Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Alat dan Bahan
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan menggunakan alat dan bahan
penelitian sebagai berikut:
a. Pesawat MRI 1,5 Tesla Siemens Magnetom Avanto
Spesifikasi pesawat MRI yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pesawat MRI dengan merk Siemens tipe Magnetom Avanto yang
memiliki kuat medan magnet 1,5 Tesla. Pesawat MRI Siemens
Magnetom Avanto menggunakan magnet utama dengan jenis
superconductor serta memiliki 8 channel.

Gambar 4.1 MRI Siemens Magnetom Avanto 1,5 Tesla (Sumber:


Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

Pengecekan dan pemeliharaan alat atau kalibrasi Pesawat MRI di


Rumah Sakit Kanker Dharmais dilakukan dalam periode 4 bulan
sekali yang dilakukan oleh maintenance dari pihak vendor yaitu
Siemens, Sedangkan pengecekan yang dilakukan setiap hari adalah
pengecekan helium level, pengecekan gantry untuk memastikan tidak
ada benda logam yang menempel dan melakukan test phantom.

b. Volume coil/Head coil.


Coil yang digunakan dalam penelitian ini adalah Head coil dengan
jenis Volume coil dimana didalam coil tersebut terdapat transmit dan
receive coil.

Gambar 4.2 Head Coil


(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

c. Operator Console
Operator console adalah perangkat alat yang merupakan pusat dari
semua pengoperasian sistem secara umum seperti memasukkan data
pasien, mengecek kadar helium, menjalankan proses pemindaian,
memilih parameter sequence yang digunakan, mengolah data, dan
pencetakan film.
Gambar 4.3 Operator Console MRI
(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

d. Spherical Magphan Phantom


Phantom Magphan dirancang untuk berbagai evaluasi ketepatan
kinerja MRI Scanner. Phantom Magphan telah digunakan lebih dari
satu dekade untuk evaluasi ilmiah dan dalam bidang penelitian.

Gambar 4.4 Bentuk fisik Spherical magphan phantom


e. Processing Unit
Alat processing atau pencetak film menggunakan Dryview 5850
lasser image carestream

Gambar 4.5 Dryview 5850 Lasser Image Carestream


(Sumber: Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta)

f. Spuit 5 cc
g. Bahan yang digunakan seperti darah ayam, lemak ayam, sumsun
tulang ayam, dan cairan sendi ayam
2. Hasil
a. Penentuan Sampel Vial
Dari hasil pemindaian menggunakan modalitas imajing Ct-Scan
dimana pada setiap aspek sampel dilakukan penandaan atau
menggunakan aplikasi ROI pada ke 4 tabung sampel yang berisi darah
ayam, tulang ayam, cairan sendi ayam serta lemak ayam, sehingga
diperoleh hasil pengukuran nilai HU (Houndsfield Unit) sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Hasil nilai HU pada uji kesetaraan jaringan menggunakan
CT Scan

No Nama Material Nilai Standar Nilai pengukuran


(HU) (HU)
1 Lemak -90 -89.7

2 Darah 55 43.3

3 Tulang >250 311.5

4 Cairan Sendi <18 21.6

b. Sequence yang digunakan


Sequence yang digunakan merupakan Sequence untuk pemeriksaan
MRI Brain dikarenakan mayoritas pemeriksaan yang dilakukan adalah
kepala dan dinilai dari banyaknya atom hidrogen yang lebih banyak
pada daerah kepala,<<beneran nih ? sumber ? dengan pengambilan
gambar hanya pada sequence T1W TSE dan T2W TSE , dengan
penggunaan parameter seperti pada Tabel 4.2 :
Tabel 4.2 Nilai Parameter

Nama Sequence TR (Time Repitation) TE (Time Echo)

T1W TSE 429 s 87 s


T2W TSE 4390 s 95 s

c. Posisi Phantom
Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu mengatur phantom
pada posisi yang tepat dimana phantom berada pada posisi simetris
dari segala sisi. Posisi phatom tegak lurus terhadap lampu indikator
dengan cincin pengait yang berada di samping kanan dan kiri dari
phantom sebagai titik tengah dari garis lampu indikator.
Gambar 4.6 Pengaturan phantom ke posisi simetris

Gambar 4.7 Pengaturan posisi berdasarkan lampu laser


Posisi phantom yang simetris akan menghasilkan gambaran ramps
yang berada diposisi luar saling sejajar dengan posisi ramps yang
berada di arah berlawanan.

Gambar 4.8 Citra phantom yang simetris pada potongan aksial.

Gambar 4.9 Citra phantom yang simetris pada potongan sagita


d. Uji Geometri Pemindaian Citra
Uji Geometri Pemindaian Citra digunakan untuk mengukur ketebalan
irisan scan sudah sesuai atau tidak, dimana uji ini dilakukan dengan
cara melakukan pemindaian pada kedua Sequence yaitu Coronal T1W
TSE dan Coronal T2W TSE. Sehingga diperoleh hasil gambaran
seperti yang ditunjukan pada gambar 4.10 dibawah ini.

Gambar 4.10 Hasil gambaran uji geometri pemindaian citra menggunakan


Sequence T1W TSE.

Gambar 4.11 Hasil gambaran uji geometri pemindaian citra menggunakan


Sequence T2W TSE
Setelah dilakukan pemindaian maka data hasil pemindaian diolah dan
dilakukan pengukuran sesuai dengan aturan pada buku panduan
magphan phantom

Gambar 4.12 Region of Interest (ROI) pada area yang berdekatan dengan
ramps pada Sequence T1W TSE

Gambar 4.13 posisi window level senilai dengan nilai Half Maximum pada
Sequence T1W TSE
Gambar 4.12 mengukur panjang ramps pada posisi window level senilai
dengan nilai Half Maximum pada Sequence T1W TSE

Gambar 4.13 Region of Interest (ROI) pada area yang berdekatan


dengan ramps pada Sequence T2W TSE
Gambar 4.14 posisi window level senilai dengan nilai Half Maximum
pada Sequence T2W TSE

Gambar 4.15 mengukur panjang ramps pada posisi window level senilai
dengan nilai Half Maximum pada Sequence T2W TSE
Dari pengolahan data pada Gambar 4.12, 4.13, 4.14, dan 4.15 dapat
disajikan data yang terlihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menggunakan
persamaan (2.1),(2.2), (2.3) dan (2.4), nilai z (mm) dapat ditentukan.

Tabel 4.3 Hasil pengukuran uji geometri pemindaian citra T1W Cor TSE

Sekuen Peak Background 50% Net Half FWHM FWHM Z (mm)

Ramps peak Maximum X Y

T1 Cor 1 120 177,15 -28.575 148.575 11.60 mm 9.86 mm 1.18 mm

T1 Cor 2 125 177.73 -26.365 151.365 9.76 mm 10.24 mm 0.95 mm

T1 Cor 3 120 179.13 -29.565 149.565 10.55 mm 8.72 mm 1.20 mm

Tabel 4.4 Hasil pengukuran uji geometri pemindaian citra T2W Cor TSE

Sekuen Peak Background 50% Net Half FWHM FWHM Z (mm)

Ramps peak Maximum X Y

T2 Cor 1 1042 1263.50 -110.75 1152.75 12.75 mm 11.30 mm 1.13 mm

T2 Cor 2 1029 1262.67 -116.835 1145.83 13.50 mm 10.40 mm 1.29 mm

T2 Cor 3 999 1262.96 -131.98 1130.98 19.34 mm 19.59 mm 0.99 mm

e. Uji Plane Cube 1 (Uji Sensitivitas)


Uji sensitivitas dilakukan untuk mengevaluasi nilai kesensitivitasan
dengan potongan coronal pada slice pertama dari phantom magphan.
Setelah diperoleh hasil potongan coronal slice pertama maka dilakukan
pengukuran menggunakan ROI untuk mengetahui nilai instensitas
signal MRI dari masing-masing tabung yang berisi darah, lemak, cairan
sendi dan tulang. dilakukan pada kedua sequence T1W TSE dan T2W
TSE.
Gambar 4.16 hasil gambaran Sequence TIW TSE untuk uji sensitometri.

