Anda di halaman 1dari 8

PENGELOLAAN NYERI PADA An.

E DENGAN POST OP TONSILEKTOMI DI


RUANG ANGGREK RSUD SALATIGA

Albertino Da Silva Verdial*, Siti Haryani** , Eka Adimayanti***


Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran

Abstrak
Tonsilitis diartikan sebagai peradangan pada tonsil yang ditandai dengan peradangan
tonsil, sakit tenggorok, gangguan menelan sedangkan tonsilektomi adalah penatalaksanaan medis
dengan pembedahan. Tujuan dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu
menggambarkan pengelolaan tonsilitis dengan post tonsilektomi.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien post
tonsilektomi selama 2 hari. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang.
Analisa data yang didapatkan pada An. E nyeri post operasi dengan skala 6. Hasil
pengelolaan selama 2 hari didapatkan skala nyeri berkurang menjadi 3 setelah dilakukan teknik
distraksi nafas dalam. Saran bagi perawat agar lebih menguasai mengenai konsep-konsep
keerawatan anak khususnya dengan masalah tonsilitis dan mampu menerapkannya di lapangan
kerja.

Kata kunci : tonsilitis, post tonsilektomi nyeri, distraksi nafas dalam


Kepustakaan : 12 (2002-2014)

Latar Belakang Masalah

Sehat bukanlah suatu pengetahuan ilmiah yang dapat diperoleh atau suatu benda,
suatu bagian tubuh, atau suatu fungsi tubuh seperti perdengaran, penglihatan, atau
pernafasan. Sehat dalam pengertian luas adalah suatu keadaan yang dinamis dimana individu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan untuk mempertahankan
keadaan kesehatannya. Apa bila mengalami ketidakseimbangan, maka individu berada dalam
keadaan yang disebut dengan sakit.Keadaan yang sakit dan tidak segera ditangani dengan
pengobatan yang tidak maksimal beresiko mempengaruhi tingginya angka peningkatan
penyebaran beberapa penyakit, penurunan status gizi, angka kematian ibu dan yang paling
diperhatikan adalah angka kematian anak (Hidayat, 2008).
Tonsiltis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang
tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring
biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. Tonsil akut lebih
sering ditemukan pada anak- anak dan remaja. Masa inkubasi selama 2- 4 hari. Gejala yang
mungkin muncul berupa nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri sendi,
penurunan nafsu makan, dan nyeri telinga sebagai nyeri alih melalui nervus glosofaringeus.
Pada anak anak terkadang disertai drooling (air liur menetes keluar) karena terdapat sakit
menelan lebih berat lagi, dapat timbul tanda tanda obstruksi jalan nafas yang tampak
dengan berhentinya bernafas atau mendengkur saat tidur (Christanto, 2014).
Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan kompres dengan air hangat, Istirahat yang
cukup, pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat, kumur dengan air hangat,
Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis
3,8% tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6%. Tonsilektomi merupakan pengobatan praktis
dan aman untuk tonsilitis kronis. Dari 30 orang, ditemukan penderita tonsilitis kronis yang
diindikasikan tonsilektomi terbanyak pada rentang usia antara 5-14 tahun yaitu 15 orang
(50%), jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 17 orang (56,7%), semua keluhan
utamanya adalah nyeri pada tenggorok / sakit menelan sebanyak 30 orang (100%), indikasi
tonsilektomi terbanyak adalah indikasi relatif sebanyak 22 orang (73,3%). (e-jurnal.com).
Tonsilektomi didefinisikan sebagai metode pengangkatan seluruh tonsil, berasal dari
bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu, serta dari
bahasa yunani ektomi yang berarti eksisi (Warni, 2007). Sedangkan untuk tonsilektomi hanya
dilakukan jika pasien mempunyai masalah seperti berikut : menderita tonsillitis berulang,
hipertrofi tonsil yang dapat menyebabkan obstruksi. Pada umumnya tindakan ini tidak
memerlukan perawatan Rumah Sakit dan biasa dilakukan sebagai operasi rawat jalan dengan
lama tinggal yang singkat. Karena pasien akan dipulangkan segera setelah dioperasi. Bilas
mulut dengan larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lendir yang
kental, diet cair biasanya diberikan setelah beberapa hari. Biasanya pasien akan diinstrusikan
untuk sedikit bicara dan batuk untu mengurangi nyeri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian tonsillitis untuk anak-
anak di RSUD Kota Salatiga sangatlah tinggi, sehingga penulis tertarik untuk mengangkat lebih
