Oleh
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Musculoskeletal
Sistem musculoskeletal memiliki arti yang sangat vital oleh karena secara
primer sistem ini membangun tegak berdiri dan bersama syaraf melawan gravitasi
bumi untuk suatu gerak langkah ringan. sistem musculoskeletal terdiri atas tulang
rangka atau skeleton,persendian-persendian dan sinsitium, tendo, ligamentum, dan
otot-otot rangka atau otot skeleton (Widodo, 2011).
5
berlebihan. Konsekuensi ini adalah timbulnya perlukaan sampai dengan robek
pembuluh darah sekitar serat tendo. Akibatnya adalah perembesan sampai dengan
penimbunan darah koagulatif di antara serta tendo. Tendo menjadi menebal pada
titik yang cedera dan pada umumnya bersifat longitudinal atau mamanjang. Fibrin
yang terjadi dari perjalanan koagulasi darah ekstravaskuler dalam tendo ini
tertinggal untuk waktu yang lama. Sifat elastis tendo dengan demikian menjadi
berkurang sampai dengan hilang sama sekali dan tendo menjadi besar secara
diameter. Dalam perjalanan waktu jika terjadi persembuhan , tendo akan menebal
permanen, kaku dank eras.Tenosynovitis adalah suatu nama peradangan tendodan
bungkusnya disertai pembesaran diameter dan menurunkan fungsinya.
2.1.4 Otot
Otot merupakan salah satu dari empat jaringan tubuh. Jaringan lainnya
adalah kulit atau integument, jaringan ikat, dan system syaraf. Terdapat tiga jenis
otot yaitu otot skelet atau otot rangka, otot jantung dan otot polos. Otot skelet
menggerakan tulang rangka yang memungkinkan terjadi suatu gerakan atau
langkah.Gerakan ini bersifat sadar dan terkendali. Tiap bagian otot dibungkus
oleh selaput otot berupa jaringan fibrosa, dikenal sebagai fascia atau epimisium.
Epimisium akan berubah menjadi perimisium ketika selaput otot ini masuk ke
dalam otot-otot, sehingga bundel-bundel yang membungkus otot berupa bundel
serabut. Secara diagnostic klinik otot rangka berikut fascianya yang dapat
diperiksa secara inspeksi atau adspeksi serta palpasi adalah otot-otot
superficialisnya (Widodo, 2011).
2.2 Pemeriksaan Klinik Sistem Musculoskeletal
Pemeriksaan klinik hewan (Widodo, 2011) :
1. Inspeksi /adspeksi : hewan dalam posisi berdiri, hewan dalam kondisi tenang
dan rileks (pemilik dilibatkan langsung) inspeksi dilakukan pada hewan
bersangkutan, diamati :
Perbandingan tinggi kaki-kaki depan dan belakang, kiri dan kanan
Kesimetrisan lekuk otot-otot antara kaki kiri dan kanan
Tidak ada tremor atau mioklonia
Ketegasan dan lekuk liku tulang yang miskin perototan
2. Palpasi
6
Dalam pemeriksaan tulang-tulang perlu ditinjau apakah suatu deformitas
terdapat secara umum pada semua tulang-tulang nya ataukah hanya bersifat lokal
saja. Tulang-tulang diperiksa secara palpasi untuk mengetahui konformitas atau
ketegasan, konsistensi dan kesimetrisan serta kehadiran deformitasnya.
Deformitas tulang terdiri dari deformitas primer dan sekunder. Yang primer
adalah deformitas congenital atau herediter seperti brakhignathia kongenital atau
mandibula lebih pendek dari maxilla atua prognathia congenital atau mandibula
lebih panjang dari maxilla.Hal demikian sering dijumpai pada hewan ras
brakhisefalik. Deformitas sekunder adalah perubahan bentuk tulang secara
didapat atau acquisatasebagai akibat dari penyakit primernya. Pada kejadian
sekunder pada umumnya yang paling berubah pertama kali adalah tulang-tulang
tengkorak. Pemeriksaan palpasi pada tulang-tulang panjang hewan muda, pada
umumnya ditunjukkan untuk melihat adanya deformitas pertulangan (osssifikasi).