Gambar 4.17 hasil gambaran Sequence T2W TSE untuk uji sensitometri.
Selain itu juga diperoleh jumlah pixel MRI untuk setiap material
dari sampel pada gambaran T1 Cor TSE dan T2 Cor TSE yang
ditunjukan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6
Tabel 4.5 Hasil pengukuran uji Sensitivitas T1 Cor TSE

Nama Sequence Darah Tulang Cairan sendi Lemak

T2 COR 1 468.55 1032.37 699.02 692.31

T2 COR 2 462.88 1019.03 691.64 1371.75

T2 COR 3 459.83 1026.77 692.31 1388.18

Tabel 4.6 Hasil pengukuran uji Sensitivitas T2 Cor TSE

Nama Sequence Darah Tulang Cairan sendi Lemak

T1 COR 1 793.34 711.58 1374.87 307.20

T1 COR 2 791.32 711.18 1374.55 301.45

T1 COR 3 789.96 709.76 1374.02 300.05

f. Uji Plane Cube 2 ( Uji Uniformitas )


Uji uniformitas dilakukan menggunakan potongan coronal pada slice
ke dua dari phantom magphan untuk mengetahui persentase
keseragaman gambar. Seperti pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19
Gambar 4.18 hasil pemindaian Slice ke dua untuk uniformitas tes
menggunakan Sequence T1W TSE.

Gambar 4.19 hasil pemindaian Slice ke dua untuk uniformitas tes


menggunakan Sequence T2W TSE
Setelah dilakukan pemindaian untuk mendapatkan potongan
coronal pada slice ke dua selanjutnya mencari nilai mean minimum
serta mean maximum dengan cara mencari nilai intensitas sinyal
rendah dan intensitas sinyal tinggi dengan merubah window level
terlebih dahulu, dimana untuk mencari intensitas sinyal rendah dengan
mengatur window level perlahan lahan sehingga daerah berwarna
hitam mulai memasuki kotak lalu ROI pada daerah berwarna hitam,
dan untuk mendapatkan intensitas sinyal tinggi harus merubah
window level sampai gambaran slice ke dua dari phantom magphan
berwarna hitam tetapi masih terlihat luas berwarna putih lalu ROI
pada daerah berwarna putih. Lakukan pada kedua sequence T1W TSE
dan T2W TSE.

Gambar 4.20 Hasil peletakkan ROI untuk signal rendah menggunakan


Sequence T1W TSE
Gambar 4.21 hasil peletakkan ROI untuk signal tinggi menggunakan
Sequence T1W TSE

Gambar 4.22 hasil peletakkan ROI untuk sinyal rendah menggunakan


Sequence T2W TSE
Gambar 4.23 hasil peletakkan ROI untuk signal tinggi menggunakan
Sequence T2W TSE

Ketika nilai mean minimum dan maksimum dari kedua sequence


diperoleh maka masukkan nilai mean pada persamaan 2.5 sedangkan
untuk menghitung nilai Percent integral uniformity (PIU) masukkan
nilai mean minimum dan mean maximum pada persamaan 2.6

Gambar 4.24 hasil ROI slice ke dua untuk nilai SNR menggunakan
Sequence T1W TSE.
Gambar 4.25 hasil ROI slice ke dua untuk nilai SNR menggunakan
Sequence T2W TSE

Untuk mendapatkan nilai SNR masukkan nilai mean daerah pusat,


mean daerah background serta nilai standar deviasi daerah pusat
kedalam persamaan 2.7 dan 2.8
Tabel 4.7 Hasil pengukuran uji uniformitas dengan sequence
T1W TSE

