Anda di halaman 1dari 10

Abstrak

-Parameterisasi convective baru diperkenalkan dengan menggunakan 2 metode yaitu teknik ensembel
dan data asimilasi untuk mendapatkan hasil terbaik dalam skala yang lebih besar

-Pertama-tama menggunakan statistika sederhana untuk mencari persamaan dengan probabilitas


tertinggi

-Kemudian fungsi ensembel dari probabilitas densitas dianggap sebagai fungsi prioritas untuk data
asimilasi bayesian

-Dengan menggunakan fungsi prioritas ini, data observasi meterologi dan klimatologi dapat secara
langsung diasimilasikan dalam model

-Dalam section 2, teknik statistika diaplikasikan untuk mencari hasil yang layak untuk model tiga dimensi

-teknik tersebut berhasil diaplikasikan dan diverifikasi dalam beberapa pusat operasional

-Dalam section 3 kita akan membahas tentang metode statistika tersebut untuk digunakan dalam
aplikasi kami (Grell dan Devenyi)

-Dalam section 4 kita memberikan persamaan tambahan dengan mengkombinasikan data asimilasi
dengan parameterisasi tipe ensembel

-kesimpulan ada di section 5

1. Pengantar

Parameter yang tepat untuk efek konveksi masih menjadi masalah yang menantang bagi prediksi cuaca
numerik (NWP). Ada banyak parameterisasi yang berbeda untuk konveksi dalam dan dangkal yang
mengeksploitasi pemahaman terkini tentang fisika dan dinamika awan konvektif yang rumit untuk
mengekspresikan interaksi antara aliran skala yang lebih besar dan awan konvektif secara sederhana.
istilah '' Parameterized ''. Parameterisasi ini sering kali secara mendasar berbeda dalam asumsi dan
parameter akhir yang digunakan untuk memecahkan masalah interaksi, yang menyebabkan penyebaran
yang besar dan ketidakpastian dalam solusi yang memungkinkan. Dalam studi sebelumnya,
ketidakpastian ini telah menyebabkan banyak diskusi mengenai asumsi mana yang tepat untuk
digunakan dalam kondisi seperti apa.

Dalam makalah ini menawarkan pendekatan umum untuk menggunakan ketidakpastian ini dengan
menggabungkan ansambel dan teknik asimilasi data.

1. Sebuah parameterisasi yang dikembangkan yang dapat menggunakan ansambel besar dari
asumsi dan parameter akhir. Asumsi dan parameter akhir ini diambil dari parameterisasi
kumulus yang saat ini digunakan dalam berbagai model tiga dimensi. Ini dijelaskan pada bagian
2.
2. Teknik statistik kemudian dapat diterapkan untuk menemukan umpan balik/feedback yang
tepat terhadap model tiga dimensi. Teknik tersebut telah berhasil diterapkan dan diverifikasi di
beberapa pusat operasional. Kami membahas metode statistik yang kami gunakan untuk aplikasi
kami di bagian 3.
3. Kami menawarkan solusi tambahan dengan menggabungkan/mengkombinasikan asimilasi data
dengan parameterisasi tipe ensemble. Hal ini dibahas di bagian
4. kesimpulan diberikan di bagian 5

2.1 Kontrol dan masukan statis

Asumsi dan parameter yang dipilih melalui model awan 1-d. Asumsi model ini secara
langsung mempengaruhi redistribusi vertical panas dan kelembaban atau tingkat curah hujan.
Mengikuti persamaan sebelumnya, dikenalkan symbol untuk menunjukkan tipe ansambel,
sehingga hipotesis entrainment dapat ditulis sebagai berikut :

m = fluks massa

setiap sub ansambel dinormalisasikam ke fluks massa di dasar awan dengan cara

Tabel ansambel yang dipakai dalam studi ini :


Persaman 1 dan 2 dapat digunakan pada persamaan plume statis tetap untuk estimasi
model properti awan seperti normalisasi fluks masa, normalisasi profil kondensasi dan evaporasi,
energi kelembaban statis, kandungan air liquid di setiap ansambel

Persamaan massa downdraft harus analog dengan 1 dan 2


Pilhan tingkat entrainment dan detrainment menujukkan sub ansambel ef2 ef3 ef4
Hasil membuktikan sensitivitas dari ketergantungan fluks massa downdraft diatas fluks
massa updraft

Dengan mengansumsikan setengah dari total kondensasi yang dievaporasikan di dalam proses
downdraft, ketergantungan ini bisa dijelaksan dengan

(1 ()) = efisiensi dari presipitasi (biasanya adalah fungsi dari wind shear dan kelembaban awan

0 =

1 () 2 () =
2.2. Kontrol Dinamis

Ada berbagai penutupan (closures) yang berbeda dalam literatur untuk menentukan jumlah dan
lokasi konveksi. Banyak penutupan ini digunakan dalam skema ini untuk menentukan mb, fluks
massa basis awan [7].