dalam mengenai pengolahan pasien dengan tonsilektomi di RSUD Kota Salatiga.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien post
tonsilektomi selama 2 hari. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang.
Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari senin 4 April 2016 pukul 10.30 WIB di Ruang Anggrek
RSUD Kota Salatiga dengan metode autoanamnesa dan allowanamnesa. Pengkajian menurut
penulis adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi. Menurut Setiawan dkk (2014),
pengkajian adalah tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dari
pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun
informasi tentang status kesehatan klien, teknik pengumpulan data itu meliputi anamnesa,
observasi, dan pemeriksaan yang mencakup keseluruhan. Pengkajian system tubuh secara
komprehensif adalah tahap awal atau dasar dalam proses keperawatan yang berisi kumpul
data tentang status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatan terhadap dirinya sendiri dan konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya secara holistik melalui bio, psiko, sosio dan spiritual.
Format yang dilakukan dalam pengkajian ini adalah dengan metode langsung
(autoanamnesa) dan tidak langsung (allowanamnesa). Metode langsung lebih efektif dan baik
digunakan karena datanya lebih valid, namun karena pasien lemah dan tidur maka penulis
menggunakan metode tidak langsung yaitu dengan bertanya kepada keluarga pasien.
Identitas An. E usia 12 tahun. Alamat nyelu tegal waton, agama islam, dengan diagnosa medis
post tonsilektomi. Penyakit yang perlu diketahui adalah keluhan utama. Menurut Wong
(2009) keluhan utama adalah alasan spesifik bagaimana anak bisa masuk rumah sakit yang
diperoleh dengan mengajukan pertanyaan terbuka. Keluhan utama saat dikaji adalah ibu klien
mengatakan anaknya nyeri keluhan utama diatas merupakan akibat dari luka post op
tonsilektomi.
Selanjutnya penulis melakukan pengkajian dengan menggunakan pola fungsional
Gordon sebagai dasar pengkajian, sehingga penulis dapat mengetahui masalah yang dialami
pasien beserta responnya yang dapat diamati dari berbagai aspek manajemen kesehatan,
aspek nutrisi, aspek aktifitas, aspek eliminasi dan yang lainnya. Pengkajian dilakukan dengan
wawancara, observasi, maupun pemeriksaan fisik. Adapun pengkajian fisik keperawatan
meliputi keadaan umum dan pemeriksaan fisik head to toe
Dalam melakukan pemeriksaan fisik menggunakan 4 metode atau cara yaitu inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi (Hidayat, 2011). Pada pemeriksaan fisik An. E tidak ditemukan
suara tambahan pada paru-paru maupun jantung klien. Saat dilakukan pengukuran
antropometri An. E tinggi badan 149 cm, berat badan sebelum sakit 36 Kg berat badan selama
sakit 34 Kg, sehingga selama sakit berat badan turun 2 Kg. Hal ini bisa dipengaruhi oleh
asupan nutrisi yang tidak ade kuat dikarena ada nya nyeri telan akibat luka post operasi.
Diagnosa Keperawatan
Setelah diuraikan dari pengkajian diatas diagnosa yang menjadi prioritas adalah
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi. Menurut penulis
diagnosa keperawatan merupakan masalah yang didapatkan melalui hasil dari pengumpulan
data secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Wong (2009), diagnosa keperawatan
adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Penulis mengangkat diagnosa ini
sebagai masalah utama karena gangguan rasa nyaman nyeri termasuk dalam kebutuhan dasar
manusia. Menurut Maslow rasa aman nyeri merupakan kebutuhan dasar yang ke dua
sehingga apabila tidak terpenuhi akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam dirinya.
Data diatas ditegakkan karena didukung data objektif pasien terlihat merintih kesakitan dan
pasien tampak menangis. Menurut Aziz (2012) nyeri merupakan kondisi berupa perasaan
tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi nyeri tersebut.
2. Intervensi, Implementasi Dan Evaluasi
Setelah dilakukan penegakkan diagnosa, kemudian penulis menegakkan prioritas
masalah selanjutnya penulis menyusun intervensi keperawatan. Menurut Doenges (2006)
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien
dan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi tindakan harus spesifik dan
dinyatakan dengan jelas dimulai dengan kata kerja aksi atau kalimat perintah. Menurut
penulis rencana keperawatan adalah cara atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah keperawatan. Dari hasil pengkajian tanggal 4 April 2016 ditemukan masalah
keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri kemudian penulis menyusun rencana keperawatan
sebagai berikut kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri hal ini dilakukan untuk
mengkaji tingkat nyeri, digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan selanjutnya yang
meliputi pengkajian PQRST Menurut Aziz (2012) sebagai berikut. P (pemacu) yaitu faktor yang
mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri, Q (quality) dari nyeri seperti rasanya tajam
tumpul atau tersayat, R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri, S (severity) adalah keparahan
atau intensitas nyeri, T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri. Data yang
ditemukan penulis sebagai berikut P: nyeri pada saat bergerak, Q: nyeri seperti denyut-
denyutan, R: nyeri pada tenggorokan, S: skala nyeri 6. Selanjutnya penulis memberikan posisi
yang nyaman hal ini dilakukan untuk membuat rileks dan memberikan rasa nyaman pada
klien. Kemudian penulis melakukan intervensi lanjutan yaitu berikan terapi kompres dingin
pada tenggorokan yang sakit Melakukan dan mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam.
Menurut Aziz (2012) menganjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru
dengan udara, menghembuskan secara perlahan, dan melemaskan otot-otot tangan, kaki,
perut dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga
didapat rasa nyaman, tenang dan rileks kemudian intervensi terakhir adalah memberikan
terapi injeksi sesuai dengan advis dokter yaitu pemberian ceftriazone 2x500 mg /iv,
dexametason 2x2,5 mg IV, asam tranexamat 3x200 mg IV, disynone 2x125mg IV, paracetamol
3x500 mg oral pemberian terapi antibiotik dan analgetik berguna untuk mencegah ada nya
infeksi post operasi sedangkan guna dari analgesik digunakan untuk memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
Selanjutnya setelah menetapkan intervensi, penulis menetapkan implementasi.
Menurut Wong (2009) implementasi adalah fase dimana perawat menempatkan intervensi
tertentu ke dalam tindakan untuk mengumpulkan umpak balik berupa efeknya. Implementasi
yang dilakukan pada tanggal 4 April 2016 pertama penulis mengkaji tingkat nyeri klien
mengatakan nyeri nya sudah berkurang skalanya 3 selanjutnya penulis, memposisikan tidur
tetap miring ke kiri, klien mengatakan posisi miring ke kiri lah yang membuat klien nyaman.
Posisi ini diberikan kepada klien dengan rasional mencegah terjadinya aspirasi akibat
perdarahan paska operasi, selanjutnya penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional memberikan kondisi tenang
dan rileks sehingga respon terhadap nyeri bisa tersamarkan, pemberian terapi sesuai advis
dokter ceftriazone 2x500 mg /iv pemberian antibiotik berguna untuk mencegah terjadinya
infeksi terhadap luka post operasi, Ceftriaxone adalah golongan cephalosporin yang dapat
digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat dari infeksi bakteri. Selain itu biasanya
juga digunakan untuk pasien yang menjalani operasi. Dexametason 2x2,5mg IV, pemberian
obat ini merupakan kelompok obat kortikosteroid, obat ini bekerja melepaskan zat-zat yang
menyebabkan peradangan. Asam tranexamat 3x200 mg IV, asam traneksamat merupakan
golongan obat anti-fibrinolitik, obat ini dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan
pada sejumlah kondisi, mimisan perdarahan akibat menstruasi berlebih, atau paska operasi,
obat ini bekerja dengan menghambat pecahnya gumpalan darah sehingga pendarahan tidak
terjadi lagi. Disynone 2x125mg IV, obat ini berguna untuk mencegah ada nya luka pada
lambung ataupun melapisi lambung akibat pemberian obat maupun terapi, paracetamol
3x500 mg oral, obat ini termasuk kedalam jenis obat yang termasuk kelompok analgesic atau
Pereda rasa sakit, digunakan untuk meredakan rasa sakit ringgan hingga menenggah, bisa
juga untuk menurunkan demam.
Setelah melakukan implementasi maka selanjutnya penulis mengevaluasi dari hasil
implementasi dan respon pasien. Menurut Wong (2009) evaluasi adalah proses akhir dari
pembuatan keputusan, perawat mengumpulkan dan menganalisis data untuk menetapkan
apakah masalah teratasi dan tujuan telah tercapai. Penulis melakukan evaluasi pada tangga 4
April 2016 data subjektif Ibu klien mengatakan anaknya masih nyeri pada tenggorokan p:
nyeri pada saat bergerak dan menelan makanan, q: nyeri seperti denyut-denyutan, r: nyeri