Generasi tulang dapat gagal dalam masa pertumbuhan embrional sampai dengan
masa neonatorum menjadi bentuk tulang degenerasi. Keadaan demikian disebut
sebagai rakhitisdan pada masa dewasa disebut osteomalacia. Tanda-tandanya
adalah kurvatura mayor tulang-tulang pipa yang abnormal kebengkakan
persendian dan salah bentuk pada tulang-tulang panjangnya. Dari palpasi dapat
diperiksa daerah epifisis dari tulang-tulang panjang tersebut melebar,
persambungan costo-chondral tualng-tulang iga membesar, sehingg tampak
seakan-akan sebagai untaian tasbih. Sering terjadi pada rachitis hewan mengalami
kepincangan dan kesakitan pada sendi-sendi tertentu. Pada keadaan ragu-ragu
untuk meneguhkan diagnosis perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan
rontgenologis. Kerapuhan tulang juga sering dijumpai pada hewan yang sedang
tumbuh. Hal ini dapat diawali dari kekurangan kalsium atau fosfor dalam pakan
hewan tersebut.
7
3) Tuberkulosis tulang dapat terjadi pada kucing, menyerang tulang-tulang
vertebre atau pada tulang-tulang paha. Osteotis tuberculosis ini biasanya
dapat sampai menjadikan tulang mudah patah. Sekali-sekali kerusakannya
dapat menembus ke luar kulit dan dari pupukan eksudatnya ditemukan
bakteri Mycobacterium tuberculosis.
4) Spondilitis adalah peradangan pada spondylus tulang punggung terutama
bila terjadi pada vertebrae lumbalis. Peradangan ini oleh karena meminta
perluasan ruang menjadikan ruas tulang bertemu dan menyebabkan tulang
rawan sebagai bantalan ruas tulang tergencet dan mencari tempat yang
lebih leluasa. Perjalanan selanjutnya adalah tulang rawan akan menjadi
degenerative dan terjadi pengapuran. Pengapuran tulang rawan ini
beresiko pada penekanan pada system saraf di tulang belakang. Gambaran
klinis spondylosis adalah kelumpuhan pada kaki belakang, paresis samapai
paralisis ekstremitas bagian belakang. Diagnosis tepatnya dapat ditentukan
dengan rontgenologis di mana pada regio tulang punggung anjing terlihat
sebagai perlekatan antara tulang vertebrae.
5) Osteodistrofi fibrotika sering terjadi pada hewan anjing sebagai akibat dari
gagal ginjal kronis stadium lanjut namun hewannya bertahan hidup cukup
lama . Keadaan yang terjadi adalah kehilangan kalsium melalui urin
sebagai akibat kerusakan morfologi ginjal sehingga menghasilkan kondisi
kekurangan kalsium dalam darah dalam jangka panjang.
6) Osteitis
Peradangan tulang disebut dengan osteitis, namun lebih sering disebut
dengan osteomielitis, sangat umum terjadi pada anjing dan kucing.
Osteomielitis pada najing dan kucing disebabkan oleh infeksi miksosis
sistemik, stafilokokkus aureus dan brucella canis.