Teknik Akuisisi Mean Persentase non PIU SNR

T Uniformity
Max Min
a
T1W COR 1 310.67 269.62 7.07 % 92.93 % 2.0
b
T1W COR 2 311.15 270.83 6.93% 93.07 % 2.1
e
T1W COR 3 306.60 269.64 6.41 % 93.59 % 2.0
l
Tabel 4.8 Hasil pengukuran uji uniformitas dengan sequence
T2W TSE

Teknik Akuisisi Mean Persentase non PIU SNR


uniformity
Max Min

T2W COR 1 2008.27 1900.30 2.76% 97.24% 4.0

T2W COR 2 2000.00 1899.28 2.58% 97.42% 4.8

T2W COR 3 2003.65 1903.64 2.56% 97.44% 4.8

g. Uji Plane cube 3 ( Uji Resolusi kontras Tinggi )


Uji resolusi kontras tinggi dilakukan dengan menggunakan
potongan coronal pada slice ke tiga dari phantom magphan. dengan
menggunakan sequence T1W TSE dan T2W TSE. Hasil gambaran
berupa kelompok garis yang saling berdekatan dimana hasil dari uji
resolusi kontras tinggi dapat dilihat dari seberapa banyak kelompok
garis yang terlihat secara detail dari masing masing garis. Dari hasil
pemindaian MRI didapatkan hasil seperti terlihat pada Gambar 4.26
dan 4.27

Gambar 4.26 hasil pemindaian slice ke tiga untuk tes Resolusi


kontras tinggi menggunakan Sequence T1W TSE.
Gambar 4.27 hasil pemindaian slice ke tiga untuk tes Resolusi
kontras tinggi menggunakan Sequence T2W TSE

h. Uji Plane cube 3 ( Distorsi Geometri )


Uji uniformitas dilakukan menggunakan potongan coronal pada slice
ke tiga dari phantom magphan. Seperti pada Gambar 4.28 dan 4.29

Gambar 4.28 hasil pemindaian slice ketiga untuk uji Distorsi


Geometri menggunakan Sequence T1W TSE
Gambar 4.29 hasil pemindaian slice ketiga untuk uji Distorsi
Geometri menggunakan Sequence T2W TSE.

Setelah diperoleh hasil pemindaian slice ke tiga dari phantom


magphan lalu lakukan pengukuran jarak antar lubang yang
berdiameter 3 mm menggunakan perangkat pengukuran Radiant
Dicom Viewer. Dilakukan pada ke dua sequence yaitu sequence T1W
TSE dan T2W TSE, Seperti pada Gambar 4.30 dan 4.31

Gambar 4.30 hasil pengukuran slice ke tiga yang telah dikonfigurasi


untuk uji Distorsi Geometri menggunakan Sequence T1W TSE.
Gambar 4.31 hasil pengukuran slice ke tiga yang telah dikonfigurasi
untuk uji Distorsi Geometri menggunakan Sequence T2W TSE

i. Uji Plane Cube 4 (Uji Sensitivitas Kontras Rendah)


Uji sensitivitas kontras rendah dilakukan menggunakan
potongan coronal pada slice ke empat dari phantom magphan dengan
menggunakan sequence T1W TSE dan T2W TSE. Hasil gambaran
berupa gambaran dari 12 lubang yang memiliki diameter yang
berbeda yaitu 4 mm, 6 mm dan 10 mm serta memiliki kedalaman yang
berbeda beda yang dapat dilihat dari warna tampilan lingkaran seperti
warna hitam, abu abu, abu - abu putih dan berwarna putih, Dimana
semakin dalam lubang pada lingkaran maka warna lingkaran akan
semakin putih. Didapatkan hasil seperti terlihat pada Gambar 4.32
dan 4.33
Gambar 4.32 hasil pemindaian slice ke empat untuk uji Sensitivitas
Kontras Rendah menggunakan Sequence T1W TSE.