pada tenggorokan, s: skala nyeri 6, t: nyeri hilang timbul 3 x/ menit, data objektif nya anak
tampak lemas ekspresi wajah mengkerut, analisa masalah belum teratasi. Rencana tindak
lanjutan intervensi yaitu mengajarkan teknik nafas dalam.
Dihari kedua implementasi yang dilakukan hampir sama dengan implementasi
pertama hal ini dilakukan karena belum tercapainya harapan pada hari pertama. Mengajarkan
teknik relaksasi teknik ini berguna untuk membuat tenang dan rileks sehingga respon
terhadap nyeri bisa tersamarkan, pemberian terapi sesuai advis dokter ceftriazone 2x500 mg
/iv pemberian antibiotik berguna untuk mencegah terjadinya infeksi terhadap luka post
operasi, Ceftriaxone adalah golongan cephalosporin yang dapat digunakan untuk mengobati
beberapa kondisi akibat dari infeksi bakteri. Selain itu biasanya juga digunakan untuk pasien
yang menjalani operasi. Dexametason 2x2,5mg IV, pemberian obat ini merupakan kelompok
obat kortikosteroid, obat ini bekerja melepaskan zat-zat yang menyebabkan peradangan.
Asam tranexamat 3x200 mg IV, asam traneksamat merupakan golongan obat anti-fibrinolitik
(Tjay, Rahardja, 2015). obat ini dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan pada
sejumlah kondisi, mimisan perdarahan akibat menstruasi berlebih, atau paska operasi, obat
ini bekerja dengan menghambat pecahnya gumpalan darah sehinggapendarahan tidak terjadi
lagi. Disynone 2x125mg IV, obat ini berguna untuk mencegah ada nya luka pada lambung
ataupun melapisi lambung akibat pemberian obat maupun terapi, paracetamol 3x500 mg
oral, obat ini termasuk kedalam jenis obat yang termasuk kelompok analgesic atau Pereda
rasa sakit, digunakan untuk meredakan rasa sakit ringgan hingga menenggah, bisa juga untuk
menurunkan demam. (Tjay, Rahardja, 2015).
Setelah melakukan implementasi maka selanjutnya penulis mengevaluasi dari hasil
implementasi dan respon pasien. Menurut Wong (2009) evaluasi adalah proses akhir dari
pembuatan keputusan, perawat mengumpulkan dan menganalisis data untuk menetapkan
apakah masalah teratasi dan tujuan telah tercapai. Penulis melakukan evaluasi pada tangga 5
April 2016 data subjektif Ibu klien mengatakan anaknya masih nyeri pada tenggorokan p:
nyeri pada saat bergerak dan menelan makanan, q: nyeri seperti denyut-denyutan, r: nyeri
pada tenggorokan, s: skala nyeri 3, t: nyeri hilang timbul 5 x/ menit, data objektif nya anak
tampak lemas ekspresi wajah mengkerut analisa data masih belum teratasi dan rencana
tindakan lanjutan mengajarkan teknik nafas dalam dan kolaborasi dengan medis pemberian
obat, menurut penulis pemberian obat secara bertahap dapat mempercepat proses
penyembuhan. Selain Karena diberi obat, harapan keluarga akan kesembuhan An. E sangatlah
tinggi ini bisa dibuktikan dari antusias keluarga bertanya kepada petugas kesehatan tentang
manfaat semua prosedur yang diberikan. Sehingga keluarga diberikan pendidikan kesehatan
tentang tanda dan gejala serta penanganan paska operasi tonsilektomi
Dari 6 intervensi yang diangkat penulis kaji tingkat nyeri dengan skala nyeri, berikan
tindakan kenyamanan (atur posisi miring), minimalkan pergerakan untuk mengurangi rasa
sakit, berikan terapi kompres dingin pada tenggorokan yang sakit, melakukan tekhnik
relaksasi nafas dalam, melakukan injeksi obat sesuai saran dokter, ada satu intervensi yang
tidak dilakukan yaitu kompres dengan air dingin hal ini tidak dilakukan penulis karena klien
sudah dianjurkan utuk minum dingin atau air es/krim. Selebihnya 5 intervensi lainnya bisa
dilakukan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hasan, Rusepo. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Anak Indonesia, Jakarta.

Mansjoer, Arief. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aeskulapius.

NANDA. 2006. Panduan diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Prima Medika.

Potter & Perry. 2006. Buku ajar Fundamental Keperawatan. Volume I. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2006. Buku ajar Fundamental Keperawatan. Volume II. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Rekam Medis. 2016. Angka Kejadian Penyakit. RSUD Salatiga.

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Tjay, Rahardja. 2015. Obat-obat penting. Edisi 7. Jakarta: Kompas Gramedia

Wijaya, Andra, S & Putri, Yessi, M. 2013.KMB I Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan dewasa

teori dan contoh askep). Yogjakarta: Nuha Medika

Wong, Donna L. 2008. Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai