak dalam
unit kedaruratan, dan unit perawatan intensif. Metode pengukuran Tekanan darah
yang paling umum adalah menggunakan auskultasi dan stigmomanometer air raksa.

Tabel 2: Tekanan darah pada anak.

1 tahun 102mmHg/55mmHg
5 tahun 112mmHg/69mmHg
10 tahun 119mmHg/78mmHg

Umumnya pada pemeriksaan fisik anak yang diduga menderita ketoasidosis diabetik
biasanya dapat ditemukan beberapa tanda-tanda khusus antara lain turgor kulit menurun,
membran mukosa dan kulit kering, refleks menurun, tercium bau nafas keton atau aseton
(tercium wangi bau seperti buah), bingung, koma, dan nyeri tekan abdomen.

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl(16,6 hingga 44,4 mmol/L).
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak
selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis
berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 200 mg/dl sampai lebih besar dari 1000mg/dL.
sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum
sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7
mmol/L). Pada pasien yang mengalami ketoasidosis metabolik tes toleransi glukosa-nya
(TTG) akan memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien
yang menunjukkan kadar glukosa yang meningkat dibawah kondisi stress. Pasien
dikategorikan hiperglikemia bila kadar glukosa darah lebih dari 11 mmol/L (> 200 mg/dL).7
b. Natrium dan Kalium.

Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi sesuai jumlah cairan yang
hilang (dehidrasi). Namun, kadar natrium serum terukur secara aritifisial berkurang karena
hiperglikemia. Kadar natrium terkoreksi dapat dihitung menurut formula berikut.

Kadar natrium terkoreksi = kadar natrium terukur + (1,6 x (kadar glukosa serum- 150) / 100)

Hiperlipidemia dapat juga menunjang penurunan serum terukur. Sekalipun terdapat


pemekatan plasma harus diingat adanya deplesi total elektrolit tersebut dan elektrolit lainnya
yang tampak nyata dari tubuh. Efek hiperglikemia ekstravaskuler menyebabkan bergeraknya
cairan ke ruang intravaskuler. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat
dengan jumlah yang sesuai.7

c. Bikarbonat.

Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (0
hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10
hingga 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernafasan Kussmaul) terhadap
asidosis metabolik. Akumulasi benda keton yang mencetuskan asidosis dicerminkan oleh
hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.7

d. Nitrogen urea darah( BUN)

Kadar nitrogen urea darah dapat meningkat dengan adanya azotemia sekunder
prarenal akibat dehidrasi.7

e. Gas darah arteri (AGD).

Umumnya pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik derajat pH sering pada
kondisi asidosis yaitu berkisar antara 7,3 sampai 6,8. Derajat berat ataupun ringannya asidosis
diklasifikasikan sebagai berikut 7:

1. Ringan : Bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.


2. Sedang : Bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
3. Berat : Bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
f. Keton.
Jika ditemukan keton dalam urin menandakan kegagalan fungsi ginjal. Pada pasien
dengan kondisi ketoasidosis diabetik urin mengandung bahan keton seperti asam asetat, B-
Hidroksibutirat.7

g. Hemoglobin Terglikasi

Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan hasil dari


reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin. HbAc1 merupakan gambaran gula darah
rata-rata selama 6-12 minggu. Bila kadar gula darah meningkat berikatan dengan dengan Hb
maka HbAc1 makin tinggi. Persentase HbA1c lebih sering diukur. Nilai normal 4-6% untuk
penderita DM > 7%. Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik untuk jangka
menengah untuk pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes.

Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang ditunjuk dari American
Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan lain-lain merekomendasikan
tes HbA1c untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Komite rekomendasi untuk diabetes
diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi, dengan konfirmasi dari tes ulang
(kecuali gejala klinis hadir dan tingkat glukosa> 200 mg / dL).7

h. C. Peptida
Fungsi untuk menguji faal sel pulau langerhans. Normal pada puasa 0,9 3,9ng/ml.
Bila ada kerusakan sel pulau langerhans maka kadarnya akan menurun.

