Anda di halaman 1dari 29

GANGGUAN KELENJAR PANKREAS

1. PANKREATITIS
A. PENGERTIAN
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan
intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga
penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
(Brunner & Suddart, 2001; 1338) . Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri
dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas.
(Doengoes, 2000;558). Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat
alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina,
2001).

B. ETIOLOGI
1) Batu saluran empedu
2) Infeksi virus atau bakteri
3) Alkoholisme berat
4) Obat seperti steroid, diuretik tiazoid
5) Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V
6) Hiperparatiroidisme
7) Asidosis metabolik
8) Uremia
9) Imunologi seperti lupus eritematosus
10) Pankreatitis gestasional karena ketidakseimbangan hormonal
11) Defisiensi protein Toksin
12) Lain-lain seperti gangguan sirkulasi, stimulsi vagal
( Arief Mansjoer, 2000)

C. KLASIFIKASI
1) Pankreatitis akut atau inflamasi pada pankreas terjadi akibat tercernanya organ ini
oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. (Brunner & Suddart, 2001:1339).
2) Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran
anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner & Suddart, 2001:1348)

D. TANDA DAN GEJALA KLINIS


Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan
pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada
punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut
sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas
dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit yang
terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium).
Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah
mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan
lokasinya. Umumnya rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan
dengan pemberian antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa
pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis.
Rasa sakit yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen.
Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian
abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan
disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang
berat. Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal
dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan
agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok
yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini
mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis
dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai
pada keadaan ini. Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat
memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas
darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler
diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)

