Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. KonsepTeoritis Keperawatan Perioperatif


1. Definisi
Instalasi kamar operasi merupakan bagian integral yang penting dari
pelayanan suatu rumah sakit berbentuk suatu unit yang terorganisir dan sangat
terintegrasi, dimana didalamnya tersedia sarana dan prasarana penunjang untuk
melakukan tindakan pembedahan. Tindakan operasi adalah semua tindakan
pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan
tubuh yang akan ditangani.
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase
pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif.

2. Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang
inflamasi
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipel
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
kemampuan untuk menelan makanan.

3. Klasifikasi Perawatan Perioperatif


Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan
pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a. Kedaruratan/Emergency: pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan
mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda.
Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang
tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
b. Urgen: pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu
pada uretra.
c. Diperlukan: pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat
tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
d. Elektif: pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila
tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh :
perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e. Pilihan: keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya
pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika. Contoh: bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor risikonya, tindakan pembedahan dibagi
menjadi :
a. Minor: menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan
yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b. Mayor: menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.
Contoh : total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

4. Tahap Keperawatan Perioperatif


a. Fase Pre Operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima
pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun
rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anaesthesi yang
diberikan pada saat pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi
2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan
persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan
perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari
keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan
untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang
peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan,
kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan
latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
2) Persiapan Fisiologi, meliputi :
a) Diet (puasa): pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang
operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi
pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi
lokal /spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya
supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi
dan mengganggu jalannya operasi.
b) Persiapan perut: Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi
dan mencegah infeksi.
c) Persiapan kulit: Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut
d) Hasil Pemeriksaan: hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan
lain-lain.
e) Persetujuan operasi / Informed Consent: izin tertulis dari pasien /
keluarga harus tersedia.
b. Fase Intra Operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien. Contoh: memberikan dukungan psikologis selama induksi anaesthesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di
atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan
tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu
pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi
rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting untuk
diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien: Atur posisi pasien
dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka
area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim
asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
5) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli
bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
6) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari: ahli atau pelaksana anaesthesi,
perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat
pemantau yang rumit).
c. Fase Post operatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang
pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi
tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi
efek agen anaesthesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang
penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase
post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah:
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anaesthesi
(recovery room). Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus
diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang
menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari
kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan
kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku
serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anaesthesi dengan koordinasi dari dokter anaesthesi yang bertanggung
jawab.
2) Perawatan post anaesthesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anaesthesi. Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat
sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan
pasca anaesthesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien
stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk
dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR
biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan
untuk mempermudah akses bagi pasien untuk:
a) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat
anaesthesi)
b) Ahli anaesthesi dan ahli bedah
c) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
3) Skor pemulihan pasca anaesthesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery
room (RR) atau High Care Unit (HCU). Beberapa skor yang biasa
digunakan untuk menilai kondisi pasien pasca anaesthes:
a) Aldrete Score (dewasa)
Penilaian :
Nilai warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
b) Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
Gerak bertujuan, 2
Gerak tak bertujuan, 1
Tidak bergerak, 0
Pernafasan
Batuk, menangis, 2
Pertahankan jalan nafas, 1
Perlu bantuan, 0
Kesadaran
Menangis, 2
Bereaksi terhadap rangsangan, 1
Tidak bereaksi, 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.
c) Bromage Score (spinal anaesthesi)
Kriteria Nilai
Gerakan penuh dari tungkai, 0
Tak mampu ekstensi tungkai, 1
Tak mampu fleksi lutut, 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.

5. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya


a. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok
hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah: Pucat, kulit dingin, basah, pernafasan
cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar,
penurunan tekanan darah, urine pekat. Intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang
dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan
psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap
pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi
tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut
harus dijag tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu
diinspeksi terhadap perdarahan.
c. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan
adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
d. Retensi urine
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan
rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter
kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
e. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka
operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan.
Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai
indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
f. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman
berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat
menyebabkan kegagalan multi organ.
g. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan
lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah.
Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan
pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis.
Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat
mengurangi resiko embolus pulmonal.
h. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi
obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.

B. Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Perioperatif


1. Fase Pre Operatif
a. Pengkajian
1) Pengkajian psikologis: meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan
emosi pasien
2) Pengkajian fisik: pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
3) Sistem integument: apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit
kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler: apakah ada gangguan pada sisitem cardio,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum
obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol,
Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan: apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-
tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal: apakah pasien diare ?
7) Sistem reproduksi: apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
8) Sistem saraf: bagaimana kesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien: apakah pasien puasa, lavement, kapter,
perhiasan, make up, scheren, pakaian pasien /perlengkapan operasi dan
validasi apakah pasien alergi terhadap obat ?
b. Penyimpangan KDM Pre Operatif

Perioperatif

Pre Operatif

Ancaman pada status


kesehatan Fungsi peran Implikasi pembedahan

Stres fisiologis (respon Kurang terpajan Ancaman fungsi tubuh


neuroendokrin) informasi dari prosedur
pembedahan

Sistem saraf pusat Salah interpretasi


Derajat ancaman yang
tinggi
Hipothalamus, sistem Tidak mengenal sumber
saraf simpatis, kelenjar informasi
hipofisis posterior dan Tingkat persepsi kontrol
anterior, medula dan yang tidak adekuat
korteks adrenal
Defisiensi
Pengetahuan Gangguan dalam pola
Keluarnya hormon melepaskan tekanan/
katekolamin dan hormon ketegangan
yang menyebabkan
perubahan fisiologis
Ketidakefektifan koping

Ansietas
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul:
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan.
2) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
3) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan tingkat persepsi kontrol
yang tidak adekuat.

d. Tujuan/Rencana Tindakan Keperawatan (NOC/NIC)


Ansietas
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ansietas NOC NIC


Definsi: Perasaan tidak nyaman Anxiety level Anxiety Reduction
atau kekawatiran yang Samar Sosial Anxiety level (penurunan
disertai respon autonom (sumber kecemasan)
sering kali tidak spesifik atau Kriteria Hasil : Identifikasi tingkat
tidak diketahui oleh individu); Klien mampu kecemasan
perasaan takut yang disebabkan mengidentifikasi Gunakan
oleh antisipasi terhadap bahaya. dan pendekatan yang
Hal ini merupakan isyarat mengungkapkan menenangkan
kewaspadaan yang gejala cemas. Dorong pasien
memperingatkan individu akan Mengidentifikasi, untuk
adanya bahaya dan kemampuan mengungkapkan mengungkapkan
individu untuk bertindak dan menunjukkan perasaan,
menghadapi ancaman. tehnik untuk ketakutan, persepsi
mengontol cemas. Dengarkan dengan
Batasan Karakteristik Vital sign dalam penuh perhatian
Perilaku : batas normal. Nyatakan dengan
Postur tubuh, jelas harapan
Penurunan produktivitas
ekspresi wajah, terhadap pelaku
Gerakan yang ireleven
bahasa tubuh dan pasien
Gelisah
tingkat aktivfitas Bantu pasien
Melihat sepintas
menunjukkan mengenal situasi
Insomnia
berkurangnya yang menimbulkan
Kontak mata yang buruk
kecemasan. kecemasan
Mengekspresikan kekawatiran
Jelaskan semua
karena perubahan dalam
prosedur dan apa
peristiwa hidup
yang dirasakan
selama prosedur
Agitasi
Mengintai
Pahami prespektif
Tampak waspada
pasien terhadap
situasi stres
Affektif : Temani pasien
untuk memberikan
Gelisah, Distres keamanan dan
Kesedihan yang mendalam mengurangi takut
Ketakutan Dorong keluarga
Perasaan tidak adekuat untuk menemani
Berfokus pada diri sendiri anak
Peningkatan kewaspadaan Lakukan back /
Iritabihtas neck rub
Gugup senang beniebihan Instruksikan pasien
Rasa nyeri yang meningkatkan menggunakan
ketidakberdayaan teknik relaksasi
Peningkatan rasa ketidak Berikan obat untuk
berdayaan yang persisten mengurangi
Bingung, Menyesal kecemasan
Ragu/tidak percaya diri Relaxation therapi
Khawatir Jelasakan alasan
untuk relaksasi dan
Fisiologis : manfaat.
Wajah tegang, Tremor tangan Menciptakan
Peningkatan keringat lingkungan yang
Peningkatan ketegangan tenang dengan
Gemetar, Tremor cahaya redup dan
Suara bergetar suhu yang
senyaman
Simpatik : mungkin.
Ajak pasien untuk
Anoreksia bersantai dan
Eksitasi kardiovaskular membiarkan
Diare, Mulut kering sensasi terjadi.
Wajah merah Menunjukkan dan
Jantung berdebar-debar berlatih teknik
Peningkatan tekanan darah relaksasi dengan
Peningkatan denyut nadi pasien.
Peningkatan reflek
Peningkatan frekwensi
pernapasan
Pupil melebar
Kesulitan bernapas
Vasokontriksi superfisial
Lemah, Kedutan pada otot

Parasimpatik :

Nyeri abdomen
Penurunan tekanan darah
Penurunan denyut nadi
Diare, Mual, Vertigo
Letih, Ganguan tidur
Kesemutan pada ekstremitas
Sering berkemih
Anyang-anyangan
Dorongan cegera berkemih
Kognitif :

Menyadari gejala fisiologis


Bloking fikiran, Konfusi
Penurunan lapang persepsi
KesuIitan berkonsentrasi
Penurunan kemampuan belajar
Penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah
Ketakutan terhadap
konsekwensi yang tidak
spesifik
Lupa, Gangguan perhatian
Khawatir, Melamun
Cenderung menyalahkan orang
lain.

Faktor Yang Berhubungan

Perubahan dalam (status


ekonomi, lingkungan,status
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, status peran)
Pemajanan toksin
Terkait keluarga
Herediter Infeksi/kontaminan
interpersonal

2. Fase Intra Operatif


a. Pengkajian
1) Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
2) Pengkajian mental: bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih
sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang
sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
3) Pengkajian fisik: tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka
perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli
bedah).
4) Transfusi dan infus: monitor flabot sudah habis apa belum.
5) Pengeluaran urine: normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1
cc/kg BB/jam.
b. Penyimpangan KDM Intra Operatif
Perioperatif

Intra Operatif

Prosedur invasif bedah Proses pembedahan Anaesthesi Pemajanan tubuh dan Insisi pembedahan
dan tindakan anaesthesi jaringan internal terhadap
lingkungan
Hemorrhagi/ Perdarahan Efek obat anaesthesi Faktor mekanik: robekan
Jaringan terbuka Primer spinal
Paparan suhu yang
dingin Kerusakan jaringan
Kehilangan darah Blok influk natrium ke
Terputusnya kontinuitas dalam inti sel (misalnya: integumen,
jaringan kulit, otot dan subkutan, maupun
Resiko
vaskuler kerusakan jaringan
Risiko kekurangan ketidakseimbangan
Mencegah depolarisasi lainnya)
volume cairan suhu tubuh
dan terjadinya vasodilatasi
Proteksi kurang
Kerusakan integritas
jaringan
Penurunan curah jantung
Jalan masuk (port de
entree) mikroorganisme
Hipotensi

Invasi bakteri
Risiko penurunan
perfusi jaringan jantung
Bakteri mudah
menempel dan
berkembang biak

Risiko infeksi
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul:
1) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
robekan.
2) Risiko infeksi
3) Risiko kekurangan volume cairan
4) Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh
d. Tujuan/Rencana Tindakan Keperawatan (NOC/NIC)
Risiko infeksi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Resiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami Immune Status Infection Control (Kontrol
peningkatan resiko Knowledge : infeksi)
terserang organisme Bersihkan lingkungan
Infection control
patogenik
Risk control setelah dipakai pasien
Faktor Resiko : lain.
Penyakit kronis. Kriteria Hasil: Pertahankan teknik
Klien bebas dari isolasi
Diabetes melitus
Obesitas
tanda dan gejala Batasi pengunjung
infeksi Gunakan sabun
Pengetahuan yang tidak
Mendeskripsikan antimikrobia untuk cuci
cukup untuk
proses penularan tangan
menghindari pemanjanan
penyakit, faktor yang Cuci tangan setiap
patogen.
mempengaruhi sebelum dan sesudah
Pertahanan tubuh primer
penularan serta tindakan keperawatan
yang tidak adekuat.
penatalaksanaannya Gunakan baju, sarung
Gangguan peritalsis Menunjukkan tangan sebagai alat
Kerusakan integritas kemampuan untuk pelindung
kulit (pemasangan mencegah timbulnya Pertahankan lingkungan
kateter intravena, infeksi aseptik selama
prosedur invasif) Jumlah leukosit pemasangan alat
Perubahan sekresi pH dalam batas normal Ganti letak IV perifer dan
Penurunan kerja siliaris Menunjukkan line central dan dressing
Pecah ketuban dini perilaku hidup sehat sesuai dengan petunjuk
Pecah ketuban lama umum
Merokok Gunakan kateter
Stasis cairan tubuh intermiten untuk
Trauma jaringan (mis, menurunkan infeksi
trauma destruksi kandung kencing
jaringan) Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
Ketidakadekuatan bila perlu
pertahanan sekunder

Penurunan hemoglobin Infection Protection


Imunosupresi (mis, (proteksi terhadap infeksi)
imunitas didapat tidak Monitor tanda dan gejala
adekuat, agen infeksi sistemik dan lokal
farmaseutikal termasuk Monitor hitung
imunosupresan, steroid, granulosit, WBC
antibodi monoklonal, Monitor kerentanan
imunomudulator) terhadap infeksi
Supresi respon Inspeksi kulit dan
inflamasi membran mukosa
terhadap kemerahan,
Vaksinasi tidak adekuat panas, drainase
Inspeksi kondisi luka /
Pemajanan terhadap
insisi bedah
patogen lingkungan
Sering pengunjung
meningkat
terhadap penyakit
Wabah menular
Pertahankan teknik
Prosedur invasif aspesis pada pasien yang
Malnutrisi beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
3. Fase Post Operatif
a. Pengkajian
1) Status respirasi: meliputi: kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,
kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori: meliputi: nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
3) Status neurologis: meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan: meliputi: keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung
dengan sistem drainage.
5) Kenyamanan: meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan: meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur,
kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan
dapat berfungsi.
7) Perawatan: meliputi: cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran
cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8) Nyeri: meliputi: waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat / memperingan.
b. Penyimpangan KDM Post Operatif
Perioperatif

Post Operatif

Status anaesthesi spinal Medikasi: agens anti Anaesthesi Proses pembedahan Efek depresan dari
ansietas medikasi dan agens
anaesthetik.
Agens obat anaesthesi
spinal Efek samping anaesthesi Agen cidera fisik (luka
Mengantuk post operasi)
Mual dan muntah
Gangguan pertukaran
Penurunan kekuatan otot
Risiko Jatuh gas Jaringan terputus
Penurunan reflek muntah
dan reflek batuk
Kerusakan mobilitas Gangguan keseimbangan Merangsang area
fisik sensorik
Pengeluaran mukus dan
Fisiologis: penurunan saliva dalam lambung
kekuatan ekstremitas Impuls diteruskan tidak adekuat
bawah kepusat nyeri di korteks
serebri
Risiko aspirasi
Gangguan rasa nyaman

Nyeri akut
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul:
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan (post operasi)
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan agens obat
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping anaesthesi
4) Risiko jatuh
5) Risiko aspirasi
d. Tujuan/Rencana Tindakan Keperawatan (NOC/NIC)
Kerusakan mobilitas fisik
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Hambatan mobilitas fisik NOC NIC


Joint Movement : Exercise therapy :
Definisi : Keterbatasan Active ambulation
pada pergerakan fisik Mobility level
tubuh atau satu atau lebih Self care : ADLs Monitoring vital sign
ekstremitas secara mandiri Transfer sebelum/sesudah latihan
dan terarah. performance dan lihat respon pasien
saat latihan
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil:
Penurunan waktu reaksi
Kaji kemampuan pasien
Klien meningkat dalam mobilisasi
Kesulitan membolak- dalam aktivitas
balik posisi Bantu klien untuk
fisik
Melakukan aktivitas
menggunakan tongkat
Mengerti tujuan saat berjalan dan cegah
lain sebagai pengganti dan peningkatan
pergerakan terhadap cedera
mobilitas
(mis.,meningkatkan Dampingi dan Bantu
Memverbalisasikan pasien saat mobilisasi dan
perhatian pada aktivitas perasaan dalam bantu penuhi kebutuhan
orang lain, meningkatkan ADLs pasien.
mengendalikan kekuatan dan
perilaku, focus pada Berikan alat bantu jika
kemampuan
ketunadayaan/aktivitas klien memerlukan.
berpindah
sebelum sakit) Latih pasien dalam
Memperagakan
Dispnea setelah pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat
beraktivitas ADLs secara mandiri
Bantu untuk sesuai kemampuan
Perubahan cara berjalan
mobilisasi (walker)
Gerakan bergetar Ajarkan pasien atau
Keterbatasan tenaga kesehatan lain
kemampuan melakukan tentang teknik ambulasi
keterampilan motorik Ajarkan pasien
halus bagaimana merubah
Keterbatasan posisi dan berikan
kemampuan melakukan bantuan jika diperlukan.
keterampilan motorik Konsultasikan dengan
kasar terapi fisik tentang
Keterbatasan rentang rencana ambulasi sesuai
pergerakan sendi dengan kebutuhan
Tremor akibat
pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor Yang Berhubungan:


Intoleransi aktivitas
Perubahan
metabolisme selular
Ansietas
Indeks masa tubuh
diatas perentil ke 75
sesuai usia
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan
tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Malnutrisi
Gangguan
muskuloskeletal
Gangguan
neuromuskular, Nyeri
Agens obat
Penurunan kekuatan
otot
Kurang pengetahuan
tentang aktvitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan
perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, Kaku sendi
Kurang dukungan
Iingkungan (mis, fisik
atau sosiaI)
Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
Kerusakan integritas
struktur tulang
Program pembatasan
gerak
Keengganan memulai
pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori
perseptual

Anda mungkin juga menyukai