Tipe tutupan pertama didasarkan pada beberapa jenis kesetimbangan stabilitas. Dipilih untuk
menggunakan definisi fungsi kerja awan (cloud work function) A, sebuah ukuran integral dari
gaya apung yang terkait dengan awan subensemble , yang pertama kali diberikan oleh Arakawa
dan Schubert [1974, AS]. Dalam implementasi skema Grell (G1) yang asli, keseimbangan antara
gaya dengan skala yang lebih besar dan respons awan diasumsikan sbb.

(4)

Dimana A() adalah fungsi kerja awan yang dikalkulasikan menggunakan prinsip
termodinamika yang dimodifikasi oleh gaya yang bekerja, dan A adalah fungi kerja awan yang
dikalkulasikan menggunakan prinsip termodinamika yang dimodifikasi olah awan dengan massa
unit yang bebas (arbitrary unit mass) mb()dt. Persamaan (4) dapat dengan mudah diselesaikan
untuk mb. Pada G1, A dihitung secara lokal (subensembel Edyn1). Untuk lebih mendekati AS,
nilai klimatologi A dapat digunakan (subensembel Edyn2).

[9] Dalam implementasi ketiga (subensembel Edyn3), untuk mensimulasikan penutupan dimana
stabilitas dilepaskan oleh konveksi (seperti yang diasumsikan dalam bentuk yang sama oleh
Kain-Fritsch [1992]), dalam skema ini hanya diasumsikan:

(5)

Yang memiliki efek membuat mb (i) cukup kuat untuk menghilangkan ketidakstabilan yang
tersedia dalam jangka waktu tertentu (dt)c. Secara alami (5) sensitive pada pemilihan parameter
dtc.
[10] Kelompok lain yang menggunakan asumsi penutupan yang banyak digunakan didasarkan
pada konvergensi kelembaban (Kuo [1974], Molinari [1982], Krishnamurti et al. [1983]).
Meskipun ada banyak pilihan yang berbeda, pada skema ini dipilih asumsi yang pertama kali
diperkenalkan oleh Krishnamurti et al. [1983], dimana curah hujan total R diasumsikan
sebanding dengan integrasi adveksi vertikal dalam kelembaban (moisture) Mtv menggunakan
persamaan.

(6)

Berikut b adalah parameter kelembaban Kuo, dan femp adalah konstanta empiris. Selain itu, dapat
ditunjukkan (lihat G1) bahwa subensembel curah hujan didefenisikan sebagai:

(7)

Persamaan (6) dan (7) dapat digunakan untuk menghitung mb dalam hal Mtv. Penutupan ini
digunakan untuk subensemble Edyn4. Penutup konvergensi kelembaban lainnya dapat digunakan
dengan mendefinisikan ulang Mtv.

[11] Penutupan dinamis lebih lanjut yang mudah diterapkan pertama kali diperkenalkan oleh
Brown [1979], yang mengasumsikan bahwa fluks massa awan di dasar awan sebanding dengan
fluks massa lingkungan ~ M pada tingkat tropopher yang lebih rendah. Tingkat ini bisa dianggap
sebagai puncak ketinggian PBL, atau tingkat udara yang berasal dari updraft. Penutupan Brown
dimodifikasi oleh Frank dan Cohen [1987], dengan mengasumsikan:

(8)

Di sini md(lt, t- t) adalah fluks massa downdraft pada langkah waktu (time step) sebelumnya.
Penutupan ini mensimulasikan jeda waktu antara updraft dan downdraft, membayangkan
downdraft badai yang memaksa updraft lain di lain waktu. Penutupan ini membangun fondasi
untuk subensemble Edyn5.

3. Statistik Ensemble

Tabel 1 merangkum set ensemble yang digunakan dalam kajian ini. Sub-ensemble
parameter Edyn1, Edyn3, Edyn4, Ef1, Ef2, Ef3, dan Ef4 masih mengalami gangguan dalam
rentang yang dibatasi (terdistribusi uniform) oleh nilai-nilai yang berbeda. Untuk Edyn2,
digunakan sebaran nilai klimatologi pada A berdasarkan pada kerja dari Lord and Arakawa
(1980). Untuk Edyn5, digunakan untuk lapisan konveksi bebas dan juga lapisan asal udara
updraft, atau lapisan dengan nilai vertical velocity upward maksimum dibawah lapisan konveksi
bebas. Dalam penerapannya pada versi skema ini (Grell and Devenyi, 2001), kita menggunakan
rata-rata ensemble dari mb pada masing-masing time-step dan grid-point untuk menentukan
feedback model 3-d. Namun, tujuan kita disini adalah untuk menemukan metode untuk
menghasilkan nilai "terbaik", dimana "terbaik" didefinisikan sesuai konteks dibawah. Nilai
"Terbaik" tidak harus memiliki hubungan pada artian ini.

