Oleh :
dr. Syarifah Maisyura
Pendamping :
dr. Depi Arisandi Aji
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, penulisan mini project ini telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan. Adapun tugas yang berjudul Gambaran Penderita
Lepra di Puskesmas Johan Pahlawan Periode Januaari 2014-oktober 2016 ini
diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat sebagai
dokter internship di Puskesmas Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr.Depi Arisandi Aji yang
telah bersedia meluangkan waktu membimbing saya untuk tinjauan kepustakaan
ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan
yang telah memberikan bantuan sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu. Oleh karena
itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan proses pembelajaran
ini dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
Akhir kata penulis berharap semoga mini project ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi puskesmas.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Definisi Morbus Hansen ............................................................. 4
2.2 Patogenesis ................................................................................. 5
2.3 Tanda dan Gejala Klinis ............................................................. 7
2.4 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 8
2.5 Reaksi Kusta ............................................................................... 10
2.6 Tatalaksana ................................................................................. 19
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 20
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 20
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 20
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 20
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian............................ 21
3.5.1 Variabel Penelitian .......................................................... 21
3.6 Metode Pengumpulan Data........................................................ 21
3.7 Analisis Data .............................................................................. 21
2.2 Patogenesis
Tuberculoid polar (TT) dan lepromatous polar (LL) merupakan tipe yang
stabil dan tidak mungkin berubah. Sedangkan borderline tuberculoid (BT), mid
borderline (BB), dan borderline lepramatous (BL) merupakan bentuk yang tidak
stabil sehingga dapat berubah tipe sesuai derajat imunitas. Tipe indeterminate (I)
tidak dimasukkan ke dalam spektrum. Pada fase ini, kemungkinan untuk kembali
sembuh sebesar 70%. Sementara 30% sisanya kemungkinan dapat berkembang
menjadi tipe-tipe di dalam spektrum diatas.1,2,4
Pada tahun 1980, WHO membagi lepra menjadi tipe multibasilar (MB)
dan pausibasilar (PB).
Gambar 4. Perbandingan Klasifikasi Ridley-Jopling dengan Klasifikasi WHO
Klasifikasi WHO ditentukan oleh jumlah basil yang ditemukan dari
pemeriksaan slit skin smear. Tipe TT dan BT memiliki jumlah BTA yang rendah
oleh karena itu diklasifikasikan ke dalam pausibasilar. Sementara tipe BB, BL,
dan LL memiliki jumlah BTA yang tinggi sehingga diklasifikasikan ke dalam
multibasilar.1
Secara klinis, sifat lesi (jumlah, morfologi, distribusi, permukaan,
anestesia) dan kerusakan saraf dapat mengarahkan kita untuk menegakkan
diagnosis kearah tuberkuloid atau lepromatosa. Semakin ke arah tuberkuloid,
biasanya ditandai dengan lesi berbentuk makula saja / makula yang dibatasi
infiltrat dengan permukaan kering bersisik, anestesia jelas, berjumlah 1-5, tersebar
asimetris, kerusakan saraf biasanya terlokalisasi sesuai letak lesinya. Di sisi lain,
semakin mengarah ke tipe lepromatosa, lesi akan lebih polimorfik (makula,
infiltrat difus, papul, nodus) dengan permukaan yang halus berkilat, anestesia
tidak ada sampai tidak jelas, berjumlah banyak (>5 lesi), dan biasanya tersebar
simetris, kerusakan saraf biasanya lebih luas. 1,3
Pada tahun 1995 WHO menyederhanakan klasifikasi klinis kusta
berdasarkan lesi di kulit dan kerusakan saraf.
Pasien akan dibagikan 12 strip obat, dimana setiap strip dihabiskan dalam
28 hari. Walaupun begitu, 12 strip tersebut dapat dihabiskan minimal selama 18
bulan.1,8,9
Pengobatan hari pertama dilakukan dengan pengawasan oleh petugas :
kombinasi Klofazimin, Rifampisin, dan Dapson/DDS. Pengobatan hari ke-2
sampai hari ke-28 dilakukan tanpa pengawasan. Obat yang dikonsumsi pada
periode ini adalah Klofazimin dan Dapson. Pengonsumsian Klofazimin dapat
dilakukan dengan 3 cara : (1) 50 mg/ hari, (2) 100 mg/2 hari, (3) 3x100 mg per 1
minggu.
Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan
secara bakterioskopis setiap 3 bulan. Setelah pengobatan selesai, maka disebut
RFT (Release from treatment). Setelah RFT dilakukan tindak lanjut secara klinis
dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama 5 tahun. Apabila negatif, maka
dinyatakan bebas dari pengamatan atau RFC (Release from control).
Namun, yang dilakukan sekarang, apabila secara klinis sudah tidak ada
keluhan, maka dapat dihentikan pemberian obat, tanpa memperhatikan
bakterioskopis.
h. Relaps
Risiko relaps dapat terjadi pada pasien dengan BI sebelum pengobatan
sebesar >3. WHO menyarankan agar pasien dengan BI yang tinggi dapat diterapi
lebih dari 12 bulan, dengan mempertimbangkan kontrol gejala klinis dan
bakteriologisnya. Beberapa studi menyebutkan bahwa mengulang regimen secara
total dapat menyembuhkan kasus relaps tersebut. Relaps yang lebih sering terjadi
adalah relaps sensitif (persisten) dibandingkan dengan relaps resisten.
3.7 Pencegahan
Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapat MDT
mempunyai risiko tinggi terjadinya kerusakan saraf. Penderita dengan reaksi kusta
terutama reversal juga mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi. Kerusakan saraf
berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot.
