Anda di halaman 1dari 5

KOLINESTERASE INHIBITOR

Kolinesterase inhibitor telah mengumpulkan perhatian sebagai salah satu obat yang dapat
digunakan sebagai terapi delirium. Alasan dibalik pemakaian obat tersebut adalah hipotesis
mengenai adanya defisiensi kolinergik sentral pada delirium. Kolineterase inhibitor bekerja dengan
menghambat penghancuran enzimatik asetilkolin. Pada penelitian observasional dan laporan
menggunakan physostigmine, sebuah prototipikal kolinesterase inhibitor, pada delirium yang
disebabkan oleh antikolinergik dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan agen
yang lebih baru seperti donepenzil, galantamine, dan rivastigmine. Namun penelitian mengenai
penggunaan agen-agen tersebut pada populasi ICU masih kurang. Hasil dari penelitian masih berupa
campuran dengan laporan keberhasilan kolinesterase inhibitor pada pengobatan delirium, berupa
studi kasus dan studi prospektif dengan populasi kecil yang memungkinkan menghasilkan hasil yang
kurang baik pada penelitian prospektif dengan populasi yang lebih besar.

Beberapa penelitian mengenai kolinesterase inhibitor pada pasien ICU yang telah didiagnosis
delirium telah difokuskan pada penggunaan rivastigmine. Studi prospektif terbesar dengan
randomisasi, multi-center, dan penelitian plasebo-kontrol telah dilakukan oleh Eijk dan koleganya di
Netherlands. Penelitian ini menggunakan 440 pasien dengan delirium yang telah dirandomisasi
diberikan dosis bertingkat rivastigmine atau plasebo sebagai tambahan haloperidol sebagai
manajemen delirium. Namun, penelitian diberhentikan karena ditemukan adanya kematian 12,22%
pada kelompok rivastigmine dibandingkan dengan kelompok plasebo yaitu 4,8%. Durasi median
penggunaan rivastigmine (5 hari) pada delitium memanjang dibandingkan dengan kelompok plasebo
(3 hari). sebagai tambahan, pasien pada kelompok rivastigmine memiliki derajat keparahan delirium
yang lebih tinggi, rawat inap ICU lebih lama, dan menerima dosis kumulatif haloperidol, lorazepam,
dan propofol lebih banyak dibandingkan dengan plasebo. Secara kesuluran, penelitian Eijk tidak
memberikan banyak sumbangsih dalam penggunaan kolinesterase inhibitor untuk pengobatan
delirium di ICU. Penelitian ini menyarankan bahwa agen-agen tersebut hanya boleh digunakan pada
paseien dengan fase kritis. Namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk dapat
disimpulkan.

ALFA-2 AGONIST

Walaupun sering digunakan pada protok tatalaksana sedasi dan analgesik di ICU, -2 agonis terbukti
menunjukan berkurangnya insiden dan pengobatan delirium saat fase kritis. Agen tersebut memiliki
efek tambahan berupa meminimalisisr supresi repirasi dan memfasilitasi pengaturan denyut jantung
yang rendah, kemudian dapat meminimalisir dluktuasi hemodinamik dan mengurangi
energi/kebutuhan energi yang akan mempengaruhi vaskularisasi cerebral. Agen ini juga berperan
sebagai neuroprotektif dengan cara menghambat pelepasan dan produksi neurotoksin glutamat.

Penelitian terbaru meneliti tentang kberhasilan pengobatan delirium dengan -2 agonis terutama
dexmedetomidine. Dexmedetomidine merupakan -2 agonis yang bekerja secara sentral dan 8 kali
lebih selektif sebagai -2 adrenoreceptor dibanfing clonidine. Dexmedetomidine bekerja pada pre
dan post-sippnatik untuk mengurangi pelepasan norepinefrin dan mengurangi aktivitas simpatis di
SSP. Agen ini telah disetujui penggunaannya untuk pasien ICU dengan durasi kurang dari 24 jam,
setidaknya 4 percobaan klinis menunjukan bahwa dexmedetomidine dapat digunakan secara aman
untuk 30 hari. Walaupun telah menunjukan insiden yang lebih rendah munculnya hipertensi dan
takikardi dibanding clonidine, dexmedetomidine menunjukkan meningkatnya hipotensi dan
bradikardi, terutama pada infusi tingkat tinggi.

