Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Hematemesis adalah muntah darah kehitaman yang merupakan indikasi dari


adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula
bermanifestasi dalam bentuk keluarnya darah segar dari per anum bila perdarahannya
banyak. Melena (feses berwarna hitam) bisa berasal dari perdarahan SCBA,
walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga
bermanifestasi dalam bentuk melena.1

Beberapa penyebab tersering hematemesis melena yaitu adanya ulkus


duodenum, pecahnya varises esophagus, dan gastritis erosif.1,2 Varises esophagus
adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke dalam lumen
esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Perdarahan varises esofagus (VE)
merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat
mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-
80% dan risiko perdarahannya adalah 25-35%. Insidensi VE meningkat hampir 5%
pertahunnya, dan tingkat progresinya dari varises kecil ke besar adalah sekitar 5-10%
per tahun. Angka mortalitas dari perdarahan varises adalah 20% pada pasien yang
diobati secara optimal di rumah sakit. Insidensi perdarahan varises pertama berkisar
dari 20 sampai dengan 40% dalam dua tahun. Perdarahan ulang terjadi pada 30-40%
pasien dalam dua sampai tiga hari ke depan dan meningkat 60% dalam satu minggu.3

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun dimana terjadi perubahan


arsitektur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat difus
dan dikelilingi oleh septa-septa fibrosis. Sirosis hepatis merupakan kondisi
histopatologis yang bersifat asimptomatis pada stadium awal, manifestasi klinis dari
sirosis hepatis terdiri dari gejala kompensata dan dekompensata. Pada sirosis
kompensata, bersifat asimtomatis berupa kelelahan nonspesifik, penurunan libido,

1
atau gangguan tidur sedangkan pada sirosis dekompensata dapat ditemukan adanya
ikterus, ascites, edema perifer, atau hematemesis melena.4

Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama dilakukan
dalam menangani pasien perdarahan varises esofagus adalah memastikan patensi
jalan nafas, mencegah aspirasi, dan resusitasi cairan termasuk transfusi bila
diperlukan. Perlu diingat overtransfusi pada kasus perdarahan varises esophagus
dapat meningkatkan tekanan porta dan perburukan kontrol perdarahan, sehingga
transfusi harus dievaluasi secara cermat. Pemberian antibiotik berspektrum luas
ternyata secara bermakna mengurangi resiko infeksi dan menurunkan mortalitas. Jika
memungkinkan, dapat dilakukan endoskopi segera untuk menentukan sumber
perdarahan dan memberikan terapi secara tepat. Apabila perdarahan masih
berlangsung dan besar kecurigaan adanya hipertensi portal, dapat diberikan obat
vasopressin IV dalam dosis 0,1-1 U/menit ditambah nittrogliserin IV 0,3 mg/mnt
untuk mengurangi efek konstriksi pada jantung dan pembuluh darah perifer.
Octeotrid, suatu analog somatostatin, dapat menurunkan tekanan portal tanpa
menimbulkan efek samping seperti vasopressin. Obat ini diberikan secara bolus IV
50-100 mcg dilanjutkan dengan drip 25-200 mcg/jam.5

Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur,


kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Mengingat tingginya angka
kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas
maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk
mencegah terjadinya pecahnya varises pada pasien.6

Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika praktisi medis mengenal, etilogi,
patogenesis, tanda dan gejala sampai ditegakkannya suatu diagnosis Berikut ini akan
dilaporkan sebuah kasus hematemesis melena ec suspek varices esophagus bleeding
pada pasien sirosis hepatic dekompensata ec hepatitis B.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki, berusia 49 tahun, masuk ruang rawat inap irina C1
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 25 Agustus 2017, dengan
keluhan utama muntah hitam dan BAB hitam 1 hari SMRS. Muntah hitam 1 kali
dengan volume 1000cc dan BAB hitam 1 kali dengan konsistensi lembek. Selain itu
pasien mengeluh nyeri perut sejak 1 hari SMRS, nyeri seperti diremas-remas dan
hilang timbul. Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada dan BAK biasa.
Pasien memiliki riwayat penyakit sirosis hepatik ec. hepatitis B yang diketahui dari
lampiran USG Abdomen. Riwayat penyakit hipertensi, jantung, ginjal dan asam urat
disangkal. Pasien merupakan seorang dosen yang mempunyai 1 orang isteri, 4 orang
anak dan 1 orang cucu. Hanya pasien yang menderita penyakit ini dalam keluarga.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang, kesadaran compos mentis, penampilan sesuai usia, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 98 kali per menit, regular, kuat angkat, isi cukup, respirasi 24 kali per
menit dan suhu 36,4 0C. Pasien memiliki berat badan 58 kg dan tinggi badan 162 cm
dengan IMT 22,1. Pada mata ditemukan konjungtiva anemis dan ditemukan sklera
ikterik. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
Pada inspeksi thorax didapatkan simetris kiri dan kanan dan tidak ditemukan retraksi
supraklavikula, ruang intercostal normal, dan permukaan dada tidak ada yang
tertinggal. Pada palpasi ditemukan taktil fremitus sama kiri dan kanan, perkusi
didapatkan sonor dikedua lapangan paru dan auskultasi didapatkan suara pernapasan
vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ditemukan. Pada pemeriksaan jantung dari
inspeksi didapatkan iktus kordis tidak terlihat, palpasi didapatkan iktus kordis teraba
1 jari medial ICS V linea midklavikularis sinistra, kuat angkat, tidak ada thrill,
pinggang jantung normal, batas jantung kanan tidak membesar, kiri pada iktus kordis.
Pada auskultasi ritme jantung regular, 98 kali per menit. Bunyi jantung I lebih besar
dari bunyi jantung II. Bising, murmur dan gallop tidak ditemukan. Pada pemeriksaan

3
abdomen dari inspeksi ditemukan abdomen cembung, tidak ada bekas operasi, tidak
ada jaringan parut, auskultasi bising usus normal 3 kali per menit, palpasi
didapatkan tegang, ada nyeri tekan dan tes undulasi positif. Hepar dan lien tidak
teraba. Perkusi didapatkan shifting dullness positif. Pemeriksaan ekstremitas akral
hangat, CRT < 2 detik, tidak ada oedem.

Pada tanggal 17 Februari 2017 dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan


disimpulkan pasien dengan sirosis hepatis dengan splenomegaly dan asites. Pada
tanggal 25 Juli 2017 dilakukan pemeriksaan fibroscan dan didapatkan hasil diagnosis
yaitu hepatitis B. Pada tanggal 31 Juli 2017 dilakukan pemeriksaan HBsAg dan
didapatkan hasil positif 169,5. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Agustus
2017, didapatkan leukosit : 11.100 /uL, eritrosit : 3,30 106 /uL, hemoglobin : 10,6
g/dL, hematokrit : 30,4%, trombosit : 100.000 /uL, SGOT : 125 U/L, SGPT : 66 U/L.
Pada pemeriksaan EKG kesan sinus bradikardi, heart rate : 58 kali per menit. Pada
foto thoraks kesan dalam batas normal.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien


didiagnosa dengan hematemesis melena ec varises esophagus bleeding (VEB) ,
sirosis hepatik dekompensata ec hepatitis B, dan suspek spontaneous bacterial
peritonitis (SBP). Planning pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemeriksaan
penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis.

Terapi awal yang diberikan pada pasien yaitu infus aminofusin 500 cc,
omeprazole 40 mg per 12 jam, propranolol 10 mg per 12 jam, cefotaxim 3x2 gr
intravena (skin test negative), vitamin k 1 ampul per 8 jam, sukralfat 2 sendok teh per
6 jam, dan diet lambung 1 dingin.

Pada hari kedua, tanggal 25 Agustus 2017, pasien masih mengeluh nyeri
perut, nyeri seperti diremas-remas dan hilang timbul, BAB hitam dan muntah hitam
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik, masih terdapat konjungtiva anemis dan sklera
ikterik. Serta, pada pemeriksaan abdomen masih terdapat ascites dan nyeri tekan.
Pasien didiagnosis dengan post hematemesis melena ec VEB, anemia ec GIT

4
bleeding, sirosis hepatik dekompensata ec hepatitis b, dan suspek SBP. Pada
pengobatan omeprazole diganti dengan esomeprazole 40 mg per 12 jam, asam
tranexamat 500 mg per 8 jam, terapi lain lanjut.

Pada hari keempat, tanggal 27 Agustus 2017, nyeri perut yang dialami pasien
menurun, BAB hitam dan muntah hitam tidak ada. Pada pemeriksaan fisik, masih
terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Serta, pada pemeriksaan abdomen
masih terdapat ascites dan nyeri tekan. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
pada tanggal 28 Agustus 2017 didapatkan hasil yaitu : hemoglobin : 6,5 g/dL,
hematokrit : 19,7%, trombosit : 60.000/uL, albumin : 1,91 g/dL. Pasien kemudian
diberikan human albumin drips 25% per 24 jam dan transfusi PRC 230 cc per 24 jam
sampai Hb 10, cefotaxim 3x2 gr intravena (skin test negative), vitamin k 1 ampul
per 8 jam, asam tranexamat 500 mg per 8 jam, sukralfat 2 sendok teh per 6 jam, dan
diet lambung 1 dingin.

Pada hari kesembilan, tanggal 1 September 2017, pasien mengeluh lemah


badan dan belum BAB sejak 1 minggu lalu. Pada pemeriksaan fisik, masih terdapat
konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Serta, pada pemeriksaan abdomen masih
terdapat ascites dan nyeri tekan. Kemudian diberikan lactulac per 6 jam, setelah itu
pasien BAB pada besok paginya,terapi lain dilanjutkan.

Pada hari keduabelas perawatan, tanggal 4 September 2017, keadaan pasien


sudah membaik dan boleh rawat jalan sambil menunggu jadwal untuk endoskopi.
Pasien diberikan obat pulang yaitu, ranitidin l 50 mg per 12 jam, sukralfat 2 sendok
teh per 6 jam, asam tranexamat 500 mg per 8 jam, ricovir 300 mg per 24 jam.

5
BAB III

PEMBAHASAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.


Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Berdasarkan klasifikasinya, perdarahan saluran
cerna terdiri atas dua yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dan
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Hematemesis (muntah hitam)
menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (feses hitam) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas,
meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat
menimbulkan melena. Pada perdarahan saluran cerna bagian bawah bisa ditandai
dengan hematokezia (feses bercampur darah segar), maroon stool, perdarahan
samar.6,7

Insidensi perdarahan SCBA di Amerika Serikat adalah 160 per 100.000


populasi per tahun dengan insidensi laki-laki lebih banyak daripada perempuan
dengan rasio 1,8 : 1dengan kelompok umur 51-60 tahun.8 Berdasarkan penyebabnya,
perdarahan SCBA terdiri atas penyebab varises dan nonvarises. Penyebab nonvarises
yaitu ulkus peptik, esofagitis, sindroma Mallory Weiss, gastritis, keganasan
sedangkan varises yaitu varises esofagus.6 Penelitian Hearnshaw pada tahun 2010 di
Inggris, kasus terbanyak adalah ulkus peptikum sebanyak 36%, diikuti oleh varises
esofagus sebanyak 11%.9 Di Indonesia, dari 1673 kasus perdarahan SCBA di Bagian
Penyakit Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises
esofagus, 19% gastritis erosiva, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6%
karena sebab-sebab lain, dengan kelompok umur penyebab varises esofagus 45-65
tahun.1 Di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP M Djamil Padang selama
periode Januari 2010 - Desember 2013, didapatkan sebanyak 1598 pasien yang

6
dilakukan pemeriksaan esophagogastrodenoskopi (EGD). Sebanyak 176 pasien
diantaranya adalah dengan hematemesis melena karena ruptur varises esofagus
dengan jumlah pasien pria 18 orang (81,8%) dan wanita 4 orang (18,2%).10
Sedangkan, di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juni 2013- Juni 2015
didapatkan kasus perdarahan SCBA ulkus peptik sebagai penyebab terbanyak,
tersering pada kelompok usia 56-65 tahun dan jenis kelamin laki-laki.11 Pada kasus
ini, dapat dilihat bahwa, pasien merupakan pasien laki-laki usia 49 tahun yang
mengalami perdarahan SCBA yaitu hematemesis melena.

Pendekatan diagnosis hematemesis melena dimulai dari anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang hingga dapat diketahui penyebabnya.
Dari anamnesis hematemesis melena dapat dikaji riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial. Dari riwayat penyakit
sekarang dapat ditanyakan jumlah dan warna perdarahan, konsistensi feses, nyeri
perut, kembung. Pada hematemesis melena yang disebabkan karena pecahnya varises
esofagus didapatkan gejala hematemesis melena yang timbul secara mendadak.
Keluhan nyeri abdomen jarang ditemukan. Pada riwayat penyakit dahulu, penting
ditanyakan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, yang mendasari terjadinya
hematemesis melena. Biasanya ditemukan riwayat penyakit sirosis hepatis sebagai
pencetus hematemesis melena dengan komplikasi yang ditimbulkan yaitu pecahnya
varises esofagus.1,2 Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak
dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B sekitar 30-40%, virus hepatitis C sekitar
30-40%, dan penyebab yang tidak diketahui sekitar 10-20%.12 Selain itu, penyebab
hematemesis melena juga dapat disebabkan oleh ulkus duodenum dan gastritis
erosive dimana bisa didapatkan riwayat penggunaan obat antiinfalmasi nonsteroid
jangka panjang. Dari riwayat sosial seperti peminum alkohol berat merupakan salah
satu penyebab pecahnya varises esofagus yang mencetuskan terjadinya hematemesis
melena. Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan
muntah hitam 1 kali dengan volume 1000cc dan BAB hitam 1 kali dengan
konsistensi lembek, nyeri perut sejak 1 hari SMRS, nyeri seperti diremas-remas dan

