Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

ALERGI SUSU SAPI


Disusun Untuk Melengkapi Syarat Internsip
di RSK Sumberglagah
Mojokerto, Jawa Timur

Disusun Oleh:

dr. Berthy Al Mungiza


SIP. 445/2641/DU/416-102.C/2017

Pendamping :

dr. Rudiana Kurniawan


NIP. 19791215 201410 1 001

dr. Achmad Primaharianto


NIP. 19850705 201412 1 003

INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE 2017-2018

RSK SUMBERGLAGAH, MOJOKERTO, JAWA TIMUR

2017

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ALERGI SUSU SAPI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internship Indonesia 2017

Penyusun :

dr. Berthy Al Mungiza


SIP. 445/2641/DU/416-102.C/2017

Telah Disetujui Oleh :

Pendamping

dr. Rudiana Kurniawan dr. Achmad Primaharianto


NIP. 19791215 201410 1 001 NIP. 19850705 201412 1 003

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

No Rekam Medis : 089512


Tanggal Masuk RS : 3 Mei 2017 Jam 15.00 WIB
Tanggal Keluar RS : 7 Mei 2017 Jam 10.00 WIB

Nama Pasien : F.A


Umur : 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn A.S
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Nama Ibu : Ny. E.N
Umur : 27 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : S1
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Alamat : Pacet, Mojokerto

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien.
Keluhan Utama : BAB lembek warna kuning dengan bercak sedikit hijau
Keluhan Tambahan : ruam kemerahan di perut, perut kembung, batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa orang tuanya ke Rumah Sakit dengan keluhan BAB lembek warna
kuning dengan bercak kehijauan 2x sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
disertai perut kembung, batuk, dan terdapat ruam kemerahan pada perut pasien.
Keluhan demam dan muntah disangkal.

3
Keluhan dirasakan setelah pasien diberi susu Lactogen oleh ibunya. Sejak usia 1
bulan, pasien sudah diberi susu formula karena ASI ibu pasien sulit keluar. ASI
diberikan sampai usia pasien 2 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan serupa ruam pada tubuh sebelumnya saat usia 1
bulan setelah diberikan susu SGM. Selanjutnya orang tua pasien mengganti susu
formula menjadi Soy Milk, namun hanya 1x pemberian, orang tua pasien mengganti
dengan susu Frisian Flag. Karena keluhan yang sama, susu kembali diganti dengan
Nutribaby. Saat usia 3 bulan, orang tua pasien mengganti susu formula menjadi susu
Lactogen.

Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala serupa
Riwayat alergi pada kedua orang tua disangkal, namun orang tua tidak mengetahui
keluarga yang lain memiliki alergi atau tidak.

Riwayat Kehamilan
Ibu pasien berumur 27 tahun dan hamil yang pertama (G1P0A0). Ibu selalu rutin
ANC di Posyandu. Ibu pasien tidak mempunyai riwayat TD tinggi selama hamil ini.
Riwayat sakit kuning selama hamil dan kencing manis disangkal oleh ibu pasien. Ibu
pasien mengaku pernah didiagnosis menderita penyakit kelebihan hormon tiroid.
Namun saat diperiksa laboratorium, hasilnya normal. Riwayat mengkonsumsi obat-
obatan selama hamil tidak ada dan tidak ada riwayat memelihara kucing dirumah.

Riwayat Kelahiran
Cara persalinan : Pervaginam, presentasi kepala
Berat badan lahir : 2900 gram (berat lahir cukup)
Masa gestasi : Aterm
Lingkar kepala : Tidak diketahui
Keadaan setelah lahir : Langsung menangis, pucat (-), biru (-), kuning (-),
kejang (-).
Kelainan bawaan : Tidak ada

4
Anak ke :1
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal

Riwayat Tumbuh Kembang

Mengikuti objek dengan mata : 2 bulan


Bereaksi terhadap suara/bunyi : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Kesan : perkembangan dan kepandaian berkembang sesuai usia

Riwayat Nutrisi

Susu : Sejak lahir, ibu mengalami kesulitan ASI dan sudah memberikan susu
formula pada pasien sejak usia 1 bulan. Pemberian ASI dilakukan sampai pasien
berusia 2 bulan, setelah itu pasien hanya diberi susu formula. Pemberian susu formula
dilakukan setiap kali pasien mau minum 3jam sekali. Ibu mengaku sudah mencoba
memijat payudaranya tetapi tetap juga tidak mau keluar.
Makanan padat : Ibu pasien mengaku tidak pernah memberikan pasien makanan lain
selain susu formula
Kesan : kualitas pemberian makanan kurang baik

Riwayat Imunisasi

Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, BCG, dan Polio I

Kesan : imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Gerak aktif, tidak rewel
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign : Nadi 124 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Respiratory rate : 34 x/menit.
Suhu : 36,80C
STATUS GIZI
Berat Badan : 5,7 kilogram
Panjang Badan : 52 cm
Umur : 3 bulan

5
Bulan -3SD -2SD -1SD Median 1SD 2SD 3SD

0 2.0 2.4 2.8 3.2 3.7 4.2 4.8

1 2.7 3.2 3.6 4.2 4.8 5.5 6.2

2 3.4 3.9 4.5 5.1 5.8 6.6 7.5

3 4.0 4.5 5.2 5.8 6.6 7.5 8.5

4 4.4 5.0 5.7 6.4 7.3 8.2 9.3

Tabel 1. BB/U sejak usia lahir-60 bulan untuk anak perempuan


Status gizi BB/U : Median status gizi baik (-2 SD sampai dengan 2 SD)

STATUS GENERALIS
Kelainan mukosa kulit /subkutan yang menyeluruh
Ruam kemerahan : (+) di regio abdomen
Pucat : (-)
Kulit kering : (-)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Perdarahan : (-)
Edema umum : (-)
Turgor : baik
Lemak dibawah kulit : cukup
Pembesaran kelenjar generalisata : (-)

Kepala
Bentuk : mesocephal
UUB : rata, tidak cekung
Rambut : rambut hitam tipis distribusi merata, tidak mudah dicabut
Kulit : ikterus (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflex
cahaya (+/+), mata cekung (-/-)
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)

6
Mulut : bentuk normal, sianosis (-)

Leher
Bentuk : simetris
Trakhea : di tengah
Pembesaran limfonodi (-)

Thorax
Bentuk : normal, simetris (+/+)
Retraksi : (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga IV garis midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : pergerakan pernafasan simetris (+/+)
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Distended, massa (-), tampak ruam kemerahan (+)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel, turgor kulit < 2 detik

Anogenital
Tidak ada kelainan

Ekstremitas
Superior : Simetris (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : Simetris (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap ( 3 Mei 2017) jam 19.41
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 10.1 L = 13.0-17.0 ; P = 12.0-16.0 g/dL
AL 6.360 4.700-10.000 Sel/ul darah
Eosinofil - 1-3
Basofil - 0-1
Netrofil 51 50-70
Limfosit 44 20-40
Monosit 5 2-6
LED 15/22 L = 10/20 ; P= 15/30 mm/J 1/J2
PCV 31.0 L = 37-43% ; P = 40-48 %
Trombosit 357.000 150.000-350.000 Sel/ ul darah

Pemeriksaan Darah Lengkap ( 6 Mei 2017) jam 19.20


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 10.7 L = 13.0-17.0 ; P = 12.0-16.0 g/dL
AL 6.100 4.700-10.000 Sel/ul darah
Eosinofil - 1-3
Basofil - 0-1
Netrofil 23 50-70
Limfosit 73 20-40
Monosit 4 2-6
PCV 31.8 L = 37-43% ; P = 40-48 %
Trombosit 415.000 150.000-350.000 Sel/ ul darah

Pemeriksaan USG (4 Mei 2017)


Fecalith terutama di cavum abdomen kanan bawah
GB tidak dapat dievaluasi e.c non fasting phase
Tak tampak kelainan pada liver/ Ren D et S/ Pankreas/ Spleen/ VU

8
E. DIAGNOSA KERJA
- Alergi susu sapi
F. DIAGNOSIS BANDING
- Intoleransi laktosa
G. PENATALAKSANAAN

1. Infus D10 0,18S 300cc/24 jam


2. Nebu RL 2 cc: combivent 0,5cc 1-3x/hari
3. Medikamentosa
- Ceftriaxon 2 x 200 mg i.v
- Dexamethasone i.v 1 ampul hanya di IGD (1x)
- Paracetamol 2-6 x 50 mg iv k/p
- Cetirizin 0-0-1/2 cth p.o
- L-BIO 2 x sacch p.o
- Formula LLM / Mix

9
H. FOLLOW UP
Pemeriksaan 3-5-2017 (H-1) 4-5-2017(H-2) 5-5-2017(H-3) 6-5-2017(H-4)

Keluhan
kembung (+) (+) Berkurang (-)
batuk (+) (+) Berkurang (-)
BAB lembek (+) > 1x (+) 1x (-) tidak BAB (-) BAB biasa 1x
tidak lembek
ruam merah (+) (+) Berkurang (-)

Pemeriksaan
Fisik
KU Gerak aktif Gerak aktif Gerak aktif Gerak aktif
Vital sign
- Nadi 124x/menit 120x/menit 124x/menit 120x/menit
- RR 34x/menit 32x/menit 30x/menit 30x/menit
- Suhu 36,80C 36,50C 36,80C 36,80C
Thorax
- Rhonki (+/+) (-/-) (-/-) (-/-)
Abdomen
- Distended (+) (-) (-) (-)
- BU (+) meningkat (+) normal (+) normal (+) normal
- Ruam (+) (+) (+) berkurang (-)

Pemeriksaan Hb = 10.1 Hb = 10.7


Penunjang AL = 6.360 AL = 6.100
(DL) AT = 357.000 AT = 415.000
USG Fecalith pada
cavum abdomen
kanan bawah (+)

Terapi Infus D10 0,18S Terapi H-1 + Terapi H-2 lanjut Terapi H-3 lanjut
300cc/24 jam Metilprednisolon Rencana DL untuk Terapi pulang :
evaluasi Sucralfat syr
Nebu RL 2 cc: 3 x 1,4 mg p.o
2x0,5 cc p.o
combivent 0,5cc
MP 3x 1,4 mg p.o
1-3x/hari

10
Ceftriaxon 2 x L-Bio 2x sacch
200 mg i.v
Dexa i.v 1 amp
ekstra (1x)
Paracetamol 2-6
x 50 mg iv k/p
Cetirizin 0-0-1/2
cth p.o
L-BIO 2 x
sacch p.o
Formula LLM /
Mix

I. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Ad bonam
- Quo ad Functionam : Ad bonam
- Quo ad Sanationam : Ad bonam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ALERGI SUSU SAPI

II.1 Definisi
Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu penyakit yang berdasarkan reaksi imunologi yang
timbul akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapid an reaksi ini
dapat terjadi segera atau lambat.1 Alergi susu sapi biasanya dikaitkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE, walaupun demikian ASS dapat
diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan
antara keduanya.2
II.2 Prevalensi
Prevalensi alergi susu sapi sekitar 2-7,5% dan reaksi alergi terhadap susu sapi masih
mungkin terjadi pada 0,5% pada bayi yang mendapat ASI eksklusif. Sebagian besar reaksi
alergi susu sapi diperantarai oleh IgE dengan prevalens 1.5%, sedangkan sisanya adalah tipe
non-IgE. Gejala yang timbul sebagian besar adalah gejala klinis yang ringan sampai sedang,
hanya sedikit (0.1-1%) yang bermanifestasi klinis berat.2
II.3 Klasifikasi
Alergi susu sapi dapat dibagi menjadi:
a. IgE mediated, yaitu: Alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala klinis timbul
dalam waktu 30 menit sampai 1 jam (sangat jarang > 2 jam) mengkonsumsi protein susu sapi.
Manifestasi klinis: urtikaria, angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik, muntah, nyeri perut,
diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. Dapat dibuktikan dengan kadar IgE
susu sapi yang positif (uji tusuk kulit atau uji RAST).2
b. Non-IgE mediated, yaitu: Alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh IgE, tetapi
diperantarai oleh IgG dan IgM. Gejala klinis timbul lebih lambat (1-3 jam) setelah
mengkonsumsi protein susu sapi. Manifestasi klinis: allergic eosinophilic gastroenteropathy,
kolik, enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.2
II.4 Manifestasi Klinis
Gejala ASS biasanya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Dua puluh
delapan persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari, dan 68% setelah 1
bulan. Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ tubuh yang

