Chapter II - Karang PDF
Chapter II - Karang PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga dengan demikian secara
alamiah bangsa Indonesia merupakan bangsa bahari. Hal ini ditambah lagi dengan
letak wilayah Indonesia yang strategis di wilayah tropis. Hamparan laut yang luas
merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya
laut yang memiliki keragaman baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan
dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan
di terumbu karang didasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk.
Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu
proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta
tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Terumbu karang perairan Indonesia
terbentuk sejak 450 tahun silam (http:id.terumbukarang.org//Pulau_Rubiah).
Empat puluh persen dari jenis ikan di dunia, atau sekitar 8000 jenis, hidup di
paparan benua di perairan panas yang kecerahannya kurang dari 200 m. Perairan
tropik dekat atau pada terumbu karang jika dibandingkan dengan daerah beriklim
sedang, dihuni lebih banyak jenis tetapi umumnya setiap jenis sedikit jumlah
hewannya. Semua jenis ikan pada terumbu karang masuk kedalam jaring makanan
dalam beberapa cara sehingga terdapat keseimbangan yang rumit dari hubungan
mangsa dimangsa. Beberapa kelompok ikan sangat penting bagi terumbu karang. Ikan
kupu-kupu, misalnya, yang memakan hanya polip karang. Ikan ini hanya hadir kalau
terdapat karang hidup dan dapat digunakan sebagai indikator kesehatan dan tutupan
karang dengan melihat keanekaragaman jenis dan banyaknya ikan ini. Karena ikan
kakatua memakan karang dan batuan kapur, dan membuang butiran-butiran putih
yang telah dikerus oleh penggiling farengialnya, mereka penyebab penting erosi
terumbu dan pembentuk pasir. Seekor ikan kakatua dewasa dapat menimbun 500 kg
pasir karang pertahun pada terumbu (Juwana & Romimohtarto, 2001).
Menurut Hartati & Edrus (2005), identifikasi terjadinya perubahan dalam area
perairan pantai yang direhabilitas membutuhkan indikator. Penggunaan suatu jenis
biota sebagai indikator adalah diukur dari kemampuannya dalam memperlihatkan
Menurut Suadi & Widodo (2006), ikan dapat digolongkan kedalam 2 kelompok besar
yakni:
1. Ikan Bertulang Rawan
Ikan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ikan hiu dan ikan pari.
Kedua ikan ini dapat dijumpai di daerah terumbu karang. Beberapa jenis ikan
hiu seperti black-tip ( Carcharhinus spp.) dan white-tip ( Triaenodon spp.)
sering terlihat mengunjungi terumbu karang, umumnya di daerah lereng terumbu
maupun di rataan terumbu.
2. Ikan Bertulang Sejati
Kelompok ikan ini yang umum kita lihat hidup di terumbu karang.
Menurut Hartati & Edrus (2005), berdasarkan periode aktif mencari makan
ikan dikelompokkan menjadi:
1) Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili
holocetridae (Swanggi), Apogoninadae (Beseng), Hamulidae, Priacanthidae
(Bigeyes), Muranidae (Eels), Seramidae (Jewfish) dan beberapa famili dari
Mullidae (goatfishes) dll.
2) Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili
Labraidae (wrasses), Chaetodontidae (Butterflyfishes) Pomacentridae
(Damselfishes), Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes), Bleniidae
(Blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomaccantidae (Angelfishes),
Monacanthidae, Ostraciontidae (Boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae dan
beberapa dari Mullidae (goatfishes).
3) Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari famili
Sphyraenidae (Baracudas), Serranidae (groupers), Caramgidae (jacks),
Scorpinadae (Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Cacharhinidae, Lamnidae,
Spyrnidae (sharks) dan beberapa dari Muranidae (Eels).
Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia memiliki kurang lebih 85.700
km2 wilayah terumbu karang atau 14% dari luas terumbu karang di dunia (Nontji,
2002). Sejumlah besar dari area terumbu karang tersebut telah mengalami degradasi
yang cukup parah. Penelitian P30 LIPI pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 72%
terumbu karang Indonesia tergolong rusak dan rusak berat, dan selebihnya hanya 28%
yang tergolong baik dan baik sekali. Besarnya kerusakan ekosistem terumbu karang
berdampak buruk terhadap kehidupan sosial, ekonomi dari orang yang hidup secara
harmonis dan bergantung pada ekosistem tersebut untuk kebutuhan material dan
pendapatan (KPP-CORAMAP, 2001).
Terumbu karang berasosiasi dengan ikan karang dan organisme lainnya. Ikan
merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan merupakan organisme besar
yang mencolok yang dapat ditemui disebuah terumbu karang, karena jumlahnya besar
dan mengisi seluruh daerah di terumbu, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa ikan
merupakan penyokong hubungan yang ada didalam ekosistem terumbu. Daerah Indo-
Pasifik bagian tengah di Kepulaun Filipina dan Indonesia, mempunyai spesies yang
Banyak ikan yang makan langsung di terumbu karang, hal ini menunjukkan
tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat
berlindungnya. Batas teritorialnya dapat didasarkan atas persediaan makanan, pola
berbiak, banyaknya pemangsa, kebutuhan ruang atau lainnnya. Semua itu menambah
kerumitan hubungan ikan terumbu yang satu dengan yang lain (Juwana &
Romimohtarto, 2001).
Ikan karang membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan mencari makan.
Umumnya ikan karang memiliki mobilitas yang rendah, oleh karenanya sarang
sebagai tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan
fungsinya di dalam area otoritas yang telah dipertahankannya. Semua kebutuhan ikan
karang telah disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara co-
evolution telah berkembang bersama-sama dengan ikan karang. Asosiasi ikan karang
dengan terumbu karang sangat erat, sehingga eksistensi ikan karang di suatu wilayah
terumbu karang sangat rapuh ketika terjadi pengurasan habitatnya. Dengan sifatnya ini
pula maka ikan karang dapat dijadikan indikator yang baik untuk mengetahui tingkat
kerusakan habitat. Kerusakan terumbu karang di pulau Rakiti dan Taikabo perairan
teluk Saleh merupakan contoh baik, yang menunjukkan kehilangan biodiversitas ikan
karang, baik jenisnya maupun relung ekologisnya. Berbagai fungsi ekologis ikan
karang di perairan tersebut tidak terpenuhi karena kehilangan pelindung (shelter),
area otoritas, organisme simbion, rantai makanan, tempat memijah, dan tempat
mengasuh. Oleh karenanya, tingkat keanekaragaman ikan karang menjadi rendah
(Hartati & Edrus, 2005).
Air laut mempunyai beberapa sifat fisik yang pengaruhnya sangat besar
terhadap organisasi komunitas lautan. Sifat ini adalah kerapatan air laut yang lebih
besar dari pada kerapatan udara dan kemampuannya untuk menyerap cahaya.
Kerapatan air laut yang lebih besar menyebabkan organisme dan partikel yang relatif
besar dapat terapung-apung didalamnya. Hal ini tak mungkin terjadi di udara. Suatu
akibat penting dari keadaan ini adalah ekosistem lautan telah menciptakan suatu
komunitas (Nybakken, 1988).
2.5.1 Temperatur
Dibandingkan dengan udara air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi.
Dalam setiap penelitian pada ekosistem air pengukuran temperatur air merupakan hal
yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di
dalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis didalam ekosistem air sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Vant Hoff, kenaikan temperatur
sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir ) akan
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis
dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air
intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat
mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat
berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi
hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air
sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004).
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Pada pH yang terdapat dalam air adalah 100% amonium,
pada pH 7 perbandingan antara keduanya adalah 1% amonium dan 99% amonium,
pada pH 8 terdapat 4% amoniak dan 96% amonium. Jika semakin tinggi nilai pH akan
menyebabkan keseimbangan antara amonium dengan amoniak semakin bergeser
kearah amoniak artinya kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang
diketahui bersifat sangat toksik bagi organisme air. Organisme akuatik dapat hidup
dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara
asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisma
akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5 ( Barus, 2001).
Kehidupan organisme aquatik sangat dipengaruhi oleh fluktasi nilai dari pH.
Pada umunya organisme aquatik toleran pada kisaran nilai pH yang netral menyatakan
pH yang ideal bagi organisme aquatik pada umumnya terdapat diantara 7-8,5. Kondisi
perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi ( Odum, 1994).
Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH yang ideal
bagi kehidupan organisme aquatik termasuk mikrozoobentos pada umumnya berkisar
antara 7 sampai 8,5. Pada pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas
berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik dan pH yang tinggi akan
menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu.
Dimana kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga
bersifat toksik bagi organisme ( Nybakken, 1992).
Menurut Michael (1994), oksigen hilang dari air alam oleh adanya pernafasan
biota, pengurairan bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen
dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 00C,
yaitu sebesar 14,16 mg oksigen/liter air. Sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan
sebaliknya tidak lebih kecil dari 8 mg oksigen/liter air.
Salinitas menggambarkan jumlah zat terlarut yang berada dalam air. Salinitas dapat
diukur dengan beberapa metode antara lain dengan metoda argentometri. Sekarang
sudah banyak alat khusus dibuat untuk pengukuran salinitas air. Alat tersebut adalah
salinometer.