7
hilang timbul. Riwayat penyakit hipertensi, jantung, ginjal dan asam urat disangkal.
Pasien juga memiliki penyakit sirosis hepatis yang didiagnosis sejak Februari 2017
dengan membawa lampiran hasil USG abdomen, dan adik pasien menderita penyakit
hepatitis B.

Penegakan diagnosis dari pemeriksaan fisik pada kasus hematemesis melena


yaitu memeriksa status hemodinamik dan tanda-tanda syok hipovolemik. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan perubahan status mental seperti gelisah, agitasi, letargi,
obtundasi, pemeriksaan tekanan darah dan nadi pada posisi berbaring, didapatkan
tekanan darah sistolik (brakial) kurang dari 110mmHg, nadi lebih dari 90 kali per
menit yang menunjukkan adanya takikardia, pada kondisi pernafasan didapatkan
frekuensi nafas lebih dari 29 kali per menit, produksi urin menurun dimana kurang
dari 0.5 cc per kilogram berat badan per jam. Selain itu, nilai ada tidaknya
vasokontriksi perifer yaitu akral dingin.1 Pada pasien dengan sirosis hati didapatkan
mata sclera ikterik, dilakukan pemeriksaan fisik abdomen dan didapatkan abdomen
tampak cembung, tampak pelebaran vena abdomen, asites, ukuran hati bisa
membesar/normal/kecil an splenomegali.1 Pada kasus ini, dari pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
penampilan sesuai usia, pada mata ditemukan konjungtiva anemis dan sclera ikterik,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 98 kali per menit, respirasi 24 kali per menit dan
suhu 36,4 0C, akral hangat, tidak ada oedem. Pada pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan abdomen tampak cembung, bising usus normal 3 kali per menit, teraba
tegang, ada nyeri tekan, tes undulasi positif asites, hepar dan lien tidak teraba, perkusi
redup saat dilakukan pemeriksaan shifting dullness.

Pada pemeriksaan penunjang kasus hematemesis melena dapat dilakukan


pemeriksaan penunjang laboratorium seperti darah lengkap, elektrolit, fungsi hati,
masa pembekuan dan perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio BUN/kreatinin, dapat
juga dilakukan pemeriksaan radiologi seperti oesophagus maag duodenum (OMD),
dan endoskopi saluran cerna untuk membedakan perdarahan saluran cerna yang
disebabkan oleh varises atau non varises.1 Untuk menilai ada/tidaknya perdarahan

8
varises pada endoskopi, dapat digunakan indikator seperti perdarahan aktif yang
terlihat kasat mata muncul dari varises esofagus, biasanya menyembur atau mengalir,
adanya tanda bekas perdarahan pada varises berupa white nipple sign atau temuan
bekuan darah, tampak varises esofagus yang berwarna merah, dan ditemukan darah
pada lambung tanpa adanya sumber perdarahan lain, terlihat varises esofagus yang
berwarna merah dengan manifestasi klinis perdarahan saluran cerna atas, tanpa darah
pada lambung.13 Temuan varises pada endoskopi dapat dikategorikan empat tingkatan
yaitu pertama : dilatasi vena (<5mm), masih tertutup dengan jaringan sekitarnya,
kedua : dilatasi vena (>5mm) terdapat tonjolan ke jaringan sekitar namun belum
menutup lumen esophagus, ketiga : vena besar, tegang dan menyebabkan obstruksi
lumen, keempat : hampir menutup lumen secara total dengan stigmata endoskopi
terutama cherry red spot.13 Pada kasus ini, tanggal 17 Februari 2017 dilakukan
pemeriksaan USG abdomen dan disimpulkan pasien dengan sirosis hepatis dengan
splenomegaly dan asites. Pada tanggal 25 Juli 2017 dilakukan pemeriksaan fibroscan
dan didapatkan hasil diagnosis yaitu hepatitis B. Pada tanggal 31 Juli 2017 dilakukan
pemeriksaan HBsAg dan didapatkan hasil positif 169,5. Pada tanggal 24 Agustus
2017, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil leukosit : 11.100
/uL, eritrosit : 3,30 106 /uL, hemoglobin : 10,6 g/dL, hematokrit : 30,4%, trombosit :
100.000 /uL, SGOT : 125 U/L, SGPT : 66 U/L. Kemudian dilakukan pemeriksaan
laboratorium kotrol tanggal 27 Agustus 2017 didapatkan hemoglobin : 6,5 g/dL,
hematokrit : 19,7%, trombosit : 60.000/uL, albumin : 1,91 g/dL. Pasien direncanakan
akan dilakukan pemeriksaan EGD, namun mendapatkan jadwal bulan Oktober 2017.
Sehingga dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan hematesis melena et causa suspek VEB, sirosis hepatik
dekompensata ec. hepatitis B, suspek spontaneous bacterial peritonitis (SBP), anemia
et causa GIT bleeding, hipoalbuminemia.

Penyebab terbanyak terjadinya hematemesis melena pada pasien dengan


sirosis hepatis adalah pecahnya varises esophagus. Perdarahan varises esophagus
secara khas terjadi mendadak dan masif. Perdarahan varises esophagus biasanya

9
disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hati karena
peningkatan tahanan aliran porta dan peningkatan aliran darah yang masuk ke vena
porta. Varises terjadi jika terdapat peningkatan perbedaan tekanan antara vena porta
dan vena hepatika lebih dari 10 mmHg. Tahanan mekanik disebabkan oleh gangguan
struktur vaskular hati akibat fibrosis, nodul regeneratif dan deposisi kolagen di ruang
disse, sedangkan tahanan dinamik dikarenakan peningkatan tonus vaskular hati yang
dimodulasi oleh vasokontriksi endogen seperti norepinefrin, endotelin I, angiotensin
II, leukotrien dan tromboksan A2. Varises akan semakin berkembang akibat
peningkatan aliran darah ke tempat varises dan terjadi ruptur. Pecahnya varises
esophagus sering digambarkan dengan darah yang berkumpul pada kerongkongkan
dan sebenarnya tidak dimuntahkan. Adanya melena menandakan bahwa darah telah
berada dalam saluran cerna minimal selama 14 jam.13

Sama halnya dengan kasus kegawatan lainnya, hal yang pertama dilakukan
dalam menangani pasien perdarahan varises esofagus adalah memastikan patensi
jalan nafas, mencegah aspirasi, suplemetasi oksigen, pemasangan akses intravena dua
line dengan jarum dewasa, pemberian cairan normal saline atau ringer laktat, evaluasi
laboratorium seperti waktu koagulasi, hemoglobin, hematokrit, serum elektrolit,
pertimbangkan trasfusi Packed Red Cell (PRC), Fresh Frozen Plasma (FFP) atau
trombosit apabila INR >1,5 atau trombositopenia, pertimbangkan perawatan di ruang
intensif apabila pasien dalam keadaan syok dan perdarahan aktif berkelanjutan. Untuk
penyebab non varises, diberikan penghambat pompa proton dalam bentuk bolus
maupun drip tergantung kondisi pasien jika tidak ada dapat diberikan anatagonist H2
reseptor, sitoprotektor yaitu sukralfat 3-4 kali 1 gram atau teprenon 3x1 tab atau
rebamipide 3x100mg, injeksi vitamin K 3x1 ampul untuk pasien dengan penyakit hati
kronis atau sirosis hepatis. Untuk penyebab varises dapat diberikan somastostatin
bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1
mg/24jam, vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa 5% diberikan 0,5-
1 mg/menit iv selama 20-60 menit dapat diulang tiap 3-6 jam, propranolol dimulai
dosis 2x10mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20 mmHg atau

10
denyut nadi turun 20%, isosorbid dinitrat/mononitrat 2x1 tablet/hari hingga keadaan
umum stabil, metoklorpramid 3x10 mg/ hari. Pada pasien dengan pecahnya varises/
penyakit hati kronik/ sirosis hati dapat ditambahkan laktulosa 4x1 sendok makan,
antibiotika ciprofloksacin 2x500mg atau sefalosporin generasi ketiga, obat ini
diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja normal.1 Pada kasus ini telah
dilakukan stabilisasi hemodinamik pada saat awal masuk pasien di instalasi gawat
darurat dan setelah di ruangan, pasien diberikan terapi omeprazole 40mg per 12 jam,
vitamin k 1 ampul per 8 jam, dan sukralfat 2 sendok teh per 6 jam. Namun pada hari
kedua perawatan, omeprazole diganti esomeprazole 40mg per 12 jam, asam
tranexamat 500mg per 8 jam dan terapi lain masih lanjut. Pada hari keempat
perawatan, telah dilakukan pemberian human albumin drips 25% per 24 jam dan
dilakukan transfusi PRC 230 cc per 24 jam sampai Hb 10. Pada hari kesembilan
perawatan, pasien diberikan spironolakton 50mg per 24 jam dan lactulac per 6 jam
atas indikasi pasien belum BAB selama 1 minggu dan setelah itu pasien BAB, terapi
lain dilanjutkan. Pada hari keduabelas perawatan, pasien dipulangkan karena pasien
terjadwalkan endoskopi pada bulan Oktober 2017 dan kondisi pasien sudah membaik
serta ditakutkan pasien mendapat penyakit infeksi lainnya di rumah sakit.

Penanganan pasien dengan diagnosis hepatitis B, dapat diberikan interferon


1x5 juta unit atau 10 juta unit 3 kali seminggu secara subkutan, selama 4-6 bulan
untuk HBeAg (+) dan setidaknya 1 tahun untuk pasien dengan HBeAg (-), bila
dengan pegylated interferon baik HBeAg (-) dan HBeAg (+) diberikan selama 1
tahun. Selain itu dapat juga diberikan, lamivudine 1x100mg, adenovir dipivoxil
1x10mg, PEG IFN 2a (monoterapi) : 180 gram atau PEG IFN 2b 1,5ug/KgBB,
entecavir : 1x0,5mg, telbivudine 1x600mg, tenofovir 1x300mg, thymosin 1 selama 6
bulan, lama pemberian antivirus tergantung pada status HBeAg pasien ketika
memulai terapi dan target pencapaian HBV DNA serta HBeAg loss.1 Pada kasus ini,
untuk penanganan hepatitis B sendiri, pasien diberikan ricovir yang mengandung
tenofovir disoproxil fumarate 300mg selama 1 bulan.

11
Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan
pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap
perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat.
Terjadinya perdarahan pada varises ialah 5% per tahun bila berukuran kecil, atau 15%
per tahun bila berukuran sedang sampai besar. Dalam dua dekade terakhir, angka
mortalitas akibat perdarahan varises ialah 20%. Sementara, resiko perdarahan ulang
dalam 1 tahun pertama sangat tinggi yaitu sekitar 70%, dengan angka mortalitas yang
juga lebih tinggi yaitu sekitar 33%.13 Pada kasus ini, prognosisnya apabila digunakan
sistem penilaian Child-Turcotte-Pugh, presentase hidup dalam 1 tahun pertama yaitu
80%.

12
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

Seorang laki-laki berusia 49 tahun didiagnosis dengan hematemesis


melena et causa suspek varises esophagus bleeding, sirosis hepatik dekompensata et
causa hepatitis B, suspek spontaneous bacterial peritonitis, anemia et causa GIT
bleeding, hipoalbuminemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengalami muntah hitam dan BAB hitam 1 hari SMRS, nyeri perut seperti diremas-
remas, dan riwayat penyakit sirosis hepatic karena hepatitis B. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan conjungtiva anemis, sklera ikterik, tes undulasi positif asites, dan perkusi
redup pada shifting dullness. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis,
trombositopenia, anemia, hipoalbuminemia. HBeAg positif 169,5. Dari pemeriksaan
fibroscan didapatkan hepatitis B, USG abdomen dengan kesan sirosis hepatic et causa
hepatitis B. Pasien telah mendapatkan terapi aminofusin 0,9%, omeprazole, vitamin
K, esomeprazole, sukralfat, cefotaxim, ciprofloksacin, human albumin, laktulosa,
transfusi darah, dan ricovir. Kondisi pasien membaik pada hari keduabelas dan rawat
jalan sambil menunggu jadwal untuk endoskopi. Prognosis pada pasien ini yaitu
presentase hidup dalam 1 tahun pertama yaitu 80%.

Saran :

Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya alam menanggulangi


perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya pecahnya varises pada pasien.

13

Anda mungkin juga menyukai