Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi

1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda
asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek
dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan
udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat
rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian,
saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan
juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung (resonansi) untuk suara percakapan.
3. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, di depan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring
disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membran mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi
utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya
udara.
Laring disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu
menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu
bernapas katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
4. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga
dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam
paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat
kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
5. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan (bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru
atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler
darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama
bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
Bronkus kemudian bercabang menjadi bronkiolus. Dan bronkiolus bercabang menjadi
bagian-bagian yang lebih halus.
6. Pulmo
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-
paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus
dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh
dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongga bronkus
masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia.
Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi,
kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mengandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara.
Dinding alveolus sangat tipis setebal selapis sel, lembab dan berdekatan dengan
kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah
permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah
terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran
CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi, (Setiadi, 2007).

B. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau dikenal
sebagai Acute Respiratory Infections (ARI). Infeksi pernafasan akut adalah proses
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikro plasma) atau aspirasi
substansi asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernafasan
(Wong,D.L,2009).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi
adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang
sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli, beserta organ adneksa lainnya seperti sinus-sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit,
(Donna L. 2009)
Berdasarkan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah proses
infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura.

C. Etiologi
Menurut Vietha ( 2009 ), etiologi ISPA adalah lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
jamur. Bakteri penyebabnya antara lain genus streptococus, Stafilococus, hemafilus,
bordetella, hokinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikrovirus,
adnovirus, dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA di influensa yang di
udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu
tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak anak di
bawah usia 2 tahun yang kecepatan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan
musim kemarau ke musim hujan juga menumbulkan resiko serangan ISPA. Beberapa
faktor lain yang diperkirakan berkontrubusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya senetasi lingkungan.
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus,
sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma.
ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi
klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Penyebab lainnya, yaitu :
1. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut
atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan
sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common
cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada
manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo. Berdasarkan
hasil penelitian Isbagio (2009), mendapatkan bahwa bakteri Streptococcus
pneumonie adalah bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta balita
setiap tahun di negara berkembang. Isbagio ini mengutip penelitian WHO dan
UNICEF tahun 2007, di Pakistan didapatkan bahwa 95% S.pneumococcus
kehilangan sensitivitas paling sedikit pada satu antibiotika, hampir 50% dari bakteri
yang diperiksa resisten terhadap kotrimoksasol yang merupakan pilihan untuk
mengobati infeksi pernafasan akut. Demikian pula di Arab Saudi dan Spanyol 60%
S. pneumonie ditemukan resisten terhadap antibiotika.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C.
Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan
rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang
bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.30 Sirkulasi udara dalam rumah
akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal
10% dari luas lantai.
4. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak
sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme
pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
5. Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok
terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon
Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain (Depkes
R.I., 2008)

D. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan,
bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 2007; 451).
Tanda dan gejala yang muncul :
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku
dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackles (ronchi), dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 2008).

E. Patofisiologi
ISPA terjadi dapat karena masuknya virus kedalam saluran pernafasan atas, kemudian
virus bereplika (membelah) pada sel epitel kolumner bersilia (hidung, sinus, faring)
menyebabkan radang pada tempat tersebut. Peradangan itu merangsang pelepasan
mediator histamin dalam sekresi hidung sehingga permeabilitas vaskuler naik dan
akibatnya terjadi odema pada mukosa dan hidung menjadi tersumbat akibat akumulasi
mukus, dari kejadian itu menimbulkan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak
efektif.
Peradangan hidung, sinus dan faring ditambah dengan adanya bakteri menyebabkan
perluasan sampai tonsil dan adenoid ikut meradang, dengan pemejanan alergen juga
menyebabkan laring dan faring mengalami peradangan. Pada proses peradangan terjadi
pembengkakan dan pelepasan sel epitel yang mengalami infeksi sehingga menyebabkan
iritasi jalan nafas yang menimbulkan peningkatan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bicara (disfasia).
Proses infeksi pada jalan nafas juga menyebabkan demam sehingga terjadi diaforesis
yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit volume cairan.
Pada tonsilitis dan adenoiditis apabila sudah terjadi hipertropi dan abses serta tonbsilitis
berulang maka harus dilakukan tindakan toksilotomi dan adenoidoktomi.
Tersumbatnya saluran pernafasan oleh sekret akan menurunkan suplai O2 ke paru-paru,
menyebabkan pasien mengalami hipoventilasi(penurunan ventilasi), menyebabkan pasien
sesak nafas, menggunakan otot bantu tambahan untuk bernafas dapat menimbulkan
masalah keperawatan pola nafas tidak efektif. Terkadang pasien juga mengalami sianosis.
Reaksi sistemik dari peradangan atau inflamsi yang terjadi menimbulkan manifestasi
anoreksia, mual, penurunan BB, dan kelemahan, yang menyebabkan terjadi peningkatan
laju metabolisme umum, intake nutrisi yang tidak adekuat, tubuh makin kurus,
ketergantungan aktivitas sehari-hari, kecemasan karena terjadi perubahan status
kesehatan, dan kurang mengertahui informasi tentang penyakit yang sedang diderita
(Smeltzer, Suzanne C, 2008).