3.1 Statistik dasar

Langkah pertama, setiap ensemble dan sub-ensemble disubmit kedalam statistik yang
detail mengikuti strategi yang mendekati salah satu yang diberikan dalam Stephenson and
Doblas Reyes (200). Pendekatan ini mirip pada salah satu yang diterapkan pada prakiraan cuaca
skala luas, menggabungkan prakiraan dari beberapa enseble yang berbeda, model prakiraan yang
berbeda, dan bahkan dari pusat prakiraan yang berbeda (lihat Elbert, 2001, dan referensinya).

Statistik paling mendasar yang kita hitung yaitu rata-rata, standar deviasi, skewness, dan
flatness. Estimasi ini berpengaruh pada masing-masing time-step dan masing-masing grid-point
secara individual untuk sub-enseble individual dan juga untuk gabungan ensemble.

Guna mengilustrasikan penerapan paling sederhana dari skema ini, kita mengumpulkan
statistik dari 2 eksperimen realtime MM5 selama periode satu bulan. Model dijalankan untuk
memprakirakan prakiraan 12 jam kedepan, dua kali dalam sehari, selama bulan Agustus 2001,
menggunakan resolusi horizontal 27 km x 3600 km yang dipusatkan di pusat / USA Timur. Pada
percobaan pertama (IR) untuk mempertahankan sebaran penuh yang tetap tergantung pada curah
hujan namun menurunkan keperluan komputasi, kita membatasi ukuran feedback ensemble
(hanya menggunakan 3 variasi dari Ef1 dan 3 variasi Ef2), namun tidak mengubah nilai ukuran
penutupan dinamis. Untuk percobaan kedua (R2), jumlah ensemble dikurangi higga tersisa
Edyn1 saja (sebagaimana digunakan dalam G2). Hasil nya ditunjukan dalam gambar 1.
Gambar 1. Tingkat precipitasi rata-rata pada domain dari MM5 real-time. Model dijalankan dua
kali sehari untuk prakiraan 12 jam-an selama Agustus 2001. Gambar diatas adalah hasil dari
percobaan R1 (dotted) dan R2 (dashed), begitu juga tingkat presipitasi pengamatan.
Pengumpulan tingkat precipitasi maksimum dan minimum dari R1 direpresentasikan oleh
lingkaran hitam.
Terlihat bahwa penggunaan ensemble mampu meningkatkan perbandingan precipitasi rata-rata
domain, bahkan dalam penerapan yang sederhana ini. Gambar 1 juga menunjukan bahwa
pengumpulan nilai maksimum dan minimum dari tingkat precipitasi, mengindikasikan bahwa
peningkatan/perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan skema yang tepat. Hal tersebut
akan didiskusikan pada sesi dibawah ini.

3.2 Korelasi Antar Subensembel

Merupakan isu yang penting menyangkut bagaimana informasi yang disumbangkan dari
subensemble-subensemble yang berbeda untuk suatu ensemble tunggal. Dalam kasus yang ideal
(ideal case), semua subensemble secara statistik bersifat independen, yang memaksimalkan
kontribusi terhadap kesatuan ensambel tunggal. Karena subensemble dibangun berdasarkan
hipotesis fisik yang serupa namun tidak identik, independensi yang utuh tidak dapat diharapkan.

Sebagai ilustrasi dari sebuah metode yang menguji derajat ketergantungan antar subensembel,
kami membangun korelasi antara empat kelompok utama pendekatan untuk satu titik grid aktif
secara konvektif yang dipilih secara acak.

Seperti yang diharapkan, Tabel 2 menunjukkan berbagai derajat kebebasan pada tiap
subensemble. Korelasi ini didorong oleh karakteristik dari konveksi dan oleh karena itu korelasi
ini merupakan sebuah fungsi gridpoint dan waktu. Dalam kondisi rata-rata kami harapkan dapat
mempertahankan estimasi penyebaran yang tepat.

[17] Menggunakan korelasi antar subensembel ini, statistik campuran subensembel yang optimal
bisa diturunkan, dipadukan dengan data observasi. Salah satu cara sederhana dan efisien untuk
melakukan ini, bisa menggunakan penerapan teknik regresi linier seperti dilakukan oleh
Krishnamurti dkk. [1999].
Ini juga merupakan pilihan dalam skema kami dan akan dieksplorasi untuk pengaplikasian pada
pemodelan iklim serta prediksi cuaca secara global dan regional. Namun, regresi pada dataset
klimatologis mungkin kurang efektif dibandingkan dengan pada beberapa metode lokal.