8
7) Fraktur atau Patah tulang
Pemeriksaan rontgenologi sanagt besar artinya bagi diagnosis
deformitas tulang yang seringkali tidak dapat ditegakkan hanya dengan
temuan dari pemeriksaan klinis semata. Diagnosis secara klinis harus
didasarkan atas gejala-gejala sebagai berikut : terjadi suatu kesakitan
secara mendadak setelah terjatuh, tertabrak, dipukul, dan sebagainya atau
setelah bergerak badan berlebihan dan kepincangan . Palpasi di tempat
yang diperiksa intensif terasa kelemahan otot-otot, hewan tidak berdiri
atau tidak menumpu pada kaki yang mengalami patah tulang kompleta
(kecuali pada fraktur inkompleta). Bila terjadi pergeseran fragmen-
fragmen tulang akan dijumpai salah bentuk. Bila terjadi pergeseran
fragmen-fragmen tulang akan dijumpai salah bentuk.Bila terjadi frkatur
kompleta pada salah satu ekstremitas, pergerakan hewannya menjadi
berubah sekali dan berjalan seperti tidak wajar. Dan biasanya terjadi
krepitasi, namun tidak selalu demikian. Kebengkakan yang terjadi karena
ekstravasasi serum darah dan bila ringan tidak dapat terlihat adanya
kebengkakan. Sering kali dijumpai keadaan fraktur di mana diagnosis
secara klinis menjadi sangat sulit dibuat. Adanya fraktur yang hebat dapat
dikaburkan oleh terjadinya hemorrhagia, kebengkakan akibat peradangan
yang terjadi disertai oleh oedem radang. Hewan akan melawan bila bagian
yang bengkak atau fraktur dipegang dan menjadikan pemeriksaan secara
klinis sangat sulit. Krepitasi atau suara- suara beradunya fragmen-fragmen
tulang yang patah hanya merupakan salah satu dari gejala-gejala fraktur
tulang, gejala-gejala lainnya adalah hilangnya pergerakan atau fungsi kaki
yang cedera.
8) Perubahan Sendi
Perubahan sendi dapat berupa kongenital dan defek degenerative. Defek
congenital dapat berupa dislokasio dan dysplasia persendian misalkan
Hipdisplasia.
9) Kepincangan
9
Deformitas gerak langkah ditandai dengan kepincangan.
Kepincangan dapat dilihat dari tipenya, derajat keparahannya dan
lokasinya. Dari tipenya kepincangan dikraatenali kepincangan tumpu di
mana kepincangannya teramati terjadi pada saat kaki ditumpukkan ke
lantai datar dan beban berat mulai dirasakan. Kedua adalah kepincangan
gerakan yang dapat diamati terjadi pada saat fase suspense atau fase
menggantung atau melangkah. Kepincangan campuran terjadi ketika
lokasi atau titik menjadi penyebab kepincangan memberikan peluang
kejadian kepincangan pada fase menumpu dan fase suspense. Derajat
keparahan kepincangan dapat diamati dari tahapan atau tingkat
ketidakmampuan ekstremitas yang mengalami kepincangan untuk
memikul beban berat ragawi. Derajat dua ditunjukkan kaki yang
mengalami kepincangan dengan keterbataan menahan beban. Kepincangan
derajat tiga adalah derajat dua dengan lebih berat dalam menahan beban
sedangkan derajat empat adalah kepincangan kaki dengan menunjukkan
ketidakmampuan atau penolakkan menahan beban. Lokasi kepincangan
dapat ditentukan pada satu kaki saja, dua kaki atau sisi atau dua kaki depan
atau dua kaki belakang. Hendaknya diperhatikan juga apakah kepincangan
bersifat setempat atau terlokalisir dan dapat pula menyebar pada
keseluruhan kaki yang pincang.
10) Kelainan pada Jari Kaki
Kelainan pada jari kaki yang dapat ditemui yaitu kejadian
polidaktilia, adaktilia, ng pera ranonikhia . Pada keadaan kurang
perawatan atas kuku-kuku yang sering terjadi adalah kuku menjadi
panjang dan melengkung sampai dengan masuk ke dalam falangnya
sendiri, dan menghasilkan keadaan abses kuku.
11) Kelainan pada Otot
Tonus otot diperiksa secara palpasi.Bila kondisi tubuh seekor
hewan dalam keadaan baik, penampilan otot-otot akan terlihat licin dan
bulat. Ada beberapa gangguan pada otot-otot diantaranya fatique atau
kram, atrofi musculorum, miositis-miopathi, miositis-eosinofilia, ischemia
10
miopathi, distrofi miophati, distrofi miophati, mialgia, spasmus dan
tremor.
Disebabkan oleh trauma yang tiba tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar.
b. Fraktur patologis
dalam tulang.
c. Fraktur stress.
Disebabkan oleh trauma yang terus - menerus pada suatu tempat tertentu.
Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang,
11
biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik
mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang
itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis
(Sjamsuhidayat dan Wim de Jong, 2010). Fraktur terjadi bila interupsi dari
otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan
periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak
sekitarnya rusak. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
d) Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atrofi atau kontraktur. Mobilisasi dini harus segera dimulai dan dilakukan
12
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi
jika keadaan memungkinkan.
Pembedahan yang biasanya dilakukan pada klien fraktur dibagi menjadi
ORIF dan OREF. Kedua tindakan terebut merupakan gabungan antara reduksi dan
retensi pada penatalaksanaan fraktur.
1) ORIF (open reduction and internal fixation) yaitu memperbaiki fungsi
dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas serta mengurangi nyeri dan
disabilitas. Alat yang digunakan untuk fiksasi interna adalah dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam. Alat-alat tersebut
dipasang pada sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau
langsung ke rongga sumsum tulang (Smeltzer & Bare, 2001).
2) OREF (open reduction and external fixation) yaitu fiksasi eksternal
digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak. Cara yang dilakukan pada OREF adalah dengan mereduksi garis
fraktur, kemudian disejajarkan dan dimobilisasi dengan sejumlah pin yang
dimasukkan ke dalam fragmen tulang. Pin yang telah terpasang, dijaga
tetap dalam posisinya yang dikaitkan pada kerangkanya (Smeltzer & Bare,
2001).
13
Gambar 1.Jenis Fiksasi Internal
(Sumber : Manilkara, 2012)
Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara
cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi.Imobilisasi yang sering
digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti
proses penyambungan. Proses penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam
5 fase. Fase hematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan
fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua
milimeter. Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam
setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum
dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel
yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan
diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur. Fase
pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Sel yang berkembang, memiliki
potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik selain itu akan membentuk
tulang kartilago dan osteoklas.
Massa tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga
osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum
dan endosteom. Prosesnya terjadi selama 4 minggu. Fase penyembuhan terjadi
dalam waktu 3 minggu 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi
padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman
tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak
memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem
ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh
osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat
badan normal. Kemudian memasuki fase yang terakhir yaituf fase remodeling
yang berlangsung selama 6 minggu hingga 1 tahun. Pada fase ini, fraktur telah
14
dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi
dan lamelar akan terus-menerus terbentuk berlanjut seingga akan menjadi lebih
tebal, dibentuk rongga sumsum tulang dan akhirnya akan memperoleh bentuk
tulang seperti normalnya. Proses ini terus berlanjut sampai beberapa bulan bahkan
sampai beberapa tahun.
15
(C) Fase Pembentukan Callus (D) Fase Remodeling
BAB III
REKAM MEDIK
3.1 Signalement
16
Dilakukan pemeriksaan terhadap seekor anjing lokal, berjenis kelamin
jantan, berwarna hitam, bernama Gio, berumur empat bulan dengan bobot badan
5,1 kg. Anjing tersebut milik Nonya Fany dan dirawat di jalan Waturenggong.
3.2 Anamnesis
3.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kepincangan anjing bernama Gio dalam kasus ini adalah
karena mengalami kecelakaan yakni ditabrak kendaraan (sepeda motor).
17
Gambar 3. Gambaran fisik anjing Gio pada hari keenam
(Hewan terlihat berbaring)
Pada pemeriksaan fisik hewan terlihat enggan untuk melangkah dan berdiri,
cermin hidung agak lembab, mukosa mata normal, turgor kulit baik, CRT dibawah 2
detik yang mengindikasikan kondisi normal atau sehat. Suhu tubuh anjing adalah 37,6C
dengan pulsus 128 x/menit dan frekuensi nafas 56 x/menit dengan bobot badan 5,1 kg.