F. Pathway
Terlampir

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman
(swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan
pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Smeltzer, Suzanne C, 2008).

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya
kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui
hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin
hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta
antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). Mengatasi batuk dianjurkan memberi obat
batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
Diet yang diberikan adalah diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT). Diet ini
mengandung Energi dan Protein diatas kebutuhan normal.
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif seperti
bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (IDAI, 2008).
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.Kematangan
pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara
berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala
lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total
panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan anak.
a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 5, yaitu:
0 2 tahun adalah masa bayi
1 5 tahun adalah masa kanak-kanak
6 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
12 14 adalah masa remaja
14 17 tahun adalah masa pubertas awal
b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3, yaitu :
0 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
7 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah
14 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak menjadi
dewasa.

2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Hidayat (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila
terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi
badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, perubahan proporsi
yang terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa
konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses
kematangan seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri
lama yang ada selama masa pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi
susu, atau hilangnya refleks tertentu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Supariasa (2011) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal
dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi
genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan maka pertumbuhan
optimal akan tercapai (Supariasa, 2011).
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga,
kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan, kesehatan prenatal,
nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal.

B. Konsep Perkembangan Usia


1. Pengertian Perkembangan
Desmita (2009) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian
perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu
menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari
proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan
kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya
jantung untuk memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak
untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta
kematangan emosi dan sosial anak.

2. Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan yaitu :
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling berkaitan.
Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan aspek kognitif (berpikir).
b. Perkembangan dapat diprediksi.
Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari sisi umur
pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun diperkirakan sudah
dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya, mam untuk menyatakan mau
makan.
c. Rentang perkembangan anak bervariasi.
Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru bisa
berjalan setelah berusia 18 bulan.
d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan pengalaman
(experience).
Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa kematangan
untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak sendiri. Faktor gizi dan
kesehatan turut menentukan terjadi proses kematangan. Faktor kematangan untuk setiap
aspek kemampuan bervariasi. Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui kapan kira-
kira kematangan untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting karena sangat erat
dengan kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa siap. Anak yang
belajar kemampuan di saat masa matang itu muncul akan memudahkan anak
melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi fisiknya (kaki) belum
matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri walau sering dilatih. Bahkan,
kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki anak bisa menjadi bengkok (bentuk X atau
O). Pada saat anak siap anak perlu dilatih sehingga anak memperoleh pengalaman.
Pengalaman ini akan menentukan kemampuan itu terbentuk
e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari dalam ke luar
(proximodistal).
Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan merupakan
tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian berjalan. Itu merupakan
satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang menjadikan perkembangan dapat
diprediksi.
f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi, kuat
dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti itu juga. Misal,
orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan suara tinggi dan cepat.
Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak berbicara. Bila berbicara dengan
temannya anak cenderung berbicara dengan suara tinggi, kuat dan keras juga (Wong,
2009).

3. Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk kehidupan
tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi
ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat dipahami dalam hubungan
keseluruhannya. Secara garis besar seorang anak mengalami tiga tahap perkembangan
penting, yaitu kemampuan motorik, perkembangan fisik dan perkembangan
mental.Kemampuan motorik melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat
tubuh di atas kaki, dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh
tangan dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada perkembangan alat-
atal indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa, ingatan, kesadaran
umum, dan perkembagan kecerdasan (Wong. 2009).
a. Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada
lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak, menangis.
Usia setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu kata, 300 kata dalam
usia 2 tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat
egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun anak
mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini
belajar sambil bermain karena dinilai sejalan dengan tingakt perkembangan usia ini.
b. Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan intelektual,
perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah menyatakan bahwa
bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin dan moral.
c. Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa dari usia
14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada pada masa transisi
sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-perkataan kasar menjadi
perkataan harian sehingga dengan sikap emosional ini mendorong anak untuk
bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa krisis kedua yaitu masa pancaroba
yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke masa pubertas. Dalam kaitannya dengan
kehidupan beragama, gejolak batin seperti itu akan menimbulkan konflik.

C. Konsep Hospitalisasi Usia


1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan
menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2007).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu
proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau
tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa
perubahan psikis pada anak.
2. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua
tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor dari
petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun
lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan.Keluarga sering merasa cemas
dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun
dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan
merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan. Anak
menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu
menurunnya respon imun. Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan
adanya dukungan social keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap
perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Fakta
tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam
pengelolah asuhan keperawatan (Supartini, 2007).
3. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai
reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap
sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada
umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan,
perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di
rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak yaitu:
a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak
usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan
dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering
muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas
karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras.
Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan
tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2007).
b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai
dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua
atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan
secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya
pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk
mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan
kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Walaupun demikian, anak
dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya (Supartini,
2007).

c. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)


Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan
yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan
kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena
adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan
peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan
kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan
fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi
baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu
mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika
merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu
dengan erat (Supartini, 2007).

d. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)


Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila
harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas
karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas
kesehatan di rumah sakit.Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini
adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak
tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama
pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau
pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan,
dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini, 2007).

4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi


a Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat
proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak (Supartini, 2007).
b Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu
mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap
kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak (Supartini,
2007).
c Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan
tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary
(Supartini, 2007).
d Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh
kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan
demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak (Supartini, 2007).
e Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu
berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Supartini, 2007).
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN :
1. Data subjektif
Keluhan Utama: Klien mengeluh demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan
Riwayat penyakit sekarang: 2 hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
Riwayat penyakit dahulu: Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
Riwayat social: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya
2. Data objektif
a. Inspeksi :
1) Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan
2) Tonsil tanpak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tampak atau tidak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan
cuping hidung, tachypnea, dispnea, dan hipoventilasi
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
1) Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
1) Suara napas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama
dari pernafasan.
1) Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2) Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3) Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4) Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5) Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong,
2008).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan produksi akumulasi
sekret yang berlebihan (sekresi mukus yang kental) dan upaya batuk buruk.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik : bacteria / viremia , peningkatan laju
metabolisme umum
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, metabolism umum sekunder
dari kerusakan pertukaran gas.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
pathogen, malnutrisi, obesitas, penyakit kronis (mis., diabetes mellitus), prosedur
invasive
(Nanda NIC NOC, 2015).
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA/MASALAH TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KOLABORASI

