Anda di halaman 1dari 9

Vape alternatif quit smoking experience

Kemunculan rokok elektrik atau yang biasa disebut vapor kini sedang menjadi trend di
kalangan masyarakat belakaangan ini. Vapor kini seakan-akan menjadi pilihan pengganti rokok
konvensional oleh sebagian kalangan. Bukan hanya bagi perokok, Tren ini semakin menular
sehingga ada di antara yang tidak merokok juga tidak segan-segan untuk mencoba. Tren ini
seakan-akan membuat vapor menjadi sebuah lifestyle yang melekat di kalangan anak muda.
Berbeda dari rokok, vapor mengharuskan penggunanya untuk men-charge sebelum pemakaian
karena alat ini berbasis listrik. Jika rokok menimbulkan asap karena pembakaran, vapor
menghasilkan uap hasil penguapan liquid.

Liquid vape tidak mengandung TAR serta nikotin, sehingga tidak menimbulkan
kecanduan. Namun, beberapa pengguna vape menambahkan nikotin ke dalam liquid vape-nya
untuk relaksasi. Banyaknya kadar nikotin dalam liquid vape tersebut dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Jadi, vape tidak sama dengan rokok dan terlepas dari pengkategorian rokok jenis
apapun. Bahkan dalam beberapa kasus, vape digunakan sebagai salah satu terapi untuk lepas dari
kecanduan merokok.

Liquid biasa juga disebut e-juice merupakan cairan yang digunakan agar vapor dapat
menghasilkan uap. Uap yang dihasilkan pun berbeda dengan asap rokok karena memiliki varian
rasa yang beragam. Selain itu, baunya juga wangi sesuai dengan deskripi rasa e-juice yang
digunakan.

Vape mulai masuk ke Indonesia di awal tahun 2012, vape tidak langsung menjadi
terkenal seperti sekarang. Namun dengan perkembangan waktu, vape menjadi semakin dikenal,
Terutama karena efek sampingnya yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok tembakau.
Jadi, tak terlalu mengherankan bila kabar tentang vape cukup mudah tersebar.

Peredaran vapor bagi kesehatan masih menimbulkan pro dan kontra. Banyak yang
menyebutkan bahwa vape lebih baik disbanding rokok. Namun tidak sedikit pula yang
menyebutkan vapor lebih berbahaya dari rokok. Terlepas dari masalah tersebut saya sebagai
perokok aktif yang sedang berusaha untuk mencoba metode quit smoking experience melalui
vapor merasa bahwa hal tersebut benar bahwa metode tersebut sangat bermanfaat bagi saya.
Hal tersebut terbukti dengan berkurangnya jumlah batang rokok yang saya hisap sehari-
hari. Biasanya dalam sehari saya sanggup menghabiskan satu bungkus rokok, namun sekarang
sebungkus rokok bias bertahan hingga 2-3 hari. Meskipun belum sepenuhnya saya bisa berhasil
berhenti dari merokok namun saya merasakan cukup senang dengan kehadiran vapor ini
kedepanya saya tentunya berharap agar bias berhenti total dari merokok.

Meskipun masih banyak menuai pro dan kontra namun keberadaan pengguna vapor
sejatinya malah semakin bertambah . Hal itu dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya toko-
toko personal vaporizer yang ada di wilayah Yogyakarta. Walaupun tidak dapat dipungkiri juga
bahwa diantara pengguna vapor yang usianya masih dibawah umur.

Hal itu banyak saya jumpai di grup jual beli vapor jogja yang ada di facebook. Beberapa
dari postingan penjual maupun pembeli merupakan anak dibawah umur. Bahkan para pengguna
dibawah umur ini tidak segan-segan untuk menggunakan vapor di tempat umum. Hal ini juga
banyak saya temui pada para pelajar yang masih menggunakan sergam di arena billiard.

Dari sisi kelegalan sendiri di Indonesia vapor masih bias dibilang belum sepenuhnya
legal karena belum ada peraturan pemerintah terkait penjualan dan penggunaan vapor.

Bukan hanya bentuknya yang menarik, tapi asapnya juga asapnya yang banyak dan baunya
wangi. Setiap bulan, pengguna vape harus merogoh kocek 100 ribu saja untuk bias menikmati
berkepul-kepul asap. Tentu akan berbeda cerita dengan orang yang masih membeli rokok dengan
harga 18 ribu per bungkus, karena jika dikali sebulan, akan membuat kantong terkuras cukup
dalam.