4) Working Diagnosis
4.1 Diabetes Melitus yang Bergantung- insulin (Tipe 1)

Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria dan terjadi sebagai
titik akhir dari banyak proses penyakit. Tipe tersering yang terjadi pada masa kanak-kanak
adalah diabetes melitus tipe 1(DM1) yang disebabkan oleh destruksi autoimun pankreas.
Pasien dengan DM tipe 1 menderita defisiensi insulin berat dan biasanya permanen dan
memerlukan insulin untuk ketahanan hidup dan pencegahan episode ketoasidosis yang
mengancam jiwa. Diagnosis diabetes melitus dapat didiagnosa jika kadar glukosa serum
puasa lebih besar dari 126mg/dL atau kadar glukosa serum 2 jam sesudah
makan(postprandial) lebih besar dari 200mg/dL pada dua kesempatan yang berbeda. Pasien
dianggap mengalami intoleransi glukosa jika kadar glukosa serum puasa lebih besar dari
110mg/dL tetapi kurang dari 126mg/dL dan jika nilai 2 jam sesudah makan lebih besar dari
140mg/dL tetapi kurang dari 200mg/dL. Hiperglikemia sporadis terjadi pada anak dan
biasanya menyertai penyakit sebelumnya.7

Berkembangnya DM menjadi timbul penyulitnya yaitu KAD (Ketoasidosis Diabetikum)


bisa terjadi karena:

a) Dihentikannya pemakaian insulin dalam jangka waktu yang lama pada


penderita lama.
b) Terlambat didiagnosanya penderita DM yang baru
c) Stress
d) Muntah1,3

Epidemiologi, DM1 adalah gangguan endokrin pediatri tersering yang mengenai


sekitar 1 dari 300-500 anak dibawah usia 18 tahun. Determinan genetik memainkan peran
pada kerentanan terhadap DM1 walaupun cara perwarisan adalah hal yang kompleks dan
mungkin multigenik. Saudara kandung atau anak kandung pasien diabetes memiliki resiko
menederita DM sebesar 3-6%. Selain faktor genetik faktor lingkungan juga berperan. Alel
HLAtertentu(HLA DR3 dan DR4) telah dibuktikan meningkatkan risiko perkembangan
DM1. 90% anak dengan DM1 memiliki alel HLA DR3,DR4 atau keduanya.7

Etiologi, selain adanya gen kerentanan diabetes, serangan lingkungan harus terjadi
untuk memicu penghancuran autoimun sel pulau (islet). Penelitian telah menunjukkan
peningkatan insiden DM1 pada anak yang terpanjan susu sapi sebelum berusia 2 tahun.
Penelitian ini mengarah pada teori bahwa terjadi reaktivitas silang antibodi terhadap albumin
serum bovin (BSA) dengan antigen sel pulau. Agen infeksi virus mungkin juga terlibat
termasuk virus B coxsackie,sitomegalovirus(CMV), gonsongan dan rubella. Kemungkinan
mulainya respon autoimun virus mencakup cedera sel beta langsung melalui infeksi virus,
reaktivitas silang antibodi dan aktivasi poliklonal limfosit B dan paling mungkin menunjukan
proses destruktif terus menerus.7

Patofisiologi, Kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun menyebabkan


terjadinya defisiensi insulin. Insulin sangat penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan
protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk
memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa menjadi glikogen
(glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa yang
disimpan dari glikogen hati (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi
trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang penyimpanan lemak.
Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein dan lemak untuk produksi glukosa
1,2,3,4,7
(glukoneogenesis) di kedua hati dan ginjal. Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah
acak lebih dari 200 mg / dL atau 11 mmol / L) hasil ketika kekurangan insulin mengarah ke
tanpa hambatan glukoneogenesis dan mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa
beredar. Ginjal tidak dapat menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan
glycosuria, diuresis osmotik, haus, dan dehidrasi. 1,3,9

Gambar 1. Mekanisme siklus gula darah ( DM tipe 1).

