Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

2, (2012) ISSN: 2301-9271 1

Pengaruh Rasio Luasan Terhadap Perilaku


Korosi Galvanic Coupling Baja Stainless Steel
304 & Baja Karbon Rendah AISI 1010
Nouval.Mohammad1 dan Budi Agung Kurniawan2
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, 2Fakultas Teknologi Industri , Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: budiagungk@gmail.com

Abstrak Korosi galvanic coupling terjadi karena sambungan mur dan baut ataupun baling- baling kapal dan
adanya kontak langsung pada sambungan dua logam yang berbeda porosnya. Adanya korosi galvanic coupling sangat tidak
seperti pada pasangan mur dan baut, ataupun baling- baling kapal diharapkan karena dapat menimbulkan kerugian besar, seperti
dan porosnya. Dalam penelitian ini dibahas variasi rasio luasan
yang dilakukan penelitian sebelumnya yakni kasus fenomena
baja stainless steel 304 dan baja karbon rendah AISI 1010
terhadap karakteristik korosi galvanic coupling dengan serangan korosi galvanik penyebab patah nose landing gear
perbandingan rasio luasan 1:1, 1:4, dan 4:1. Tujuan penelitian pada pesawat terbang dengan adanya kondensasi dari uap air
untuk menganalisis pengaruh variasi luasan serta mengamati jarak sebagai media terjadinya proses korosi yang menyusup
penyerangan kritis dari sambungan kedua logam dalam diantara bushing dan dudukannya pada nose landing gear
perendaman di media korosi 3,5 % NaCl. Pengujian yang menyebabkan terjadinya serangan korosi galvanik dan pada
dilakukan adalah Weight loss, Foto Makro Mikroskop Optik, Uji kasus ini diperkirakan terjadi korosi galvanic coupling akibat
SEM dan Uji XRD. Dari hasil perendaman di media korosi 3,5% adanya perbedaan potensial antara aluminum bushing dengan
NaCl baja stainless steel 304 menunjukkan ketahanan korosi yang
dudukannya [4]. Karakteristik korosi galvanic coupling
bernilai baik sekali (excelent) dengan nilai laju korosi tertinggi
4,043 mpy di perbandingan 1:1. Sedangkan pada baja karbon merupakan sifat penting yang mempengaruhi besarnya
rendah AISI 1010 laju korosi tertinggi sebesar 250,556 mpy pada ketahanan korosi pada sambungan dua logam yang berbeda
perbandingan 4:1 dan termasuk kategori yang tidak bisa terima material. Faktor yang mempengaruhi galvanic coupling adalah
(unacceptable). Jarak penyerangan kritis terbesar pada baja luasan katoda- anoda dan jarak penyerangan kritis terhadap
karbon rendah AISI 1010 terjadi di dekat sambungan galvanic sambungan pasangan ke dua logam [3]. Korosi galvanic
coupling. Pada perbandingan luasan 1:1 baja karbon rendah AISI coupling dapat diperkecil dengan perbandingan rasio luasan
1010 memiliki jarak penyerangan kritis yang meningkat secara katoda- anoda dengan kombinasi yang sesuai, suatu kondisi
signifikan dimulai dari panjang 3,1 mm menjadi 9 mm sampai 10
mm dengan ketebalan produk korosi rata- rata sebesar 116 m.
yang tidak diinginkan adalah area katoda yang besar dan area
Dari hasil pengujian SEM ketebalan produk korosi terbesar 236 anoda kecil. Dengan kondisi ini korosi yang terjadi adalah
m pada perbandingan 4:1 dan dengan menurunnya luasan katoda bisa mencapai 10 sampai 100 kali terhadap kondisi dimana
menjadi 1:1 ketebalan produk korosi menjadi sebesar 116 m. Dari kedua logam sama ukurannya [5]. Dalam penelitian ini
hasil uji XRD produk korosi galvanic coupling yang dihasilkan menggunakan media korosi NaCl larutan tersebut adalah 3,5
adalah senyawa FeO, Fe2O3 dan Fe2O3.H2O. % NaCl sebagai lingkungan tiruan air laut dengan
menggunakan pasangan dua logam yang berbeda material
Kata kunci : Galvanic Coupling, AISI 1010, Stainless Steel 304, yakni baja stainless steel 304 dan baja karbon rendah AISI
NaCl, FeCl3, Jarak Penyerangan Kritis.
1010. Pemilihan kedua logam tersebut dipertimbangkan
karena kedua material tersebut paling luas dan populer
I. PENDAHULUAN pemakaiannya dalam peralatan mesin ataupun kontruksi [6].
Dalam prosesnya penelitian ini dibahas variasi rasio luasan

K orosi dapat diartikan sebagai penurunan mutu atau


perusakan suatu logam karena bereaksi dengan
lingkungannya reaksi ini menghasilkan oksida logam,
sulfida logam atau hasil reaksi lainnya dan menjadi suatu
baja stainless steel 304 dan baja karbon rendah AISI 1010
terhadap karakteristik korosi galvanic coupling dengan
perbandingan rasio luasan anoda- katoda 1:1, 1:4, dan 4:1.
senyawa yang lebih stabil [1]. Produk korosi karena adanya
sambungan dua logam yang berbeda material adalah salah II. METODOLOGI
satu bentuk korosi yang menjadi bahasan dalam penelitian ini.
Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan bahan terlebih
Korosi galvanic coupling atau two-metal corrosion adalah
dahulu yakni baja stainless steel 304 dan baja karbon rendah
istilah dipakai untuk dua logam tak sejenis saling kontak
AISI 1010. Kemudian kedua spesimen uji tersebut dipotong
(couple) membentuk sebuah sel korosi basah dimana logam
dengan potensial lebih rendah akan melepaskan elektron menggunakan alat cutting wheel DW-8424H untuk
menuju ke logam yang kekurangan elektron mengalami penghalusan permukaan spesimen uji menggunakan machine
oksidasi (terkorosi) dan logam dengan potensial lebih tinggi polishing dan gerinda tangan mankita 0.45-27 m/s dengan
mengalami reduksi dan bersifat katodik [2]. Pada aplikasinya kertas gosok 80, 100, 320 dan 500 sehingga membentuk
produk korosi galvanic coupling dapat terjadi pada spesimen uji yang memiliki pemukaan yang halus dengan
variasi luas perbandingan 1:1, 1:4, dan 4:1. Setelah spesimen
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 2
uji diukur menggunakan jangka sorong digital sesuai pada diangkat menggunakan penjepit untuk dilepas pengikat
gambar 1 lalu dilakukan pengukuran berat menggunkan senarnya dan dilakukan:
neraca digital analitik sebagai massa awal sebelum proses 1. Pengamatan makroskoptik menggunakan kamera digital dan
pengkorosian. Kemudian spesimen uji disambung sepasang dengan bantuan stereomicroscope stemi DV 4 untuk
dengan cara diikat menggunkan tali senar dan di beri kode mengetahui bentuk tampilan dan panjang jarak penyerangan
sesuai tabel 1. kritis korosi galvanic coupling pada spesimen uji
2. Pengamatan SEM Scanning Electron Microscope
20 menggunakan mesin SEM FEI S50 Specta untuk mengamati
mm
10 terbentuknya morfologi ataupun ketebalan produk korosi
m
m 10mm
20mm yang paling ekstrim akibat adanya galvanic coupling pada
spesimen uji.
10 mm 3. Pengujian XRD menggunakan mesin PANalytical untuk
20 mm
mengetahui senyawa produk korosi yang terbentuk pada
spesimen uji setelah proses immersion selama 6 hari di
media korosi 3,5% NaCl.
Gambar 1. Bentuk dan Luasan (p.l.t) spesimen uji
4. Pengujian immersion menggunakan metode ASTM G1-3
(a) 100mm2 (b) 400mm2
untuk mengetahui peningkatan laju korosi dalam kururn
waktu 6 hari perendaman, perhitungan dilakukan dengan
persamaan 1.

CR = (1)
Dimana :
W : Berat yang hilang (grams).
Gambar 2 Penyambungan spesimen uji T : waktu perendaman (jam).
A : Luas permukaan sampel (cm2).
K : Konstanta mils per year (mpy) 3,45 x 106.
Tabel 1 Pengkodean Spesimen Uji D : Berat jenis (g/cm3)
No. Perbandingan Spesimen Keterangan Untuk SS 304 = 7,94 g/cm3
Dimensi Untuk AISI 1010= 7,86 g/cm3
SS 304 SS 304= Rasio Luasan 1
1. 1:1
AISI 1010 AISI1010= Rasio Luasan 1
SS 304 SS 304= Rasio Luasan 1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. 1:4
AISI 1010 AISI 1010= Rasio Luasan 4
3.1 Uji Immersion
SS 304 SS 304= Rasio Luasan 4
3. 4:1
AISI 1010 AISI 1010= Rasio Luasan 1
A B