Semerbak wangi manis tutty-fruitty memenuhi Lumberjag, toko yang terletak di salah satu sudut
Jalan Monjali, Sleman, Yogyakarta. Berdinding kayu dan berkaca lebar transparan membuat isi
toko terlihat jelas dari luar. Malam itu, kabut hasil vape terlihat memenuhi seisi toko yang selalu
tertutup rapat guna mengurangi polusi dan debu dari jalan raya.

Geo Ami Mesta Alam, pemilik Lumberjag, menerangkan bahwa vape kini menjadi trend di
Yogyakarta, utamanya di kalangan kaum muda. Menurut Geo, vape sempat dikategorikan
sebagai rokok elektronik (e-cigarratte), padahal vape dan rokok tidaklah sama. Apabila dihisap,
vape menghasilkan uap, sedangkan rokok menghasilkan asap. Uap vape berasal dari liquid yang
dihisap dan dikeluarkan oleh mulut melalui device sebagai alat utama vape, papar Geo.

Geo menjelaskan bahwa liquid bukanlah cairan biasa, melainkan cairan khusus untuk vape yang
berbahan utama Propylene Glycol (PG) atau Vegetable Glycol (VG). Selain PG atau VG, liquid
juga mengandung essense sebagai pemberi rasa pada setiap isapan vape. Tidak seperti rokok,
liquid vape tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, terang Geo.

Agung Pamuji, pemilik Pamzvape juga menambahkan bahwa liquid vape tidak mengandung
TAR serta nikotin, sehingga tidak menimbulkan kecanduan. Namun, beberapa pengguna vape
menambahkan nikotin ke dalam liquid vape-nya untuk relaksasi. Banyaknya kadar nikotin dalam
liquid vape tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi, vape tidak sama dengan rokok
dan terlepas dari pengkategorian rokok jenis apapun, tekan Agung. Dalam beberapa kasus, vape
bahkan digunakan sebagai salah satu terapi untuk lepas dari kecanduan merokok.

Hal tersebut dialami oleh Abiakto Rafif Ilmi, salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik UGM 14. Abi mengaku tertarik dengan vape pada awalnya dikarenakan bentuknya yang
lebih berkelas daripada rokok. Namun, Abi kemudian mengetahui bahwa liquid vape ternyata
memiliki beragam rasa serta tidak menimbulkan kecanduan. Karena itu, vape merupakan
pilihan yang lebih baik, terang Abi.

Akan tetapi, menurut Candra Himawan, salah satu pengguna aktif vape, benda itu dapat menjadi
candu bagi penggunanya. Namun, kecanduan yang dialami pengguna vape bukan pada vaping.
Melainkan, kecanduan untuk mengoleksi device dan liquid vape. Hal ini dikarenakan keunikan
dan keberagaman kedua piranti vape tersebut, terang pegawai RBTV tersebut.

Mengenai munculnya beragam device dan liquid vape ini, menurut Dio, karyawan Volkvogvape,
disebabkan oleh teknologi yang semakin berkembang. Dio menambahkan bahwa sebenarnya
harga liquid dan device vape memang tidak bisa dikatakan murah. Meskipun demikian, tetap
banyak peminat vape rela mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah demi mengoleksi device dan
liquid vape. Hal ini, senada dengan ucapan Geo, Karena mahal, jadi dapat meningkatkan
prestise seseorang.

Kemudian, Candra memaparkan bahwa vape yang awalnya hanya sebagai subtitusi rokok, kini
telah menjadi suatu gaya hidup. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana vaping, kegiatan menghisap
vape, dilakukan bersama-sama di kafe-kafe khusus vape. Candra mengungkapkan bahwa ketika
vaping dilakukan bersama-sama, sesama penggunanya akan saling mengobrol. Percakapan akan
mengalir karena memiliki kesamaan hobi, terang pria yang juga akrab dipanggil Ichan tersebut.

Berawal gaya hidup tersebut, menurut Dio kini peminat dan pengguna vape semakin bertambah
banyak. Bahkan, mereka telah memiliki komunitas tersendiri di Yogyakarta bernama PAVY
(Paguyuban Vape Yogyakarta). Dio menerangkan bahwa komunitas vape di Indonesia tidak
hanya PAVY. Melainkan, setiap daerah di Indonesia memiliki komunitas pecinta vape tersendiri.
Menurut Dio, setiap tahunnya terdapat pertemuan komunitas vape antar daerah yang dibungkus
dalam suatu acara tertentu. Salah satunya adalah lomba vape tricks yang diadakan di Yogyakarta
pada 1 November 2015 yang lalu. Acara-acara seperti inilah yang menjadikan vape sebagai
salah satu sarana dalam memperluas pergaulan dan mempererat pertemanan, tandas Dio

VAPOR atau rokok elektronik kini seakan-akan menjadi pilihan pengganti rokok konvensional
oleh sebagian perokok. Bukan hanya bagi perokok, tren ini semakin menular sehingga ada di
antara anak muda yang tidak merokok juga tidak segan-segan untuk mencoba.

Gaya hidup urban

Memegang vapor di tempat umum bukanlah sesuatu yang luar biasa dan aneh dipandang tidak
peduli Anda pria atau perempuan, bahkan Anda dapat dianggap keren karena mengikuti tren
terbaru.

Mendengarkan pendapat beberapa pengguna vapor yang dulunya bukan perokok, mereka
menganggap vapor ibarat lambang gaya hidup baru sehingga dikaitkan dengan tren terbaru.

Betapa tidak, hampir 90 persen perokok biasa beralih ke vapor sejak mulai populer beberapa
tahun terakhir ini.

Menyingkap sejarah awal penularan e-rokok atau vapor di negara ini sudah menapak sejak
tahun 2009. Ketika itu, penjualannya di pasar belum semarak seperti hari ini karena dijual secara
online. Kini, semakin banyak perokok beralih ke tren baru itu, semakin ia menjadi gelombang
besar dalam masyarakat.

Komunitas tegar vape

Sejak ia menjadi fenomena dalam masyarakat, ada ratusan komunitas vape yang dapat kita lihat
di media sosial. Ini dibuat untuk berbagi ide, informasi, menjual produk bahkan adanya reuni
bersama.

Situasi ini secara tak langsung menimbulkan banyak persoalan dalam masyarakat. Kenapa harus
diwujudkan komunitas jika produknya dijual secara terbuka dan mudah ditemukan? Mungkinlah
forum chatting dapat membantu pengguna vape pemula mendapatkan produk berkualitas dengan
harga terjangkau.

Lebih hemat atau sebaliknya?


Salah seorang penjual vape yang ditemui mengatakan, kebanyakan rokok elektronik adalah dari
Cina dan itu benar-benar mahal ketika awal pengenalannya. Untuk modus yang berbentuk pena
dapat mencapai sekitar RM200, sekitar tiga tahun lalu.

Namun kini, biaya hanya sekitar RM15 dengan masuknya banyak barang buatan China. Pun
begitu, ketika tren ini meledak berbagai modus mulai diimpor dari Amerika Serikat dan Inggris
dengan harga yang tinggi.

Bagi yang ingin berhenti merokok dengan beralih ke vapor mungkin ada strategi sendiri. Tapi
bagi yang tidak tahu tujuan sebenarnya, apa tarikannya?

Pengguna vape kini terlihat seakan-akan berlomba untuk memiliki modus yang dikatakan
berkualitas. Justru adanya sebatang modus dibeli dengan harga mencapai ribuan ringgit.

Berbalik kepada perisanya, sebotol 30mililiter (ml) adalah sekitar RM90 sementara merek
Malaysia, tersedia dengan harga RM50 atau ke bawah untuk konten sama.

Melihat penggunaan vapor, ini seakan sama seperti membeli rokok konvensional. Mungkin ada
sebagian yang menghisap terlalu sering sampai terpaksa berbelanja melebihi rokok biasa.

Konsepnya sama seperti bensin untuk mengisi mobil, tidak peduli apa tujuan Anda apakah suka-
suka atau ada tujuan tersendiri, Anda tetap membutuhkan rasa untuk menghisapnya. Aliran duit
tetap keluar, tergantung kepada kita untuk mengontrolnya.

Bahaya atau tidak?

Tidak dipungkiri, banyak orang menganggap asap e-rokok tidak berbahaya bahkan
penggunaannya juga dikatakan jauh lebih aman dibandingkan rokok biasa. Namun, sejauh mana
kebenaran tanggapan ini?

Meskipun ada yang menolak penggunaan vape dalam masyarakat, ada beberapa organisasi yang
setuju dengan ide rokok listrik. Misalnya, Organisasi Ahli Fisika Kesehatan Masyarakat Amerika
(AAPHP) mendukung penjualan vape kepada orang dewasa. Ini karena kemungkinan
menyelamatkan empat dari delapan juta perokok di negara itu. Angka asli itu diduga mati karena
penyakit terkait tembakau dalam waktu 20 tahun.

Rusakkan DNA

Laporan dalam web portal, TimesofIndia pada Februari lalu menjelaskan, Profesor dari Johns
Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat, Shyam Biswal menemukan
vape membahayakan kekebalan tubuh dan mampu membahayakan paru-paru.

Untuk membuktikan kebenarannya, penelitian dilakukan ke atas dua kelompok tikus. Kelompok
pertama ditempatkan dalam ruang inhalasi mengandung asap vape dan kelompok kedua hanya
dibiarkan dengan udara biasa.
Hasil menemukan, tikus terpapar asap vape mengalami gangguan imunisasi selain infeksi
bakteri. Ini karena asap rokok listrik mengandung radikal bebas atau racun yang mampu merusak
DNA dan molekul dalam sel sehingga bisa menyebabkan kematian sel tubuh.

Risiko kanker

Dalam studi lain, peneliti menemukan karsinogen seperti formalin dan asetaldehida yang
terkandung dalam uap vaporizer menjadi pemicu kanker penyebab kematian.

Dalam uraian mudah, vape diduga berisi jenis nikotin bervariasi yaitu nikotin pelarut, propilen
glikol, dietilen glikol, dan gliseren yang apabila dipanaskan akan menghasilkan nitrosamine
berupa uap.

Larutan nitrosamine ini diyakini mampu menjadi penyebab kanker.

Meskipun sudah bertahun muncul, isu apakah vape berbahaya atau tidak masih diperdebatkan.
Ada yang mengklaim berhasil berhenti merokok ketika menggunakan vape dan tidak kurang
yang percaya bahaya vape.

Berbagai ide dan pendapat disuara, namun hanya kita sendiri yang menilai apakah ingin
melanjutkan atau sebaliknya. (shuhada mansor/mymetro)

Vapor atau vape kini sedang hits di Indonesia. Beberapa orang beranggapan vaping adalah
alternatif sebagai pengganti rokok. Vaping menggunakan alat elektronik dan diisi liquid atau
biasa disebut dengan juice. Berbeda dari rokok. Vape mengharuskan penggunanya untuk men-
charge sebelum pemakaian karena alat ini berbasis listrik. Jika rokok menimbulkan asap karena
pembakaran, vaping menghasilkan uap hasil pembakaran liquid.

Vaping memiliki bau wangi tergantung dari juice yang dipakai. Misalnya, juice beraroma
strawberry cheesecake. Uap yang dihasilkan akan berbau seperti strawberry cheesecake. Vaping
digunakan beberapa orang sebagai jalan untuk mengurangi bahkan menghilangkan
ketergantungan terhadap rokok. Sebab beberapa juice dinilai tidak mengandung nikotin dan tar
seperti rokok. Tapi apakah vaping benar-benar aman?

Dilansir dari British Heart Foundatio, sebuah studi di Environmental Science & Technology
tahun 2016 menyatakan bahwa vape tidaklah benar-benar aman. Dalam pemakaian vape masih
terdapat zat karsinogen meski jauh lebih sedikit dibanding dengan rokok.

Public Health England mengatakan bahwa vape 95 persen lebih aman daripada rokok. Terdapat
beberapa pendapat tentang pemakaian vape sendiri. Ada yang mengatakan bahwa vape lebih
aman daripada rokok, tetapi tak sedikit pula yang mengatakan bahwa vape buruk bagi kesehatan.
Dilansir dari wallethub.com, menurut Damaris J. Rohsenow (Associate Director of the Center for
Alcohol and Addiction Studies, Brown University School of Public Health), vape memiliki zat
propylene glycol dan zat kimia lainnya dalam jumlah yang sedikit.

Tetapi penggunaan vape mengurangi zat karbon monoksida yang dihasilkan dari rokok biasa.
Meski vape lebih aman, tidak dianjurkan bagi non-perokok untuk mencoba vape. Sedangkan
perokok jauh lebih baik berganti menggunakan vape daripada rokok biasa.

Pendapat berbeda diutarakan oleh Robert K Jackler (Principal Investigator, Stanford Research
Into the Impact of Tobacco Advertising, Stanford University School of Medicine), yang dilansir
dari wallethub.com, hampir semua juice mengandung aldehydes, ketones dan sari alami, yang
aman untuk dicerna.

Tetapi, hal itu berbeda dari tingkat toksisitas yang terdapat pada paru-paru. Beberapa rasa,
khususnya creamy dan sweet, mengandung komponen diacetyl, yang ketika dihirup dapat
menyebabkan penyakit paru-paru serius. Meski terdapat banyak perdebatan seputar penggunaan
vaping, masyarakat masih menggunakan rokok konvensional.

Penggunaan rokok dinilai lebih praktis dan mudah didapat di mana saja. Sedangkan pengguna
vape berpendapat rokok lebih mahal. Sedangkan pemakaian vape dengan juice bisa awet hingga
beberapa minggu meski harga lebih mahal.

Mana yang lebih aman menurutmu?

Jakarta, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, 56,7
persen laki-laki di Indonesia merupakan perokok. Lalu apakah dengan munculnya rokok elektrik
dapat menurunkan jumlah perokok tembakau?

Rolly (55) mengatakan mencoba menggunakan rokok elektrik beberapa hari lalu. Informasi
tentang rokok elektrik didapatnya dari keponakannya yang juga sedang mencoba menggunakan
rokok elektrik.

"Nggak enak. Rasanya seperti ngemut permen," ujar warga Bogor tersebut.
Sementara itu, Dimas (24) mengatakan bahwa dirinya sempat menggunakan rokok elektrik
tersebut beberapa bulan lalu. Ia mengaku menggunakan produk asal China tersebut hanya untuk
gaya-gayaan seperti teman-temannya yang lain.

"Jadi untuk gaya-gayaan saja. Sekarang sudah nggak pakai. Rasanya juga gak enak. Mendingan
rokok beneran," ujar pria yang bekerja sebagai pegawai swasta tersebut.

Sementara itu, Andes, warga Kalibata City mengatakan sudah hampir 3 bulan berhenti merokok.
Pria yang menolak menyebutkan usianya tersebut mengatakan bahwa vaping, kegiatan
menghisap rokok elektronik, jauh lebih sehat daripada merokok.

"Saya sudah merokok 19 tahun. Namun sekarang sudah berhenti semenjak pakai vapor ini,"
ujarnya pada detikHealth seperti ditulis pada Kamis (6/3/2014).

Jakarta Vaping Colony

Tak mengisap vapor sendirian, Andes ternyata bergabung dalam komunitas vaping di Jakarta.
Komunitas tersebut bernama Jakarta Vaping Colony. Meski masih baru, Andes mengatakan
bahwa Jakarta Vaping Colony adalah komunitas vaping pertama di Indonesia.

"Lahirnya 28 Januari 2014 lalu, dengan anggota 21 orang," ujarnya. Ide membentuk komunitas
tersebut berasal dari salah satu teman Andes yang juga penggunan vapor bernama Fabian.
Dengan adanya komunitas katanya, akan memudahkan komunikasi dan memberikan informasi
kepada para calon vaper atau vaper baru di Jakarta.

Lalu kegiatan apa saja yang biasa dilakukan komunitas tersebut? "Biasanya vape meet, itu istilah
untuk vaping bareng, atau saling tukar-menukar informasi tentang perkembangan vapor," lanjut
Andes.
Tak hanya itu, Andes menuturkan bahwa pada beberapa anggota yang sudah ahli menggunakan
personal vapor, kegiatan merakit sendiri personal vapor pun sering dilakukan. Untuk merakit,
komponen-komponen personal vapor tentunya harus dibeli terpisah yang tentunya mempunyai
harga yang lebih mahal.

Kristo (36) mengaku baru dua minggu bergabung dengan komunitas ini. Namun dikatakannya ia
langsung jatuh cinta dengan kegiatan mengotak-atik vapor miliknya.

"Seru saja. Saya juga sering nge-mix liquid. Udah nyobain 10 rasa cuma belum ada yang pas.
Jadi nyoba dicampur-campur saja," papar pria yang bekerja sebagai fotografer lepas tersebut.

Sebagai salah satu penggagas Jakarta Vaping Colony, Andes tentunya punya standar sendiri
tentang siapa saja yang boleh menjadi anggota komunitas yang bermarkas di Kalibata tersebut.
Menurutnya, siapa saja yang ingin berhenti merokok dengan cara vaping dipersilakan untuk
bergabung.

Menurut Andes, cara paling aman menghentikan kecanduan nikotin adalah dengan berhenti
merokok secara total. Namun pada sebagian orang yang tidak bisa menghilangkan kecanduan
nikotinnya, vaping merupakan alternatif aman.

"Di rokok kan ada 4000 macam racun yang dapat merusak tubuh. Sementara vaping hanya
menghirup uap air dengan perasa dan kandungan nikotin yang lebih kecil daripada rokok,"
pungkas Andes sembari menghirup vapornya.

Anda mungkin juga menyukai