Manisfestasi Klinis, bila kapasitas sekresi insulin menjadi tidak cukup untuk
mendukung ambilan glukosa perifer dan menekan produksi glukosa hati , hiperglikemia akan
terjadi. Manisfestasi awal defisiensi insulin adalah hiperglikemia postprandial. Hiperglikemia
puasa muncul kemudian. Ketogenesis merupakan tanda defisiensi insulin berat. Ketiadaan
supresi glukoneogenesis, glikogenolisis dan oksidasi asam lemak menunjang hiperglikemia
dan menyebabkan pembentukan badan keton(asetoasetat dan beta hidroksibutirat) dan aseton.
Simpanan lemak dalam jaringan adiposa dipecah untuk menyediakan substrat untuk
glukoneogenesis dan oksidasi asam lemak. Glikosuria terjadi bila kadar glukosa serum
melebihi nilai ambang ginjal untuk penyerapan kembali glukosa(sekitar 180mg/dL).
Glikosuria menyebabkan diuresis osmotik( termasuk kehilangan natrium, kalium dan air)
yang menyebabkan dehidrasi. Polidipsi terjadi karena pasien berupaya mengkompensasi
kehilangan cairan yang berlebihan. Penurunan berat badan terjadi akibat keadaan katabolik
yang terus-menerus serta kehilangan kalori yang sudah masuk gkukosuria dan ketonuria.
Tanda klasik DM1 adalah Polidipsia,Polifagia, dan kehilangan berat badan.7

4.2 Ketoasidosis Diabetik


Jika tanda klinis DM1 tidak terdeteksi di awal, ketoasidosis diabetik (KAD) dapat
terjadi. Jadi, KAD merupakan suatu kondisi akut dan mengancam jiwa akibat komplikasi DM
dengan ditemukannya penanda biokimia berupa trias: (1) pH aterial kurang dari 7,25 ,(2)
kadar bikarbonat serum kurang dari 15mEq/L dan (3) keton terdeteksi dalam serum urine.7

Klasifikasi KAD:

Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat asidosis10

Derajat KAD pH HCO3-

Ringan <7,3 <15 mEq/L

Sedang <7,2 <10 mEq/L

Berat <7,1 <5 mEq/L

5. Diffrent Diagnosis

MODY/Maturity Onset Diabetes of the Young

Sebuah bentuk diabetes yang sifatnya diturunkan/hereditary yang disebabkan oleh mutasi
gen autosomal dominan (diwariskan dari salah satu orang tua) yang akhirnya
mempengaruhi/mengganggu produksi insulin. MODY mengenai 1-2% orang dengan
diabetes, walaupun sering sekali tidak tersadari. 3 kunci penting dalam MODY : 1) diabetes
berkembang sebelum umur 25 tahun. 2) adanya riwayat diabetes yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi lanjutnya. 3) diabetes bisa diterapi dengan diet atau dengan obat dan
tidak selalu perlu terapi insulin. MODY sering berkenaan dengan kelainan pada HNF1A,
yang merupakan sebuah gen yang menyebabkan diabetes dengan menurunkan jumlah insulin
yang diproduksi oleh pankreas. Kelainan gen tersebut mengijinkan insulin untuk berfungsi
normal pada saat anak-anak tetapi berkurang ketika anak semakin dewasa. Kelainan pada
HNF 1A mengenai 70% dari kasus MODY. MODY harus dibedakan dengan LADA/Latent
Autoimmune Diabetes of Adults, dimana LADA ini adalah sebuah bentuk dari DM tipe 1
dengan progesivitas yang lambat menuju kondisi dimana pasien membutuhkan insulin/insulin
dependent.11

Beberapa gejala yang umum ada pada orang yang mengidap MODY :

Orang dengan MODY biasanya memiliki berat badan normal


Orang dengan salah satu bentuk MODY akan mempengaruhi sekresi insulin. Sebelum
makan, akan memiliki kadar glukosa darah puasa mendekati normal, tetapi akan
memiliki kadar glukosa darah setelah makan yang sangat tinggi.
Onset umur MODY tergantung pada orangtua yang mewarisi alel mutan. Onset akan
pada usia muda kalau ibu yang mewarisi gen tersebut mengalami diabetes pada saat
hamil.
MODY dapat berkembang pada kapan saja sampai umur 55.
Wanita dengan MODY sering didiagnosa pada saat kehamilan pertama. Walau tidak
obese, mereka mengalamai diabetes gestational cepat (trimester awal).
Orang dengan MODY tidak mengalami resistensi insulin.
Beberapa versi MODY sangat berespon terhadap obat yang menstimulasi sekresi
insulin.
Pada MODY yang sering adalah kadar glukosa darah puasa normal/mendekati normal,
tetapi ketika kadar glukosa darah mencapai lebih dari 144 mg/dl, insulin gagal untuk
disekresi.
Orang yang mengalami defek pada gen glukokinase akan memiliki kadar glukosa
darah puasa tinggi (125-140 mg/dl) yang tidak bisa diturunkan baik diet maupun obat.
Ada bentuk MODY yang menyebabkan glukosuria padahal kadar glukosa darah
normal/sedikit meninggi.11

6. Epidemiologi

Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak umur
sekolah adalah pada anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun, frekuensinya
sangat berkorelasi dengan meningkatnya usia. Pada negro Amerika kejadian diabetes mellitus
tergantung-insulin telah dilaporkan hanya 20-30% dari diabetes terngantung-insulin yang
ditemukan pada kulit putih Amerika, meskipun kejadian ini dapat sampai dua pertiga. Laki-
laki dan wanita hampir secara sama terkena; tidak ada korelasi yang nyata terhadap status
sosio ekonomi. Puncaknya terjadi pada dua kelompok usia; pada usia 5-7 tahun dan pada
masa pubertas. Puncak pertama sesuai dengan waktu meningkatnya pemajanan terhadap agen
infeksi yang terjadi bersamaan dengan tahun ajaran sekolah ; sedangkan yang kedua
sesuai dengan pertumbuhan cepat pubertas yang diinduksi oleh steroid gonad dan sekresi
hormone pertumbuhan pubertas yang meningkat, yang mengantagonis kerja insulin, dan
karena stress emosi yang menyertai pubertas.

Angka kejadian KAD saat awitan DM adalah sebesar 15-67% di Eropa dan Amerika
Utara dan lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang. KAD saat awitan DM tipe 1 lebih
sering ditemukan pada anak yang lebih muda (usia < 4 tahun), anak tanpa riwayat keluarga
DM dan anak dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah. Insidens KAD pada anak yang
sudah terdiagnosis DM tipe 1 sebesar 1-10% per pasien setiap tahunnya.1,10

7. Etiologi

Kegagalan fungsional sel beta pancreas dapat disebabkan baik oleh factor genetic
maupun factor lingkungan.

a) HLA-DR3 dan DR4 terbukti berkaitan dengan meningkatnya angka kejadian diabetes
mellitus, dan terdapat pada 95 persen kasus diabetes tipe 1 atau insulin dependent
diabetes mellitus. Sistem HLA terdapat pada kromosom 6 dan berhubungan dengan
determinan fungsi imunologis.
b) Diketahui juga pada anak yang mempunyai Gen DQ 1 gen. Diketahui tidak adanya
homozigot asam aspartat pada posisi 57 rantai HLA DQ (nonAsp/nonAsp)
menyebabkan sekitar 100 kali resiko relative berkembangannya DM tipe I.7

Bisa akibat dari factor lingkungan:

a) Virus
b) Bahan kimia

Berkembangnya DM menjadi timbul penyulitnya yaitu KAD (Ketoasidosis Diabetikum)


bisa terjadi karena:
-Dihentikannya pemakaian insulin dalam jangka waktu yang lama pada penderita lama.

-Terlambat didiagnosanya penderita DM yang baru

- Stress

- Muntah

- Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga kebutuhan


insulin meningkat (infeksi, trauma)

- Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)

8. Patofisiologi

Bila sekresi insulin tidak memadai, terjadi oksidasi hepatis parsial persisten asam
lemak menjadi badan-badan keton. Kelebihan asam organik ini menyebabkan asidosis
metabolik dengan peningkatan celah anion. Asidosis laktat dapat juga terjadi mempersulit
bila dehidrasi berat menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Hiperglikemia menyebabkan
diuresis osmotik yang pada mulanya dikompensasi oleh peningkatan asupan cairan. Ketika
hiperglikemia dan diuresis memburuk, kebanyakan pasien tidak mampu mepertahankan
kebutuhan cairan yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan terjadi dehidrasi. Dehidrasi
merupakan stress fisiologis, mengakibatkan hipersekresi epinefrin, glukagon, kortisol yang
menyebabkan kekacauan metabolic. Muntah sebagai akibat ileus intestinum dan
peningkatan kehilangan insesibel (tidak terasa) yang disebabkan oleh takipnea memperberat
keadaan dehidrasi. Kelainan elektrolit terjadi akibat kehilangan elektrolit dalam urien dan
perubahan transmembran yang timbul akibat asidosis. Pertukaran ion hidrogen dengan kalium
intrasel terjadi akibat akumulasi ion hidrogen pada keadaan asidosis. Kadar kalium serum
pada mulanya meningkat, normal atau menurun. Deplesi fosfat ginjal yang diperlukan untuk
menurunkan kelebihan ion hidrogen. Deplesi natrium juga lazim pada KAD terjadi akibat
kehilangan natrium ginjal yang disebabkan oleh diuresis osmotik dan muntah.7
Gambar 2. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum.