Gambar 4.33 hasil pemindaian slice ke empat untuk uji Sensitivitas


Kontras Rendah menggunakan Sequence T2W TSE.
Gambar 4.34 Hasil gambaran kedalaman tiap lubang pada uji Plane Cube 4
menggunakan Image j

Tabel 4.9 Hasil uji kelayakan

HASIL UJI NILAI


JENIS
NO BATAS LITERATUR
PENGUJIAN
T1W T2W TOLERANSI

Uji Geometri
1 1.11 mm 1.14 mm 2 mm ACR
Pemindaian Citra
Mampu Mampu Buku
Uji Plane Cube 1 Terlihat
menampilkan menampilkan Panduan
2 ( Uji perbedaan
nilai pixel nilai pixel phantom
Kesensitivitasan ) pixel
yang berbeda yang berbeda magphan

Uji Plane Cube 2


3 ( Uji 93 % 97 % 82 % ACR
Uniformitas )

Uji Plane Cube 3


4 ( Uji Resolusi 0.83 mm 0.83 mm 1 mm ACR
Kontras Tinggi )

Buku
Uji Plane Cube 3
2 cm, 4 cm , 2 cm, 4 cm , 2 cm, 4 cm, 8 Panduan
5 ( Uji Distorsi
8.01 cm 8.01 cm cm phantom
Geometri )
magphan
Mampu Mampu
Terlihat
Uji Plane Cube 4 menampilkan menampilkan Buku
perbedaan
( Uji perbedaan perbedaan Panduan
6 warna pada
kesensitivitasan warna pada warna pada phantom
setiap
kontras Rendah ) tiap tiap magphan
kedalaman
kedalaman kedalaman

3. Pembahasan
a. Penentuan Sampel Vial
Sebelum melakukan pemindaian dengan pesawat MRI terlebih
dahulu dilakukan pemindaian menggunakan pesawat Ct- Scan untuk
memperoleh nilai HU yang setara dengan nilai HU pada manusia.
Penggunaan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sudah
sesuai dengan nilai standar HU dari manusia. Seperti ditunjukan pada
Tabel 4.1 dimana nilai hasil pengukuran dari lemak -89.7 dan nilai
standar HU pada manusia -90, nilai hasil pengukuran dari darah 43.3
dengan standar HU pada manusia 55, nilai hasil pengukuran dari
tulang 311.5 dengan standar HU pada manusia sebesar lebih dari 250,
dan cairan sendi dengan hasil pengukuran 21.6 masih dalam batas
setara dengan nilai standar HU pada manusia yaitu 18.
Dapat dikatakan bahwa sampel yang digunakan memiliki nilai
HU yang setara dengan nilai batas toleransi HU pada manusia,
sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini sebagai alat uji
kelayakan dari pesawat MRI Siemens 1.5 Tesla di Rs Kanker
Dharmais.

a. Uji Geometri Pemindaian Citra


Dalam pembahasan skripsi dari hasil yang diperoleh, penulis
melakukan pengukuran langsung Dari hasil uji geometri yang di
gambarkan melalui Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 diperoleh nilai dari Peak
Ramps, Background, 50 % Net peak, Half Maximum, FWHM dari
garis X dan Y serta nilai tebal dari irisan Z. Pada sequence T1W TSE
dari tiga kali pemindaian diperoleh nilai rata rata Half Maximum
sebesar 149, dan rata- rata hasil dari pengukuran panjang ramps pada
sumbu X (FWHM X) sebesar 10 mm dan sumbu Y (FWHM Y)
sebesar 9 mm. Dari hasil pengukuran berdasarkan Persamaan 2.1
diperoleh hasil rata-rata nilai Z untuk sequence T1W TSE sebesar 1.11
mm. Dan Tabel 4.4 menggambarkan hasil pengukuran untuk
sequence T2W TSE dari 3 Tiga kali pemindaian diperoleh nilai rata-
rata untuk half maximum sebesar 1143, nilai rata-rata panjang ramps
pada sumbu X (FWHM X) sebesar 15 mm dan sumbu Y (FWHM Y)
sebesar 13 mm. Dari hasil pengukuran berdasarkan Persamaan 2.1
diperoleh hasil rata-rata nilai Z untuk sequence T2W TSE sebesar 1.14
mm
Dari hasil rata-rata tiga kali pemindaian untuk kedua sequence
yang diujikan memiliki nilai masih dalam batas toleransi menurut
aturan ACR yaitu sebesar 2 mm. Dengan ini maka dapat dikatakan
bahwa sequence T1W TSE lebih memiliki nilai keakuratan yang lebih
baik dibanding dengan sequence T2W TSE.<<perlukah ? dasarnya
apa ? sebutkan !!

b. Uji Plane Cube 1 ( Uji Sensitometri )


Setelah dilakukan penelitian Uji Sensitometri pada pesawat MRI
Siemens di RS Kanker Dharmais. Penulis melakukan pengukuran
secara langsung dari hasil uji Sensitometri yang di gambarkan melalui
Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Dari hasil pengukuran dapat terlihat adanya
perbedaan intensitas pixel dari penggunaan sequence T1W TSE dan
sequence T2W TSE, hal ini disebabkan karena perbedaan teknik
pembobotan dari kedua sequence yang digunakan sehingga
menghasilkan hasil citra gambaran yang berbeda beda dari masing
masing sampel yang digunakan pada sequence T1W TSE maupun
sequence T2W TSE. Perbedaan pembobotan dari kedua sequence yang
digunakan disebabkan karena perbedaaan parameter nilai TR dan nilai
TE, dimana penggunaan TR panjang dan TE panjang digunakan pada
pembobotan T2W TSE sedangkan penggunaan TR pendek dan TE
pendek akan menghasilkan pembobotan T1W TSE.
Dari hasil pemindaian yang diulang sebanyak tiga kali, gambar vial
yang dihasilkan masih memiliki perbedaan yang cukup tinggi
sehingga dapat dibedakan antara vial yang satu dengan lainnya serta
dapat digunakan untuk memperkirakan isi vial. Dengan ini maka dapat
dikatakan bahwa sequence T1W TSE maupun sequence T2W TSE
masih dalam batas toleransi dan masih layak untuk digunakan. << Ini
aku benerin

c. Uji Plane Cube 2 ( Uji Uniformitas )


Setelah dilakukan penelitian Uji Uniformitas pada pesawat MRI
Siemens di RS Kanker Dharmais, Penulis melakukan pengukuran
secara langsung. Dari hasil uji Uniformitas yang di gambarkan melalui
Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 terlihat perbedaan hasil pengukuran dari
penggunaan sequence T1W TSE dan penggunaan sequence T2W TSE,
hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat penghitaman dari gambar
phantom secara penglihatan mata maupun secara perhitunganpun
menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat nilai persentase non
uniformity, Percent integral uniformity (PIU), dan nilai SNR sebagai
acuan penilaian terhadap uji uniformitas atau uji keseragaman gambar.
Nilai persentase non uniformity merupakan gambaran dari tingkat
ketidak seragaman gambar, PIU merupakan nilai dari persentase
keseragaman gambar serta SNR merupakan nilai dari banyaknya
signal terhadap nilai noise.<< kalau udah dijelasin diatas ga usah
dijelasin lagi. Uji uniformitas untuk penggunaan sequence T1W TSE
diperoleh rata-rata nilai dari PIU sebesar 6.8%, rata-rata nilai untuk
PIU sebesar 93%, serta rata-rata nilai untuk SNR sebesar 2.03.
Sedangkan Uji uniformitas untuk penggunaan sequence T2W TSE
diperoleh rata-rata nilai dari persentase non uniformity sebesar 2.6%,
rata-rata nilai untuk PIU sebesar 97%, serta rata-rata nilai untuk SNR
sebesar 4.5.
Dari hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan dari kedua
sequence yang digunakan masih dalam batas toleransi dimana batas
nilai toleransi menurut ACR untuk nilai PIU sebesar 82% untuk
pesawat MRI 1.5 Tesla dan sequence T2W TSE lebih baik dibanding
dengan sequence T1W TSE karena nilai PIU lebih mendekati 100 %.