Saat dilakukan palpasi pada kaki kiri belakang yang mengalami kepincangan, anjing
tersebut melawan, menandakan ada rasa nyeri yang ditimbukan saat dilakukan palpasi
pada daerah tersebut terutama pada daerah os femur. Namun pemeriksaan fisik tidak
cukup untuk menentukan gangguan musculoskeletal apa yang dialami pasien ini. Maka
dari itu, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi untuk meneguhkan diagnosis.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi
18
3.5 Hasil Pemeriksaan Rontgen
3.6 Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesa, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan
rontgen, maka dapat disimpulkan anjing Gio tersebut didiagnosis menderita fraktur
complete os femur kiri.
3.7 Prognosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gejala yang tampak serta kondisi hewan
pada saat pemeriksaan, anjing Gio dalam kondisi fisik cukup baik, akan tetapi dengan
mempertimbangkan kondisi fraktur yang cukup parah, maka prognosis untuk kasus ini
adalah dobius.
3.8 Terapi dan Rencana Pembedahan
19
tulang panjang pilihan lain yang dapat digunakan yaitu menggunakan plat dengan skrup
di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi
sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan
pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi
interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak
stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah direduksi (Wicaksono, 2013).
Tindakan pembedahan yang dilakukan terhadap anjing Gio menggunakan fiksasi
internal dengan pemasangan pen. Olmstead dkk, (1995) mengatakan pemakaian pen
harus berukuran tepat agar dapat menahan beban atau muatan yang ada pada sisi atau
lokasi patah tulang selama proses penyembuhan patah tulang. Pemakaian pen yang
berdiameter berbeda akan memberikan kesembuhan yang berbeda terhadap kasus patah
tulang. Mc Clure dkk. (1994) mengatakan bahwa pen-pen yang memiliki diameter besar
akan meminimalkan komplikasi, lebih kaku atau mantap, dan mengalami defleksi atau
pembelokan yang lebih kecil. Dalam tindakan pembedahan anjing Gio, digunakan pen
dengan diameter 2mm.
Dalam tindakan pembedahan ini digunakan anastesi umum dengan kombinasi
ketamine dan xylasin dan premedikasi atropine sulfat. Pemberian atropine sulfat untuk
mencegah bradicardii dan disritmea jantung. Atropin sulfat merupakan antikolinergik
yang paling sering digunakan. Keuntungan antikolinergik sebagai premedikasi adalah
mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anastetik yang
menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva, menurunkan keasaman cairan gastrium,
menghambat bradikardia, menurunkan motilitas intestinal, dan menyebabkan
bronchodilatasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Atropine sulfat merupakan obat yang
dapat memblokir kerja syaraf parasimpatik. Efeknya mampu mengurangi aktivitas traktus
digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus vagus, kerugiannya adalah peningkatan
kecepatan metabolisme, peningkatan denyut jantung, dapat menyebabkan bradikardia
atau takikardia dan dilatasi pupil (Lane and Cooper, 2003).
Pemilihan anastesi yang tepat dan cara pemakaian yang tepat akan menimbulkan
efek samping yang minimal terhadap sistem tubuh, karena cara yang kurang tepat akan
mempengaruhi sistem respirasi, kardiovaskular dan temperature tubuh. Hal ini
disebabkan karena hampir semua jenis anastesi menimbulkan efek samping terhadap
20
system respirasi, kardivaskular dan temperature tubuh (Hall dan Clarke, 1983).
Kombinasi anastesi umum yang dipilih dalam tindakan pembedahan anjing Gio yaitu
kombinasi ketamine dan xylasin. Ketamin merupakan jenis obat anstesi yang dapat
digunakan ada hampir semua jenis hewan. Ketamin dapat menimbulkan efek yang
membahayakan, yaitu takikardia, hipersalivasi, meningkatkan ketegangan otot, nyeri
pada tempat penyuntikan dan bila berlebihan dosis akan menyebabkan pemulihan
berjalan lamban dan bahkan membahayakan. Efek samping yang tidak diharapkan dari
suatu pembiusan itu dapat diatasi dengan mengkombinasikan obat-obatan dan melihat
kelebihan masing-masing sifat obat yang dinginkan. Kombinasi yang paling sering
digunakan untuk ketamin adalah xylazine. Kedua obat ini merupakan agen kombinasi
yang saling melengkapi antara efek analgesik dan relaksasi otot, Ketamin memberikan
analgesik sedangkan xylazine menyebabkan relaksasi otot yang baik. Penggunaan
xylazine akan mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan
oleh penggunaan ketamine. Penggunaan kombinasi ketamin-xylazine sebagai anestesi
umum juga mempunyai banyak keuntungan, antara lain : mudah dalam pemberian,
ekonomis, induksinya cepat begitu pula dengan pemulihannya, mempunyai pengaruh
relaksasi yang baik dan jarang menimbulkan komplikasi klinis (Yuiniayanti dkk., 2010).
Selama tindakan pembedahan dilakukan anjing Gio diberikan infuse ringer laktat
(RL). RL merupakan cairan yang fisiologis. RL banyak digunakan sebagai replacement
therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang
terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang
berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Akan tetapi kadar
kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh sehari-
hari, terutama untuk kasus defisiensi kalium. Larutan RL tidak mengandung glukosa,
sehingga bila dibutuhkan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah
terjadinya ketosis. Larutan RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit
Na+(130 mEq/L), Cl-(109 mEq/L), Ca+(3 mEq/L),dan laktat (28 mEq/L).
Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1.000 ml. Indikasi
penggunaan RL sebagai pengganti cairan elektrolit dan sumber kalori, sebagai penambah
volume darah pada keadaan shock, dehidrasi dan perdarahan, serta untuk mengatasi
alkalosis dan asidosis (menormalkan pH darah) (Kirk dan Bistner, 1985).
21
Selain itu juga disiapkan kombinasi penstrep untuk diberikn pada area jahitan
luka operasi. Penstrep merupakan obat campuran antara penicillin dan streptomisin
sehingga diharapkan daya kerjanya berspektrum luas. Penicillin bekerja dengan
menghambat kerja enzim transpeptidase pada pembentukan dinding sel bakteri sehingga
hanya efektif pada bakteri gram positif. Sedangkan streptomisin bekerja dengan
menghambat sintesa protein bakteri langsung pada ribosom sub unit 30 S dan
mengganggu penerjemahan kode genetik sehingga efektif terhadap bakteri gram negatif
(Brander,1991).
Pemberian terapi pasca operasi berupa betamox injeksi serta terapi suportif berupa
pemberian calvidog dan livron B-pleks. Betamox mengandung amoxycilin 150mg/ml
dosis pemberiannya 0,1 ml/kgBB. Diberikan dua kali sehari karena bersifat longacting
dengan dosis 0,5ml. Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan
stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada
saluran pencernaan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam urin (Siswandono, 2000).
Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotic serupa dengan ampisilin. Beberapa
keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna
lebih sempurna, sehingga kadarnya dalam plasma lebih tinggi (Siswandono, 2000).
Penunjang lain yang dibrikan yaitu livron B-pleks yang merupakan vitamin B kompleks
yang diindikasikan untuk anemia serta suplemen dalam masa penyembuhan suatu
penyakit atau beberapa penyakit infeksi (IAI, 2013).
Pemberian calvidog juga dilakukan untuk membantu proses kesembuhan karena
mengandung vitamin dan mineral terutama calcium yang baik untuk pertumbuhan tulang.
Sesuai dengan yang dikemukakan Price dan Wilson (2002) bahwa pemberian suplemen
kalsium pada hewan pasca operasi patah tulang dapat membantu proses pembentukan
callus, sehingga mempercepat proses kesembuhan tulang. Asam Mefenamat sebagai
antinflamasi dan analgesic juga diberikan pada anjing Gio. Sebagai antiinflamasi non-
streroid (AINS) asam mefenamat mampu mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran (Tjay dan Raharja, 2007).
