BLOK RESPIRASI
PUSKESMAS EROMOKO I
KABUPATEN WONOGIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2016
1
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
Halaman Cover 1
Lembar Pengesahan 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 4
B. Tujuan Pembelajaran 5
2
C. Profil Puskesmas 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis 7
B. Gejala Penyakit TB 7
C. Penegakan Diagnosis TB 8
D. Penatalaksanaan Pasien TB 9
E. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien 11
F. Pengobatan Pasien TB 12
G. Pengawas Menelan Obat 15
BAB III KEGIATAN YANG DILAKUKAN
A. Jadwal Kegiatan 16
B. Susunan Kegiatan 16
C. Gambaran Umum Kegiatan 17
D. Hasil Kegiatan 18
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Data 20
B. Pembahasan 25
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 28
B. Saran 28
Lampiran 29
BAB I
PENDAHULUAN
3
atau 127 kasus setiap 100.000 populasi meningkat 0,1 juta dari kasus 2014.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :
a. Kemiskinan
b. Kegagalah program penanggulangan TB. Hal ini dikarenakan
antara lain:
1. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan program
penanggulangan TB
2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, diagnosis tidak standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, pelaporan tidak standar, dsb)
3. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat
tidak standar)
4. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektivitas BCG
5. Infrastruktur kesehatan yang buruk
c. Perubahan demografik karena prubahan jumlah penduduk dan
perubahan struktur penduduk
d. Dampak pandemik HIV
Peningkatan jumlah kasus dan permasalahan TB di dunia semakin
meningkat, terutama di Negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan
masalah TB besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO
mencanangkan TB sebagai global emergency.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Indonesia menjadi Negara ke-5 terbanyak kasus TB setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien 10% dari jumlah pasien dunia. Diperkirakan pada tahun
2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Sedangkan
pada tahun 2010, estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000
dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah
kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa
mampu:
4
1. Menjelaskan standar diagnostik TB yang mengacu International
Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
2. Menjelasan penatalaksanaan TB yang mengacu International Standards
for Tuberculosis Care (ISTC)
3. Mendemonstrasikan cara penemuan suspek dan kasus TB dengan strategi
DOTS
4. Mendemonstrasikan cara pencatatan dan pelaporan kasus TB dengan
strategi DOTS
5. Melakukan perhitungan angka keberhasilan pengobatan kasus TB
6. Mendemonstrasikan cara monitoring dan evaluasi pengobatan kasus TB
dengan strategi DOTS
C. Profil Puskesmas
Nama Puskesmas : Puskesmas Eromoko I Kab Wonogiri
Fasilitas Kesehatan : Tingkat Pertama BPJS Kesehatan di Kab Wonogiri
Alamat : Kel. Puloharjo, Kec. Eromoko, Kab Wonogiri,
Jawa Tengah 57663
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi pada ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang cukup lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, dan sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS Directly Observed
Treatment Short-course) sebagai strategi penanggulangan TB sejak tahun
1995. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci.
International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan
standar yang melengkapi guideline program penanggulangan tuberkulosis
nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut
bersifat internasional dan telah direvisi pada tahun 2009.
B. GEJALA PENYAKIT TB
Gejala awal yang dirasakan oleh pasien TB paru adalah batuk
berdahak selama 2-3 minggu. Batuk juga dapat diikuti oleh beberapa
keluhan berikut:
1. Batuk berdahak disertai darah
2. Batuk darah
3. Demam meriang selama kurang lebih 1 bulan
4. Sesak napas
5. Badan lemas
6. Nafsu makan menurun
7. Berat badan menurun
8. Malaise
9. Keringat saat malam hari tanpa kegiatan fisik
6
C. PENEGAKAN DIAGNOSIS TB
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2(dua)
hari, yaitu sewaktu pagi sewaktu.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto thoraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik, paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Diagnosis TB Ekstra Paru.
D. PENATALAKSANAAN PASIEN TB
Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian
dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan
pasien.
1. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien TB
dapat dilakukan dengan cara ; pasif dengan promosi aktif,
pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, penemuan secara aktif dari
rumah ke rumah (tidak cost effective.