Gambar 3 Uji immersion pasangan galvanic coupling Gambar 4 Kurva laju korosi (A) AISI 1010 dan (B)SS 304
setelah perendaman 2 hari, 4 hari dan 6 hari.
Kemudian dilakukan proses immersion pada larutan 3,5%
NaCl yang telah dibuat dengan cara mengisikan 500 mL air Gambar 4 (A) menunjukan laju korosi pada AISI 1010, dapat
aquades ke dalam gelas beker 1000 mL dan ditambahkan 35 diketahui terjadi kenaikan laju korosi pada AISI 1010 pada
gram NaCl ke dalam gelas ukur tersebut lalu gelas ukur diisi setiap harinya. Laju korosi pada AISI 1010 terbesar pada
lagi dengan air aquades sampai mencapai 1000mL, air itu perbandingan 4:1 yakni dari hari ke- 2 nilai laju korosi sebesar
diaduk agar diperoleh larutan yang homogen kemudian 75,349 mpy menjadi 143,841 mpy pada hari ke 4 dan naik
didiamkan selama 15menit. Setelah 15 menit, media korosi lagi pada hari ke 6 dengan nilai laju korosi sebesar 250,556
tersebut siap untuk digunakan dengan temperatur larutan 27 mpy. Sedangkan gambar 4 (B) dapat diketahui stainless steel
10C. Proses Immersion dilakukan selama 6 hari di media 304 terjadi kenaikan laju korosi juga pada pada setiap harinya.
korosi 3,5% NaCl menggunakan gelas beker dan ditutup Namun laju korosi cukup kecil terjadi pada perbandingan 1:1
sesuai gambar 3. Setelah dilakukan perendaman secara dari hari ke- 2 sebesar 2.353 mpy menjadi 3,530 mpy pada
berkala tiap 2 hari, 4 hari, dan 6 hari kemudian spesimen uji
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 3
hari ke 4 dan naik lagi pada hari ke 6 dengan nilai laju
korosi maksimal sebesar 4,043 mpy.

3.2 Pengamatan Foto Makroskoptik SS 304 AISI 1010

Setelah Immersion 2 Hari di 3,5% NaCl


(c)
Gambar 7 Foto perbesaran 35x, SS 304:AISI 1010
(a) 1:1 (b) 1:4 (c) 1:4

(a) (b)