12
sering terkena yaitu kulit, sistem saluran napas, saluran cerna. Gejala klinis yang dapat terjadi
pada ketiga sistem tersebut ialah1 :
a. Kulit : urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopic
b. Saluran napas : hidung tersumbat, rhinitis, batuk berulang dan asma
c. Saluran cerna : muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah
Gejala sistemik : renjatan
Penyakit ASS akan menghilang (toleran) sebelum usia 3 tahun pada 85% penderita.
Sebagian besar ASS pada bayi adalah tipe cepat yang diperantarai oleh Ig E dan gejala
utama adalah ruam kulit, eritema peroral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis,
sedangkan bila gejala lambat dan mengenai saluran cerna berupa kolik, muntah dan diare
biasanya bukan diperantarai oleh Ig E.1
Pada alergi susu sapi, terdapat penetrasi molekul antigen ke dalam tubuh, yang
merangsang reaksi imunologik. Reaksi ini tidak timbul saat kontak pertama dengan antigen
(sensitisasi), tetapi gejala akan timbul pada pajanan yang kedua kali dengan alergen yang
sama (aktivasi). Umumnya, pajanan ulang oleh substansi antigenik/ alergen akan
meninggikan respons imun sekunder yang bersifat spesifik.6
Pajanan antigen/alergen di dalam lumen usus individu yang telah tersensitisasi akan
menimbulkan degranulasi sel mast, yang selanjutnya melepaskan mediator-mediator kimia
(histamine, prostaglandin, ECFA, PAF) yang kemudian akan berpengaruh langsung pada
epitelium, endotelium, dan otot polos, atau memberi pengaruh tidak langsung melalui serabut
saraf. Keadaan ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas tipe langsung atau cepat
yang diperantarai oleh antibodi IgE. Selain sel mast, sel lainnya (seperti neutrofil dan,
khususnya, eosinofil) ikut berperan dalam memodulasi reaksi hipersensitivitas, baik secara
langsung maupun tidak langsung (berinteraksi dengan sel mast).6,8
Manifestasi klinik karena interaksi histamin dengan reseptornya antara lain, reseptor
H1 ditemukan terutama di otot polos saluran napas dan sistem vaskular dapat menyebkan
bronkokonstriksi, meningkatkan sekresi mukosa hidung/hipersekresi kelenjar. Histamin juga
menyebabkan sel endotel memproduksi relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oksida
nitrat yang mengakibatkan vasodilatasi sehingga menyebabkan pruritus.8

Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal lambung dan menyebabkan meningkatnya


produksi asam lambung,meningkatkan peristaltik otot polos, sedangkan reseptor H3 terutama
pada terminal saraf.8

13
Pengetahuan tentang mekanisme yang diperantarai non IgE masih kurang. Mungkin
melibatkan aktivasi sel inflamator melalui interferon-gamma.4
Gangguan akibat reaksi hipersensitivitas terhadap makanan pada saluran napas bagian
atas dapat terjadi melalui 3 cara, yakni (1) alergen yang diserap di usus, atau mediator kimia
yang mencetuskan respons hipersensitivitas di usus, dibawa aliran darah hingga mencapai
saluran napas atas, (2) alergen terhirup ke dalam saluran napas sewaktu makan dan minum,
(3) kontak faring dengan alergen ketika menelan.6

II.5 Diagnosis
Diagnosis ASS ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.3

Anamnesis3

- Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi/ makanan yang mengandung
susu sapi
- Jumlah susu yang diminum/makanan mengandung susu sapi
- Penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan
alergi obat pada keluarga (orang tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan pasien
sendiri.
- Gejala klinis pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ras
- Saluran napas: batuk berulang terutama pada malam hari, setelah latihan asma, rinitis
alergi
- Saluran cerna, muntah, diare, kolik dan obstipasi.

Pemeriksaan fisik3

Pada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis atopik allergic shiners,
Siemen grease, geographic tongue, mukosa hidung pucat, dan mengi.3

Beberapa diagnosis banding yang perlu disingkirkan adalah kelainan metabolisme


bawaan, kelainan anatomi, coeliac disease, insufisiensi pankreas (cystic fibrosis), intoleransi
laktosa, keganasan dan infeksi. Keadaan yang menyulitkan adalah bila terdapat 2
keadaan/penyakit yang terjadi bersamaan. Pada anak dengan penyakit refluks
gastroesofageal, sekitar 15 - 20% juga alergi terhadap susu sapi.2

14
Tabel 1. Perbedaan Alergi Susu Sapi dan Intoleransi Laktosa4

II.6 Pemeriksaan Penunjang

1. IgE spesifik

a. Uji tusuk kulit (Skin prick test )

Pasien tidak boleh mengkonsumsi antihistamin minimal 3 hari untuk antihistamin


generasi 1 dan minimal 1 minggu untuk antihistamin generasi 2. Uji tusuk kulit dilakukan di
volar lengan bawah atau bagian punggung (jika --didapatkan lesi kulit luas di lengan bawah
atau lengan terlalu kecil). Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan.2

Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar < 50% (nilai duga positif <
50%), sedangkan bila uji kulit negatif berarti alergi susu sapi yang diperantarai IgE dapat
disingkirkan karena nilai duga negatif sebesar > 95%.2

b. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test)

Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yang baik dengan uji kulit, tidak
didapatkan perbedaan bermakna sensitivitas dan spesifitas antara uji tusuk kulit dengan uji
IgE RAST . Uji ini dilakukan apabila uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan antara lain karena
adanya lesi adanya lesi kulit yang luas di daerah pemeriksaan dan bila penderita tidak bisa
lepas minum obat antihistamin.2

15
Bila hasil pemeriksaan kadar serum IgE spesifik untuk susu sapi > 5 kIU/L pada anak
usia 2 tahun atau > 15 kIU/L pada anak usia > 2 tahun maka hasil ini mempunyai nilai duga
positif 53%, nilai duga negatif 95%, sensitivitas 57%, dan spesifisitas 94%.2

c. Uji eliminasi dan provokasi

Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC) merupakan uji baku
emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini dilakukan berdasarkan riwayat
alergi makanan, dan hasil positif uji tusuk kulit atau uji RAST. Uji ini memerlukan waktu dan
biaya. Jika gejala alergi menghilang setelah dilakukan iet eliminasi selama 2-4 minggu, maka
dilanjutkan dengan uji provokasi yaitu memberikan formula dengan bahan dasar susu sapi.
Uji provokasi dilakukan di bawah pengawasan dokter dan dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas resusitasi yang lengkap. Uji tusuk kulit dan uji RAST negatif akan mengurangi reaksi
akut berat pada saat uji provokasi.2

Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, maka
diagnosis alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi dinyatakan negatif bila tidak timbul
gejala alergi susu sapi pada saat uji provokasi dan satu minggu kemudian, maka bayi tersebut
diperbolehkan minum formula susu sapi. Meskipun demikian, orang tua dianjurkan untuk
tetap mengawasi kemungkinan terjadinya reaksi tipe lambat yang bisa terjadi beberapa hari
setelah uji provokasi.2

d. Pemeriksaan darah pada tinja

Pada keadaan buang air besar dengan darah yang tidak nyata kadang sulit untuk
dinilai secara klinis, sehingga perlu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan seperti chromiun-
51 labelled erythrocites pada feses dan reaksi orthotolidin mempunyai sensitivitas dan
spesifitas yang lebih baik dibanding uji guaiac/benzidin. Uji guaiac hasilnya dipengaruhi oleh
berbagai substrat non-hemoglobin sehingga memberikan sensitivitas yang rendah (30-70%),
spesifisitas (88-98%) dengan nilai duga positif palsu yang tinggi.2

II.7 Tatalaksana
1. Nutrisi
1.1. Prinsip utama terapi untuk alergi susu sapi adalah menghindari (complete avoidance)
segala bentuk produk susu sapi tetapi harus memberikan nutrisi yang seimbang dan sesuai
untuk tumbuh kembang bayi/anak.2
1.2. Untuk bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat melanjutkan pemberian
ASI dengan menghindari protein susu sapi dan produk makanan yang mengandung susu sapi

16
pada diet ibu. ASI tetap merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi susu sapi.
Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui yang membatasi protein
susu sapi dan produk makanan yang mengandung susu sapi.2

1.3. Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula:

Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu sapi adalah susu hipoalergenik.
Susu hipoalergenik adalah susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi/anak
dengan diagnosis alergi susu sapi bila dilakukan uji klinis tersamar ganda dengan interval
kepercayaan 95%. Susu tersebut mempunyai peptida dengan berat molekul < 1500 kDa. Susu
yang memenuhi kriteria tersebut ialah susu terhidrolisat ekstensif dan susu formula asam
amino. Sedangkan susu terhidrolisat parsial tidak termasuk dalam kelompok ini dan bukan
merupakan pilihan untuk terapi alergi susu sapi.2

Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang dianjurkan pada alergi susu
sapi dengan gejala klinis ringan atau sedang. Pada alergi susu sapi berat yang tidak membaik
dengan susu formula terhidrolisat ekstensif maka perlu diberikan susu formula asam amino.2

Eliminasi diet menggunakan formula susu terhidrolisat ekstensif atau formula asam
amino diberikan sampai usia bayi 9 atau 12 bulan, atau paling tidak selama 6 bulan. Setelah
itu uji provokasi diulang kembali, bila gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran
dan susu sapi dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi diet
dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya. 2

1.4. Pada bayi dengan alergi susu sapi, pemberian makanan padat perlu menghindari adanya
protein susu sapi dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI).2

1.5. Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya,
maka pada bayi di atas 6 bulan dapat diberikan formula kedelai dengan penjelasan kepada
orangtua mengenai kemungkinan reaksi silang alergi terhadap protein kedelai. Angka
kejadian alergi kedelai pada pasien dengan alergi susu sapi berkisar 10-35% % (tipe IgE 12-
18%, tipe non IgE 30-60%).2

1.6. Susu mamalia lain selain sapi bukan merupakan alternatif karena berisiko terjadinya
reaksi silang. Selain itu, susu kambing, susu domba dan sebagainya tidak boleh diberikan
pada bayi di bawah usia 1 tahun kecuali telah dibuat menjadi susu formula bayi. Saat ini
belum tersedia susu formula berbahan dasar susu mamalia selain sapi di Indonesia. Selain itu
perlu diingat pula adanya risiko terjadinya reaksi silang.2

17
2. Medikamentosa
Medikamentosa memegang peran yang sangat penting pada pengobatan penyakit
alergi, baik untuk gejala yang akut, kronik maupun sebagai terapi profilaksis. Gejala yang
ditimbulkan alergi susu sapi diobati sesuai gejala yang terjadi.1
1. Antihistamin : obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Antihistamin terutama
dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang
disertai pelepasan histamin berlebih.1
2. Obat Adrenergik : obat ini disebut juga golongan simpatomimetik amin. Efeknya
paling sedikit melalui 2 sistem yang berbeda. Reseptor adrenergik berperan dalam
konstriksi otot polos arteri, vena, bronkus, sfingter kandung kencing serta relaksasi
otot usus halus. Reseptor adrenergik berperan sebaliknya dalam relaksasi otot polos
bronkus, uterus, dan pembuluh darah. Konsep adrenergik telah membedakan agonis
1 yang menimbulkan lipolisis dan stimulasi jantung serta agonis 2 yang berperan
pada bronkodilatasi, vasodilatasi, inhibisi pelepasan histamine, tremor otot rangka.1
a. Agonis adrenergik terutama dipakai sebagai dekongestan hidung karena efek
vasokonstriksinya pada arteriol mukosa hidung yang melebar sehingga
memperbaiki ventilasi nasal dan jalan sinus.1
b. Agonis adrenergik banyak dipakai pada pengobatan asma karena
kemampuannya menimbulkan bronkodilatasi melalui reseptor beta adrenergik di
paru.1
3. Metilxantin : sebagai obat utama untuk pengobatan asma akut maupun kronik1
4. Natrium Kromolat : obat ini mampu menghambat pelepasan mediator dari sel mast
dan basofil sehingga alergen yang masuk ke dalam badan tidak lagi menimbulkan
reaksi alergi.1
5. Obat Antikolinergik : obat ini efektif untuk mencegah bronkospasme oleh metakolin
tetapi tidak untuk bronkospasme oleh histamin.1
6. Kortikosteroid : obat ini dikenal mempunyai efek yang kuat sebagai anti-inflamasi
pada penyakit arthritis rheumatoid, asma berat, asma kronik dan berbagai kelainan
imunologi. Oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator,
kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan medikamentosa penyakit
alergi baik akut maupun kronik. Kortikosteroid juga memiliki efek terhadap eosinofil,
mengurangi jumlah dan menghalangi terhadap stimulus.1

18
7. Mukolitik dan Ekspektoran : ekpektoran meningkatkan pembersihan mukus dari
saluran bronkus.1
II.8 Prognosis
Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan angka remisi 45-55%
pada tahun pertama, 60-75% pada tahun kedua dan 90% pada tahun ketiga. Namun,
terjadinya alergi terhadap makanan lain juga meningkat hingga 50% terutama pada jenis:
telur, kedelai, kacang, sitrus, ikan dan sereal serta alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum
pubertas.2
II.9 Pencegahan
Pencegahan alergi susu sapi dilakukan dalam tiga tahap yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tersier. 3,5

a. Pencegahan primer dilakukan sebelum terjadi sensitisasi, penghindaran dilakukan


sejak pranatal pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran
susu sapi berupa pemberian susu sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis
secara parsial, supaya dapat merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian
hari karena masih mengandung sedikit partikel susu sapi.3,5
b. Pencegahan sekunder dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul
manifestasi penyakit alergi. Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan
IgE spesifik dalam serum atau darah talipusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan
yang optimal adalah usia 0 sampai 3 tahun. Penghindaran susu sapi dengan cara
pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau
pengganti susu sapi misalnya susu kedele supaya tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut
hingga terjadi manifestasi penyakit alergi. Selain itu juga disertai tindakan lain
misalnya imunomodulator, Th1- immunoajuvants, probiotik serta penghindaran asap
rokok. Tindakan ini bertujuan mengurangi dominasi sel limfosit Th2, diharapkan
dapat terjadi dalam waktu 6 bulan.3,5
c. Pencegahan tersier dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan
menunjukkan manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau
rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat misalnya asma. Saat tindakan
yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. Penghindaran juga dengan pemberian
susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi, serta tindakan lain pemberian
obat pencegahan misalnya setirizin, imunoterapi, imunomodulator serta penghindaran asap
rokok.3,5

19
BAB III
PEMBAHASAN

S (Subjective)

Pasien An. F umur 3 bulan diantar kedua orang tuanya ke RS Sumberglagah dengan
keluhan utama BAB lembek warna kuning dengan sedikit bercak hijau. Gejala alergi susu
sapi (ASS) biasanya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Dua puluh delapan
persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari, dan 68% setelah 1 bulan.
Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ tubuh yang sering
terkena yaitu kulit, sistem saluran napas, saluran cerna. Gejala klinis yang dapat terjadi pada
ketiga sistem tersebut ialah1 :
a. Kulit : urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopik
b. Saluran napas : hidung tersumbat, rhinitis, batuk berulang dan asma
c. Saluran cerna : muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah
Pada alergi susu sapi, terdapat penetrasi molekul antigen ke dalam tubuh, yang
merangsang reaksi imunologik. Reaksi ini tidak timbul saat kontak pertama dengan antigen
(sensitisasi), tetapi gejala akan timbul pada pajanan yang kedua kali dengan alergen yang
sama (aktivasi).6
Gangguan akibat reaksi hipersensitivitas terhadap makanan pada saluran napas bagian
atas dapat terjadi melalui 3 cara, yakni (1) alergen yang diserap di usus, atau mediator kimia
yang mencetuskan respons hipersensitivitas di usus, dibawa aliran darah hingga mencapai
saluran napas atas, (2) alergen terhirup ke dalam saluran napas sewaktu makan dan minum,
(3) kontak faring dengan alergen ketika menelan.6

O (Objective)

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada An.F didapatkan ronki (+)
pada thorax, dan pada abdomen terdapat ruam eritem (+), distended (+), bising usus
meningkat.

Pajanan antigen/alergen di dalam lumen usus individu yang telah tersensitisasi akan
menimbulkan degranulasi sel mast, yang selanjutnya melepaskan mediator-mediator kimia
seperti histamin dan prostaglandin yang kemudian akan berpengaruh langsung pada

20
epitelium, endotelium, dan otot polos, atau memberi pengaruh tidak langsung melalui serabut
saraf.

Manifestasi klinik karena interaksi histamin dengan reseptornya antara lain, reseptor
H1 ditemukan terutama di otot polos saluran napas dan sistem vaskular dapat menyebkan
bronkokonstriksi, meningkatkan sekresi mukosa hidung/hipersekresi kelenjar. Histamin juga
menyebabkan sel endotel memproduksi relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oksida
nitrat yang mengakibatkan vasodilatasi sehingga menyebabkan pruritus.8

Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal lambung dan menyebabkan meningkatnya


produksi asam lambung,meningkatkan peristaltik otot polos.8

A (Assesment)

Alergi susu sapi


Anamnesa : pasien BAB lembek, kembung, batuk dan terdapat bintik
kemerahan pada kulit perut pasien
Pemeriksaan : terdapat ronki (+/+) pada pemeriksaan thorax, dan pada
pemeriksaan abdomen, distended (+), bising usus (+) meningkat, ruam eritem
(+)

Berdasarkan tabel di atas, pasien ini dapat kita diagnosis sebagai alergi susu
sapi.

21
P (Planning)

Medika mentosa
Infus D10 0,18S 300cc/24 jam
Cairan infus D10 0,18 S artinya cairan tersebut memiliki kadar glukosa 100g/L, dan
kandungan garam (Na+ 31 mmol/L dan Cl- 31 mmol/L). Pada pasien ini diberikan
cairan maintanance glucose-saline D10 0,18S dengan tujuan untuk menghindari
hipoglikemia dan hiponatremia. Penghitungan cairan mulai dari 100ml/kg untuk 10
kg pertama.9
Nebu RL 2 cc: combivent 0,5cc 1-3x/hari
Pemberian agonis adrenergik 2 berperan untuk bronkodilatasi, vasodilatasi, inhibisi
pelepasan histamin yang terjadi pada kondisi pasien.1

Ceftriaxon 2 x 200 mg i.v


Indikasi : pemeriksaan klinis pasien dengan keluhan kembung, bab lembek dan batuk
berulang disertai ronki (+/+). Dosis yang diberikan 20-50 mg/kgBB/hari sampai 80
mg/kgBB/hari.7,10

Dexamethasone i.v 1 ampul, Metilprednisolon 3 x 1,4 mg p.o


Efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan
penting pada pengobatan medikamentosa penyakit alergi baik akut maupun kronik.
Kortikosteroid juga memiliki efek terhadap eosinofil, mengurangi jumlah dan
menghalangi terhadap stimulus. 1

Paracetamol 2-6 x 50 mg iv k/p


Merupakan obat antipiretik dan analgesik. Dapat digunakan dengan indikasi demam,
nyeri ringan-sedang. Pada pasien ini dapat digunakan, mengingat adanya degranulasi
sel mast yang dapat mengeluarkan mediator kimia salah satunya prostaglandin. 7,8

Cetirizin 0-0-1/2 cth p.o


Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi
atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih.1,8

L-BIO 2 x sacch p.o


Adalah golongan probiotik yaitu mikroorganisme hidup yang memiliki manfaat bagi
kesehatan manusia dengan efek immunomodulator yang khas untuk setiap strain dan

22
berperan dalam perkembangan sistem imun sistemik dan mukosa terutama toleransi
oral. Dapat digunakan sebagai pencegahan alergi tersier pada pasien. 5

Formula LLM / Mix


Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu sapi adalah susu
hipoalergenik. Susu yang memenuhi kriteria tersebut ialah susu terhidrolisat ekstensif
dan susu formula asam amino. Sedangkan susu terhidrolisat parsial tidak termasuk
dalam kelompok ini dan bukan merupakan pilihan untuk terapi alergi susu sapi.2

Sukralfat sirup 2x0,5 cc p.o


Sukralfat berfungsi untuk membentuk lapisan pelindung dengan membentuk
kompleks sukralfat dengan protein, menghambat aksi asam, pepsin dan garam
empedu, menghambat difusi asam lambung menembus lapisan sukralfat-albumin.
.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Akib, Arwin, A.P, Munasir, Zakiudin, Kurniati, Nia. 2010. Buku Ajar Alergi Imunologi
Anak Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 284 293, 419-427
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. 1-10
3. Sjawitri P Siregar. 2006. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi.
Sari Pediatri, 7(4) : 237-243
4. Crittenden RG, Bennett LE. Cows Milk Allergy : A Complex Disorder. J Am Coll Nutr,
24 : 91-582
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015. Pencegahan Primer Alergi. 1-20
6. Christanto, Anton, Oedono, Tedjo. 2011. Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga,
Hidung dan Tenggorokan. Cermin Dunia Kedokteran, 38(6) : 410-416
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. 2013. 1-
220
8. Merjianti, Lie. 1999. Peran Sel Mast dalam Reaksi Hipersensitivitas Tipe-1. J Kedokteran
Trisakti, 18(3): 145-153
9. World Health Organization. 2013. Hospital Care for Children : Guidelines for The
Management of Common Childhood Illnesses (second edition). p 305-378
10. Hadinegoro RS, Kadim M, Devaera Yoega, dkk. 2012. Update Management of Infectious
Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. 113-132
11. Kemenkes Republik Indonesia. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
1-24

24

Anda mungkin juga menyukai