2. Gejala Klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain.
3. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
8
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
4. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan.
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta
bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa
situasi.
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak
c. Petugas Kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
9
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapatpengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
ataupengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusanatau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebihdengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
ataukembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selamapengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TBlain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
F. PENGOBATAN PASIEN TB
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
10
Tabel 1. Obat dan dosis obat pada TB
11
Kategori-2 ini diberikan pada pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya yaitu pada pasien kambuh, gagal maupun pasien
dengan pengobatan setelah putus berobat (default). Pada pasien
dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya
berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual.
13
BAB III
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
A. Jadwal Kegiatan
Hari dan tanggal : Konsultasi 1 : Selasa, 18 Oktober 2016
Pre-lapangan : Senin, 24 Oktober 2016
Lapangan I : Senin, 31 Oktober 2016
Lapangan II : Senin, 7 November 2016
Lapangan III : Senin, 14 November 2016
Waktu : 08.00 12.00 WIB
Tempat : Puskesmas Eromoko I, Kabupaten Wonogiri
B. Susunan Kegiatan
1. Konsultasi 1 : Selasa, 18 Oktober 2016
Mahasiswa berkonsultasi dengan dosen pembimbing di Kantor
Field Lab Lantai 7 FK UNS pada pukul 11.30 WIB. Dosen pembimbing
memberikan materi terkait pembaruan sistem field lab yang sekarang
dipakai di FK UNS.
2. Pre-lapangan : Senin, 24 Oktober 2016
Perwakilan mahasiswa datang ke Puskesmas Eromoko 1 sesuai
dengan waktu yang telah disepakati, yaitu pukul 09.00 WIB untuk bertemu
dengan Kepala Puskesmas Eromoko 1 untuk memberikan berkas dan
menerima pengarahan terkait kegiatan yang akan dilakukan selama
kegiatan field lab akan dilangsungkan.
3. Hari pertama : Senin, 31 Oktober 2016
Mahasiswa datang ke Puskesmas Eromoko 1, Wonogiri, sesuai
jadwal yang ditetapkan bersama pihak Puskemas, yakni pukul 09.00 WIB.
Selanjutnya para mahasiswa dipersilahkan untuk masuk ke aula
Puskesmas dan melakukan perkenalan dengan kepala Puskesmas.
Kemudian para mahasiswa mendapat pengarahan dan pembekalan materi
Field Lab dari kepala Puskesmas tentang Keterampilan Penanggulangan
Tuberkulosis dan pemaparan keadaan wilayah kerja Puskesmas Eromoko
1.
14
4. Hari kedua : Senin, 7 November 2016
Pada hari kedua, mahasiswa datang ke Puskesmas Eromoko I pada
pukul 08.00 WIB. Kemudian kami mendapat pengarahan dari instruktur
lapangan. Selanjutnya kami bersama instruktur lapangan menuju ke
Posyandu untuk melakukan penyuluhan kepada warga.
Penyuluhan dilakukan dengan cara pemaparan dari mahasiswa
kepada warga setempat. Peserta penyuluhan yang hadir nampak antusias
dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyuluhan tersebut.
5. Hari ketiga : Senin, 14 November 2016
Pada hari ketiga di pagi hari, mahasiswa datang ke Puskesmas Eromoko I
pada pukul 09.00 WIB. Selanjutnya mahasiswa mengumpulkan laporan
dan melakukan presentasi mengenai kegiatan Field Lab mengenai topik
Keterampilan Penanggulangan TB. Selanjutnya, dilakukan evaluasi
mengenai hasil kegiatan Field Lab mencakup teknis kegiatan lapangan,
presentasi kegiatan, laporan kegiatan, dan sebagainya
15
b. Pada anak-anak
1) Riwayat kontak TB (dengan pasien BTA (+) :3
2) Uji Tuberkulin (+) :3
3) Gizi buruk :3
4) Batuk lebih dari 3 minggu :1
5) Demam tidak jelas :1
6) Pembesaran kelenjar limfonodi :1
7) Pembengkakan sendi :1
8) Foto thorax :1
Diagnosis ditegakkan apabila skor lebih dari atau sama dengan 6
D. Hasil Kegiatan
Hasil dari kegiatan Field Lab di Puskesmas Eromoko diperoleh data sebagai
berikut:
1. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Eromoko 1 adalah
31.787 jiwa.
2. Wilayah kerja Puskesmas Eromoko 1 merupakan salah satu kantong
TB.
3. Terdapat 18 kasus TB di wilayah kerja Puskesmas Eromoko 1.
4. Metode penjaringan suspek yang dilakukan di Puskesmas Eromoko 1
adalah dengan cara pasif dan promosi aktif.
5. Pada bulan Januari-November 2016 telah dilakukan pemeriksaan
kepada 20 orang dan ditemukan 4 suspek TB.
16
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Data
1. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000
penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini
digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu
wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari
waktu ke waktu (triwulan/tahunan)
a.
b.
= 0,7 x 34
= 24 orang per tahun
c. Target suspek yang diperiksa/tahun = 10 x target penjaringan suspek
= 10 x 24
= 240 orang
d. Persentase target yang telah diperiksa
Persentase
= 16,6%
e. Angka penjaringan suspek
17
Hasil perhitungan :
= 62,9%
2. Proporsi Pasien Tuberkulosis BTA Positif diantara Suspek
Adalah presentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara
seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini
menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis
pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil (< 5 %)
kemungkinan disebabkan :
a. Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak
memenuhi kriteria suspek, atau
b. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
a. Penjaringan terlalu ketat atau
b. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
Hasil perhitungan :
= 15%
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa mutu dari
proses penemuan hingga diagnosis masih dalam angka yang
seharusnya. Penjaringan suspek tidak terlalu longgar maupun
sempit dan tidak terjadi negatif palsu ataupun positif palsu dalam
pemeriksaan laboratorium
18
Adalah persentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua
pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas
penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien
Tuberkulosis paru yang diobati.
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh
lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan
prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).
Hasil perhitungan :
= 16,6%
Interpretasi :
Mutu diagnosis Tuberkulosis di wilayah Eromoko masih rendah,
sehingga perlu ditingkatkan lagi.
Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%,
kemungkinan terjadi overdiagnosis.
Hasil perhitungan :
= 0,05%
Interpretasi :
19
Tidak terjadi overdiagnosis pada pasien TB anak di Puskesmas
Eromoko 1.
= 8,75%
Interpretasi :
Angka penemuan kasus belum memenuhi target dari Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional.
Hasil perhitungan :
= 100%
20
Interpretasi :
Angka notifikasi kasus di Puskesmas Eromoko 1 termasuk baik.
= 0%
Interpretasi :
Hasil pengobatan terhadap 3 pasien dengan BTA (+) sedang
berlangsung sehingga angka konversi belum dicapai.
21
= 0%
Interpretasi :
Didapatkan angka kesembuhan belum dicapai.
Hasil perhitungan :
= 0%
Interpretasi :
Semua pasien sedang menjalani pengobatan.
B. Pembahasan
Eromoko merupakan salah satu dari beberapa daerah yang
merupakan kantung TB. Hal ini terlihat dari terus terulangnya kasus TB
tiap tahunnya. Pasien yang ditemukan di Eromoko sudah mengalami tahap
pengobatan. Terdapat pula 2 pasien dengan TB-MDR.
Dalam kegiatan Field Lab di Puskesmas, kami melakukan
penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pencegahan
kasus TB dan juga melakukan upaya promotif untuk segera memeriksakan
diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat bila mengalami gejala yang
mengacu pada kasus TB. Kunjungan ke rumah pasien TB tidak dapat
22
dilaksanakan karena pada hari tersebut, pasien sedang berada di luar kota
sehingga kami hanya mendapatkan informasi dari instruktur lapangan.
Dari hasil pemaparan Kepala Puskesmas Eromoko 1 dan instruktur
lapangan, diperoleh hasil sebagaimana telah disebutkan di atas. Angka
penjaringan suspek di Eromoko baru mencapai 16,7% pada bulan
November 2016. Angka tersebut masih tergolong rendah.
Dalam diskusi awal bersama kepala Puskesmas Eromoko 1,
sebenarnya pihak puskesmas sendiri telah menyosialisasikan pencegahan
TB dengan cara penyuluhan dan edukasi masyarakat di wilayah Eromoko.
Pihak puskesmas juga melakukan penjaringan suspek TB. Metode
penjaringan suspek yang dilakukan di wilayah Eromoko sejak tahun 2014
sampai saat ini adalah dengan cara pasif dan promosi aktif.
Disampaikan pula oleh instruktur lapangan bahwa pada tahun
2011-2013 penemuan suspek TB lebih tinggi, yaitu mencapai 9 suspek
pada tahun 2013 ketika menggunakan metode survei kontak. Sedangkan
pada tahun 2014 mengalami penurunan, yaitu hanya 3 suspek dengan
metode pasif dan promosi aktif. Metode survei kontak sendiri dilakukan
dengan cara mendatangi secara aktif lingkungan penderita dan melakukan
pemeriksaan terhadap keluarga, tetangga, lingkungan kerja, dan orang-
orang yang sering berkontak dengan pasien.
Dari hasil wawancara dengan penduduk setelah sosialisasi
mengenai tuberkulosis berlangsung, penduduk di wilayah Eromoko
tampaknya sudah memiliki kesadaran yang baik dalam hal kesehatan. Hal
tersebut dapat dilihat dari kesadaran warga untuk memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan terdekat. Diperoleh pula keterangan dari penduduk
setempat bahwa mereka sudah membiasakan diri untuk menutup hidung
saat bersin/batuk, membuka jendela rumah, dan juga menjaga kebersihan
rumah.
Menurut diskusi kelompok kami, salah satu penyebab menurunnya
penemuan suspek adalah karena metode penjaringan suspek yang
dilakukan oleh puskesmas dirasa kurang efektif untuk menjaring suspek
TB. Melalui metode pasif dan promosi aktif, penemuan penderita
didasarkan pada adanya orang yang datang mencari pengobatan ke
23
Puskesmas/sarana kesehatan lainnya atas kemauan sendiri atau saran orang
lain. Namun, terkadang pasien datang ke puskesmas ketika kondisinya
sudah parah atau tidak tahunya pasien bahwa pengobatan untuk pasien TB
dibiayai oleh pemerintah. Hal tersebut dirasa dapat memicu penurunan
penemuan suspek.
Pada hasil analisis perhitungan didapatkan angka konversi, angka
kesembuhan, dan angka keberhasilan pengobatan yang masih 0%. Hal ini
disebabkan oleh baru dimulainya proses prngobatan pada pasien sehingga
ke-tiga aspek tersebut belum dapat dinilai persentasenya.
Pada hasil pengamatan mengenai fasilitas di Puskesmas Eromoko 1
sudah terlihat baik. Hal ini terlihat dari tersedianya fasilitas laboratorium
dan petugas laboran untuk melakukan pemeriksaan BTA.
24
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
1. Umum
Kegiatan Field Lab untuk topik Keterampilan Penanggulangan TB
yang dilaksanakan di Puskesmas Eromoko I, Wonogiri berjalan dengan
lancar dan tidak terjadi gangguan yang berarti. Kegiatan ini berjalan sesuai
dengan tujuan yang terdapat pada buku panduan Field Lab. Sarana dan
prasarana yang disediakan untuk memfasilitasi penyelidikan epidemiologi
di Puskesmas Eromoko I ini sudah cukup baik.
2. Khusus
Penjaringan suspek yang dilakukan di Puskesmas Eromoko 1 adalah
dengan metode pasif dan promosi aktif. Metode ini belum cukup efektif
untuk menjaring suspek TB di wilayah terkait.
B. Saran
1. Bagi Praktikan
Dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi, diharapkan mahasiswa
lebih mampu berkomunikasi lebih baik dengan warga.
2. Bagi Puskesmas
Meningkatkan efektivitas penjaringan suspek TB.
3. Bagi Warga
Untuk mencegah penularan TB dengan menjaga etika batuk dan
menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Memeriksakan diri sesegera mungkin bila terdapat keluhan yang
menyerupai gejala TB.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
27
28