E. KOMPLIKASI
1) Timbulnya Diabetes Mellitus
2) Tetani hebat
3) Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)
4) Abses pankreas atau psedokista.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
2) Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas,
abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
3) Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula,
penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini
dikontra indikasikan pada fase akut.
4) Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
5) Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan
pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra
peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
6) Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran
pankreas/inflamasi.
7) Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar
normal tidak menyingkirkan penyakit).
8) Amilase urine: meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
9) Lipase serum: biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
10) Bilirubin serum: terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati
alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
11) Fosfatase Alkaline: biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit
bilier.
12) Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler
dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
13) Kalsium serum: hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit
(biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
14) Kalium: hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia
dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
15) Trigliserida: kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab
pankreatitis akut.
16) LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan
bilier dalam hati.
17) Darah lengkap: SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin
menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan
dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
18) Glukosa serum: meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan
awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis
pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan
proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
19) Feses: peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan
lemak dan protein (Dongoes, 2000).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas
dengan inflamasi dan nekrosis kelenjar. Terapi definitif ditujukan pada penyebab gangguan.
Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari pankreatitis akut
termasuk sebagai berikut:
1) Penggantian cairan dan elektrolit: Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam
penanganan pankreatitis akut. Larutan yang diperintahkan dokter untuk resusitasi cairan
adalah koloid atau ringer laktat. Namun dapat pula diberikan plasma segar beku atau
albumin. Tanpa memperhatikan larutan mana yang dipergunakan. Penggantian cairan
digunakan untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini diduga mengurangi
perkembangan keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan perfusi dan ini dapat
mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis hemorragia kut selain
mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah untuk memulihkan
volume. Pasien dengan penyakit.
2) Parah yang mengalami hipertensi, gagal memberikan respon terhadap terapi cairan
mungkin membutuhkan obat-obatan untuk mendukung tekanan darah. Obat pilihannya
adalah dopamin yang dapat dimulai pada dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit). Keuntungan
obat ini adalah bahwa dosis rendah dapat menjaga perfusi ginjal sementara mendukung
tekanan darah. Pasien hipokalsemia berat ditempetkan pada situasi kewaspdaan kejang
dengan ketersediaan peralatan bantu nafas. Perawat bertanggung jawab untuk memantau
kadar kalsium, terhadap pemberian larutan pengganti dan pengevaluasian respon pasien
terhadap kalsium yang diberikan. Penggantian kalsium harus didifusikan melalui aliran
sentral, karena infiltrasi perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus
dipantau terhadap toksisitas kalsium. Hipomagnesemia juga dapat timbul bersama
hipokalsemia dan magnesium yang juga perlu mendapat penggantian. Koreksi terhadap
magnesium biasanya dibutuhkan sebelum kadar kalsium menjadi normal. Kalium adalah
elektrolit lain yang perlu diganti sejak awal sebelum regimen pengobatan karena muntah
yang berhubungan dengan pangkreatitis akut. Kalium dalam jumlah yang berlebihan juga
terdapat dalam getah pankreas. Kalsium harus diberikan dalam waktu lambat lebih dari satu
jam lebih dengan menggunakan pompa infus. Pada beberapa kasus, hiperglikemia dapat juga
berhubungan dengan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Mungkin
diperintahkan pemberian insulin lainnya dengan skala geser, insulin ini perlu diberikan
dengan hati-hati, karena kadar glukagon sementara pada pankreatitis akut (Hudak dan Gallo,
1996).
3) Pengistirahatan pankreas: Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan
pankreatitis akut untuk menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan
sekretin dari duodenum. Mual, muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang
nasogastric ke suction lebih dini dalam perawatan. Selang nasogastrik juga diperlukan pasien
dengan illeus, distensi lambung berat atau penurunan tingkat kesadaran untuk mencegah
komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa ketat (tak ada masukan peroral) harus
dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar albumin serum kembali normal.
4) Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis mendadak dan parah yang
tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik dengan illeus paralitik,
nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid tidak boleh diberikan karena
dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan memperburuk proses peradangan. Pada
pasien dengan pankreatitis ringan cairan peroral biasanya dapat dimulai kembali dalam 3-7
hari dengan penggantian menjadi padat sesuai toleransi. Status puasa yang diperpanjang
dapat menyulitkan pasien. Perawatan mulut yang sering dan posisi yang sesuai serta
memberikan pelumasan pada selang nasogastric menjadi penting dengan mempertahankan
integritas kulit dan memaksimalkan kenyamanan pasien. Dianjurkan tirah baring untuk
mengurangi laju metabolisme basal pasien. Hal ini selanjutnya akan mengurangi rangsangan
dari sekresi pankreas (Hudak dan Gallo, 1996).
5) penatalaksanaan nyeri: Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk
mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi stress atau sekresi lambung dan pankreas.
Meferidan (dimerol) digunakan menggantikan morfin karena morfin dapat menginduksi
spasme sfingter oddi (Sabiston, 1994).
6) Pencegahan komplikasi: Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika
diberikan. Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan
duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis. (Sabiston,
1994).
7) Diet: Tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996).
8) Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym),
pankrease (Barbara C. long, 1996).
9) Fiberoscopy dengan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996).
10) Intervensi bedah: Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut
yang menyertai penyakit batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus
komunistidak memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 48 jam pertama,
maka kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi duktus komunis.mungkin diperlukan
untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara progresif. Sering adanya
kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan dalam waktu singkat dan
intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada umumnya terapi konservatif
dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana prosedur pada saluran empedu bisa
dilakukan dengan batas keamanan yang lebih besar (Sabiston, 1994).