9. Manifestasi Klinis
Pasien dengan KAD pada mulanya datang dengan riwayat poliuria, polidipsi dan
nausea serta muntah. Nyeri abdomen sering terjadi dan dapat menyerupai akut abdomen.
Adanya poliuria, meskipun terdapat status dehidrasi klinis merupakan petunjuk diuresis
osmotik yang membedakan pasien KAD dengan gastroenteritis atau gangguan gastrointestinal
lain. Kompensasi pernapasan dalam (kussmaul). Bau buah aseton sering kali dapat
dideteksi pada nafas pasien. Abdomen dapat mengalami distensi(kembung) akibat ileus
paralitik. Perubahan status mental dapat terjadi yang berkisar dari disorientasi sampai koma.
Tanda-tanda dehidrasi dapat minimal karena peningkatan osmolalitas serum menyebabkan
bertahannya volume intravaskular.1,7

10. Penatalaksanaan
Terapi untuk pasien dengan KAD melibatkan pergantian defisit cairan yang cermat,
koreksi asidosis dan hipergikemia melalui pemberian insulin, koreksi ketidak seimbangan
elektrolit dan pemantauan komplikasi pengobatan.

a) Dehidrasi
Pasien yang datang dengan KAD dapat dianggap mengalami dehidrasi 10% . jika berat
badan diketahui, derajat dehidrasi dapat dihitung. Bolus cairan inisial larutan isotonik
bebas-glukosa intravena (saline normal, ringer laktat) sebanyak 10-20mL/kg harus
diberikan untuk memulihkan volume intravaskuler dan perfusi ginjal. Sisa defisit cairan
sesudah bolus inisial harus ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
seluruhnya harus diganti perlahan-lahan selama 36-48 jam. Kehilangan terus-menerus
akibat diuresis osmotik biasanya tidak perlu diganti kecuali jika curah urine amat besar
atau terdapat tanda-tanda perfusi buruk. Diuresis osmotik biasanya minimal bila kadar
glukosa serum dibawah 300mg/dL. Untuk menghindari pergeseran cepat osmolalitas
serum NaCl 0,9% dapat digunakan sebagai pengganti cairan awal selama 4-6 jam yang
diikuti dengan NaCl 0,45%.1,7

b) Hiperglikemia
Insulin harus diberikan melalui intravena pada dosis 0,1 U/kg/jam. Bolus inisial 0,1U/kg
insulin reguler terkadang diberikan; pengunaan bolus masih kontroversial. Para ahli
yang mendukung hal ini berpendapat bahwa peningkatan insulin maksimal pada reseptor
dapat terjadi lebih cepat. Penentangnya berpendapat bahwa penggunaan bolus insulin
dapat mendukung penurunan cepat glukosa serum yang dapat menyebabkan
kemungkinan pergeseran yang membahayakan osmolaritas serum. Secara optimal kadar
glukosa serum harus di turunkan pada kecepatan yang tidak melebihi100mg/dL/jam.
Bila kadar glukosa serum turun dibawah 250-300 mg/dL, glukosa harus ditambahkan
pada cairan intravena.1,7

c) Asidosis
Terapi insulin mendorong metabolisme badan-badan keton dan proses ini saja biasanya
cukup untuk mengkoreksi asidosis. Terapi bikarbonat harus dihindari, kecuali jika
terjadi asidosis berat (pH 7,0) yang menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik atau
hiperkalemi bergejala. Efek samping pemeberian bikokarbonat adalah penongkatan
paradoks asidosis SSP yang disebabkan oleh peningkatan difusi karbon dioksida yang
melewati sawar darah otak, potensi hipoksia jaringan yang disebabkan oleh pergesaran
kurva disosiasi oksihemoglobin, perubahan osmotik mendadak dan peningkatan risiko
timbulnya edema serebral. Ketika asidosis dikoreksi kadar keton urine dapat tampak
meningkat. Peningkatan ini terhadi karena beta hidroksi butirat yang tidak terdeteksi
pada assay keton urine, diubah menjadi asetoasetat dengan penanganan. Oleh karena itu
kadar keton urine tidak menjadi indeks yang berguna dalam menentukan kecukupan
terapi.1,7
d) Ketidakseimbangan elektrolit
- Natrium
Kadar Na yang sebenarnya pada saat diagnosis KAD tergantung dari kadar gula dan
lipid darah. Hiperglikemia dan hiperlipidemia yang terjadi pada KAD, akan menekan
kadar Na darah sehingga secara laboratories akan terlihat hiponatremia. Pada situasi
tersebut harus dilakukan koreksi agar dapat diketahui kadar Na yang sesungguhnya,
yaitu dengan menggunakan rumus : (Na darah dalam mEq/L) [Na+ ] sesungguhnya =
{[Na+] di dapat + 2,75 (gula darah -100)/100}

