Disusun Oleh:
Kelompok 3
Mengetahui
Kepala Ruangan
Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP. 14608/P
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, Rahmat, dan Ridha-Nya
alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul Asuhan
Keperawatan Hiperbarik Oksigen pada Ny. K dengan Diagnosa Medis Ulkus
Diabetes Mellitus di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya. Laporan
yang telah disusun oleh penulis ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas pada praktik profesi keperawatan Program Studi S1 Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Tidak lupa kami menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Kolonel Laut (K) dr. Herjunianto, Sp.PD., MMRS. Selaku Kalakesla Drs.
Med R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta
fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik
2. Dr. Nursalam, M. nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Letkol Laut (K) drg. Agung Wijayadi,Sp. Ort., selaku Kabagditlitbang
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan
waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini
5. Mayor Laut (K) Maedi S.Kep Selaku kepala ruangan di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
6. Serka Taukhid, S.Pd Selaku pembimbing klinik di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan motivasi, dukungan, arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
7. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.
8. IkaNur Pratiwi, S,Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Terima kasih atas kesabaran
dalam memberikan bimbingan, masukan arahan dan saran kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik.Akhirnya penyusun berharap semoga semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan bagi yang membaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.3 Etiologi
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel pankreas.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah usia ( resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat
keluarga, dan kelompok etnik
c. Diabetes Mellitus dengan Ulkus
a) Faktor endogen
(a) Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler
(b) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
(c) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
b) Faktor eksogen
(a) Trauma
(b) Infeksi
1.1.4 Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya ulkus diabetes mellitus:
a. Lama penyakit DM lebih dari 10 tahun
b. Usia pasien lebih dai 40 tahun
c. Riwayat merokok
d. Penurunan denyut nadi perifer
e. Kontrol gula darah yang buruk
f. Peningkatan tekanan pada kaki
g. Deformitas anatomis
h. Riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya
1.1.9 Komplikasi
Menurut Mansjoer et.al. (2007), komplikasi pada Diabetes Mellitus:
a. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemia (Kadar Gula darah kurang dari 60 gr/dL)
b) Sindroma Hiperglikeia Hiperosmolar Non Ketoasidosis (HHNK)
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik terjadi pada 10 sampai 15 tahun.
a) Makrovaskular
Sirkulasi darah coroner atau vascular perifer terganggu
b) Mikrovaskular
Terjadi retinopati dan nefropati
c) Neuropati
Mengenai syaraf sensorik mototrik dan otonom biasanya terjadi
impoten dan ulkus pedis
d) Rentan infeksi arteri
Seperti Tuberkulosis Paru dan Infeksi Saluran Kemih
1.1.10
1.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB)
1.2.1 Definisi Hiperbarik Oksigen
Terapi oksigen hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)
adalah terapi dimana pasien berada dalam suatu ruangan udara bertekanan
tinggi (hyperbaric chamber) dan menghirup 100% oksigen yang mana
tekanan oksigen tersebut lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfir (hingga
mencapai 2,4 ATA) (Oktaria, 2009). Terapi HBO (Hyperbaric Oxygen)
merupakan cara untuk meningkatkan kadar oksigen jaringan, dengan jalan
mengurangi pembengkakan akibat vasokonstriksi pembuluh darah. Pada saat
yang bersamaan, TOHB juga meningkatkan kadar oksigen dalam darah
(Neubauer, 1998). Oksigen tersebut diharapkan mampu menembus sampai ke
jaringan perifer yang kekurangan oksigen, sehingga suplai nutrisi dan oksigen
terpenuhi, sehingga jaringan luka dapat melakukan metabolisme dan
fungsinya (Smeltzer, 2002).
1.2.2 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi hiperbarik memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1. Kelainan atau penyakit penyelaman
Terapi HBO digunakan untuk kelainan atau penyakit penyelaman seperti
dekompresi, emboli gas dan keracunan gas.
2. Luka penderita Diabetes Mellitus
Luka pada penderita diabetes merupakan salah satu komplikasi yang
paling ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi pada kaki
dan disebabkan oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat
membunuh bakteri tersebut dan mempercepat penyembuhan luka.
3. Sudden Deafness
Sudden Deafness adalah penyakit tuli atau tidak mendengar yang terjadi
secara tiba-tiba, hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu),
bunyi-bunyian yang keras atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau
terhindar dari tuli permanen.