SS 304 AISI 1010

(c) Gambar 8 Kurva pengukuran jarak penyerangan kritis AISI


Gambar 5 Foto perbesaran 35x, SS 304:AISI 1010 1010 setelah perendaman 2 hari, 4 hari dan 6 hari
(a) 1:1 (b) 1:4 (c) 1:4
Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa perbandingan rasio
Setelah Immersion 4 Hari di 3,5% NaCl luasan yang sama antara stainless steel 304 dan AISI 1010
yakni 1:1 menghasilkan jarak penyerangan kritis korosi
galvanic coupling rata-rata sebesar 3.1 mm pada hari ke- 2.
Semakin lamamnya proses immersion menjadi 4 hari dan 6
hari jarak penyerangan kritis korosi galvanic coupling
semakin bertambah panjang menjadi 8 mm hingga sampai 9,3
mm. Data tersebut menunjukkan jarak penyerangan kritis
meningkat tinggi secara signifikan namun laju korosi yang
dimiliki pada perbandingan ini menghasilkan nilai laju korosi
(a) (b) yang paling kecil diantara rasio perbandingan yang lain
dengan nilai laju korosi maksimal sebesar 203,615 mpy
setelah perendaman 6 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa
grafik laju korosi pada perbandingan 1:1 ini tidak selalu
SS 304 AISI 1010 bersesuaian dengan grafik perambatan jarak penyerangan
kritis. Dengan ketebalan produk korosi galvanic coupling
rata- rata sebesar 116 m, jarak penyerangan kritis korosi
galvanic coupling mulai terbentuk diujung sambungan kedua
(c)
logam hal ini disebabkan konduktifas larutan 3,5 % NaCl
Gambar 6 Foto perbesaran 35x, SS 304:AISI 1010
cukup mudah menghantarkan arus listrik, dengan besarnya
(a) 1:1 (b) 1:4 (c) 1:4
arus listrik yang terjadi didaerah sambungan kedua logam
maka reaksi oksidasi reduksi yang terjadi besar. Dengan
Setelah Immersion 6 Hari di 3,5% NaCl
lamanya proses perendaman selama 6 hari aliran elektron
yang terjadi pada AISI 1010 tidak hanya menuju ke (kekatoda
lokal) tetapi lebih besar menuju ke logam stainless steel 304,
sehingga bertambahnya nilai panjang jarak penyerangan kritis
korosi galvanic coupling pada hari ke -6 AISI 1010
menghasilkan nilai laju korosi yang besar pula yakni sebesar
203,615 mpy. Rasio luasan AISI 1010 yang jauh lebih kecil
dari pada stainless steel 304 mempunyai pengaruh yang besar
(a) (b) terhadap perilaku korosi galvanic coupling pada AISI 1010.
Dari hasil pengujian immersion, AISI 1010 menghasilkan laju
SS 304 AISI 1010 korosi terbesar terjadi pada perbandingan luasan 4:1 ini yakni
250,556 mpy setelah perendaman selama 6 hari dan turun
pada hari ke- 4 dan ke- 2. Data tersebut sesuai dengan teori
bab II bahwa rasio luasan stainless steel 304 yang berukuran 4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 4
kali lebih besar dari AISI 1010 menyebabkan aliran elektron 3.4 Pengujian SEM ( Scanning Electron Microscope )
dari AISI 1010 menuju stainless steel 304 berjumlah cukup Gambar 10 menunjukkan pada perbandingan 1:1 AISI 1010
besar sehingga setelah dilakukan uji immersion selama 6 hari, menghasilkan ketebalan produk korosi rata- rata sebesar 116
menghasilkan nilai laju korosi yang lebih besar dibandingkan m. Untuk perbandingan luasan 1:4, ketebalan produk korosi
dengan logam yang sama ukurannya. Namun untuk galvanic coupling rata- rata sebesar 139,8 m. Sedangkan
pengukuran jarak penyerangan kritis korosi galvanic coupling pada perbandingan 4:1 foto diambil dengan cara menembakan
yang terbentuk setelah perendaman selama 2 hari rata- rata 4,0 sinar elektron ke arah sisi sambungan pada rasio ini
mm dan meningkat sedikit setelah perendaman hari ke 4 menujukkan bertambahnya luasan stainless steel 304 maka
menjadi 6,6 mm. Data tersebut menunjukkan bahwa intensitas arus listrik pada AISI 1010 sangat besar terjadi pada
peningkatan nilai laju korosi yang besar tidak selalu area sambungan sehingga jarak penyerangan kritis korosi
bersesuaian dengan peningkatan jarak penyerangan kritis
galvanic coupling tidak hanya merambat ke arah samping
korosi galvanic coupling. Hal ini disebabkan karena luasan
spesimen AISI 1010 namun terjadi secara signifikan pada area
stainless steel 304 yang dimiliki adalah 4 kali lebih besar dari
sambungan AISI 1010 dan menggerus ke arah dalam sisi
AISI 1010 maka banyaknya daya tampung elektron oleh
stainless steel 304 cukup besar dan aliran elektron lebih besar sambungan spesimen AISI 100 dengan ketebalan produk
menuju stainless steel 304. Sehingga jarak penyerangan kritis korosi yang besar pula yakni rata- rata sebesar sebesar 236,96
korosi galvanic coupling tidak hanya merambat ke arah m.
samping spesimen AISI 1010 namun terjadi secara signifikan
pada area sambungan AISI 1010 dan menggerus ke arah AISI 1010 Gambar Ilustrasi
dalam sisi sambungan spesimen AISI 100 dengan ketebalan (A) 1: 1
produk korosi yang besar pula yakni rata- rata sebesar sebesar Perbesaran 38x
236,96 m pada area sambungan tersebut dan percepatan nilai 1:1
laju korosi maksimum sebesar 250 mpy dengan nilai tersebut
merupakan kategori yang memiliki ketahanan korosi yang
sangat jelek (poor).

3.3 Pengujian Mikroskop Optik 1:1


Gambar 9 merupakan gambar foto mikro dari spesimen SS
304 dan AISI 1010 yang telah direndam selama 6 hari di
media korosi 3,5% NaCl foto tersebut diambil dengan
menggunakan mikroskop optik Olympus dengan perbesaran
50x dan menunjukan adanya perbedaan warna antara produk
*
korosi dan logam induk.