Terdapat keluhan sehari-hari seperti susah memasang kancing baju, memergang
pulpen, atau mengambil benda kecil, atau kesulitan berjalan.
Cara terbaik untuk melakukan pencegahan adalah dengan diagnosis dini,
mengenali reaksi kusta, identifikasi pasien dengan risiko tinggi.
B. Ketenagaan
Jumlah tenaga kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Johan Pahlawan
adalah 106 orang. Distribusi tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin ilmu
untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdiri dari
pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai tidak tetap (PTT).
Distribusi tenaga kesehatan di Puskesmas Johan Pahlawan dapat dilihat
pada table di bawah ini :
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Laki-laki Perempuan Jumlah
Pasien 11 6 17
Persentase 64.7 35.3 100
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
<15 tahun >15 tahun Jumlah
Pasien 3 14 17
Persentase 17.6 82.4 100
4.3 Pembahasan
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik
penderita lepra berdasarkan jenis kelamin, usia dan tipe kusta. Dari data gambaran
jenis kelamin pendeita didapatkan penderita laki-laki lebih tinggi. Hal ini
kemungkinan karena sistem kekebalan tubuh tehadap penyakit infeksi pada
perempuan lebih baik daipada laki-laki. Selain itu kemungkinan disebabkan oleh
pada perempuan kurang kontak dengan masyarakat sehingga tertular lepra lebih
rendah (Ginting, 2006). Juga menurut laporan WHO, insiden pada wanita
meningkat lebih banyak pada wanita yang bekerja diluar rumah.
Begitupun hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Hasnani (2003) di
Nanggroe Aceh Darussalam dengan proporsi laki-laki 29,7% dan perempuan
26,15%. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Adriyanto (2011) dalam
penelitiannya di Kabupaten Lamongan, bahwa penderita kusta laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan perbandingan 52,6% dan 47,4%.
Pada gambaran usia penderita didapatkan usia diatas 15 tahun lebih tinggi
daripada usia dibawah 15 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena resiko
paparan paling rendah terjadi pada umur 0-14 tahun dan meningkat pada umu 15-
50 tahun dan menurun lagi pada umur >50 tahun (Rismayanti, 2007). Insiden
kusta meningkat jumlahnya sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun
(Depkes, 2004). Muklasin (2011) juga mengemukakan bahwa angka kejadian
kusta meningkat sesuai umur dengan puncaknya pada umur 20-30 tahun, dan di
Indonesia penderita kusta anak2 dibawah 14 tahun hanya sebesar 10%.
Pada gambaran tipe kusta atau gejala klinik kusta didapatkan penderita
kusta tipe MB lebih banyak daripada tipe PB. Proporsi kusta tipe MB di Indonesia
sebesar 79,4% (Depkes, 2006). Tubuh manusia memiliki daya tahan alami dan
kerentaan terhadap serangan penyakit termasuk kusta. Daya tahan tubuh berbeda
antar manusia, ada yang memiliki kerentanan tubuh yang tinggi atau daya tahan
tubuh yang rendah sehingga sesudah kemasukan kuman kusta dapat menimbulkan
tanda-tanda penyakit kusta. Sistem imunitas seluler baik akan tampak gambaran
klinis ke arah tuberkuloid (termasuk dalam tipe kusta pausibasiler), sebaliknya
sistem imunitas seluler rendah memberikan gambaran lepromatosa. Multibasiler
berarti mengandung banyak basil yaitu tipe lepromatosa (Hiswani, 2001, Kosasih
dkk, 2007)
Faktor utama yang mengambil peranan seseorang menderita jenis kusta PB
atau MB adalah imunitas seluler. Semakin rendah imunitas seluler maka semakin
buruk perjalanan penyakit lepra. PB dengan jenis tuberkuloid akan muncul ketika
respon imunitas selular penderita baik, kebalikan dengan jenis lepromatusa yang
muncul pada imunitas selular yg lemah. Kemampuan seseorang membentuk
respon imun menentukan jalannya infeksi mycobacterium leprae sehingga
penyakit seseorang bermanifestasi tipe PB atau MB (Ginting, 2006).
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidaklah mudah, dan tergantung
dari beberapa faktor antara lain faktor sumber penularan yaitu adanya penderita
kusta tipe multi basiler (MB) yang tidak teratur berobat, faktor kuman kusta utuh
yang dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau
cuaca, dan faktor daya tahan tubuh (Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Kementrian Kesehatan RI).
Masih tingginya tipe multibasiler ini menunjukkan masalah epidemiologi
dan implikasi klinis yang serius, karena penderita multibasiler merupakan sumber
penularan kusta dan mempunyai risiko terjadinya reaksi yang lebih tinggi serta
timbulnya kecacatan akibat kerusakan saraf (WHO, 2011; Stevy, 2011).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti dapat
menyimpulkan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Responden berjumlah 17 orang dengan lepra paling banyak terjadi pada
jenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (64,7%)
2. Berdasarkan usia, kelompok usia > 15 tahun lebih banyak yaitu 14 orang
(82,4 %)
3. Berdasarkan jenis kusta, tipe MB lebih banyak yaitu 10 orang (58,8%)
5.2 Saran
No Nama JK Umur
1 Abdul Rauf L 13
2 Abdurrahman L 64
3 Ali Basyah L 35
4 Almizal L 44
5 Darma Ayuni P 17
6 Farka L 7
7 Harun Abas L 60
8 Latifah P 65
9 M. Fadli L 11
10 Marsiah P 65
11 Nilawati P 44
12 Nurjannah P 40
13 Risfan Musliadi L 34
14 Rizki Juliasyah L 16
15 Safwan L 60
16 Sakudah P 32
17 Samsudin L 40