Pembangunan
Pembangunan
Kawasan yang harus diatur dan ditetapkan peruntukannya dalam RUTRK itu antara lain
adalah Tahura Murhum dan lereng pegunungan Nipanipa yang selama ini telah menjadi
kawasan permukiman, lalu DAS Wanggu, dan kawasan Teluk Kendari sendiri.
Menurut Kepala Dinas Tata Kota dan Bangunan, Zulkarnaen Sikuru, kawasan pegunungan
Nipanipa dan DAS Wanggu memang masuk dalam konsep RUTRK. Hanya rancangan
peruntukannya masih perlu dikaji lebih mendalam dan komprehensif sehingga hasilnya
bersifat baku dan mampu merespons perkembangan jauh ke depan dengan prinsip lestari
bagi keberadaan Teluk Kendari sebagai aset yang tak tergantikan.
Hal penting berkaitan dengan RUTRK Kendari adalah konsistensi dalam pelaksanaannya.
RUTRK tersebut akan ditetapkan DPRD melalui suatu Perda (peraturan daerah). Dengan
demikian, semua kebijakan menyangkut pembangunan di kota itu harus mengacu pada
Perda tersebut, bukan berdasarkan maunya pejabat. Warga kota pun dituntut untuk
mematuhi ketentuan tersebut. Dalam hubungan itu mereka berhak memperoleh informasi
yang jelas tentang RUTRK.
Kecuali RUTRK, pemerintah dan warga kota juga harus menaati garis sempadan bangunan
dan sungai yang telah ditetapkan dengan Perda Nomor 45 Tahun 1997. Semua ruas jalan
arteri, kolektor, dan jalan penghubung di kota itu telah ditentukan jarak bangunan dengan as
jalan. Demikian pula jarak bangunan dengan alur sungai.
Akan tetapi, ketentuan tersebut belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bahkan wali
kota sendiri telah melanggar Perda tersebut dengan menerbitkan sebuah SK (surat
keputusan) yang isinya mengurangi garis sempadan misalnya dari 60 menjadi 40 meter. SK
tersebut seharusnya tidak boleh diberlakukan karena ia bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi yaitu Perda.
Untuk membangun Kota Kendari, memang diperlukan sikap disiplin pemerintah dan warga
kota dalam melaksanakan ketentuan perundang-undangan baik dari pusat, provinsi, maupun
DPRD setempat. Dan sikap kepatuhan itu sebaiknya dicontohkan pejabat dan aparat sendiri.
***
PEMERINTAH dan warga kota kini dituntut memperkuat komitmennya untuk mencegah Teluk
Kendari berubah menjadi daratan. Untuk itu, kesadaran memulihkan kembali kerusakan
lingkungan yang terjadi selama ini harus dibangkitkan mulai sekarang. Kerusakan hutan di
kawasan Tahura Murhum dan sekitarnya, termasuk wilayah Kelurahan Gunung Jati yang
makin padat penduduk, merupakan masalah yang perlu segera ditanggulangi melalui
program penghijauan.
Serentak dengan itu dilancarkan pula gerakan pemulihan sungai baik yang sudah kering
maupun yang masih berair dengan penanaman pohon di sepanjang kiri-kanan sungai
tersebut. Sebelum dibangun jalur hijau itu, sungai-sungai tersebut tentu saja harus
dibebaskan dari permukiman dengan menghidupkan garis sempadan sebagaimana diatur
dalam Perda Nomor 45 Tahun 1997 dan Keppres Nomor 32 Tahun 1980 tentang pengelolaan
kawasan lindung. Dalam Perda itu ditetapkan garis sempadan sungai 10 meter dari
bangunan. Sedangkan dalam Keppres tadi disebutkan 50 meter untuk kawasan muara
sungai.
Dalam rangka pemulihan kembali kerusakan hutan pegunungan Nipanipa dan jaringan
sungai, penggusuran dan pemindahan penduduk agaknya tidak dapat dihindarkan. Kebijakan
ini pasti meresahkan dan bahkan bisa membangkitkan perlawanan warga yang terkena.
Namun jika dilakukan dengan cara-cara persuasif dan berpegang pada ketentuan yang
berlaku, maka warga pun pasti mau berkompromi.
Kendari saat ini masih tergolong kota kecil. Penduduknya baru sekitar 180.000 orang.
Sedangkan warga yang menempati kawasan yang akan menjadi sasaran program perbaikan
lingkungan boleh jadi paling tinggi hanya 10 persen dari keseluruhan penduduk tersebut.
Namun demikian, dana yang dibutuhkan pasti besar. Padahal kekuatan riil kota tersebut
sangat minim. Alokasi anggaran pembangunan dalam APBD 2001 hanya Rp 19 milyar lebih,
sementara biaya rutin termasuk gaji pegawai Rp 80 milyar lebih.
Akan tetapi bila pemerintah kota kreatif, mampu menyusun dan menjual program rehabilitasi
lingkungan dalam rangka mencegah pendangkalan Teluk Kendari, bantuan luar negeri mudah
diperoleh. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) saja yang hanya mengusung bendera
yayasan, mudah mendapatkan kucuran dana luar negeri. Apalagi pemerintah kota yang
mengurus wilayah (teritorial) dan rakyat. Yang penting, ada modal kejujuran dan manajemen
pemerintahan yang benar.(yas)
Suara Masyarakat