- Kalium
Meskipun K plasma normal/sedikit meningkat, sesungguhnya total K tubuh menurun
akibat diuresis osmotic, asidosis metabolic, glikogenolisis meningkat, dan muntah.
Kalium mulai diberikan setelah pemberian insulin dimulai (setelah 1 jam rehidrasi).
Pada dehidrasi pemberian KCl 20-40 mEq/L dan bisa dinaikkan bila K< 3,5 mEq/L.
Kecepatan pemberian tidak boleh melebihi 40 mEq/jam atau 0,3 mEq/kg/jam.

- Bikarbonat
Untuk mengatasi asidosis(hanya pada asidosis berat), bila pH<7,1 dan atau bikarbonat <
10 mEq/L, diberikan Na bikarbonat dengan tujuan untuk mencapai bikarbonat 15
mEq/L. Pemberian bikarbonat pada keadaaan asidosis yang tidak berat masih
controversial dimana ada penelitian pemberian bikarbonat tidak bermanfaat secara klinis
dalam terapi KAD. Cara menghitung pemberian bikarbonat = 0,3 (15-bikarbonat yang
didapat) x bb. 1,3,7
Algoritma Tatalaksana Ketoasidosis Diabetic

Pemeriksaan fisik
-Tentukan derajat
Anamnesis
dehidrasi
Poliuria
Polidipsia
-Nafas cepat&
Penurunan BB dalam(kusmaul)
Nyeri perut -Nafas bau keton
Lemas/lemah Lethargy&muntah Laboratotium
Muntah-muntah Ketonuria
pusing Diabetes ketoasidosis Hipoglikemia>300
mg/dl
Asidosis metabolic
Syok+dehidrasi berat Pemeriksaan lain:
Penurunan kesadaran Elektrolit darah,BUN
Dehidrasi >5%
Asidosis(hiperventilasi) -krisis sedang
Syok -bisa makan/minum
Resusitasi: muntah
-Airway/nasogastric tube
-Berikan oksigen masker 100% -Berikan insulin sc
-Terapi syok: NS 20ml/kg(bisa IVFD: -Rehidrasi oral
diulang) -Tentukan kebutuhan cairan+deficit
-Koreksi deficit dalam 48 jam
-Menggunakan normal salin
-EKG Tidak ada perbaikan
-Tambahan KCL 40 mmol/L cairan

Insulin IV:o,1 u/kg/jam(0,05 u/kg/jam bila<2th)

Observasi ketat:
-kadar gula darah setiap 1 jam Kesadaran menurun,sakit
Asidosis tidak
-balans cairan setiap 1jam kepala,penurunan
membaik -status neurologis HR,irritable/gelisah,inkontinen
-elektrolit darah sia,specific neurological sign
-EKG:perubahan gel T
Evaluasi kembali:
-balans cairan?
-Pastikan bukan hipoglikemia
-insulin:dosis,macet? KGD 200-300mg/dl. Atau -Edema cerebri
-infeksi,sepsis Penurunan KGD>100mg/dl/jam
-konsul neurologi
-pertimbangan:Manitol 1g/kg BB
-Restraksi cairan 50%
IVFD:
-ganti cairan dengan D5 0,45 salin
-turunkan dosisulin(jangan<0,05
u/kg/jam
-periksa elektrolit darah koreksi
bila perlu

Krisis membaik,bisa makan/minum per-oral

Perubahan insulin:berikan insulin scstop insulin iv 60 menit


kemudian

10) Pencegahan KAD

Sebelum diagnosis DM

Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1 dengan
skrining genetic dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada penderita DM baru.
Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota keluarga yang menderita DM
tipe 1 juga mengurangi resiko timbulnya KAD. Memberikan penerangan dan pendidikan
kepada masyarakat lua mengenai gejala dan tanda DM memungkinkan dilakukan diagnosis
dini DM pada anak usia < 5 tahun untuk mencegah salah diagnosis.

