Setelah terjadinya infeksi, virus herpes akan menimbulkan infeksi yang tidak
terlihat pada ganglia sensorik dan otonom pada sistem saraf pusat. DNA rantai
ganda dari virus akan bergabung menjadi satu bagian fisiologis dari sel dengan
menginfeksi nukleus dari sel saraf. Gejala prodormal dapat meliputi paresthesia,
gatal, dan rasa sakit dibagian lumbosacral. Dimana gejala prodormal tersebut dapat
berlangsung selama beberapa jam ataupun hari sebelum lesi terbentuk. Penyebab
reaktivasi tersebut masih belum dapat diketahui, tetapi ada beberapa pemicu yang
telah didokumentasikan. Pada sebuah penelitian tahun 2009 menunjukan bahwa
VP16 memegang peranan dalam mengaktivasi virus yang tidak aktif/ dorman.
Perubahan pada sistem imun saat menstruasi memegang peranan dalam infeksi
HSV-1. Pemicu yang lainnya termasuk luka pada bagian wajah, bibir, mulut, dan
paparan dari sinar ultraviolet.[1]
Frekuensi dan tingkat keparahan dari kekambuhan pada setiap orang sangat
berbeda. Pada sebagian orang bisa sangat menyiksa, dengan lesi yang besar dan
sangat sakit dan dapat berlangsung selama beberapa minggu. Sedangkan pada orang
lainnya hanya merasakan sedikit rasa gatal atau terbakar dalam beberapa hari.
Beberapa bukti menunjukan bahwa genetik memegang peranan penting dalam
frekuensi outbreak dari fever blisters/ cold sores. Pemberian antiviral telah
terbukti dalam mengurangi frekuensi dan periode dari outbreak.
Infeksi HSV-2 pada ibu hamil dapat menyebabkan infeksi yang fatal pada
bayi yang dikandungnya, karena pada episode awal kehamilan merupakan risiko
terbesar terjadinya penularan pada bayi. Jika seorang ibu hamil memiliki riwayat
herpes genital aktif pada saat persalinan, maka tindakan sectio caesarea yang
biasanya dilakukan. Kejadian infeksi pada bayi dengan ibu yang terkena infeksi
HSV-2 jarang terjadi.