Selain terapi berupa pengobatan, memberikan makanan bernutrisi juga
menunjang kesembuhan dan kondisi pasien. Hewan yang mengkonsumsi makanan yang
bergizi mempunyai pembentukan urat daging dan pertumbuhan tulang yang lebih baik
22
disertai dengan konsumsi vitamin dan mineral yang cukup. Hewan yang mengalami
kekurangan mineral yang berfungsi untuk komponen tulang seperti fosfor dan kalsium
makan tulangnya akan menjadi rapuh. Maka dari itu diperlukan nutrisi yang baik dan
seimbang bagi anjing Gio untuk mendukung proses kesembuhan pasca operasi. Lebih
lanjut Frandson (1996) mengatakan bahwa penyembuhan patah tulang akan terjadi
dengan cepat terutama pada hewan muda, terutama jika antar fragmen tulang yang patah
terfiksasi dengan baik, dan sisi-sisi dari tulang yang patah mempunyai suplai darah yang
baik.
Terapi lain yang memungkinkan yaitu latihan berjalan. Pada manusia latihan
pasca operasi menurut beberapa penelitan akan sangat membantu kekuatan otot. Seperti
yang disampaikan Waher,Salmond & Pellino (2002), latihan gerak sendi dapat segera
dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (endurance) sehingga
memperlancar aliran darah serta suplai oksigen untuk jaringan sehingga akan
mempercepat proses penyembuhan. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu ambulasi yang
berarti aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera pada pasien pasca operasi. Pengaruh ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan
dan fleksibilitas sendi. dan keuntungan dari latihan secara perlahan dapat meningkatkan
toleransi aktivitas otot (Kozier, 2010). Hal ini mungkin dapat diterapkan pada pasien
(hewan) pasca pembedahan orthopedic seperti pada kasus fraktur femur , walaupun hanya
sekedar gerakan ringan dengan mengajak hewan berlatih untuk berjalan.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam kasus ini anjing mengalami
fraktur complete pada os femur kiri. Dilakukan pemeriksaan fisik dan palpasi hal ini
dilakukan sesuai dengan saran pemeriksan yang dianjurkan Widodo (2011). Selain itu
dilanjutkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien fraktur tersebut yaitu
dilakukan pemeriksaan rontgen. Tujuan pemeriksaan ini yaitu untuk menentukan lokasi /
luasnya fraktur / trauma (Tucker, 1998).
Fraktur terjadi bila terdapat interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur
disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks
dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap
ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang
dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retensi (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar
penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada
jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui,
apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung. (Mahartha dkk. ,
2011).
Pada kasus ini dilakukan penanganan berupa tindakan pembedahan dengan
pemasangan pen. Pasca pembedahan Kondisi pasien anjng Gio mulai membaik akan
tetapi mengalami kepincangan permanent yaitu kaki yang mengalami cedera lebih
pendek daripada kaki yang lainnya. Menurut Adams (1992) pemendekan pada tulang
pasca pembedahan dapat disebabkan oleh mal union (mal union adalah penyambungan
fragment patahan tulang pada posisi yang tidak sempurna), loss of bone, gangguan pada
ephyfiseal pada umur muda serta dapat disebabkan oleh karena salah satu atau kedua sisi
tulang berhenti tumbuh sebelum tumbuh secara sempurna.Jika seluruh tulang panjang
berhenti bertumbuh secara sempurna maka akan megakibatkan pendeknya salah satu
24
tulang panjang dibandingkan tulang panjang lainnya (Kasron, 2012). Selain itu, apabila
suplai nutrisi terhenti ke bagian yang mengalami fraktur maka proses kesembuhan tulang
juga akan terganggu.