Setelah diagnosis DM

Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara


komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Puast Diabetes. Pasien dan
keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin, mengukur suhu
tubuh , frekuensi nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah lebih dari 300 mg/dL.10

11) Komplikasi

Komplikasi KAD meliputi hipoglikemia, hipokalemia, hiperglikemia sekunder akibat


penghentian insulin intravena sebelum diberikan insulin subkutan. Komplikasi lain adalah
edema serebri. Edema serebri merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat berakibat fatal.
Patofisiologi edema serebri sangat kompleks. Beberapa teori yang mendasari terjadinya
edema serebri. Faktor risiko terjadinya edema serebri meliputi meningkatnya
konsentrasi natrium serum selama terapi KAD, asidosis berat, pCO2 yang rendah dan
meningkatnya serum urea nitrogen. Komplikasi lain KAD adalah trombosis atau infrak
intrakranium, nekrosis tubulus akut dengan gagal ginjal akut yang disebabkan karena
dehidrasi berat. Pankreastitis, aritmia karena ketidakseimbangan elektrolit10

12) Prognosis

Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup(kronik). Dengan control gula


darah yang baik, anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak normal. Managemen
terhadap DM yang baik akan mengurangi kemungkinan timbulnya penyulit karena penyulit
DM yang akan memperburuk keadaan dari siapa pun yang menderita DM. 1,3,7,10

Kesimpulan

Berkurangnya insulin atau defisiensi insulin benar-benar membawa dampak yang


tidak baik bagi semua penderitanya terutama pada anak-anak. Diawali dengan gejala-gejala
klasiknya, yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia yang membuat penderita kerap sekali
terlihat terjadi penurunan berat badan. DM tipe1 yang tidak diatasi dengan baik dapat
menyebabkan suatu komplikasi yang mengancam jiwa yaitu Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD terdiri dari trias penanda yaitu: hiperglikemia, Asidosis dan adanya ketonuria. KAD
mebutuhkan tatalaksana yang kompleks meliputi Dehidrasi, insulin dan keseimbanagan
elektrolit. Untuk itu, agar dapat mencegah KAD dari awal harus dikenali terlebih dahulu
gejala-gejala awal dari penyakit ini dan cara diagnosisnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman E Richard, Kliegman M Robert, Arvin M Ann. Diabetes Mellitus. Ilmu


Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke -15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000.h.2005-13.
2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :
Erlangga;2005.h.74-6.
3. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes Mellitus. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas
Padjajaran; 2005.h.533-61.
4. Miall L, Rudolf M, Levene M. Diabetes. Pediatrics At a Glance. 2nd edition. Massachusetts
(USA): Blackweel Publishing; 2007.p.126-7.
5. Wong D.L, Marilyn H.E.,David W, Marilyn L.W, Patricia S. Pendekatan Umum dalam
Memeriksa Anak : buku ajar keperawatan Pediatrik. Edisi ke- 6. Volume 1: Jakarta: EGC;
2008.h.186-8.
6. Mary E.M. Keperawatan pediatric:Pengkajian Fisik: Edisi ke -3:Jakarta: EGC; 2005:17-8.
7. Behrman, E Richard. Esensi Pediatri Nelson. Edisi ke -4. Jakarta:EGC;2010.h.812-13.
8. Kee. J. L. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2007.
9. Wahab A S, Pendit B U, Sugiarto. Ketoasidosis diabete: Buku Ajar Pediatric Rudolph.
Edisi ke- 20. Volume 3. Jakarta: EGC; 2006; h.1987-2003.
10. Batubara JRL, Soesanti F. Ketoasidosis Diabetic Pada Anak. International Symposium
Pediatric Challenge. Medan: Ikatann Dokter Anak Indonesia;2006. h. 121-129.
11. Polyzos SA, Kountouras J, Zavos C Nonalcoholic fatty liver disease: the pathogenetic
roles of insulin resistance and adipocytokines. Curr Mol Med 9:2009; 299314.

Anda mungkin juga menyukai