H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan nyeri perutnya yang khas, terutama pada orang yang
menderita penyakit batu empedu atau pada alkoholik. Pada pemeriksaan fisik, otot dinding perut
tampak kaku. Pada pemeriksan dengan stetoskop, suara pergerakan usus terdengar berkurang.
Kadar enzim yang dihasilkan oleh pankreas (amilase dan lipase) biasanya meningkat pada hari
pertama namun segera kembali normal pada hari ke3 dan ke7. Kadang-kadang, kadar enzim ini
tidak meningkat karena begitu banyaknya bagian pankreas yang dirusak sehingga hanya sedikit
yang tertinggal dan menghasilkan enzim.
Penderita pankreatitis akut berat memiliki jumlah sel darah merah yang lebih kecil dari
normal, karena adanya perdarahan ke dalam pankreas dan perut. Pemeriksaan foto rontgen perut
standar bisa memperlihatkan pelebaran usus atau memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.
Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di kandung empedu dan kadang-
kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga bisa menemukan adanya pembengkakan
pankreas. Skrening dengan tomografi bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan
digunakan pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya penurunan
tekanan darah yang hebat). Gambaran yang sangat jelas pada tomografi, membantu dokter dalam
menegakkan diagnosis yang tepat. Pada pankreatitis akut yang berat, skrening tomografi (CT
scan) membantu menentukan ramalan penyakitnya (prognosis). Bila pankreas tampak hanya
membengkak ringan, prognosisnya bagus. Bila tampak kerusakan pada sebagian besar pankreas,
maka prognosisnya tidak begitu baik.
Endoskopi kolangiopankreatografi rertograd (tehnik sinar X yang menunjukan struktur
dari saluran empedu dan saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah
batu empedu pada saluran empedu yang besar. Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan
masuk ke dalam usus halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna
radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada rontgen
tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan endoskop.
2. KANKER PANKREAS (CA PANKREAS)
A. PENGERTIAN
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama:
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak
pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
(Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead
Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan
suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001). Kanker
adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan
merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000).
Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran
pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih
sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang
terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur
55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).

B. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
1) Faktor Resiko Eksogen: Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma
yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang
termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu
alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
2) Faktor Resiko Endogen: Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi
pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001)
Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh
darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada
adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih
banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan
menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di
korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono,
2001).
C. INSIDEN
Insiden kanker pankreas terus meningkat sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu, khususnya
pada orang-orang yang bukan kulit putih. Kanker pankreas merupakan penyebab kematian
terkemuka pada urutan ke-4 di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada usia 60 70an
tahun. Kebiasaan merokok, kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam lingkungan, serta
diet tinggi lemak,daging atau pun keduanya. Memiliki hubungan dengan peningkatan insidens
kanker pankreas meskipun peranannya dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum
jelas seluruhnya. Risiko kanker pankreas akan meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan
merokok. Pankreas dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain. (KMB Brunner &
Suddarth, 2001).
D. GEJALA KLINIS
Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian
kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi
lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari
kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik
tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5
tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001).
Gejala khas yaitu nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit
dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan
edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada
duktus koledikus Ikterus. Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat
erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar
sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan
dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan
duduk membungkuk. Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas.
Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin
yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal
menjadi tanda dini kanker pankreas.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium:
a) Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal.
b) Amylase serum meningkat.
c) TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT
d) Kadar glukosa darah > 20 %.
2) Pemeriksaan Abdomen: Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa
epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya
pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites
maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3) Pemeriksaan Radiologi: Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP
(Endoscopic Retrogade Cholangiong Pancreatography) yaitu dengan memasukkan media
control ke dalam canula melalui papilla vateri.
4) Ultrasonografi: yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang
tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran
saluran empedu.
5) Pemeriksaan Endoskopi: Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral.
a) Duodenoskopi: Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang
berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b) Laparaskopi
6) Pemeriksaan CT: Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih
dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat
sumbatan di kaput.
7) Terapi dengan Suportif: Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis
ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
8) Prognosis: Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama
sekali tidak mendapatkan terapi apapun.
F. PENATALAKSANAAN
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat
tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive
(eksisi total lesi) sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas.
Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif. Meskipun tumor pankreas
mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan
kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU). jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif
(IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosis
tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat
mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3) Perubahan nutrisi berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan
tentang penyakit tersebut.

H. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
Tujuan: Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum, dengan kriteria hasil: Klien
mengungkapkan tidak ada nyeri.
Intervensi:
a) Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas.
b) Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi.
c) Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi
memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
d) Evaluasi penghilang nyeri/control.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.