3.3. Estimasi Probabilitas Densitas

[18] Untuk memvisualisasikan fungsi distribusi probabilitas ensemble atau probability


distribution functions (PDFs) untuk prakirawan cuaca operasional atau studi asimilasi data,
metode estimasi probabilitas densitas yang tepat harus digunakan. Untuk tujuan kita kami,kami
menemukan metode kernel Epanechnikov dari Hardle [1990] yang cukup memuaskan. PDFs
yang yang diestimasikan dengan pendekatan ini selanjutnya bisa digunakan dalam teknik
asimilasi data yang dijelaskan di bagian selanjutnya.

4. DATA ASIMILASI

Ukuran besar ansambel kumulus (dapat dilihat di tabel 1) dan penerapan berbagai kontrol dan
penutupan memberikan kesempatan unik untuk mengasimilasi data ke dalam bidang model di
mana dan kapan data pengukuran yang sesuai tersedia. Untuk mewujudkan peluang ini kita harus
melampaui metode standar asimilasi data. Dalam kasus sistem konveksi nonlinear kami
memerlukan deskripsi lengkap tentang PDF dan kerangka Bayesian umum yang harus
digunakan. Kami merumuskan metode asimilasi data kami dari kerangka Bayesian dari distribusi
probabilitas bersyarat (Miller et al., 1999). Menurut teorema Bayes kita dapat menulis kepadatan
posterior f (x | y) sebagai :

Dimana f (x) adalah kerapatan sebelumnya (PDF yang dijelaskan pada bagian sebelumnya) yang
disimpulkan dari ansambel sebenarnya, y adalah pengamatan, dan f (y | x) adalah
kemungkinannya. Kita misalkan hasil pengamatan pada waktu dan lokasi tertentu diberi nilai yk
= h (x) + se, dimana h adalah operator observasi (bisa mengandung interpolasi dan proses fisik)
dan e adalah Gaussian white noise dengan standar deviasi.
Gambar 2. Rata-rata bias domain dari eksperimen R1, dirata-ratakan di atas semua 60 putaran
dimana pengamatan dan perkiraan presipitasi tidak nol (garis putus-putus). Tampil juga bias
(garis padat) dari percobaan yang sama setelah menerapkan metode asimilasi data secara
diagnostik.

Jika kita menerima bahwa pengamatan kebisingan adalah Gaussian, kita dapat menghitung
kemungkinan sebagai

Dengan cara ini kita memiliki semua bahan (sebelum ansambel, kemungkinan oleh Persamaan
(10)) untuk menerapkan Teorema Bayes, dan dapat menghitung kerapatan posterior dengan
menggunakan Persamaan (9). Rata-rata atau median distribusi posterior dapat diterapkan sebagai
umpan balik ke bidang model. Gambar 2 menyajikan contoh berapa banyak perbaikan yang
mungkin dilakukan saat menggunakan metode ini. Tampil adalah bias rata-rata domain untuk
eksperimen R1, dirata-ratakan di atas semua 60 yang berjalan dimana pun yang diamati dan
perkiraan presipitasi adalah tidak nol (garis putus-putus). Tampil juga bias (garis padat) dari
percobaan yang sama setelah menerapkan metode asimilasi data secara diagnostik. Bias
umumnya berkurang secara substansial, kecuali selama dua jam pertama simulasi.

5. Kesimpulan
-telah dikembangkan kerangka kerja parameterisasi konvektif baru yang dapat digunakan untuk asumsi
ensembel yang besar, dan dapat digunakan dengan teknik asimilasi data untuk mendapatkan hasil yang
optimal pada model tiga dimensi
-didalam paper ini ditampilkan bagaimana parameterisasi ini dicoba pada data curah hujan, redistribusi
panas dan kelembaban, serta interaksi hidrometeor dan radiasi.

-dalam paper ini ditekankan bahwa kombinasi antara ensembel dan teknik data asimilasi ini dapat
digunakan pada skema parameterisasi fisis lainnya

-semua data observasi yang tersedia, apabila terkait dengan fisis maka dapat diasimilasikan secara
langsung kedalam model

-parameterisasi ini sudah digunakan untuk operasional RUC model dengan resolusi 20km di NCEP,
dengan versi 144 ensembel

-sedang dikerjakan untuk digunakan secara penuh untuk beberapa model NWP

Anda mungkin juga menyukai