Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ghasyiyah Meitadika

Nim : A2A016016
Prodi : S1 Kesehatan Masyarakat

Polusi udara perkotaan diperkirakan memberi kontribusi bagi 800.000 kematian tiap tahun
(WHO/UNEP). Saat ini banyak negara berkembang menghadapi masalah polusi udara yang jauh
lebih serius dibandingkan negara maju. Contoh klasik pengaruh polusi udara terhadap kesehatan
dapat dilihat pada kota-kota di negara maju seperti Meuse Valley, Belgia tahun 1930; Donora,
Pennsylvania tahun 1948; dan London, Inggris tahun 1952; di mana terjadi peningkatan angka
kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas) akibat polusi udara yang berakibat pada
penurunan produktivitas dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Oleh sebab itu polusi udara juga
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting.
Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Menurut
World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak 1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor di Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu
menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun
dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misal: kadar timbal/Pb yang tinggi).
World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan atau
partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Polusi udara yang terjadi sangat
berpotensi menggangu kesehatan. Menurut perhitungan kasar dari World Bank tahun 1994 dengan
mengambil contoh kasus kota Jakarta, jika konsentrasi partikulat (PM) dapat diturunkan sesuai
standar WHO, diperkirakan akan terjadi penurunan tiap tahunnya: 1400 kasus kematian bayi
prematur; 2000 kasus rawat di RS, 49.000 kunjungan ke gawat darurat; 600.000 serangan asma;
124.000 kasus bronchitis pada anak; 31 juta gejala penyakit saluran pernapasan serta peningkatan
efisiensi 7.6 juta hari kerja yang hilang akibat penyakit saluran pernapasan suatu jumlah yang
sangat signifikan dari sudut pandang kesehatan masyarakat. Dari sisi ekonomi pembiayaan
kesehatan (health cost) akibat polusi udara di Jakarta diperkirakan mencapai hampir 220 juta dolar
pada tahun 1999.
Polusi adalah sejenis gas yang dapat membahayakan yang berasal atau dihasilkan oleh asap-asap
baik dari asap kendaraan bermotor maupun asap-asap sisa pembakaran dari pabrik-pabrik tertentu
atau sejenis yang lainnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Jarang sekali kita temui
keadaan dijalan yang bersih tanpa adanya polusi dari asap kendaraan bermotor. Polusi juga dapat
menimbulkan penyakit, karena didalam polusi itu terkandung virus-virus penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan kita. Banyak warga yang mengeluh akibat adanya polusi, sampai
sekarangpun belum ada cara yang ampuh untuk menangani polusi, karena semakin hari semakin
banyak orang yang mengendarai kendaraan berotor sehingga makbanyak pula asap-asap yang
dihasilkan dan hal itu akan menyebabkan polusi udara.
Efek yang ditimbulkan oleh polutan tergantung dari besarnya pajanan (terkait dosis/kadarnya di
udara dan lama/waktu pajanan) dan juga faktor kerentanan host (individu) yang bersangkutan
(misal: efek buruk lebih mudah terjadi pada anak, individu pengidap penyakit jantung-pembuluh
darah dan pernapasan, serta penderita diabetes melitus). Pajanan polutan udara dapat mengenai
bagian tubuh manapun, dan tidak terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai
contoh, pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata. Namun
demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus pada efek akibat inhalasi/terhirup
melalui saluran pernapasan mengingat saluran napas merupakan pintu utama masuknya polutan
udara kedalam tubuh. Selain faktor zat aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran polutan
juga menentukan lokasi anatomis terjadinya deposit polutan dan juga efeknya terhadap jaringan
sekitar. Fine PM (<1 m) dapat dengan mudah terserap masuk ke pembuluh darah sistemik.
Solusi untuk mengatasi polusi udara kota terutama ditujukan pada pembenahan sektor transportasi,
tanpa mengabaikan sektor-sektor lain. Hal ini kita perlu belajar dari kota-kota besar lain di dunia,
yang telah berhasil menurunkan polusi udara kota dan angka kesakitan serta kematian yang
diakibatkan karenanya.
* Pemberian izin bagi angkutan umum kecil hendaknya lebih dibatasi, sementara kendaraan
angkutan massal, seperti bus dan kereta api, diperbanyak.
* Pembatasan usia kendaraan, terutama bagi angkutan umum, perlu dipertimbangkan sebagai salah
satu solusi. Sebab, semakin tua kendaraan, terutama yang kurang terawat, semakin besar potensi
untuk memberi kontribusi polutan udara.
* Potensi terbesar polusi oleh kendaraan bermotor adalah kemacetan lalu lintas dan tanjakan.
Karena itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran
berkendaraan dapat membantu mengatasi kemacetan lalu lintas dan mengurangi polusi udara.
* Pemberian penghambat laju kendaraan di permukiman atau gang-gang yang sering diistilahkan
dengan "polisi tidur" justru merupakan biang polusi. Kendaraan bermotor akan memperlambat laju
* Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi meskipun secara
uji petik (spot check). Perlu dipikirkan dan dipertimbangkan adanya kewenangan tambahan bagi
polisi lalu lintas untuk melakukan uji emisi di samping memeriksa surat-surat dan kelengkapan
kendaraan yang lain.
* Penanaman pohon-pohon yang berdaun lebar di pinggir-pinggir jalan, terutama yang lalu
lintasnya padat serta di sudut-sudut kota, juga mengurangi polusi udara.

Anda mungkin juga menyukai