4. Manfaat Lain dari Terapi Hiperbarik Oksigen
a. Keracunan gas CO2.
b. Cangkokan kulit.
c. Osteomyelitis.
d. Ujung amputasi yang tidak sembuh.
e. Rehabilitasi paska stroke.
f. Alergi.
1.2.3 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi HBO diberikan pada pasien dengan penyakit klinis yang
berhubungan dengan asupan oksigen dalam darah seperti diabetes dengan
gangrene atau ulkus diabetikum dan luka bakar. Selain itu, terapi HBO dapat
diberikan pada pasien dengan penyakit klinis:
1. Emboli paru
2. Arthritis, osteomyelitis, fraktur tulang, varises, arthralgia
3. Penyakit jantung coroner, hipertensi
4. Penyakit vaskuler perifer, anemia, insufisiensi arteri perifer
5. Migraine, nyeri kepaka, vertigo, dan paresthesia
6. Oto-rhyno-laryngologi (Sudden Deafness, Tinitus, OMA/OMK, Rhinitis
alergi)
7. Asfiksia
8. Stroke
9. Dermatitis alergi
1.2.4 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Pada keadaan tertentu, terapi HBO tidak dapat diberikan, seperti pada kasus:
1. ISPA, sinusitis kronis, influenza
2. Demam tinggi
3. Epilepsi
4. Emfisema disertai retensi CO2
5. Kerusakan paru asimptomatik
6. Infeksi virus
1.2.5 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Komplikasi dapat terjadi saat dilakukan terapi oksigen hiperbarik jika
terdapat kesalahan dalam valsavah maupun kesalahan dalam
melakukan terapi oksigen hiperbarik, seperti barotrauma pada telinga,
sinus, paru, gigi mengalami trauma yang diakibatkan terapi, keracunan
oksigen, gangguan neurologis terjadi akibat tingginya kadar ksigen dan
dapat pula mengakibatkan katarak.
1.3 Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap Ulkus Diabetes Mellitus
1. Pengkajian
a. Pre HBO
1) Observasi TTV
2) Ambang demam
3) Evaluasi tanda tanda flu
4) Auskultasi paru
5) Uji GDA pada pasien dengan IDDM
6) Observasi cedera ortopedik dalam luka trauma
7) Tes pada toksiskasi karbondioksida/oksigen
8) Uji ketajaman penglihatan
9) Mengkaji tingkat nyeri
10) Penilaian status nutrisi
Zat dan benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan:
1. Semua zat yang mengandung minyak dan alkohol (parfum, hairspray,
deodorant, dsb)
2. Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung dan jam tangan
3. Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk gelembung antara
kornea dengan lensa
4. Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik dalam
chamber
5. Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan
terjadinya proses luka bakar apbila terjadi kebakaran didalam chamber.
6. Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia
(diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO)
b. Intra HBO
1) Mengamati tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasi/efek samping yang ditemukan saat terapi HBO
2) Mendorong pasien untuk menggunakan kombinasi teknik valsavah
manuver yang paling efektif dan aman
3) Pasien perlu diingatkan bahwa valsavah manuver hanya untuk
digunakan selama dekompresi dan mereka perlu bernafas secara normal
selama terapi
4) Jika pasien mengalami nyeri ringan hingga sedang, hentikan
dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri tidak kunjung reda, pasien
harus diukeluarkan dari chamber dan diperiksa oleh dokter THT
5) Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas normal
(jangan menelan uadara) dan menghindari makanan yang memproduksi
gas
6) Pantau adanya klaustrofobia, ajak ngobrol agar pasien terdistraksi
7) Monitor pasien selama dekompresi darurat untuk tanda-tanda
pneumonia
8) Segera cek gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia
c. Post HBO
1) Untuk pasien dengan tanda barotrauma, uji ontologis harus dilakukan
2) Tes gula darah pada pasien dengan IDDM
3) Pasien dengan iskemia trauma kaut, sindrom kompartemen, nekrosis
dan paska implan harus dilakukan penilaian status neurovaskular dan
luka
4) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerluka tes psikometri atau
tingkat karboxi hemoglobin
5) Pasien dengan insufisisensi arteri akut retina memerlukan hasil
pemeriksaan pandangan yang luas
6) Pasien dirawat karena dekompresi sickness, emboli gas asteri atau
edema cerebral harus dilakukan penilaian neurologis
7) Pasien yang mengonsumsi obat anti ansietas dilarang menggunakan
kendaraan
2. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan terapi HBO
1) Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksiegn hiperbarik
dan prosedur keperawatan
2) Resti cidera b/d transfer pasien (in/out) dari ruangan, ledakan peralatan,
kebakaran atau peralatan dukungan medis
3) Resti barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas embolik
cerebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO
4) Resti toksisitas oksigen b/d pemberian oksigen 100% pada tekanan
atmosfer yang meningkat
5) Resti untuk pengiriman gas yang tidak memadai b/d sistem pengiriman
dan kebutuhan pasien/ keterbatasan
6) Kecemasan dan ketakutan b/d ruang HBO yang tertutup
7) Rasa sakit terkait dengan masalah medis klinis
8) Ketidaknyamanan b/d perubahan suhu dan kelembaban di ruang HBO
9) Koping individu inefektif b/d stress mengatasi penyakit atau
kurangnya dukungan psikososial
10) Resti disritmia b/d patologi penyakit
11) Defisist volume cairan b/d dehidrasi
12) Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d keracunan oksigen,
dekompresi, infeksi akut, gas emboli, dll
13) Resti perubahan dalam kenyamanan, cairan dan elektrolit
b/d mual, muntah
14) Defisit pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan
untuk manajemen luka kronis, pembatasan penyakit dekompresi
lebih lanjut, melaporkan gejala setelah keracunan CO.
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
1 Kecemasan Pasien dan/atau 1. Dokumentasikan pemahaman
b/d defisit keluarga akan pasien/keluarga tentang pemikiran dan
pengetahuan menyatakan: tujuan terapi HBO, prosedur yang
tentang terapi 1. Alasan untuk terlibat dan potensi bahaya terapi HBO
oksigen terapi oksigen 2. Mengidentifikasi hambatan
hiperbarik hiperbarik pembelajaran
dan prosedur 2. Tujuan terapi 3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
keperawatan 3. Prosedur yang termasuk informasi mengenai hal-hal
terlibat dengan berikut
terapi oksigen 4. Memberikan kesempatan terus untuk
hiperbarik diskusi dan intruksi
4. Potensi bahaya 5. Menyediakan pasien dan atau keluarga
dari terapi oksigen dengan brosur informasi mengenai
hiperbarik terapi HBO
6. Menjaga pasien /keluarga diberitahu
tentang semua prosedur.
7. Dokumentasikan pasien/keluarga
terhadap lingkungan serta terapi HBO
2 Potensi Pasien tidak 1. Membantu transportasi pasien dari
cedera yang mengalami cidera ruangan chamber
berkaitan tambahan 2. Mengamankan peralatan di dalam
dengan chamber sesuai protap
pasien 3. Memantau peralatan saat terjadi
transfer perubahan tekanan dan volume
in/out dari 4. Mengikuti prosedur pencegahan
ruangan; pemadam kebakaran sesuai protap
ledakan; 5. Memonitor adanya udara di IV dan
peralatan; tekanan tubing line invasif (udara harus
dikeluarkan dari tabung)
6. Dokumentasikan saat mengoperasikan
HBO chamber pra-intra-post
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 13 November 2017
Jam Pengkajian : 09.20 WIB
No. RM : 0x.xx
Diagnosa Masuk : Diabetes Melitus dan Gangren
Hari terapi ke : 21
Nama Pasien : Ny.K
Usia : 65 tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Surabaya
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri di daerah luka pada kaki bagian kanan.
5. Lain-lain :-
ya tidak
Olahraga : ya tidak
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 22 x/menit
b. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : produktif tidak produktif
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
c. Penggunaan otot bantu nafas :
d. PCH ya tidak
e. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Friction rub : -
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronkhi Wheezing
Crackles
i. Alat bantu nafas ya tidak
Jenis : - Flow : -
j. Penggunaan WSD
Masalah Keperawatan :
- Jenis :-
Tidak ditemukan masalah
- Jumlah caira : -
keperawatan
- Undulasi :-
- Tekanan :-
k. Tracheostomy ya tidak
l. Lain-lain : pergerakan dada simetris, dan suara perkusi sonor
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 130/90 mmHg
b. N : 94 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : ya tidak
d. Irama jantung : regular ireguler
e. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : -
g. CRT : <2 detik
h. Akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin Masalah Keperawatan :
i. Sirkulasi perifer normal
Tidak ditemukan masalah
keperawatan
j. JVP : -
k. CVP : -
l. CTR : -
m. ECG & Interpretasi: -
4. Sistem Persyarafan
a. S : 36, 97 oC
b. GCS : E4V5M6
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing : ya tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak dikaji
g. Pupil anisokor isokor Diameter :3mm/3mm
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 6-7 Jam/Hari Gangguan tidur : -
k. IVD : -
l. EVD : - Masalah Keperawatan :
5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genitalia : tidak dikaji
b. Sekret : tidak dikaji
c. Kebersihan meatus uretra :tidak dikaji
d. Keluhan kencing : ada tidak
Bila ada,jelaskan :
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu
Jenis :-
Masalah Keperawatan :
Ukuran:-
Hari ke :- Tidak ditemukan MK
f. Produksi urine : 1.700 cc/hari
Warna : kuning
Bau : khas urin
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : 1.700 liter /hari
j. Lain-lain : -
6. Sistem Pencernaan
a. TB : 153 cm BB : 59 kg
b. IMT : 25,2 Interpretasi : Normal (18,5-25,5)
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan :tidak ada masalah pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi :-
i. Peristaltik : 7 x/menit
j. BAB : 1 x/ hari
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. diet khusus : rendah gula
Masalah Keperawatan :
n. Nafsu makan : baik menurun
Tidak ditemukan MK
o. Porsi makan : habis tidak
p. lain : klien makan sesuai dengan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3x dalam 1 hari)
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD OS
Dapat melihat dengan jelas Visus Dapat melihat dengan jelas
tetapi menggunakan kaca mata tetapi menggunakan kaca mata
Dapat membuka dan menutup Palpebra Dapat membuka dan menutup
mata serta tidak ada edema mata serta tidak ada edema
Normal, ananemis Konjungtiva Normal, ananemis
Jernih, trasnparan, mult Kornea Jernih, trasnparan, mult
Tidak terkaji BMD Tidak terkaji
Reflek pupil baik dan diameter Pupil Reflek pupil baik dan diameter 3
3 mm mm
Bewarna coklat kehitaman Iris Bewarna coklat kehitaman
Jernih Lensa Jernih
Tidak terkaji TIO Tidak terkaji
e. Lain-lain : -
8. Sisitem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
4 4
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
Frankel :
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. Traksi : ya tidak
Jenis :
Beban :
Lama pemasangan :
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain :- ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi: -
n. ROM : menggunakan kursi roda
Masalah Keperawatan :
o. POD : -
Gangguan mobilitas fisik
p. Cardinal sign : -
9. Sistem Integumen
a. Penilaian risiko decubitus :
Aspek yang Kriteria penilaian
dinilai 1 2 3 4 Nilai
Persepsi Terbatas Sangat terbatas Keterbatasan Tidak ada 3
sensori sepenuhnya ringan gangguan
Terus Sangat lembab Kadang2 Jarang basah 4
Kelembaban menerus basah
basah
Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih sering 2
Aktivitas
jalan jalan
Mobilisasi Immobile Sangat terbatas Keterbatasan Tidak ada 3
Aspek yang Kriteria penilaian
dinilai 1 2 3 4 Nilai
sepenuhnya ringan keterbatasan
Sangat buruk Kemungkinan Adekuat Sangat baik 4
Nutrisi
tidak adekuat
Bermasalah Potensial Tidak 3
Gesekan &
bermasalah menimbulka
pergesekan
n masalah
Note: pasien dengan nilai total <16 maka dapat dikatakan 19
bahwa pasien berisiko mengalami decubitus (pressure ulcers) Total nilai
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less =
high risk)
b. Warna : -
c. Pitting edema : +/- grade :
d. Ekskoriasis : ya tidak
e. Psoriasis : ya tidak Masalah Keperawatan :
f. Pruritus : ya tidak Tidak ditemukan MK
g. Urtikaria : ya tidak
h. Lain-lain : -
Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : klien mengatakan jika sakit yang klien alami saat ini
merupakan cobaan dari Tuhan.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : menerima dan siap untuk apapun kondisi yang
terjadi
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
Masalah Keperawatan :
Pengkajian Spiritual Tidak ditemukan MK
a. Kebiasaan beribadah :
- Sebelum sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
- Selama sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : -
4 4
Pasien transfer in/out
-Pasien perlu
bantuan ketika
masuk kedalam
Resiko cedera
ruangan (chamber)
-Bagian pintu masuk
dan dalam chamber
kecil memiliki ruang
gerak terbatas
13 November DS : Terapi HBO Resiko
2017 -pasien mengatakan keracunan
menghirup oksigen oksigen
murni 100% saat
Peningkatan tekanan
dalam chamber
-pasien mengatakan diatas 1 ATA
lama terapi HBO
sekitar 2 jam
DO : Pemberian oksigen
Terapi HBO sesi ke murni 100%
21 tanggal 13
November 2017
Resiko keracunan
oksigen
mengerti cara
valsava manuver
yang benar
DO : Perubahan tekanan
-pasien udara di dalam
memperagakan ruangan
valsava manuver
dengan meniup
Penekanan pada
sambil menutu membran tympani
hidung (internal
chamber)
Resiko barotrauma
Respon nyeri
nyeri
1. Resiko cidera b/d pasien transfer in/out dari ruang chamber, ledakan peralatan, kebakaran,
dan/atau peralatan dukungan medis.
2. Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkatkan.
3. Resiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru-paru b/d perubahan tekanan udara di
dalam ruang oksigen hiperbarik.
4. Nyeri b/d ulkus diabetes mellitus
3.4 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO KEPERAWATAN INTERVENSI
(Tujuan. Kriteria Hasil)
1 Risiko cidera yang b/d pasien Pre HBO
transfer in/out dari ruang 1. Bina Hubungan Saling Percaya antara
chamber, ledakan peralatan, petugas dan Pasien
kebakaran, dan/atau peralatan 2. Periksa Vital Sign pasien, dan kondisi klinis.
dukungan medis 3. Bantu pasien masuk ke ruang Chamber
dengan tepat dan hati hati.
Tujuan: Setelah dilakukan
asuhan keperawatan dengan 4. Ingatkan barang-barang yang tidak boleh
dibawa
terapi HBO selama 2 jam,
5. Ikuti prosedur pencegahan kebakaran sesuai
diharapkan tidak terjadi cidera
kebijakan yang ditentukan dan prosedur
Kriteria Hasil: pelaksanaan terapi HBO.
1) Pasien keluar chamber dengan
Intra HBO
kondisi aman
1. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai
2) Tidak terjadi kebakaran
dengan kebijakan dan prosedur pelaksanaan
3) Tidak ditemukan cidera pada
terapi HBO.
tubuh pasien
2. Observasi kondisi pasien selama pemberian
4) Tidak ada barang-barang
terapi HBO di dalam Chamber
kontraindikasi TOHB yang
3. Bantu pasien memenuhi kebutuhan selama
terbawa masuk chamber
di dalam chamber dan posisikan pasien
dengan nyaman di kursi.
Post HBO
1. Bantu pasien keluar ruangan/ chamber
2. Periksa kondisi pasien dan pastikan tidak
ada cedera pada pasien.
Post HBO
1. Kaji kondisi klinis pasien dan pastikan tidak
ada tandatanda keracunan oksigen.
2. Beritahukan dokter hiperbarik jika tanda-
tanda dan gejala keracunan oksigen paru
muncul.
Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan tidak ada
tanda tanda Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan
Risiko cidera yang b/d S: Klien mengatakan baik baik saja dan tidak
pasien transfer in/out dari mengalami cidera saat masuk, di dalam, dan
ruang (chamber), ledakan keluar dari chamber
peralatan, kebakaran, O: Pasien masuk dan keluar chamber dengan
dan/atau peralatan dukungan menggunakan kursi roda. Kegiatan HBOT
medis berjalan lancar dan sesuai prosedur, tidak
terjadi kebakaran maupun ledakkan.
Keluarga tampak memahami cara
melakukan rom pasif kepada klien.
A: Masalah cidera tidak terjadi
Risiko cidera yang b/d S: Klien mengatakan baik baik saja dan tidak
pasien transfer in/out dari mengalami cidera saat masuk, di dalam, dan
ruang (chamber), ledakan keluar dari chamber
peralatan, kebakaran, O: Pasien masuk dan keluar chamber dengan
dan/atau peralatan dukungan menggunakan kursi roda. Kegiatan HBOT
medis berjalan lancar dan sesuai prosedur, tidak
terjadi kebakaran maupun ledakkan.
Keluarga tampak memahami cara
melakukan rom pasif kepada klien.
A: Masalah cidera tidak terjadi
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil pengkajian menunjukkan pasien Ny. K dengan diagnosa medis ulkus diabetes melitus
telah menjalani terapi oksigen hiperbarik sejak 20 Oktober 2017. Ny.K sudah mendapatkan 20
sesi terapi HBO kemudian pada hari Senin tanggal 13 November merupakan terapi HBO sesi ke
21. Setelah mendapatkan terapi ke 11 kalian merasa jika luka pada kaki mengalami pengeringan
dan badan terasa lebih bugar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan pada Ny. K, maka ditemukan masalah
keperawatan yaitu Resiko keracunan oksigen dan resiko barotrauma. Intervensi dan
implementasi dilakukan pada Ny. K dilakukan untuk memonitor agar resiko tidak terjadi pada
pasien. Untuk intervensi dan implementasi resiko keracunan oksigen meliputi, meonitor kondisi
pasien saat terapi berlangsung dan dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen pada
sistem saraf pusat, meonitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan dokumentasikan tanda
dan gejala keracunan oksigen paru, melaporkan pada petugas atau dokter jika terjadi tanda-tanda
keracunan, dan mengevaluasi hasil dari terapi yang dilakukan pasien. Sedangkan pada diagnosa
resiko barotrauma dilakukan intervensi dan implementasi yaitu, mengatur posisi yang nyaman
untuk klien, mengecek kembali barang-barang yang tak boleh dibawa masuk ke dalam chamber,
mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika tekanan chamber dinaikkan,
membantu memasangkan oksigen masker pada klien, dan memonitor kondisi pasien saat terapi
berlangsung, cek adanya tanda-tanda barotrauma.
Setelah mengikuti terapi HBO ke 11 hingga terakhir yaitu ke 21 kondisi luka pasien
mengalami perbaikan yaitu luka mulai mengering dan pasien merasa tubuh menjadi lebih bugar
sehingga dapat tidur dengan nyenyak di malam hari. Terapi oksigen hiperbarik efektif untuk
pasien ulkus diabetes mellitus dengan hasil perbaikan pada luka yang dialami pasien karena
terapi HBO meningkatkan suplai oksigen ke jaringan sehingga mempercepat proses regenerasi
jaringan.
4.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama praktek di Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya,
saran yang dapat diberikan penulis untuk perbaikan pelayanan di Lakesla meliputi:
1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya
a. Diharapkan dapat memulai terapi HBO tepat waktu sehingga pasien mendapatkan terapi
sesuai dengan jadwal dan tidak harus menunggu lama untuk sesi terapi.
b. Sebaiknya terdapat petugas kesehatan yang mengevaluasi hasil dari pre dan post terapi
HBO kepada pasien sehingga respon pasien sebelum dan sesudah terapi dapat diketahui.
2. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Universitas Airlangga
Diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan wawasan seputar terapi oksigen hiperbarik
sebelum profesi di Lakesla sehingga memudahkan dalam praktik profesi di tempat tersebut
dan mendaptkan ilmu yang lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2012, Standard of Medical Care in Diabetes, Diabetes Care,
No.34, hal.511-561.
Amstrong, DG and Lavery, LA 2008, Diabetic Foot Ulser: Prevention, Diagnosis and
Classification, AMfam Physician.
Bhutani S, Vishwanath G. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast Surg.
2012;45:316-24.
Chidiac C, Bru JP, Choutet P, et al. Clinical practice guidelines: Management of diabetic foot
infections. Medicine et maladies infectieuses. 2007;37:14-25
Flood MS. Hyperbaric oxygen therapy for diabetic foot ulcers. The Journal of Lancaster General
Hospital 2007;2:140-5.
Hariana, P.K. 2010, Perawatan Ulser Diabetes, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Kruse, and Edelman, 2006, Evaluation and Tretment of Diabetic Foot Ulser:Clinical Diabetes,
Vol 24,No.2, Page 91-93.
Wibowo A. Oksigen hiperbarik: Terapi percepatan penyembuhan luka. Juke Unila. 2015;5:124-
8.