d. Uji Plane Cube 3 ( Uji Resolusi Kontras Tinggi )


Setelah dilakukan penelitian uji resolusi kontras tinggi pada
pesawat MRI Siemens di RS Kanker Dharmais, Penulis melakukan
pengukuran langsung. Dari hasil uji Uniformitas yang di gambarkan
melalui Gambar 4.26 dan 4.27, dari hasil pemindaian yang telah
dilakukan terlihat kelompok-kelompok garis yang dapat digunakan
sebagai acuan penilaian pada uji resolusi kontras tinggi, dimana
semakin jelas garis yang terlihat pada tingkat kelompok garis yang
lebih tinggi maka semakin tinggi pula resolusi kontras yang dihasilkan
oleh pesawat MRI. Dari hasil Gambar 4.26 dan 4.27 nampak
kelompok garis ke enam atau 6 lp/cm yang setara denga 0.83 mm
masih mampu memperlihatkan satuan garis. Dimana batas toleransi
kelayakan pesawat MRI pada uji resolusi kontras tinggi sebesar 1 mm
menurut standar ACR dan nilai yang setara dengan 1 mm terdapat
pada kelompok garis ke lima atau 5 lp/cm. Karena dalam 1 cm
kelompok garis dibagi sebanyak 5 garis dan 5 spasi garis sehingga
satuan dari panjang tiap garis dan spasi yang terlihat sebesar 1 mm.
Dari hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan dari kedua
sequence yang digunakan masih dalam batas toleransi menurut ACR
karena hasil pemindaian menunjukkan kelompok garis yang terlihat
lebih dari kelompok garis ke lima atau 5 lp/cm yang setara dengan
nilai batas toleransi sebesar 1 mm.
e. Uji Plane Cube 3 ( Uji Distorsi Geometri )
Setelah dilakukan penelitian uji distorsi geometri pada pesawat
MRI Siemens di RS Kanker Dharmais, penulis melakukan
pengukuran langsung. Dari hasil uji distorsi geometri yang di
gambarkan melalui Gambar 4.30 dan 4.31 diperoleh perbedaan hasil
yang tidak signifikan dari hasil gambaran pada buku panduan manual
spherical magphan phantom Gambar 2.26, dimana diperoleh hasil
konfigurasi pengukuran dari jarak antar lubang yang berdiamater 3
mm sebesar 2 cm, 4 cm dan 8.01 cm pada sequence T1W TSE dan
sequence T2W TSE, hasil tersebut masih sesuai dengan hasil pada
buku panduan manual spherical magphan phantom yaitu sebesar 2 cm,
4 cm dan 8.01 cm.
Hasil dari uji distorsi geometri akan mengacu pada buku panduan
manual spherical magphan phantom, sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil dari kedua sequence yang digunakan dalam uji distorsi
geometri masih sesuai dengan buku panduan manual spherical
magphan phantom.
Gak ada batas toleransinya kah ?

f. Uji Plane Cube 4 ( Uji Sensitivitas Kontras Rendah )


Setelah dilakukan penelitian uji sensitivitas kontras rendah pada
pesawat MRI Siemens di RS Kanker Dharmais, penulis melakukan
pengukuran langsung. Dari hasil uji sensitivitas kontras rendah yang
di gambarkan melalui Gambar 4.34 diperoleh hasil bahwa dari kedua
sequence yang digunakan yaitu sequece T1W TSE dan sequence T2W
TSE secara keseluruhan mampu menampilkan semua lubang yang
terdapat pada phantom magphan, namun sequence T2W TSE lebih
mampu memperlihatkan perbedaan warna pada masing-masing lubang
yang memiliki kedalaman yang berbeda-beda dibandingkan dengan
penggunaan sequence T1W TSE
Histogram imagej kok ga disebut ? nilai plus lho

g. Nilai SNR ???????

Anda mungkin juga menyukai