Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY E DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ACUTE LUNG OEDEMA ( ALO )

DI RUANG SERUNI ( ICU ) RSD MARDI WALUYO

BLITAR

OLEH KELOMPOK C :

1. Chandra Ismaul GakaFebrian ( 07110289 )


2. VikkyFauzi Efendi ( 07110388 )
3. Venyana PrisilaAmkeun ( 07110325 )
4. Tahera Zahra ( 07110323 )
5. Mayah Lydia Tamar Manuain ( 07110311 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SURYA MITRA HUSADA

KEDIRI

2012
LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG OEDEMA

I. Pengertian
Acute Lung Oedema (ALO) adalahterjadinyapenumpukancairansecaramasif di
rongga alveoli yang
menyebabkanpasienberadadalamkedaruratanrespirasidanancamangagalnapas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalahkegawatan yang
mengancamnyawadimanaterjadiakumulasi di interstisialdan intra alveoli
parudisertaihipoksemiadankerjanapas yang meningkat.

II . Etiologi.

Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Kardiogenik

1. Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena


adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk
gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot
jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang
mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.

2. Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut


beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan
alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak
mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa
darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).

3. Gangguan katup jantung

Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis)
atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini
menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

4. Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan


pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria

2. NON-KARDIOGENIK

Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara


lain:

1. Infeksi pada paru


2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3. Paparan toxic
4. Reaksi alergi
5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6. Neurogenik

III. Patofisiologi.
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume
yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan
(peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg.
Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga
cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang
menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit
jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel
kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.
Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer
berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan
gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

IV. Tanda dan Gejala.

1. Stadium 1

Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.

2. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh


darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis
menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih
mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat
menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

3. Stadium 3

Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami


gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan
(pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
WOC

Kardiogenik Non kardiogenik

Penurunantekanan atrium kiri

Penurunandayapompaventrikelkiri

Peningkatantekanankapilerparu

Akumulasicairan intra

ALO

B1 B2 B3 B4B5 B6

Darahterpen Pedayapompave Pedayapompave Codiomegali Penumpukancaira Mual


dam di paru ntrikelkiri ntrikelkiri n di paru
Suplaidarahk Nafsumakan
Petekanankap Cardiac output Suplaidarah eginjal Mual
ilerparu Suplaimaka
Darahterben Suplai O2 keotak Produksi Nafsumakan nan
Pehidrosta dung di paru urine
tikinterstisial Kesadaran Suplaimaka Asupannutri
Cairanmasukkein Aldosterone nan si
Pecairanparu Oedema terstisial Mk: penurunan
alveoli kesadaran Sekresi urine Mk: Metabolism
Perubahan me Pecairandalampa nutrisikurangdari e
mbrankapiler Pe COP ru Mk: G3 eli kebutuhan
alveoli minasi urine Tenaga
Pe plasma di Disfusi O2
G3 transpo alveoli Lemas
rtasidifusi O2 Hipoksia
Peproduk Mk:
Mk: G3 si secret Mk: Peruba intoleransia
pertuka hanperfusijaringa ktivitas
ran gas Mk: ketida n
kefektifanjal
annafas
V. Pemeriksaan Penunjang.

1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.


2. Foto thorax
3. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia
supra ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi
adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan
ALO kardiogenik.
4. Pemeriksaan ekokardiografi

VI. Penatalaksanaan.

1. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.


Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.
NTG spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu
pemberian NTG intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan
titrasi yang dimulai pada dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan
IV dengan dosis awal 20-40 mg (1 mg/kg BB).
2. Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan darah
sistemik dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema paru. Salah
satu contoh vasoldilator yang dapat digunakan adalah Nitroprusid
dengan dosis awal 40-80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5
menit sampai oedema paru teratasi atau tekanan sistolik arteri turun
dibawah 100 mmHg.
3. Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian
kaptopril oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah
1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam.
4. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan
pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-
D). Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik
(Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase
(Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).
5. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya
oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain
bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif,
venodilatasi ringan dan diuretik ringan.

VII. Asuhan Keperawatan.

1.Pengkajian.

1. Pengkajian

Identitas, umur, jenis kelamin

2. Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami


sesak napas, sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya
demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau
berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung
serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada pasien.
4. Review of System (ROS)

B1, terdapat nyeri saat inspirasi, RR, sesak napas, sianosis, batuk,
suara napas ronki.

B2, terjadi tekanan darah /, nadi , adanya demam ataupun tidak,


sianosis, perfusi yang dingin.

B3, biasanya disertai penurunan kesadaran pada kasus ALO yang telah
memberat.

B4, terjadi oliguria akibat gangguan fungsi ginjal.

B5 Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa/benjolan, tidak ada pembesaran hepar
dan lien, tidak ditemukan haemorhoid, bisingusus 12 x/menit

B6, disertai adanya kelemahan (intoleransi aktivitas).

2. Diagnosa Keperawatan.
1. Bersihanjalannapastakefektifb.dsekret yang kental.
2. Pola nafas tak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan pertukaran gas b/ d gangguan tansport O2 ke jaringan.

3. Rencana Tindakan.
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b / d sekret yang kental.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkan bersihan nafas efektif.

Kriteria hasil :

- Tidakterdapatronchi (suaranapasvesikuler)
- Klienmampumelakukanbatukefektif
- RR dalamrentang normal, 14-20x/menit
- Klienmengatakantidaksesak

Intervensi :

1. Ajarkan pasien nafas dalam dan perlahan saat duduk setengah


mungkin.

R / Duduk tegak memindahkan organ organ abdomen menjauh dari


paru paru memungkin ekspansi lebih luas.

2. Lakukan pernapasan diafragma


R / Pernafasan difragma menurunkan frekuensi pernapasan
dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3. Tahan nafas 3 detik kemudian keluarkan lewat mulut.
R / Meningkatkan volume udara dalam paru mempermuadah
pengeluaran sekresi.
4. Kolaborasi pemberian nebulizer
R / Mengencerkan sekret dan pasien bisa bernafas dengan
normal.

2. Pola nafas tak efektif b/d penurunan ekspansi paru.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkan pola nafas pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
- RR dalam rentang normal 16 20 x / mnt.
- Ekspansi dada simetris.
- Pasien tidak sesak.
- Tidak terdapat retraksi alat bantu napas tambahan.

Intervensi :

1. Motivasi klien untuk napas panjang dan dalam apabila tidak


terdapat kontra indikasi.
R / Meningkatkan volume udara dalam paru.
2. Kolaborasi pemberian diuretik.
R / Mengurangi dan mengeluarkan cairan yang tertimbun
dalam tubuh.
3. Kolaborasi aspirasi cairan paru.
R / Mengurangi penekanan paru paru karena penumpukan
cairan.

3. Gangguan pertukaran gas b/ d gangguan tansport O2 ke jaringan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
- CRT 3 detik
- Akral hangat
- Nadi dalam rentang normal 60 100 x / mnt
Intervensi :

1. Kajifrekuensi,
kedalamanpernafasansertacatatpenggunaanototaksesori
R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya
suatu penyakit.

2. Tingikankepalatempattidurdan Bantu untukmemilihposisi yang


mudahuntukbernafas .Kaji /
awasisecararutinkulitdanwarnamembranmukosa
R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi

dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.

3. Doronguntukpengeluaran sputum/ penghisapanbilaadaindikasi


R/ Sputummenganggu proses pertukaran gas
sertapenghisapandilakukanbilabatuktidakefektif.
4. Awasitingkatkesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia

5. Awasitanda vital dan status jantung


R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik
pada fungsi jantung

6. Berikanoksigentambahandanpertahankanventilasimekanikdan
Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan
kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
Daftar Pustaka

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ


Publishing

Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse


corp

Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London:


BMJ Publishing

Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000. Brunners and Suddarths Textbook of Medical Surgical


Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Anda mungkin juga menyukai