1 Ketidakefektifan bersihan NOC NIC


jalan nafas
Outcome Untuk Mengukur 1. Stabilisasi dan
Definisi: ketidakmampuan Penyelesaian dari Diagnosis membuka jalan
membersihkan sekresi atau nafas
obstruksi dari saluran nafas untuk 1. Status pernafasan : 2. Manajemen jalan
mempertahankan bersihan jalan kepatenan jalan nafas nafas
nafas. Outcome Tambahan untuk 3. Penghisapan lendir
Mengukur Batasan pada jalan nafas
Batasan Karaktersitik: Karakteristik 4. Pengurangan
1. Batuk yang tidak efektif 1. Tingkat agitasi kecemasan
2. Dispnea 2. Tingkat kecemasan 5. Manajemen jalan
3. Gelisah 3. Pencegahan aspirasi nafas buatan
4. Kesulitan verbalisasi 4. Respon ventilasi mekanik : 6. Pencegahan aspirasi
5. Mata terbuka lebar dewasa 7. Manajemen asma
6. Ortopnea 5. Status pernafasan 8. Fisioterapi dada
7. Penurunan bunyi nafas 6. Kontrol gejala 9. Manajemen batuk
8. Perubahan frekuensi nafas 7. Tanda-tanda vital 10. Manajemen ventilasi
9. Perubahan pola nafas Outcome yang Berhubungan mekanik : invasif
10. Sianosis dengan Faktor yang 11. Manajemen ventilasi
11. Sputum dalam jumlah yang Berhubungan atau Outcome mekanik : non
berlebihan Menengah invasif
12. Suara nafas tambahan 12. Penyapihan ventilasi
13. Tidak ada batuk 1. Respon alergi : sistemik mekanik
2. Respon imun hipersensitif 13. Pemberian obat :
3. Keparahan infeksi inhalasi
Faktor yang Berhubungan :
4. Pengetahuan : manajemen 14. Terapi oksigen
1. Lingkungan asma 15. Pengaturan posisi
a. Perokok 5. Pengetahuan : manajemen 16. Monitor pernafasan
b. Perokok pasif penyakit paru obstuktif 17. Resusitasi : neonates
c. Terpajan asap kronik 18. Surveilans
2. Obstruksi Jalan Nafas 6. Pengetahuan : manajemen 19. Bantuan ventilasi
a. Adanya jalan nafas pneumonia 20. Monitor tanda-tanda
buatan 7. Respon penyapihan ventilasi vital
b. Benda asing dalam jalan mekanik : dewasa 21. Pilihan Intervensi
nafas 8. Kontrol resiko : proses Tambahan
c. Eksudat dalam alveoli infeksi 22. Manajemen asam
d. Hyperplasia pada dinding 9. Manajemen diri : asma basa
brokus 10. Manajemen diri : penyakit 23. Manajemen alergi
e. Mucus berlebihan paru obstruktif kronik 24. Manajemen
f. Penyakit paru obstruksi 11. Perilaku berhenti merokok anafilaksis
kronis 25. Teknik
g. Sekresi yang tertahan menenangkan
h. Spasme jalan nafas 26. Manajemen
3. Fisiologis disritmia
a. Asma 27. Perawatan gawat
b. Disfungsi neuromuskular darurat
c. Infeksi 28. Kontrol infeksi
d. Jalan nafas alergik 29. Pemasangan infuse
30. Monitor cairan
31. Bantuan
penghentian
merokok
32. Perawatan selang :
dada
2. Ketidakefektifan Pola Nafas: NOC NIC
Definisi: Inspirasi dan/atau 1. Outcome Untuk 1. Management Jalan
ekspirasi yang tidak memberi Mengukur Penyelesaian Nafas
ventilasi adekuat. dari Diagnosis a. Penghisapan lendir
Batasan Karakteristik 1. Respon penyapihan pada jalan nafas
1. Bradipnea ventilasi mekanik : b. Manajemen alergi
2. Dispnea dewasa c. Pengurangan
3. Takipnea 2. Status pernafasan kecemasan
4. Penurunan tekanan 3. Status pernafasan : d. Managemen jalan
ekspirasi ventilasi nafas buatan
5. Penurunan tekanan 2. Outcome Tambahan 2. Manajemen Asma
inspirasi untuk Mengukur Batasan a. Peningkatan
6. Pernafasan cuping Karakteristik (manajemen) batuk
hidung 1. Respon alergi : b. Manajemen
7. Ortopnea sistemik ventilasi mekanik :
8. Pola nafas abnormal 2. Status pernafasan : Invasif
(mis. Irama, kepatenan jalan nafas c. Manajemen
frekuensi, 3. Status pernafasan : ventilasi mekanik :
kedalaman) pertukaran gas Non Invasif
9. Penggunaan otot 4. Keparahan syok : d. Manajemen
bantu pernafasan anafilaktis ventilasi mekanik :
10. Perubahan ekskursi 3. Outcame yang Berkaitan Pencegahan
dada dengan Faktor yang Pneumonia
Faktor Yang Berhubungan / Berhubungan atau e. Pemberian obat
Etiologi Outcome Menengah f. Pemberian obat :
1. Ansietas 1. Keparahan respirasi Hidung
2. Nyeri asidosis akut g. Terapi oksigen
3. Obesitas 2. Keparahan respiratori
4. Hiperventilasi alkalosis akut 3. Monitor pernafasan
5. Keletihan 3. Tingkat kecemasan a. Bantuan ventilasi
6. Keletihan otot 4. Kognisi b. Monitor tanda
pernafasan 5. Konservasi energy tanda vital
7. Cedera medulla 6. Kelelahan : efek yang
spinalis mengganggu
8. Deformitas dinding 7. Tingkat kelelahan
dada 8. Status neurologi :
9. Deformitas tulang otonomik
10. Gangguan neurologis 9. Status neurologi : sensori
(mis. Trauma kepala, tulang punggung/fungsi
gangguan kejang) motoric
11. Posisi tubuh yang 10. Tingkat nyeri
menghambat 11. Manajemen diri : asma
ekspansi paru 12. Manajemen diri :
12. Sindrom penyakit paru obstruktif
hipoventilasi kronik
13. Organisasi (Pengelolaan)
bayi prematur
14. Perilaku berhenti
merokok
15. Berat badan : massa tubuh
3. Hipertermia NOC NIC

Definisi: suhu inti tubuh di atas Outcome untuk mengukur 1. Memandikan


kisaran normal diurnal karena penyelesaian dari diagnosa 2. Manajemen
kegagalan termogulasi lingkungan
1. Termogulasi 3. Perawatan demam
Batasan karakteristik : 2. Termogulasi: Bayi Baru 4. Manajemen cairan
Lahir 5. Pengaturan
1. Apnea
Outcome tambahan untuk hemodinamik
2. Bayi tidak dapat
mengukur batasan 6. Perawatan bayi:
mempertahankan menyusu
karateristik baru lahir
3. Gelisah
4. Hipotensi 1. Status Neurologi 7. Kontrol infeksi
5. Kejang 2. Status Neurologi: Otonomik 8. Perlindungan infeksi
6. Koma 3. Tanda-tanda vital 9. Pencegahan
7. Kulit kemerahan Outcome yang berkaitan hipertermia
8. Kulit terasa hangat dengan faktor yang malignan
9. Letargi berhubungan atau outcome 10. Manajemen
10. Postur abnormal menengah pengobatan
11. Stupor 11. Peresepan obat
12. Takikardia 1. Reaksi Transfusi Darah 12. Manajemen syok
13. Takipnea 2. Status kenyamanan: Fisik 13. Pengaturan suhu
14. Vasodilatasi 3. Tingkat Ketidaknyamanan 14. Pengaturan suhu:
4. Hidrasi perioperatif
Faktor yang Berhubungan :
5. Keparahan Infeksi 15. Monitor tanda tanda
1. Ages farmaseutikal 6. Keparahan Infeksi: Bayi vital
2. Aktivitas berlebihan Baru Lahir Pilihan Intervensi
3. Dehidrasi 7. Pengetahuan: Manajemen Tambahan:
4. Iskemia Penyakit Akut
5. Pakaian yang tidak sesuai 8. Respon Pengobatan 1. Aplikasi
6. Peningkatan laju 9. Keparahan Cedera Fisik panas/dingin
metabolisme 10. Kontrol Resiko: 2. Manajemen nutrisi
7. Penurunan perspirasi Hipertermia 3. Terapi oksigen
8. Penyakit 11. Manajemen Diri: Penyakit 4. Perawatan
9. Sepsis Akut penyisipan kateter
10. Suhu lingkungan tinggi sentral perifer
11. Trauma 5. Manajemen kejang
6. Pencegahan kejang
7. Pengecekan kulit
8. Pemberian nutrisi
total parenteral
(TPN)
4. Intoleransi Aktivitas NOC NIC

Definisi: ketidakcukupan energy Outcome untuk mengukur 1. Terapi Aktivitas :


psikologis atau fisiologis untuk penyelesaian dari diagnosis : a. Peningkatan
mempertahankan atau mekanika tubuh
menyelesaikan aktivitas 1. Toleransi terhadap aktivitas 1. Perawatan jantung :
kehidupan sehari-hari yang harus 2. Daya tahan Rehabilitas
atau yang ingin dilakukan. 3. Energi psikomotor 2. Manajemen Energi :
Outcome tambahan untuk a. Manajemen
Batasan Karakteristik : mengukur batasan lingkungan
karakteristik : b. Peningkatan
1. Dispnea setelah beraktivitas
2. Keletihan 1. Keefektifan pompa jantung latihan : latihan
3. Ketidaknyamanan setelah 2. Status jantung paru kekuatan
beraktivitas 3. Tingkat ketidaknyamanan c. Bantuan
4. Perubahan 4. Konservasi energy perawatan diri
elektrokardiogram 5. Kelelahan : efek yang d. Peningkatan
5. Respon frekuensi jantung mengganggu tidur
abnormal 6. Tingkat kelelahan e. Pengajaran :
6. Respon tekanan darah 7. Istirahat peresepan
abnormal terhadap aktivitas 8. Perawatan diri latihan
Faktor yang berhubungan : 9. Tanda-tanda vital Pilihan Intervensi
Outcome yang berkaitan Tambahan :
1. Gaya hidup kurang gerak
dengan faktor yang 1. Manajemen
2. Imobilitas
berhubungan atau outcome lingkungan :
3. Ketidakseimbangan antara
menengah : kenyamanan
suplai dan kebutuhan
oksigen 1. Ambulasi 2. Peningkatan latihan
4. Tirah baring 2. Ambulasi kursi roda 3. Terapi latihan :
3. Partisipasi latihan ambulasi
4. Pergerakan status nutrisi : 4. Terapi latihan :
energy pergerakan sendi
5. Status kesehatan pribadi 5. Terapi latihan :
6. Kebugaran fisik kontrol otot
7. Status pernafasan 6. Terapi musik
7. Terapi oksigen
8. Manajemen nyeri
9. Relaksasi otot
progresif
10. Fasilitasi kunjungan
11. Manajemen berat
badan
5 Ansietas NOC NIC
Definisi: perasaan tidak nyaman Outcome untuk mengukur 1. Bimbingan
atau kekhawatiran yang samar penyelesaian dari diagnosis antisipasif
disertai respons otonom (sumber 1. Tingkat kecemasan 2. Pengurangan
sering kali tidak sepesifik atau 2. Tingkat kecemasan sosial kecemasan
tidak diketahui oleh individu), Outcome tambahan untuk 3. Teknik
perasaan takut yang disebabkan mengukur batasan menenangkan
antisipasi terhadap bahaya. Hal karakteristik 4. Peningkatan koping
ini merupakan isyarat 1. Tingkat agitasi 5. Manajemen
kewaspadaan yang 2. Kontrol kecemasan diri demensia
memperingatkan individu akan 3. Kontinensi usus 6. Manajemen
adanya bahaya dan 4. Konsentrasi demensia:
memampukan individu untuk 5. Koping memandikan
bertindak menghadapi ancaman. 6. Pembuatan keputusan 7. Manajemen
Batasan Karakteristik 7. Tingkat delirium demensia: keluyuran
Perilaku 8. Kontrol diri terhadap 8. Bantuan
1. Agitasi distorsi pemikiran pemeriksaan
2. Gelisah 9. Risiko kecenderungan 9. Menghadirkan diri
3. Gerakan ekstra perilaku melarikan diri 10. Terapi relaksasi
4. Insomnia 10. Tingkat kelelahan 11. Pengurangan stres
5. Kontak mata yang buruk 11. Tingkat rasa takut relokasi
6. Melihat sepintas 12. Tingkat rasa takut: anak 12. Peningkatan
7. Mengekspresikan 13. Tingkat hiperaktivitas keamanan
kekhawatiran karena 14. Memproses infromasi 13. Perawatan
perubahan dalam peristiwa 15. Kontrol mual & muntah penggunaan zat
hidup 16. Status neurologi: terlarang
8. Penurunan produktifitas otonomik 14. Terapi validasi
9. Perilaku mengintai 17. Keluyuran yang aman Pilihan Intervensi
10. Tampak waspada 18. Fungsi sensori: taktil Tambahan:
Afektif 19. Tidur 1. Manajemen alergi
1. Berfokus pada diri sendiri 20. Kontinensia urin 2. Bantuan kontrol
2. Distres 21. Tanda-tanda vital marah
3. Gelisah Outcome yang berkaitan 3. Terapi bantuan
4. Gugup dengan faktor yang hewan
5. Kesedihan yang mendalam berhubungan atau outcome 4. Terapi kesenian
6. Ketakutan menengah 5. Manajemen asma
7. Menggemerutukkan gigi 1. Pemulihan terhadap 6. Latihan autogenik
8. Menyesal kekerasan 7. Manajemen
9. Peka 2. Penerimaan: status perilaku: menyakiti
10. Perasaan tidak adekuat kesehatan diri
11. Putus asa 3. Adaptasi terhadap 8. Biofeedback
12. Ragu disabilitas fisik 9. Persiapan
13. Sangat khawatir 4. Menahan diri dan melahirkan
14. Senang berlebihan agresifitas 10. Konseling
Fisiologis 5. Adaptasi anak terhadap 11. Intervensi krisis
1. Gemetar perawatan di rumah sakit 12. Pengalihan
2. Peningkatan keringat 6. Kepuasan klien: 13. Pencegahan
3. Peningkatan ketegangan pengajaran melarikan diri
4. Suara bergetar 7. Kepuasan klien: 14. Dukungan
5. Tremor keberlanjutan perawatan emosional
6. Tremor tangan 8. Kepuasan klien: 15. Manajemen energi
7. Wajah tegang perawatan psikologis 16. Manajemen
Simpatis 9. Status kenyamanan lingkungan
1. Anoreksia 17. Peningkatan latihan
2. Diare 10. Status kenyamanan: 18. Konseling genetik
3. Dilatasi pupil lingkungan 19. Fasilitasi proses
4. Eksitasi kardiovaskular 11. Status kenyamanan: fisik berduka
5. Gangguan pernapasan 12. Status kenyamanan: 20. Imajinasi terbimbing
6. Jantung berdebar-debar psikospiritual 21. Perawatan
7. Kedutan otot 13. Status kenyamanan: kehamilan risiko
8. Lemah sosiokultural tinggi
9. Mulut kering 14. Tingkat demensia 22. Hipnosis
10. Peningkatan denyut nadi 15. Resolusi berduka 23. Peresepan obat
11. Peningkatan frekuensi 16. Perilaku imunisasi 24. Fasilitasi meditasi
pernapasan 17. Kontrol diri terhadap 25. Terapi musik
12. Peningkatan refleks impuls 26. Manajemen sindrom
13. Peningkatan tekanan darah 18. Keparahan infeksi pre menstruasi
14. Vasokonstriksi superfisial 19. Keseimbangan gaya hidup (PMS)
15. Wajah memerah 20. Menahan diri dari 27. Relaksasi otot
Parasimpatis memutilasi progresif
1. Anyang-anyangan 21. Pemulihan terhadap 28. Terapi reminiscence
2. Diare pengabaian 29. Manajemen
3. Dorongan segera berkemih 22. Kelekatan orang tua bayi teknologi
4. Gangguan pola tidur 23. Kesejahteraan pribadi 30. Fasilitasi hipnosis
5. Kesemutan pada 24. Pengaturan psikososial: diri
ekstremitas perubahan kehidupan 31. Dukungan
6. Letih 25. Adaptasi relokasi kelompok
7. Mual 26. Kesadaran diri 32. Pengajaran: individu
8. Nyeri abdomen 27. Harga diri 33. Pengajaran:
9. Penurunan denyut nadi 28. Identitas seksual preoperatif
10. Penurunan tekanan darah 29. Ketrampilan interaksi 34. Pengajaran:
11. Pusing sosial peresepan obat-
12. Sering berkemih 30. Kesehatan spiritual obatan
Kognitif 31. Tingkat stres 35. Pengajaran:
1. Bloking pikiran 32. Keparahan ketagihan zat prosedur /
2. Cenderung menyalahkan 33. Kontrol gejala perawatan
orang lain 36. Konsultasi melalui
3. Gangguan konsentrasi telepon
4. Gangguan perhatian 37. Terapi trauma: anak
5. Konfusi 38. Perawatan
6. Lupa inkontinensia urin:
7. Melamun enuresis
8. Menyadari gejala fisiologis 39. Fasilitasi kunjungan
9. Penurunan kemampuan 40. Monitor tanda-tanda
untuk belajar vital
10. Penurunan kemampuan
untuk memecahkan
masalah
11. Penurunan lapang persepsi
12. Preokupasi
Faktor Yang Berhubungan
1. Ancaman kematian
2. Ancama status terkini
3. Hereditas
4. Hubungan interpersonal
5. Kebutuhan yang tidak
dipenuhi
6. Konflik nilai
7. Krisis maturasi
8. Krisis situasi
9. Pajanan pada toksin
10. Penularan interpersonal
11. Penyalahgunaan zat
12. Perubahan besar (mis.,
status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, fungsi peran,
status peran)
13. Riwayat keluarga tentang
ansietas
14. Stresor
6 Risiko Infeksi NOC NIC

Definisi : Rentan mengalami Outcome untuk Menilai Dan 1. Manajemen alergi


invasi dan multiplikasi Mengukur Kejadian Aktual 2. Pencegahan
organisme patogenik yang dari Diagnosis perdarahan
dapat mengganggu kesehatan. 3. Pengurangan
1. Keparahan Infeksi perdarahan
Faktor Risiko 2. Keparahan Infeksi: baru 4. Pengurangan
lahir perdarahan: uterus
5. Kurang pengetahuan
Outcome yang Berhubungan antepartum
untuk menghindari
dengan Faktor Risiko 5. Pengurangan
pemajanan pathogen
6. Malnutrisi 1. Penyembuhan luka bakar perdarahan:
7. Obesitas 2. Kontrol risiko Komunitas: gastrointestinal
8. Penyakit kronis (mis., Penyakit Menular 6. Pengurangan
diabetes mellitus) 3. Fungsi Gastrointestinal perdarahan: nasal
9. Prosedur invasive 4. Akses Hemodialisis 7. Pengurangan
Pertahanan Tubuh Primer Tidak 5. Konsekuensi Imobilitas: perdarahan: uterus
Adekuat Fisiologi postpartum
6. Status imunitas 8. Pengurangan
1. Gangguan integritas kulit 7. Prilaku imunisasi perdarahan: luka
2. Gangguan peristalsis 8. Pengetahuan: Manajemen 9. Pemberian produk
3. Merokok Penyakit Akut produk darah
4. Pecah ketuban dini 9. Pengetahuan: manajemen 10. Manajemen cairan
5. Pecah ketuban lambat penyakit kronik 11. Monitor cairan
6. Penurunan kerja siliaris 10. Status maternal: 12. Resusitasi cairan
7. Perubahan pH sekresi antepartum 13. Pengaturan
8. Stasis cairan tubuh 11. Status maternal: hemodinamik
Pertahanan tubuh sekunder intrapartum 14. Manajemen
tidak adekuat 12. Status maternal: hipovolemi
Postpartum 15. Kontrol infeksi
1. Imunosupresi
13. Respon pengobatan 16. Perlindungan
2. Leukopenia
infeksi
3. Penurunan hemoglobin 14. Status nutrisi 17. Terapi oksigen
4. Supresi respons inflamasi 15. Status nutrisi: asupan 18. Identifikasi risiko
(mis., interleukin 6 [IL-6], nutrisi 19. Pencegahan Syok
C-reactive protein [CRP]) 16. Kesehatan mulut 20. Surveilans
5. Vaksinasi tidak adekuat 17. Keparahan cedera fisik 21. Monitor tanda-
Pemajanan Terhadap Patogen 18. Status pernafasan: tanda vital
Lingkungan Meningkat kepatenan jalan nafas Pilihan intervensi
19. Status pernafasan: tambahan :
1. Terpajan pada wabah ventilasi
20. Kontrol risiko 1. Manajemen
21. Control risiko: Proses anafilaksis
infeksi 2. Perawatan jantung
22. Kontrol Risiko: Penyakit 3. Manajemen alat
Menular Seksual (PMS) akses vena sentral
23. Deteksi risiko 4. Perawatan
24. Manajemen diri: Penyakit sirkulasi:
kronik insufisiensi arteri
25. Prilaku berhenti merokok 5. Perawatan
26. Pemulihan pembedahan: sirkulasi:
penyembuhan insufisiensi vena
27. Pemulihan pembedahan: 6. Perawatan emboli:
segera setelah operasi paru-paru
28. Integritas jaringan: Kulit 7. Manajemen
& Membran Mukosa hipoglikemi
29. Berat badan: Massa Tubuh 8. Pemasangan infuse
30. Penyembuhan luka: 9. Terapi intravena
primer (IV)
31. Penyembuhan luka: 10. Pemberian obat
sekunder 11. Monitor
pernafasan
D. EVALUASI
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan
tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz A. Alimul . (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Salemba.
Medika. Jakarta.
Catzel, Pincus & Ian robets. (2007). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2008). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut untuk penanggulangan premonia pada balita. Jakarta :Departemen Kesehatan RI.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakary


Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses : Definition
& Classification 2015 2017. Jakarta : EGC
IDAI. (2008). Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Nelson, Waldo E. (2013). Ilmu Kesehatan Anak (Ed 15). Jakarta : EGC

Nurarif, Amin. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA. Yogyakarta : Mediaction
Nursalam. (2011). Asuhan Keperawatan Bayi & Anak. Jakarta : Salemba Medika
Rudolf. (2012). Buku Ajar Pediatrik. Jakarta : EGC

Setiadi. (2007).Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu. Sistem


Pernafasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Supariasa. (2011). Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC.


Supartini.(2007). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC
Whalley & wong. (2008). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1.
USsA: CV. Mosby-Year book. Inc
Wong, Donna L. (2009). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Wong. (2009). Buku ajaran keperawatan pediatric. Alih bahasa sumanarno, agus dkk.
Edisi 6 volume 1. Jakarta : ECG

Vietha. (2009). Asuhan keperawatan anak preschool dengan ISPA. (Online),


(http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-
preschool-dengan-ispa/, diakses tanggal 8 November 2017)

Anda mungkin juga menyukai