Tujuan: Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi
mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic, Kriteria Hasil: Klien
mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga

Intervensi:
a) pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian
tentang makanan sesuai indikasi.
b) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan
cairan adekuat.
c) Control faktor lingkungan
d) identifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi
e) Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi.
3) Perubahan nutrisi berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek
samping yg membahayakan. Kriteria Hasil: Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
Intervensi :
a) Pantau masukan dan haluan dan berat jenis.
b) Pantau tanda vital.
c) Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal.
d) Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau
ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.
Tujuan: Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan
kesenjangan, Kriteria Hasil: Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit
yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi:
a) Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa.
b) Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker.
c) Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi
tingkat pemahaman saat ini.
d) Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
e) Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi
INSULINOMA
a. Definisi:
Insulinoma merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini menghasilkan
insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Hanya 10%
insulinoma yang bersifat ganas.
b. Penyebab tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita
neoplasia endokrin multipel tipe I.
c. Gejala: Gejala-gejalanya disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini
muncul jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul di pagi hari
setelah puasa semalaman.

Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu: sakit kepala
1) Linglung
2) gangguan penglihatan
3) kelemahan otot
4) goyah
5) perubahan
6) kepribadian.
Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah: Pingsan, Lemah, gemetar, Palpitasi
(jantung berdebar-debar), Berkeringat, Rasa lapar, Gugup.

DIAGNOSA
Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa
minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di
rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan
darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan
kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan
melalui pemeriksaan CT scan dan USG. Insulinoma diobati melalui pembedahan.
4. Ketoasidosis diabetik
A. Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut akselerasi
puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.
B. Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
- Infeksi
- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik .
- Menolak terapi insulin
C. Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran
cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa,
penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan
glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5. Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang
lain
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan
kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
D. Rencana Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran
cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
- Peningkatan urin output
- Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
- Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
- Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
-
E. Intervensi :
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional :
Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2.Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
Rasional :
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan
dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke
duduk atau berdiri.
3.Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
Rasional :
Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada
ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila
sudah terkoreksi
4.Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional :
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5.Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional :
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6.Timbang BB
Rasional :
Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional :
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8.Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
Rasional :
Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional
menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9.Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional :
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah dan
potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10.Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur dan adanya distensi pada vaskuler
Rasional :
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban
cairan dan GJK
Kolaborasi:
-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional :
Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
-Albumin, plasma, dextran
Rasional :
Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
-Pertahankan kateter terpasang
Rasional :
Memudahkan pengukuran haluaran urin
-Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau
awitan kegagalan ginjal
Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
Natrium, Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik),
tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron
Kalium, Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar
absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan
kalium terlihat
-Berikan Kalium sesuai indikasi
Rasional :
Mencegah hipokalemia
-Berikan bikarbonat jika pH <7,0
Rasional :
Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
-Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
Rasional :
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
- Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
- Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
- Diare
Kriteria hasil :
- Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
1.Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional :
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
2.Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dihabiskan
Rasional :
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3.Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional :
Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat
yang dapat ditoleransi
Rasional :
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
5.Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional :
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6.Observasi tanda hipoglikemia
Rasional :
Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara
tetap diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga
harus dikenali
7.Kolaborasi :
Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada
reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar
tetap terkontrol
Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah transisi pada
metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia
Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah insulim
dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat
mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia

5. Hipoglikemia

A. Pengertian

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah.
Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL.
Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah terlalu
rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh
mengalami kelainan fungsi. Hypoglikemi adalah konsentrasi glukose darah di bawah
40mg/100ml. Hypoglikemi merupakan keadaan yang serius dan keadaan semakin gawat
jika anak semakin muda.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan
dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami
Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil
simpanan glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan
kebutuhan glikogen. Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi
kebutuhan pada pemanasan (Rosa M Sacharin, 1986).
Otak merupakan organ yang sangat peka terhdap kadar gula darah yang rendah karena glukosa
merupakan sumber energi otak yang utama.
Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf,
merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal in akan
merangsang hari untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika
kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.

