PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan
berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran
kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat
penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon
dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi
luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai
penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus pada lansia
3. Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes
mellitus
BAB II
TINJAUN TEORI
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormone yang
mengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapat menyerap glukosa dari darah. Penyakit ini
timbul ketika didalam darah tidak terdapat cukup insulinatau ketika sel-sel tubuh tidak
dapat bereaksi secara normal terhadap insulin dalam darah ( Irianto, 2008 dalam Buku
Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia hal. 293)
Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik.
(Mansjoer, 2000 dalam buku Kapita Selekta Kedokteran hal 580).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002
dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1220).
B. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal.
1225, Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan
memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II. Factor-faktor ini adalah :
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas umur 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
Menurut Mansjoer, 2000 dalam buku Kapita Selekta Kedokteran hal 579, Pada
NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang
berkurang, kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih
dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan
insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan
laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua besar :
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi
pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan
baik).
2. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol,
dan lain-lain.)
3. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus.
4. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda
dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri. (Mansjoer, 2000 dalam buku Kapita Selekta Kedokteran
hal 579)
C. Patofisiologi
Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1916. Timbulnya
resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu pertama adanya
perubahan komposisi tubuh. Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%,
disamping peningkatan jumlah leman 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya
jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas
yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang akan mengakibatkan
penurunan jumlah reseptorinsulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan
translokasi GLUT-4 juga menurun, kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan
maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga perubahan pola makan pada usia lanjut yang
disebabkan olehberkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat
akan meningkat. Faktor ke empat adalah perubahan neuro-harmonal, khususnya insulin-
like growth factor-1(IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma. Konsentras
IGF-1 serum turun sampai 50% pada usia lanjut. Penurunan hormon ini akan
mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor
insulin serta menurunnya aksi insulin. Hal ini didasarkan atas percobaan in vitro serta in
vivo bahwa IGF-1meningkat baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasi.
Demikian pula konsentrasi DHEAS tersebut ada kaitannya dengan kenaikan lemak tubuh
serta turunnya aktivitas fisik. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa penurunan DHEAS mempunyai hubungan terbalik dengan tingginya konsentrasi
insulin plasma puasa. Keempat faktor diatas menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa
darah pada usia lanjut karena resistensi insulin.
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal.1223,
Pada lansia dengan diabetes tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleoleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jiak sel sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo,2000 dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam hal 1917, Keluhan
umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan
secara medis adalah sebagai berikut:
1. Obat Hipoglikemik oral
a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel
beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan
berat badan yang berlebihan. Obat obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
1) Glibenklamida (5mg/tablet).
2) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
3) Glikasida (80 mg/tablet).
4) Glikuidon (30 mg/tablet).
H. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth dalam buku Keperawatan Medikal Bedah hal 1267,
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)
2. Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah
baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan
dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan
spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada
lokasi sel syaraf yang terkena. Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu
DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer
dan autonomic.
d. Displidemia
Peningkatan fraksi lemak didalam darah berupa hiperkoleserol, hipertrigliserida
dan LDL meningkatan serta HDL menurun. Lima puluh persen individu dengan
DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor,
kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati
perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari hari
1) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3) Integritas Ego
Stress, ansietas
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integument
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki
menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah
berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada
arteri tidak berganti kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga
sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50
%, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun ( zoome ) karena otot otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal
kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga
laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran,
menurunnya sekresi, hormon gnad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun
sekitar 10 20 % )
B. Batasan Karakteristik
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makan
d. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
e. Kerapuhan kapiler
f. Diare
g. Kehilangan rambut berlebih
h. Bising usus hiperaktif
i. Kurang makan
j. Kurang informasi
k. Kurang minat pada makanan
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
m. Kesalahan konsepsi
n. Kesalahan informasi
o. Membran mukosa pucat
p. Ketidakmampuan memakan makanan
q. Tonus otot menurun
r. Mengeluh gangguan sensasi rasa
s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recomemded Daily Allowance)
t. Cepat kenyang setelah makan
u. Sariawan rongga mulut
v. Steatorea
w. Kelemahan otot pengunyah
x. Kelemahan otot untuk menelan
Faktor yang berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Ketidak mampuan untuk mencerna makanan
e. Ketidakmampuan menelan makanan
f. Faktor psikologis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas
a. Kerusakan lapisan kulit
b. Gangguan permukaan kulit
c. Infeksi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan
Eksternal
a. Zat kimia
b. Usia yang ekstrim
c. Kelembapan
d. Hipertermia
e. Hipotermia
f. Faktor mekanik misal: gaya gunting, tekanan, pengekangan
g. Medikasi
h. Lembap
i. Imobilisasi fisik
j. Radiasi
Internal
a. Perubahan status cairan
b. Perubahan pigmentasi
c. Perubahan turgor
d. Faktor perkembangan
e. Kondisi ketidakseimbangan nutrisi misal: obesitas, emasiasi.
f. Penurunan imunologis
g. Penurunan sirkulasi
h. Kondisi gangguan metabolik
i. Gangguan sensasi
j. Tonjolan tulang
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi
a. Penyakit kronis meliputi: diabetes melitus, obesitas
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen
c. Pertahanan tubuh primer yang adekuat meliputi:
1) gangguan peristalsis
2) kerusakan integritas kulit ( pemasangan kateter intravena, prosedur invasif)
3) Perubahan sekresi ph
4) Penurunan kerja siliaris
5) Pecah ketuban dini
6) Pecah ketuban lama
7) Merokok
8) Stasis cairan tubuh
9) Trauma jaringan (misal: trauma, destruksi jaringan)
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
d. Intervensi Keperawatan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara
relatif kekurangan insulin. Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada
lansia adalah Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi
insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan
perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan
obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita
stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering
muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh
dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-
gejala akibat hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan
berat badan.
Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut
pada penderita diabetes terutama lansia.
B. Saran
1. Dengan mengetahui asuhan keperawatan pada penderita diabetes mellitus pada lansia
kita dapat melakukan pencegahan agar penyakit yang timbul tidak menuju keparahan
2. Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahan fungsi
fisiologis maupun psikologisnya untuk mengantisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Herdman, T Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC.
MAKALAH KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN
(PENGARUH PROSES MENUA PADA SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS)
Dosen pengampu : Dwi Novitasari, S. Kep., Ns., Msc
Oleh :
KELOMPOK III
TRIO R. WICAKSANA 010112A105
UNGARAN
2015