Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat (Zul, 2001).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Smeltzer & Suzanne C,2002).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan
daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita
jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi
pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus re
spiratusbagian atas selama beberapa hari, yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
lainnya (Departemen Kesehatan RI, 1993).

B. ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley
et.al., 2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus : Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
b. Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV,Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus
influenza,Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum.Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis.Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.
3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik
4. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal

C. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris
bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai
39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan
pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan
cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya
pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang
terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang. (Ngastiyah,
2005).
D. PATHWAYS
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.
2. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada
lobus bawah.
3. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada. Mungkin menunjukkan hipoksemia
dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsyjarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
5. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial. Infeksi virus : leukosit normal atau meningkat (tidak
lebih dari 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan infeksi bakteri;
leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang
predominan.
6. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
7. LED : meningkat
8. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun,
hipoksemia.
9. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
10. Bilirubin : mungkin meningkat
11. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV) (Doenges, 2000).
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transpor muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief
Mansjoer,2000).
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011).
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
atau PaO2pada analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi
dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

G. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
2. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada,
fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing.
3. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti : hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.
4. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
5. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka

H. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keluhan Utama (Pengkajian SAMPLE)
S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
klien
A (allergies) : alergi yang dimilikii klien
M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien
L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang keluhan yang dialami klien dari mulai awal munculnya
tanda dan gejala keluhan sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi riwayat penyakit yang dimiliki klien terdahulu
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang dimiliki keluarga seperti penyakit bawaan yang
mungkin diturunkan dari keluarga sebelumnya. Misalnya : penyakit
hipertensi dan diebetes mellitus.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berisi pemeriksaan dari head to toe yang mencakup
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan selama di rumah sakit untuk mengetahui
secara jelas diagnosa medis yang terjadi pada klien, serta masalah-masalah
kesehatannya. Misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rongent,
CT scan, pemeriksaan analisa gas darah, dan lain-lain.
7. Terapi Medis
Meliputi intake oral maupun parenteral yang telah dikonsumsi klien. Beri
penjelasan juga terhadap dosis obat, indikasi, serta kontraindikasi dari
mengkonsumsi obat tersebut.

I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli.
4. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anorexia, distensi abdomen.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktivitas hidup sehari- hari.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan
produksi sputum.
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan
nafas.
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dispenia.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada
dan cairan paru.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran udara
dan bunyi nafas adventius. Misalnya : crackels atau mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal pada bronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi. Crackels, ronki, mengi terdengar inspirasi dan /
ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan
spasme jalan nafas/ obstruksi.
c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif
sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru /
jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien.
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret. 30
e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk
tidak efektif atau perubahan tingkat kesadaran.
f. Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesic.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati,
karena dapat menurukan upaya batuk / menekan pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan
oksigenasi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh
terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.
c. Awasi frekuensi jantung / irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi
juga dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
d. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktifitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
f. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai
dengan respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan
peningkatan rasa aman dapat menurunkan komponen psikologis,
sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari
respon fisiologi.
g. Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas
60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman dengan tepat dalam toleransi pasien.
3. Diagnosa keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan
kedalaman rentang normal dan paru bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi
paru.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius seperti
krekels atau mengi
Rasional : Bunyi nafas menurun / tidak ada jika jalan nafas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil (
atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turu dari
tempat tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi
meningkatakan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi.
Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan ( infark
paru) atau anti koagulan berlebihan.
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
f. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
Rasional : Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan
membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
4. Diagnosa keperawatan : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan
oral
Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler cepat, tanda vital stabil
Intervensi
a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui evaporasi.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa.
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan.
c. Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi
individual.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
d. Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetic.
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
e. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan.
Rasional : Pada dasarnya penurunan masukan / banyak kehilangan.
Penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.
5. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anorexia, distensi abdomen
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan /
meningkatkan berat badan
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya:
Sputum banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
b. Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural
dan sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan
pasien yang dapat menurunkan mual.
c. Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
d. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme)
atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.
6. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
insufisiensi oksigen untuk aktivitas hidup sehari- hari
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan
memudahkan dalam pemilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual pasien
terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di
kursi.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen

Anda mungkin juga menyukai