Spesimen Baja Spesimen Baja


Rasio
Stainless Steel 304 AISI 1010

1:1
(B)
Perbesaran 400x
1:4
Logam
Induk

1:4 1:4

Produk
Korosi *
4:1

Gambar 9 Foto stuktur mikro SS 304 dan AISI 1010


perbesaran 50x
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 5

(C)
1:4
Perbesaran 38x

1:4

Gambar 11 Grafik hasil uji XRD baja AISI 1010


*
Dari hasil pengujian XRD dengan menggunakan mesin
PANalytical menghasilkan gambar 11. Setelah menggunakan
software match untuk mengidentifikasi senyawa yang
terbentuk pada puncak adalah Fe2O3, FeCl3 dan Fe2O3. H2O .
Kemudian dicocokan dengan PCPDF. Untuk Fe2O3 hasilnya
cocok dengan kartu nomor 33-0664, untuk FeCl3 hasilnya
cocok dengan kartu nomor 77-0999, sedangkan untuk Fe2O3.
H2O cocok dengan kartu PCPDF dengan nomor 03-0440.
Senyawa produk korosi galvanic coupling tersebut terbentuk
(D) disebabkan karena dalam pembuatan media korosi dibuat
Perbesaran 47x dengan cara mencampurkan air aquades kedalam senyawa
4:1 NaCl sehingga pengaruh kandungan oksigen terlarut
terhadap uji immersion menjadi lebih besar dengan adanya
senyawa garam NaCl terhadap reaksi korosi lebih berperan
sebagai katalisator yang mempercepat reaksi korosi antar
logam dengan ion- ion negatif yang ada dilingkungan air dan
4:1 oksigen terlarut sehingga dapat ditemukan senyawa
Fe2O3xH2O yang merupakan hasil reaksi dari ferrous
hydroxide yang telah teroksidasi. Dalam proses reaksinya
unsur Fe pada AISI 1010 bereaksi dengan ion chloride yang
* ada pada kedua larutan tersebut, yang kemudian membentuk
senyawa iron chloride (FeCl) dan akan bereaksi dengan ion
hidroksil yang dapat membentuk seyawa (Fe(OH)2) senyawa
tersebut merupakan hasil sementara yang dapat teroksidasi
secara alami oleh air dan udara yang ada pada ke dua media
korosi sehingga dari hasil uji XRD juga ditemukan bentuk
senyawa Fe2O3(hematite) [7].

IV. KESIMPULAN
1. Setelah dilakukan uji immersion selama 2 hari, 4 hari, dan
Keterangan Gambar : 6 hari di media korosi 3,5% NaCl laju korosi terkecil pada
: Ketebalan Produk Korosi baja karbon rendah AISI 1010 terjadi pada perbandingan
1:1. Sedangkan laju korosi tebesar terjadi pada
: Titik Foto Uji SEM perbandingan 4:1.
*
Gambar 10 Foto hasil uji SEM AISI 1010 setelah
2. Pengukuran jarak penyerangan kritis korosi galvanic
coupling hanya dilakukan setelah uji immersion di media
perendaman 6 hari di larutan 3,5% NaCl korosi 3,5% NaCl saja. Hasil pengamatan menunjukkan
korosi pada AISI 1010 dimulai dari sambungan, sehingga
sampai satu jarak tertentu perambatan menjadi seragam
3.5 Pengujian XRD (X-ray diffraction) (uniform corrosion). Pada perbandingan luasan 1:1 baja
Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui produk korosi karbon rendah AISI 1010 memiliki jarak penyerangan
yang terbentuk dari spesimen AISI 1010 setelah proses kritis yang meningkat secara signifikan dimulai dari
galvanic coupling dan telah mengalami uji immersion selama panjang 3,1 mm menjadi 9 mm sampai 10 mm dengan
6 hari di media korosi 3,5% NaCl. ketebalan produk korosi rata- rata sebesar 116 m.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 6
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mars, G. Fontana. 1987. Corrosion Engineering, 3rd
edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
[2] Trethewey, K.R. dan J. Chamberlain. 1991. Korosi
untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
[3] Heri Supomo. 2003. Diktat Kuliah Korosi. FTK- Teknik
Perkapalan ITS Surabaya.
[4] M.Syahril. Fenomena Serangan Korosi Galvanik
Penyebab Patah Nose Landing Gear Pesawat
Terbang. Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur
(B2TKS) BPPT.
[5] Suhadi, Siswanti S, Bambang P. 2009. Laju Korosi Dua
logam Tak Sejenis dalam Larutan Asam
Menggunakan Inhibitor. Jurusan Teknik Kimia.
Universitas WR. Supratman.
[6] C.F. Dong, K.Xiao, X.GLi, Y.F.Cheng. 2010. Erosion
Accelerated Corrosion of a Carbon Steel- Stainless
Steel Galvanic Couple in a Chloride Solution.
[7] Wahid Suherman. 1999. Diktat Kuliah Ilmu Logam I.
FTI- Teknik Mesin ITS Surabaya.
[8] Chandler,Ka.1985.Marine and Offshore Corrosion.
London Butterworths
[9] ASTM G 1-03. 2003. Standard Practice for Preparing,
Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Speciments.
[10] ASTM G 44-99. 2004. Standard Practice for Exposure
of Metals and Alloys by Alternate Immersion in
neutral 3,5% Sodium Chloride Solution.

Anda mungkin juga menyukai