Proses penyembuhan tulang merupakan proses yang kompleks, umumnya
membutuhkan waktu 6 sampai 8 minggu untuk menyembuhkan ke tingkat yang
signifikan. Kecepatan dan keberhasilan berbeda antara individu dan waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk
jenis fraktur, usia pasien, kondisi medis yang mendasari, dan status gizi. Proses
penyembuhan tulang memiliki tiga tahap yaitu peradangan, produksi tulang, dan
remodeling tulang (American college of foot an ankle surgeons, 2008). Lebih lanjut
sesuai yang disampaikan Untoro (2004) bahwa hal lain yang mempengaruhi kesembuhan
patah tulang yaitu umur hewan. Pada hewan muda penyembuhan akan lebih cepat
terutama jika antar fragment patahan tulang terfiksasi dengan baik dan sisi-sisi dari tulang
yang mengalami patahan mendapatkan suplai darah yang cukup. Dalam menunjang
proses kesembuhan diperlukan terapi yang tepat. Dalam kasus anjing Gio diterapi dengan
pemberian antibiotik, analgesik dan antiinflamasi serta terapi penunjang berupa
pemberian vitamin dan mineral mengandung Calsium pasca operasi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. J., 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth Edition, Churchill
Livingstone, New York, hal. 48-67, 235-237.
Brander, D.M. Pugh, R.J. Bywater and W.L. Jenkins.1991. Depolarizing blocking agents. In:
Veterinary Applied Pharmacology&Therapeutics. Baillire Tindall, London, pp. 94-96
Capulli, A.K., Kazanovicz, A.J., Kuhn, M.P., dan Partridge, K.E.2011. Internal Splint For
Fracture Fixation In Canines. A Major Qualifying Project Report Submitted to the
Faculty of Worcester Polytechnic Institute In Partial Fulfillment of the Requirements for
the Degree of Bachelor of Science
Helmi, N.Z. (2012). Buku Ajar : Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba Medika
Kirk dan Bistner, S.I.1985.Hand Book of Veterinary Prosedures and Emergency Treatment.
Fourth edition.W.B.Saunders Company
Jay R. Lieberman MD, Gary E. Friedlaender MD2005 .Bone Regeneration and Repair. Biology
and Clinical Applications
Lennon, Paddy .2008.American college of foot and ankle surgeons. Bone healing. The Canine
Hindlim Original Photos Courtesy of Mary Ferguso Students at University College Dublin,
School of Veterinary Med
Maharta GRA, Maliawan S, Kawiyana KS. 2011. Manajemen fraktur pada trauma muskeletal.
Bali: FK Udayana Bali
Olmstead, M.L., E.L.Egger, A.L. Johnson and L.J. Wallace.1995.Principales of Frakture Reapir
in Small Animal Orthopedi.Mosby year Book Inc.,St. Louis Pp.111-159
Price, S.A. dan L.M., Wilson.2002.Pathophysiologi: Clinical Concepts of Disease Process.6th ed.,
vol, 1, Elsevier Science.Tennesee
Rudi,M. M.2006.Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat dibandingkan NaCl 0,9% terhadap
Keseimbangan Asma-Basa pada Pasien Sectio Caesaria dengan Anastesi Regional
26
diajukan sebagai Syarat untuk Menempuh Pendidikan Magister Biomedis-Program
Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Anesthesiologi.
Sfeir C, Ho L, Doll BA, Azari K, Hollinger JO. 2005. Fraktur repair, Human Pess Inc, Totowa,
NJ.
Sjamsuhidayat R, Jong W. 2010. Buku ajar ilmu bedah edisi 3. Jakarta: Jakarta.
Siswandono. (2000). Kimia Medicinal. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 124
Tucker, SM. 1998. Standar perawatan pasien: proses keperawatan, diagnosa dan evaluasi.
Edisi V. Jakarta: EGC.
Tjay, T.H. dan Kirana, R.2007.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya.Edisi keenam,Jakarta : Elex Media Komputindo
Untoro, M., Syafrudin dan Santosa, A.B.2004.Radiografi Patah Tulang Paha Setelah Pemakaian
Pen Intramedular pada Anjing.Sain Vet XXII(1)
27