Anda di halaman 1dari 13

ASMA

Perubahan struktur yang terjadi :

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

Penebalan membran reticular basal

Pembuluh darah meningkat

Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

Perubahan struktur parenkim

Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan
yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur
imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah
besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan
sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel
ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan
adalah histamin, leukotrien, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema local
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot
polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas (Rengganis, 2008). Pada jalur saraf
otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan
mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan
reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan
reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptida. Neuropeptida
itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, hipersekresi lendir, dan
aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).
Pasien yang mengalami serangan asma, pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan (sesuai derajat serangan) :
a. Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (nafas cuping hidung, nafas cepat),
sianosis.
b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat dapat
terjadi pulsus paradoksus).
c. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata.
d. Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing, suara lendir (Depkes, RI., 2009)
Jenis-jenis hipersensitivitas yaitu:
Reaksi Tipe
Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi
dikenalsebagai reaksi yang segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. Antigen
yangmasuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke
selTh2. Sel yang akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE
akandiikat terutama oleh sel mast melalui reseptor Fc (basofil dan eosinofil). Ila ada alergen
yangsama masuk ke dalam tubuh, akan diikat oleh IgE tadi (spesifik) dan
menimbulkandegranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator
antara lainhistamin, yang didapat dalam granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada
reaksihipersensitivitas tipe I.

Reaksi Tipe II
Reaksi tipe II yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi oleh karena dibentuk antibodi
jenisIgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan sel pejamu. Antibodi tersebut
dapatmensensitasi sel K sebagai efektor anti-body dependent cell cytotoxity (ADCC)
ataumengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis.

Reaksi Tipe III


Reaksi tipe III yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan
kompleksantigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi disini biasanya
jenis IgG.Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai
mediatorterutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat
tersebut akanmerusak jaringan sekitarnya. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen
yang persisten (malaria), bahan yang terhirup. Infeksi tersebut disertai antigen dalam jumlah
yang berlebihan tetapi tidak disertai respons antibodi efektif. Antigen (Ag) dan antibodi
(Ab) bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun mengaktifkan C
yangmelepas C3a dan C5a dan merangsang basofil dan trombosit melepas berbagai
mediatorantara lain histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskular.

Reaksi Tipe IV
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivitas lambat, timbul lebih dari 24
jamsetelah tubuh terpajan antigen. Reaksi terjadi karena respons sel Th1 yang sudah
disensitisasiterhadap antigen tertentu. Dalam hal ini tidak ada peran antibodi. Akibat sensitasi
tersebut selTh1 melepas limfokin anatara lain MIF, MAF. Makrofag yang diaktifkan melepas
berbagaimediator (sitokin, enzim dan sebagainya) sehingga dapat menimbulkan kerusakan
jaringan
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat
batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk.
Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar
rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus
dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil,
dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial
dan diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring,
trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n.
Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus
menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium
dan diafragma.
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non
myelin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam
rongga toraks antara lain terdapat pada laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan
semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar 6 reseptor di dapat
di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Serabut aferen terpenting terdapat pada
cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan
juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus
menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari
faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. Rangsangan ini
oleh serabut afferen dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan
pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut aferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus
interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju
ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal,
dan lain-lain.
Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya
mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
1. Fase iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau
serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul
bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan
dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi
otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan
peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil
rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
3. Fase kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meningkat hingga 300
cm H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah
glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan
dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah
terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada
dalam saluran nafas atau getaran pita suara
Dalam terjadinya mekanisme batuk, reseptor rangsangan batuk sangat erperan dalam menginisiasi
timbulnya refleks batuk. Rangsangan atau stimulus yang dapat menimbulkan batuk secara garis
besar terbagi menjadi 3, yaitu: Serabut A atau rapidly adapting receptors (RARs), serabut C, dan
slowly adapting stretch receptor (SARs). Mereka dibedakan berdasarkan neurochemistry, letaknya,
kecepatan konduksi, sensitivitas fisika-kimia, dan kemampuan adaptasi terhadap lung inflation.
Rapidly adapting receptors (RARs) merupakan serabut A termyelinasi yang diduga berada didalam
atau selapis dibawah sel epitel di sepanjang saluran pernafasan bertanggung jawab dalam
mekanisme pertukaran udara dalam saluran pernafasan (Widdicombe, 2001). RARs merupakan
reseptor yang aktivitasnya meningkat apabila dirangsang oleh stimulus mekanis seperti sekresi
mukus atau oedema, namun tidak sensitif terhadap banyak stimulus kimia penginduksi batuk seperti
bradikinin dan capsaicin. (Lee dan Pisarri, 2001).
Reseptor serabut C memiliki peranan penting dalam refleks pertahanan diri saluran pernafasan.
Serabut C merespon terhadap baik mekanis (walaupun memerlukan stimulus yang lebih besar dari
RARs) maupun kimia, seperti sulfur dioxide, bradikinin dan capsaicin (Lee dan Pisarri,
2001). Walaupun SARs juga termasuk dalam lingkup keluarga A, tidak seperti RARs, aktivitas SAR
tidak tergantung pada stimulus yang menginduksi batuk. SAR juga diduga tidak terlibat secara
langsung dalam refleks batuk. Namun, SAR mungkin ikut memfasilitasi refleks batuk seperti yang
ditunjukkan pada kucing dan kelinci, melalui interneuron yang disebut pump cells yang diduga
meningkatkan refleks batuk yang berasal dari aktivitas RARs (Shannon, 2000

Hyperinflated lungs can be caused by obstructions in the passages that deliver air to
your lung tissue. Air gets trapped within the lung and causes it to overinflate.
Hyperinflation can also occur when the air sacs in your lungs become less elastic,
which interferes with the expulsion of air from your lungs.
One of the most common causes of hyperinflated lungs is chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) a disorder that includes emphysema. Certain lung
problems, such as asthma and cystic fibrosis, also can cause hyperinflation.
In some cases, lungs may appear hyperinflated on X-rays for reasons unrelated to
lung function. If you aren't experiencing shortness of breath, there's probably nothing
to worry about. However, if it isn't clear what is causing the hyperinflation, your
doctor may recommend additional testing.

Anda mungkin juga menyukai