Keunggulan dexmedetomidine sebagai agen standar untuk sedasi dan analgesik menunjukkan
kurangnya efek kolinergis, regulasi siklus tidur-jaga, dan berkurangnya penggunaan opioid sebagai
analgetik (mengurangi kurang lebih 40% pada beberapa penelitian) dan GABA agonis. Kemudian
dapat mengurangi faktor risiko potensial yang berperan pada patofisiologi delirium. Sebuah studi
oleh Pandharipande dan kawan-kawan menekankan pada risiko potensial dari benzodiazepine yang
diujikan secara kohort pada 198 pasien ICU dengan ventilasi mekanis, menunjukkan bahwa
penggunaan lorazepam adalah faktor risiko mandiri pada perkembangan delirium pada populasi
berisiko. Peneliti menemukan bahwa adanya peningkatan risiko untuk terjadinya delirium pada dosis
rendah, kemungkinannya mencapai 100% setelah kumulastif penggunaan lorazepam sebesar 20 mg.
Penelitian seperti ini menitikberatkan pada pentingnya mencari agen alternatif untuk sedasi dan
analgetik.

Beberapa penelitian mengenai keberhasilan penggunaan dexmedetomidine sebagai terapi primer


dan tambahan pada sedasi/analgetik. Beberapa penelitian mengenai efektivitas dexmedetomidine
pada pengobatan gejala tambahan pada delirium (seperti agitasi) dan juga insidensi delirium.
Kebanyakan penelitian prospektif telah mengevaluasi mengenai keberhasilan dari penggunaan
dexmedetomidine untuk sedasi dan analgesik pada pasien dengan ventilasi mekanik dan melihat
terjadinya delirium sebagai titik akhir sekunder.

Penelitian prospektif yang sangat penting dilakukan oleh Reade dan kawan pada 20 pasien ICU yang
menunjukan agitasi berat sebagai gejala tambahan yang muncul saat onset delirium, kemudian
dilakukan randomisasi dan dibagi dalam 2 grup yaitu grup dengan infus haloperidol dan grup dengan
infus dexmedetomidine. 2 hal yang diteliti adalah waktu ekstubasi dan insidensi delirium serta
keparahan. 10 pasien yang memenuhi kriteria (5 pada tiap grup); grup dexmedetomidine
menunjukan peningkatan proporsi waktu yang digunakan pada pasien dengan atau tanpa gejala
delirium, hal tersebut dapat diukur menggunakan Intensive Care Delirium Screening Checklist
(ICDSC). Grup dexmedetomidine menggunakan 95,5% waktu dengan skor ICSDSC <4 dan 61% waktu
dengan skor <1 dibandingkan dengan grup haloperidol yang menggunakan wkatu 31,5% dan 0%
dengan skor yang sama. sebagai tambahan, grup dexmedetomidine menunjukan waktu yang lebih
pendek untuk ekstubasi dengan durasi 19,9 jam vs 42,5 jam dengan haloperidol, waktu perawatan
ICU yang lebih pendek (4,5 hari vs 8 hari pada grup haloperidol), yang juga menunjukkan wakru yang
lebih pendek pada penggunaan propofol dibandingkan dengan grup haloperidol. Walaun
menjanjikan, penelitian ini memiliki banyak keterbatasan termasuk ukuran sampel sedikit,
kurangnya blinding, kemungkinan haloperidol tidak cukup dosis, dan asumsi bahwa agitasi terjadi
karena delirium saat pada kenyataannya agitasia dalah gejala nonspecific dengan banyak penyebab
potensial.

Skala luas, randomisasi, penelitian plasebo-kontrol tetap dibutuhkan untuk menegakkan


keberhasilan penggunaan dexmedetomidine sebagai agen primer dalam penatalaksanaan delirium di
ICU. Lebih jauh lagi, biaya yang tinggi dari dexmedetomidine (rata-rata $300-400 per hari)
merupakan salah satu penghambat. Namun, penelitian terbaru mengenai analisis perbandingan
dexmedetomidine dan midazolam untuk 366 pasien ICU dengan ventilasi mekanis menunjukan
penggunaan dexmedetomidine dapat menghemat $9679 dibanding dengan midazolam. Namun
penelitian lebih lanjut penting dilakukan untuk membuat kesimpulan definitif. Meskipun begitu,
dexmedetomidine tetap dapat menjadi alternatif dalam pengobatan-delirium refrakter pada
populasi dengan keadaan kritis.
Tabel 1. Penelitian dengan randomisasi mengenai intervensi farmakoterapi untuk delirium pada populasi ICU

Penelitian mengenai Karakteristik Primary Outcame Measure Hasil


I. Antipsikotik
Olanzapine vs haloperidol (Skrobik et 73 pasien ICU dengan diagnosa Keparahan dari delirium dan Tidak ada perbedaan pada index
al) delirium dirandomisasi kemudian penggunaan benzodiazepine delirium atau penggunaan
dibagi menjadi 2 grup yaitu grup lebih dari 5 hari benzodiazepine
olanzapine(n=28) dan
haloperidol(n=45)
Percobaan MIND (Girard et al) 101 pasien ICU dirandomisasi dan Rentang waktu hidup tanpa delirium Tidak ada perbedaan signifikan
dibagi dalam 3 grup yaitu atau koma antargrup
haloperidol(n=35), ziprasidone Grup haloperidol maupun grup
(n=30), atau placebo (n=36) ziprasidone tidak lebih baik
selama 14 hari dibandingkan plasebo
Quetiapine (Devlin et al) 36 pasien ICU dengan delirium Waktu sampai dengan resolusi awal Quetiapine berhubungan dengan
dirandomisasi kemudian dibagi 2 dari delirium waktu yang lebih pendek
grup, yaitu grup quetiapine mencapai resolusi awal delirium
(n=18) dan plasebo (n=18) sampai
dengan resolusi awal delirium,
sampai dengan 10 hari, atau
sampai dengan dipulangkan dari
ICU
Risperidone (Prakanrattana et al) 126 pasien operasi jantung (ICU) Insiden delirium post operasi Insiden delirium post operasi
dirandomisasi menjadi 2 grup yaitu, menurun pada grup risperidon
dengan risperidone dan plasebo
II. Kolinesterase inhibitor
Rivastigmine (Van Eijk et al) 104 pasien ICU dengan diagnosa Durasi delirium Penelitian dihentikan karena
delirium dirandomisasi dan dibagi meningkatnya mortalitas pada
menjadi 2 grup, yaitu grup grup rivastigmin
rivastigmine dan plasebo sebagai Durasi median dari delirium
tambahan haloperidol memanjang dibandingkan dengan
grup rivastigmin
III. NMDA Antagonis
Ketamine (hudetz et al) 58 pasien ICU dengan operasi Insiden delirium post-operatif Insiden delirium post-operasi
jantung dirandomisasi dan dibagi menurun pada penggunaan
menjadi 2 grup yaitu grup ketamine
ketamine dan grup plasebo saat
anastesi
IV. -2 agonis
Klonidin (Rubiro et al) 30 pasien ICU yang menjalani Insiden dan keparahan delirium Secara statistik tidak ada perbedaan
operasi diseksi aorta dibagi post-operatif bermakna antara 2 grup,
menjadi 2 grup yaitu grup keparahan delirium lebih rendah
klonidin dan plasebo pada grup klonidin
Dexmedetomidine vs haloperidol 20 pasien ICU dibagi menjadi 2 grup Waktu ekstubasi Dexmedetomidine memiliki waktu
(Reade et al) dengan infus haloperidol atau lebih pendek untuk ekstubasi
dexmedetomidine

Anda mungkin juga menyukai

  • Pasien Thorvask Adp 3 Agust 19
    Pasien Thorvask Adp 3 Agust 19
    Dokumen2 halaman
    Pasien Thorvask Adp 3 Agust 19
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Ezxrctvhbjnk
    Ezxrctvhbjnk
    Dokumen57 halaman
    Ezxrctvhbjnk
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Cover Rivaroxaban
    Cover Rivaroxaban
    Dokumen1 halaman
    Cover Rivaroxaban
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • DrBudhi Obat Sal Cerna
    DrBudhi Obat Sal Cerna
    Dokumen10 halaman
    DrBudhi Obat Sal Cerna
    unisoldier
    Belum ada peringkat
  • SDZFGDHFGJHKJLK
    SDZFGDHFGJHKJLK
    Dokumen1 halaman
    SDZFGDHFGJHKJLK
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Ezrxtcyvuhi
    Ezrxtcyvuhi
    Dokumen3 halaman
    Ezrxtcyvuhi
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • DZXFCGVHBJNK
    DZXFCGVHBJNK
    Dokumen2 halaman
    DZXFCGVHBJNK
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • FCGVHBJN
    FCGVHBJN
    Dokumen20 halaman
    FCGVHBJN
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Rxctvybuino
    Rxctvybuino
    Dokumen4 halaman
    Rxctvybuino
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Soal KKN
    Soal KKN
    Dokumen10 halaman
    Soal KKN
    Wahyu Adhitya Prawirasatra
    Belum ada peringkat
  • Simptom Psikiatri
    Simptom Psikiatri
    Dokumen16 halaman
    Simptom Psikiatri
    Putri Rustan
    Belum ada peringkat
  • Cover JBJBJ
    Cover JBJBJ
    Dokumen3 halaman
    Cover JBJBJ
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • DZXFCGVHBJNKM
    DZXFCGVHBJNKM
    Dokumen18 halaman
    DZXFCGVHBJNKM
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • SDZFGDHFGJHKJLK
    SDZFGDHFGJHKJLK
    Dokumen1 halaman
    SDZFGDHFGJHKJLK
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Fguhj
    Fguhj
    Dokumen6 halaman
    Fguhj
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Edede
    Edede
    Dokumen8 halaman
    Edede
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • PAPDI Bulan Waspadai Hipertensi
    PAPDI Bulan Waspadai Hipertensi
    Dokumen4 halaman
    PAPDI Bulan Waspadai Hipertensi
    Dimas Setiawan
    Belum ada peringkat
  • KJJKK
    KJJKK
    Dokumen2 halaman
    KJJKK
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • FFFFF
    FFFFF
    Dokumen1 halaman
    FFFFF
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Cover Rivaroxaban
    Cover Rivaroxaban
    Dokumen1 halaman
    Cover Rivaroxaban
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka NANDA
    Daftar Pustaka NANDA
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka NANDA
    Wahyu Adhitya Prawirasatra
    Belum ada peringkat
  • N JBJ
    N JBJ
    Dokumen12 halaman
    N JBJ
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Yyy
    Yyy
    Dokumen13 halaman
    Yyy
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Huheuhuehe
    Huheuhuehe
    Dokumen6 halaman
    Huheuhuehe
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Em Med Me Emf
    Em Med Me Emf
    Dokumen3 halaman
    Em Med Me Emf
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • R4A Blok 6
    R4A Blok 6
    Dokumen1 halaman
    R4A Blok 6
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen12 halaman
    Laporan Kasus
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Hggyff
    Hggyff
    Dokumen2 halaman
    Hggyff
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat
  • Deedede
    Deedede
    Dokumen2 halaman
    Deedede
    Muhammad Farras Razin Perdana
    Belum ada peringkat