Anda di halaman 1dari 70

BAB III

PERHITUNGAN DIMENSI

III.1. Perhitungan Poros

Berdasarkan spesifikasi tugas, daya yang akan dikopelkan :

Daya motor (N ) = 70 HP

Putaran ( n ) = 800 Rpm

Karena pada poros terjadi kejutan pada waktu meneruskan daya, maka dibutuhkan faktor koreksi

( fc ) diambil ( 1,2 ).

Table 3.1. Jenis jenis factor koreksi berdasarkan data yang akan ditransmisikan, fc .

Daya yang ditransmisikan fc

Daya rata rata yang diperlukan 1,2 2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8 1,2

Daya normal 1,0 1,5

( Sularso, Dasar dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya Pramita, Jakarta
1997 ).

N = 70 HP

= 0.735 x 70

= 51,45 kW

n = 800 rpm

Daya Rencana
Pd = fc . P Lit 1 hal 7

Dimana : Pd = daya rencana ( kW )

fc = factor koreksi ( 1,2 )

Maka :

Pd = 1,2 . 51,45

= 61,74 kW

Momen rencana, T ( kg . mm )

T = 9,74 . 105

T = 9,74 . 105

= 75168,45 kg . mm

Poros yang direncanakan terbuat dari bahan baja khrom nikel ( JIS G 4102 ) dengan

lambang SNC 2, karena lebih cocok dipergunakan untuk konstruksi mesin dengan kekuatan tarik

b = 85 kg / mm2.

Tegangan geser yang diizinkan ( a )dihitung dengan rumus :

a = Lit 1 Hal 8

Dimana : a = tegangan geser izin (kg/mm2).

b = kekuatan tarik bahan (kg/mm2).

S f1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan.


S f2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, dimana harganya berkisar antara 1,3 3,0.

Perlu diketahui, bahwa :

S f1 digunakan berdasarkan jenis bahan yang dipilih berdasarkan kekuatan tariknya

b ( kg / mm ) dipilih 6,0 ( untuk bahan S C dengan pengaruh masa, dan baja paduan ),
2

sedangkan

S f2 digunakan dengan memperhatikan apakah ada alur pasak atau tangga pada poros, yang

bertujuan untuk memperoleh tegangan geser yang di izinkan a ( kg / mm2 ) dipilih 2,0.

Maka :

a =

= 7,08 kg / mm2

Perencanaan diameter poros

Diameter poros dapat diperoleh dari rumus :

ds =

Dimana : ds = diameter poros (mm).

a = tegangan geser izin (kg/mm2).


Kt = faktor koreksi untuk puntiran ( 1,5 ).

Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya beban lentur, dalam perencanaan ini

diambil 2,0 karena diperkirakan akan terjadi beban lentur.

T = momen rencana ( 75168,45 kg . mm ).

Maka :

ds =

= 54,56 mm

Pemeriksaan kekuatan poros

Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya. Pemeriksaan dapat dilakukan

dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi akibat tegangan puntir yang dialami poros. Jika

tegangan geser yang timbul lebih besar dari tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka

perancangan tidak akan menghasilkan hasil yang baik, atau dengan kata lain perancangan adalah

gagal.

Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :

p =

p = 2,36 kg /mm2

Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan geser yang

timbul lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan 7,08 kg/mm2. Dengan hasil ini maka
dapat disimpulkan bahwa poros aman untuk digunakan pada kopling yang dirancang untuk

memindahkan daya dan putaran yang telah ditentukan.

III.2. Perhitungan Pasak

Seperti halnya dengan baut maka pasak juga dianggap sebagai alat penyambung,

pasak ini biasanya ditempatkan pada hubungan roda dan poros. Pada umumnya pasak ini dipakai

untuk meneruskan putaran dari roda keporos.

Rumus untuk menghitung gaya pasak adalah :

F= Lit 1 Hal 25

Dimana : F = Gaya pada pasak.

T = Momen rencana ( 75168,45 ).

ds = Diameter poros ( 54,56 ).

Maka diperoleh :

F=

= 2755,4 kg

Gambar.3. Pasak

Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik lebih dari

60 kg/mm2 dipilih dengan alasan untuk menahan beban yang diterima oleh pasak. Bahan pasak

yang digunakan adalah SNC22 dengan kekuatan tarik 100 kg / mm2.

Lebar pasak antara 25 35% dari diameter poros, maka :

b = D x 30% Lit Hal 27

Dimana: D = Diameter poros


Maka diperoleh :

b = 54,56 x

= 16,36 mm

Tinggi pasak dihitung dengan rumus :

h= Lit 2 Hal 38

=
= 2,72 mm.

Panjang pasak dapat dihitung dengan rumus :

l = 0,75 x D Lit 1 Hal 27

Maka diperoleh :

l = 0,75 x 54,56

= 40,92 mm.

Garis tengah tabung dihitung dengan rumus :

R=D/2

= 27,28 mm.

III.3. Perhitungan Baut

Kopling flens menggunakan spie sebagai alat penghubung. Cara menghubungkan kedua

flensya dengan menggunakan baut.


Momen puntir yang dipindahkan

Mw = 0,2 x D3 x w Lit 3 Hal 67

Dimana : Mw = Momen puntir yang dipindahkan.

w = Tegangan puntir yang diizinkan ( 147 kg/ cm2 ).

D = Diameter poros ( 47,94 ).

Maka diperoleh :

Mw = 0,2 x ( 47,94 )3 x 147

= 3239227,02 kg. cm

= 32392270,2 kg. mm

Seluruh

Fw = Lit 3 Hal 67

Dimana : R = 0,5 x Dt Lit 3 Hal 67

Dt = 2,3 x D Lit 3 Hal 78

= 2,3 x 47,94

= 110,26

Jadi, R = 0,5 x 110,26

= 55,13 cm.

Maka diperoleh : Fw =

= 58756,15 kg.
Gaya baut seluruhnya untuk menekan flens adalah :

Fn = kg Lit 3 Hal 67

Dimana f = koefisien gesek ( dipilih 0,3 ).

Maka diperoleh : Fn =

= 195853,83 kg.

Bahan baut direncanakan dari baja batang difinis dingin S35C-D dengan kekuatan tarik

B = 60 kg / mm , dan baut yang dipergunakan ada 6 buah, maka besarnya masing masing
2

baut dihitung dengan rumus :

d = Lit 3 Hal 67

Dimana : d = Diameter baut.

Fn = Gaya baut seluruhnya (195853,83 kg ).

z = Jumlah baut ( 6 Buah ).

B = Kekuatan tarik yang diizinkan 60 kg / mm2

Maka diperoleh : d =

= 2310,14

Anda mungkin juga menyukai