B. Etiologi
Etiologi Hypoglikemi pada diabetes militus (DM)
1. Hypoglikemi pada DM stadium dini
2. Hypoglikemi dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilura
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3. Hypoglikemi yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimeter pascagastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik.: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme

C. Faktor Predisposisi (Arif Masjoer, 2001)


Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau
sulfonilurea:
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pengurangan / keterlambatan makan
b. Kesalahan dosis obat
c. Latihan jasmani yang berlebihan
d. Perubahan tempat suntikan insulin
e. Penurunan kebutuhan insulin
1) Penyembuhan dari penyakit
2) Nefropati diabetik
3) Penyakit Addison
4) Hipotirodisme
5) Hipopituitarisme
f. Hari-hari pertama persalinan
g. Penyakit hati berat
h. Gastroparesis diabetik
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
a. Pengendalian glukosa darah yang ketat
b. Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipogliklemik
c. Penggantian jenis insulin

D. Patogenesis (Arif Masjoer, 2001)


Pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi
disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di
serap usus dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari
sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian lagi
dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk energi seluruh
jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa berlangsung di otak tidak
dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi.

Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam darah
yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak sebagai protein. Lemak
diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan
dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak akan mengalami
esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida, yang akan disimpan di jaringan
lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun keadaan
ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator yaitu
glukagon, epinefrin, kartisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah
keadaan kortison sebaliknya (katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida
menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak: glukogen dan epinefrilah yang sangat
berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenisis, dan
proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk
glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan
hormon, kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi
perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi
penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan
menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan
demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam asetoasetat dan asam hidroksi
butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi tetapi
pembentukan benda-benda keton tersebut memerlulan waktu beberapa jam pada manusia.
Karena itu ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya
hipoglikemia yang mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi.
Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan
bahan pembentukan glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.

E. Manifestasi klinis (Arif Masjoer 2001)


Gejala-gejala hipoglikemia terjadi dari dua fase, yaitu:
1. fase I gejala-gejala akibat aktifitas pusat autonom di hipotalomus sehingga hormon epinefrin
dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar
sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjutan.
2. fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan
gejala neurologis.
Posted by susi siti komariah at 3:23 AM 0 comments
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook
Monday, May 30, 2011
LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MILITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Etiologi
1. Diabetes tipe I :
o Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
o Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
o Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
o Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
o Obesitas
o Riwayat keluarga
C. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi
akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat
muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan
haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia
lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan
koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
D. PATHOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel sel beta
pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan
hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat
mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria).
Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebutdiuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak
dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping
pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel sel beta tidak mampu
mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas
akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30
tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh pembuluh kecil
(mikroagiopati), pembuluh pembuluh sedang dan besar (makroangiopati).
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina,
glomerulus ginjal, syaraf syaraf perifer, otot otot kulit. Makroangiopati mempunyai
gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan
vaskuler. Kalau ini mengenai arteri arteri perifer maka dapat mengakibatkan
insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
E. ANAMNESA
1. Pengkajian.
Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual.
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis,
penanggung jawab.
Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh.
b. Riwayat penyakit sekarang.
perubahan pola berkemih.
Pusing.
Mual, muntah.
Apa ada diberi obat sebelum masuk RS.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di
derita pasien.
e. Pemeriksaan fisik.
Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.
Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar.
Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa.
Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap
cahaya, apakah menggunakan alat bantal.
Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri.
Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.
Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan,
gerakan dinding dada.
Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri
tekan.
f. Kebutuhan biologis.
Nutrisi : pola kebiasaan makanan,
jenis makanan / minuman.
Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ).
Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS.
Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat,
riwayat pekerjaan.
g. Riwayat psikologis.
Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga.
h. Riwayat sosial.
Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga,
tetangga, dokter, perawat.
F. DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena :
o <100
o 100 - 200 = belum pasti DM
o >200 = DM
Darah kapiler :
o <80
o 80 - 100 = belum pasti DM
o > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena :
o <110>
o 110 - 120 = belum pasti DM
o > 120 = DM
Darah kapiler :
o <90>
o 90 - 110 = belum pasti DM
o > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
G. PENGELOLAAN
Pilar Pengelolaan DM
1. Edukasi
2. Perencanaan Makan
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologi

1. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif
pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:


Penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
Penyulit DM.
Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
Hipoglikemia.
Masalah khusus yang dihadapi.
Perawatan kaki pada diabetes.
Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan


inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses
edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.

Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang
seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah,
infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada
penderita diabetes.

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus :


Tingkat 0 : Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok.
Tingkat 1 : Borok permukaan yang tidak terinfeksi.
Tingkat 2 : Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
Tingkat 3 : Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess.
Tingkat 4 : Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
Tingkat 5 : Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara
lain pengukuran:
a. Merasakan sentuhan ringan
b. Kepekaan pada suhu
c. Sensasi pada getaran
d. Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak

Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu :


Mengalami kerusakan saraf kaki.
Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki.
Pernah mepunyai borok di kaki.
Bentuk kaki berubah.
Adanya callus.
Buta atau penglihatan buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis.
Para lansia, terutama yang hidup sendirian.
Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk
membersihkannya.
Kontrol kadar gula darah yang buruk.
Berkurangnya indra perasa di kaki.

Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki:


Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin,
apakah ada kulit retak, melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan.
Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk
mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada.
Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru.
Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain.
Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas kaki.
Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki.
Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela jari.
Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari.
Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.

2. Perencanaan makanan

Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat dikendalikan hanya
dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan teratur.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini
tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan
makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud
dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses
penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting
daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap
diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk
mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:


Karbohidrat 60 70 %
Protein 10 15 %
Lemak 20 25 %

Makanan dengan komposisi sampai 70 7 5 % masih memberikan hasil yang baik.


Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25
g / hari, diutamakan serat larut.

Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat diterima
untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame,
acesulfame, potassium, dan sukralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur ,
ada tidaknya stress akut, kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai
Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca.

Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 )
IMT Normal Wanita = 18.5 23.5
IMT Normal Pria = 22.5 25
BB kurang = < 18.5

BB lebih
Dengan resiko = 23.0- 24.9
Obes I = 2.5.0 - 29.9
Obes II = = 30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal :
Laki-Laki : BB idaman ( kg ) X 30 kalori / kg = Kalori
Wanita : BB idaman ( kg ) X 25 kalori / kg = Kalori

Koreksi / Penyesuaian :
Umur > 40 tahun : - 5 % X Kalori basal = Kalori
Aktivitas Ringan : + 10 % X Kalori basal = Kalori
Sedang : + 20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / +Kalori
Lebih : -10 %
Kurang : 20 %
Stress metabolik :10 30 % X Kalori basal = + Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = Kalori

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:


Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah
lainnya pada waktu makan.
Makanlah dengan waktu yang teratur.
Hindari makan makanan manis dan gorengan.
Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani teratur (3 4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II.
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Kegiatan sehari hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap
dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang
kurang gerak seperti menonton televisi.
4. Intervensi Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan
barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah
Metformin 2 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian
sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :


Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme
sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan,
sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea
dengan obat-obatan lain.
Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu
paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang
serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu
pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 36 jam tidak boleh
diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia
akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis
awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 2 kali sehari.
Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 2 minggu.
Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis
maksimum.
Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada
kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung
diberikan insulin saja.
H. TEKNIK PEMBERIAN INSULIN
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5
menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat
2 kali lipat daripada subkutan, c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan,
pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan.
Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin
human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah
dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah
makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari
150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang
naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10
mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih
rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang
berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien
akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap
unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci
sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30
IU/mg.
Salah satu insulin yang dapat menjadi pilihan untuk terapi DM yaitu
LANTUS(nama dagang) dengan nama generik insulin glargine, indikasi dari
LANTUS yaitu untuk DM tipe 1 dan tipe 2. LANTUS dikontraindikasikan bagi pasien
yang hipersensitif terhadap insulin glargine, efek samping yang mungkin terjadi yaitu
nyeri pada sisi injeksi dan hipoglikemia. LANTUS (PT Sanofi-Aventis) bisa menjadi
pilihan karena insulin glargine telah diuji dan dinyatakan efektif dan aman untuk
diberikan kepada kasus-kasus DM tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA dan oleh the European
Agency for the Evaluation of Medical Products. LANTUS juga memiliki keuntungan
karena memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan
pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi LANTUS.
Bentuk sediaan LANTUS yaitu (1) Cartridges: 3 ml untuk digunakan OptiPen
Pro (300 IU insulin glargine), box cartridges 5 x 3 ml, (2) Vials: 10 ml vials (1000 IU
insulin glargine), (3) Pre-filled pens: 3 ml Optiset pre-filled, disposable pen (pen sekali
pakai) dengan nama OptiSet, optiset 53 ml, incremental dose = 2 IU, max dose/inj = 40
IU. Dosis LANTUS yaitu pasien tipe 2 yang telah diobati dengan obat hiperglikemia
oral, memulai dengan insulin glargine dengan dosis 10 IU sekali sehari. Dosis selanjutnya
diatur menurut kebutuhan pasien,dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.Pasien
yang mau menukar insulin kerja sedang atau panjang sekali sehari menjadi insulin
glargine sekali sehari, tak perlu melakukan perubahan dosis awal. Tapi jika pemberian
sebelumnya dua kali sehari, maka dosis awal insulin glargine dikurangi sekitar 20% untuk
menghindari kemungkinan hipoglikemia. Untuk selanjutnya dosis diatur sesuai kebutuhan
pasien.
Insulin glargine adalah long-acting basal insulin analouge yang pertama kali
dipergunakan dalam pengobatan DM baik tipe-1 maupun tipe-2, disuntikkan subkutan
malam hari menjelang tidur. Insulin glargine tidak diberikan secara intra vena karena
dapat menyebabkan hipoglikemia. Preparat ini dibuat dari modifikasi struktur biokimiawi
native human insulin yang menghasilkan khasiat klinik yang baru yaitu delayed onset of
action and a constant, peakless effect, yang mencapai hampir 24 jam efektif. Memiliki
potensi yang setara dengan insulin NPH dalam menurunkan HbA1c dan kadar glukosa
darah, namun lebih aman oleh karena peakless effect tersebut dapat mengurangi kejadian
hipoglikemi malam hari. Preparat ini dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada
kasus-kasus diabetes melitus tipe-1 maupun tipe-2, dan mampu memenuhi kebutuhan
insulin basal.
Target pengendalian glukosa darah pada penggunaan monoterapi insulin
glargine pada kasus-kasus DMG mengacu pada American Collage of Obstetricians and
Gynecologist for Women with GDM, yaitu glukosa puasa 95 mg/dl, 2 jam pp 120
mg/dl. Hasil penelitian pada dasarnya menjelaskan bahwa insulin glargine berhasil
mengendalikan glukosa darah pada kasus-kasus DMG sesuai target seperti tersebut di
atas, tanpa terjadi hipoglikemi, dengan beberapa catatan sebagai berikut: (a) glukosa 2 jam
pp sebelum perlakuan tidak lebih dari 150 mg/dl, (b) dosis awal bervariasi 10-50 unit,
disuntikkan pagi hari sebelum makan pagi, ditingkatkan 3-5 unit bertahap untuk mencapai
target pengendalian glukosa darah, (c) dosis waktu partus bervariasi 18-78 unit, (d) waktu
dilahirkan tidak ada bayi dengan berat badan lebih dari normal, dan tidak ada yang
mengalami hipoglikemi, (e) dosis perhari dalam trimester pertama adalah 0,4-0,5 unit/kg,
trimester kedua 0,5-0,6 unit/kg, dan trimester ketiga 0,7-0,8 unit/ kg.
I. PENYAKIT YANG DISEBABKAN
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon
sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang
laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut
terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan
hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi
glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak.
Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin,
terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I
tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi
pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas
viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya
toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan
glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat
meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan
hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma,
glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-, dijumpai membawa sinyal apoptosis
bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat
mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan
perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4

Anda mungkin juga menyukai