Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan

yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar

sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan yang mengalami trauma

dan efektif untuk penyembuhan luka.1 Volume plasma yang adekuat penting untuk

mempertahankan curah jantung dan perfusi jaringan. Strategi tatalaksana cairan

telah mengalami pergeseran selama 50 tahun belakangan ini. Sebelum tahun 60-

an, restriksi cairan intra operatif banyak dipraktekkan. Pada awal tahun 1960-an

ditunjukkan bahwa trauma dan pembedahan yang disertai dengan kebutuhan

cairan secara bermakna melampaui laju rumatan cairan biasa sebagai

konsekuensinya pemberian cairan menjadi kurang restriktif. Satu dekade

kemudian pilihan cairan menjadi subyek debat yang intensif dan berlangsung

hingga saat ini.2

Penatalaksanaan cairan pada wanita hamil yang akan menjalani tindakan

operasi Sectio Caesaria perlu didasari oleh pengetahuan tentang perubahan yang

terjadi pada wanita hamil tersebut. Kehamilan adalah satu periode yang unik

dimana terjadi perubahan secara drastis terhadap dinamika cairan tubuh. Terjadi

perubahan pada anatomi, hormonal dan adaptasi fungsional pada wanita hamil

dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.3 Berat badan wanita hamil

Universitas Sumatera Utara


meningkat rata-rata 17% dari berat badan sebelum kehamilan atau kira-kira 12

kilogram. Peningkatan berat badan terjadi akibat penambahan ukuran uterus dan

isinya (uterus 1kg, cairan amnion 1kg, fetus dan plasenta, 4kg), peningkatan

volume darah dan cairan interstitial (masing-masing berkisar 2 kg) dan deposisi

lemak dan protein (berkisar 4 kg). Penambahan berat badan yang normal selama

trimester pertama adalah 1-2 kg, dan 5-6 kg penambahan pada dua trimester

terakhir.4 Curah jantung juga meningkat selama kehamilan. Perubahan ini muncul

pada minggu ke-5 kehamilan, dan terus bertambah sebesar 35%-40% pada akhir

trimester pertama kehamilan. Curah jantung terus meningkat selama trimester

kedua sampai dia mencapai kira-kira 50% lebih tinggi dibanding wanita yang

tidak hamil. Ukuran ini tidak berubah selama trimester ketiga.4

Penambahan volume plasma maternal mulai sejak awal minggu ke enam

kehamilan dan terus meningkat sampai mendekati 50% pada minggu ke-34

kehamilan.4 Peningkatan volume plasma tidak diikuti dengan peningkatan volume

sel darah merah, sehingga menghasilkan anemia fisiologis pada kehamilan.

Terjadi peningkatan volume plasma dari 49 ml/kgbb menjadi 67 ml/kgbb,

peningkatan total volume darah dari 76 ml/kgbb menjadi 94 ml/kgbb, sementara

volume sel darah merah tidak berubah yaitu 27 ml/kgbb. Hipervolemia fisiologis

ini memfasilitasi zat-zat makanan dari ibu ke fetus, melindungi ibu dari terjadinya

hipotensi dan mengurangi resiko akibat terjadinya perdarahan saat melahirkan.

Peningkatan volume plasma ini merupakan suatu respon adaptasi fisiologis yang

membantu untuk mempertahankan tekanan darah saat terjadinya penurunan tonus

pembuluh darah.4

Universitas Sumatera Utara


Anestesi spinal merupakan salah satu teknik pembiusan yang sering

dilakukan pada operasi sesar karena mudah dan efisien dalam pelaksanaannya.3

Hipotensi adalah salah satu efek samping paling sering dialami pada anestesi

spinal.5 Hipotensi terjadi karena timbulnya hambatan simpatis yang menyebabkan

dilatasi arteri dan vena, akibatnya aliran darah balik vena menuju jantung kanan

menurun dan manifestasi yang timbul adalah penurunan tekanan darah. Salah satu

cara yang paling cepat untuk mengatasi hipotensi adalah dengan pemberian cairan

kristaloid atau koloid.5 Hipotensi adalah suatu keadaan tekanan darah yang

abnormal ditandai dengan tekanan darah sistolik yang mencapai dibawah 90

mmHg, atau dapat juga ditandai dengan penurunan sistolik mencapai dibawah 25

% dari baseline.6 Insiden terjadinya hipotensi pada anestesi spinal cukup

signifikan hingga mencapai 8-35 %.7 Hipotensi akan mempengaruhi tidak hanya

pada ibu namun secara tidak langsung dapat mempengaruhi janin sehingga

terjadinya hipotensi sebisa mungkin harus dicegah. Pencegahan kejadian hipotensi

setelah anestesi spinal telah melahirkan banyak sekali teknik pemberian cairan.3

Khusus untuk pasien obstetrik yang rutin dilakukan adalah pre hidrasi,

memposisikan uterus kekiri (left lateral displacement) dan pemberian obat

vasopressor.5 Pada beberapa penelitian pre hidrasi dengan larutan kristaloid 10-20

ml / kg berat badan atau pemberian kristaloid 500-1000 ml secara intravena

sebelum anestesi spinal efektif mengkompensasi pooling darah di pembuluh darah

vena akibat blok simpatis. 8 Dasarnya adalah peningkatan volume sirkulasi untuk

mengkompensasi penurunan resistensi perifer. Pemberian cairan harus

memperhatikan keseimbangan elektrolit.3 Pada wanita hamil terjadi penumpukan

Universitas Sumatera Utara


Natrium dan Kalium selama kehamilan, tetapi secara keseluruhan konsentrasi

serum elektrolit-elektrolit ini menurun karena terjadi retensi cairan yang

menyebabkan hemodilusi.9

Selama ini penggantian kebutuhan cairan baik pre loading, rumatan

maupun cairan pengganti perdarahan diberikan dengan kurang

mempertimbangkan keseimbangan antar komponen elektrolit tubuh dimana

pemberian cairan pada pasien yang akan menjalani Sectio Caesar dengan anestesi

spinal memerlukan penggantian cairan yang cepat dan volume yang besar dengan

harapan dapat mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Pada kehamilan

didapati terjadi pengenceran volume plasma sedangkan kadar klorida

konsentrasinya tidak mengalami perubahan sehingga nilai SID plasma pada

wanita hamil lebih rendah dari normal. Pemberian cairan dapat merubah

komposisi elektrolit plasma sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai

SID dan keseimbangan asam-basa.9 Pasien yang menjalani bedah sesar tanpa

penyulit akan mengalami perdarahan sekitar 400-500 ml ( 15 % dari EBV) dan

dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan volume 3 kali jumlah perdarahan.10

Pemberian cairan NaCl 0,9% dengan kecepatan 30 ml/kg/jam dalam dua jam

dapat mengakibatkan kondisi asidosis dimana terjadi penurunan pH dari 7,41 ke

7,28.11 Kondisi asidosis maupun alkalosis tidak baik bagi ibu maupun janin,

sehingga perlu diperhatikan efek pemberian cairan terhadap keseimbangan

komposisi elektrolit tubuh dimana pengaruh elektrolit terhadap keseimbangan

asam-basa dapat dianalisa menurut pendekatan keseimbangan asam-basa Stewart.

Menurut Stewart perbedaan muatan ion-ion kuat plasma merupakan faktor

Universitas Sumatera Utara


independen yang akan mempengaruhi konsentrasi ion Hidrogen. Nilai SID pada

wanita hamil lebih rendah dari normal. Hal ini terjadi akibat efek dilusional dari

plasma.10 Gangguan keseimbangan asam-basa pada maternal akan secara

langsung mempengaruhi kondisi asam-basa pada fetus. Apabila terjadi asidosis

pada fetus, kondisi ini akan mempengaruhi sistem kardiovaskularnya.12

O Siggaard, dkk dalam penelitiannya menyatakan gangguan dari status

elektrolit akan secara langsung mempengaruhi status ion hidrogen dimana pada

kondisi tidak terjadi gangguan dalam sistem pernafasan maka ada dua hal yang

relevan dipandang sebagai penentu keseimbangan asam-basa yaitu Strong Ion

Difference dan pH.13 Elektrolit yang dianggap berpengaruh kuat terhadap nilai

SID adalah Na+, K+, Ca2+, Mg dan Cl. 14 Penilaian keseimbangan asam-basa

dengan metode Stewart memiliki kelebihan dibandingkan metode Hendersen-

Hasselbalch, dimana kelebihan Stewart terletak pada konsistensi penilaian faktor

kompensasi tubuh dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa.10

Saat ini telah mulai banyak dilakukan penelitian yang membahas cairan

paling baik dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit yang menjadi

komponen utama pada SID dimana hal ini adalah salah satu variabel independen

yang menentukan pH dalam keseimbangan asam-basa menurut metode Stewart.

Morgan TJ dkk (2002) dalam penelitiannya terhadap tiga jenis larutan

dengan SID yang berbeda menemukan ada hubungan linear antara kandungan

elektrolit suatu cairan dengan perubahan SID plasma dan hal itu dapat menjadi

lebih progresif apabila diberikan dalam jumlah yang besar.14

Pada penelitian tahun 2006 yang dilakukan oleh Mukhlis Rudi di

Universitas Sumatera Utara


Semarang yang membandingkan efek pemberian cairan NaCl 0,9% dengan RL

disimpulkan bahwa pemberian cairan kristaloid NaCl 0,9% selama bedah caesar

dapat menimbulkan asidosis metabolik, dimana gangguan terhadap

keseimbangan asam-basa dapat berakibat fatal, menyebabkan disfungsi organ

penting seperti edema otak, kejang, gangguan kontraksi jantung, vasokonstriksi

pembuluh darah paru, dan vasodilatasi sistemik. Selain itu asidemia akan

meningkatkan kadar katekolamin plasma, yang mencetuskan aritmia sehingga

akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.15

Penelitian Mc Farlene dkk (1994) membandingkan penggunaan Saline dan

cairan yang berbasis asetat (plasmalyte) sebagai cairan intra operatif didapati BE

pada grup Saline -5 mmol/L dan grup cairan yang berbasis Asetat dengan BE -

1,2 mmol/L.16 Penelitian Klaus F Hofmann dkk (2012) menyimpulkan bahwa

cairan yang berbasis Asetat lebih stabil terhadap perubahan pH dan kadar HCO 3 -

dibandingkan cairan yang berbasis Laktat.17

Onizuka, dkk (1999) membandingkan efek pemberian infus cairan yang

mengandung laktat dengan infus yang mengandung asetat terhadap metabolisme

maternal dan fetal. Didapati pemberian cairan infus yang mengandung asetat

lebih baik dibanding infus cairan yang mengandung laktat.18

Penelitian Zdenek Zadak, dkk (2010) membandingkan Ringerfundin

sebagai larutan Ringer Asetat Malat dengan Plasma-lyte didapati Ringerfundin

lebih stabil dalam mempertahankan komposisi elektrolit dan osmolaritas plasma,

tidak menyebabkan penurunan (deplesi) konsentrasi Kalsium dan tidak

menunjukkan peningkatan katabolisme protein selama dan setelah pemberian

Universitas Sumatera Utara


Ringerfundin.19

Larutan Ringer Asetat Malat ( RAM ) yang dikenal dengan Ringerfundin

merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RAM

yang mengandung Asetat dan Malat berbeda dari larutan RL dimana Laktat

metabolismenya terutama di hati sementara Asetat dimetabolisme pada hampir

seluruh jaringan tubuh terutama di otot. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih

cepat 3 - 4 kali dibanding laktat. Larutan RAM merupakan larutan isotonis yang

mirip dengan cairan tubuh dan dikenal dengan larutan berimbang (balance

solution). Larutan RAM ini mengandung elektrolit yang seimbang dengan

konsentrasi yang mirip dengan yang ditemukan dalam plasma manusia. Larutan

ini dapat digunakan untuk menangani hemostasis cairan pada perioperatif serta

dapat digunakan untuk menggantikan volume intravaskular sementara.20

Galas, dkk (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian

Ringerfundin dihubungkan dengan tampilan elektrolit dan keseimbangan asam-

basa yang lebih baik dibanding dengan pemberian ringer laktat.21

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Perbandingan Komposisi RAM & RL

RAM RL
Na (mmol/L) 145 131
K (mmol/L) 4 5
Ca (mmol/L) 2,6 2
Mg (mmol/L) 1 -
Cl(mmol/L) 128 111
Lactate (mmol/L) - 29
Acetate (mmol/L) 24 -
Malate (mmol/L) 5 -
Osmolaritas
309 278
(mOsm/L)
SID -4,4 -2

Oleh karenanya muncul keinginan peneliti untuk melihat pengaruh

pemberian cairan Ringer Asetat Malat terhadap SID plasma dibanding dengan

cairan yang sudah lazim dipakai yaitu Ringer Laktat. Penelitian ini dilakukan

pada pasien yang menjalani sectio caesaria dengan perkiraan perdarahan lebih

kecil atau sama dengan 15% dari EBV oleh karena perlu evaluasi penggantian

volume perdarahan setelah perdarahan lebih dari 15% EBV. Penggantian volume

perdarahan tersebut akan menyebabkan perubahan keseimbangan antar

elektrolit.10

1.2. RUMUSAN MASALAH

Apakah cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan perubahan

nilai Strong Ions Difference plasma setelah diberikan pada wanita hamil yang

akan dilakukan tindakan operasi Sectio Caesaria.

Universitas Sumatera Utara


1.3. HIPOTESIS PENELITIAN

Pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan

perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila dibandingkan dengan

pemberian cairan Ringer Laktat (RL).

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. Tujuan Umum :

Untuk membuktikan bahwa pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM)

tidak memberikan perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila

dibandingkan dengan pemberian cairan Ringer Laktat.

1.4.2. Tujuan Khusus :

Menganalisis besar perubahan S t r o n g I on difference (SID) p l a s m a

yang ditimbulkan oleh cairan Ringer Asetat Malat (RAM).

Menganalisis besar perubahan S trong I on difference (SID) p l a s m a

yang ditimbulkan oleh cairan Ringer Laktat (RL).

Menganalisis perbedaan besar perubahaan Strong Ion Difference (SID)

pl a s m a antara cairan Ringer Asetat Malat (RAM) dengan Ringer Laktat (RL)

sebelum dan sesudah operasi Sectio Caesaria.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat dalam bidang Akademik

- Di harapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pengembangan

serta pemahaman di program studi Anestesiologi dan Terapi Intensif

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang pengaruh

pemberian cairan terhadap nilai Strong Ion Difference plasma yang dapat

menentukan status asam-basa menurut pendekatan Stewart.

1.5.2. Manfaat dalam bidang pelayanan masyarakat

- Apabila terbukti cairan Ringer Asetat Malat tidak memberikan perubahan

nilai SID plasma apabial dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat

maka pemanfaatan cairan Ringer Asetat Malat dapat mengurangi

gangguan keseimbangan asam-basa akibat perubahan SID menurut

pendekatan Stewart.

1.5.3. Manfaat dalam bidang penelitian

- Untuk mengetahui perbandingan nilai SID plasma pada pemberian cairan

Ringer Asetat Malat dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat pada

pasien Sectio Caesaria dengan anestesi spinal.

- Dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai