Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usus besar adalah bagian dari sistim pencernaan (digestive system) dimana
materi yang dibuang (sampah) disimpan. Rektum (rectum) adalah ujung dari usus
besar dekat dubur (anus). Bersama, mereka membentuk suatu pipa panjang yang
berotot yang disebut usus besar. Tumor-tumor usus besar dan rektum adalah
pertumbuhan-pertumbuhan yang datangnya dari dinding dalam dari usus besar.
Tumor-tumor ramah dari usus besar disebut polip-polip (polyps). Tumor-
tumor ganas dari usus besar disebut kanker-kanker. Polip-polip ramah tidak
menyerang jaringan yang berdekatan dengannya atau menyebar ke bagian-bagian
lain tubuh. Polip-polip ramah dapat diangkat dengan mudah sewaktu colonoscopy
dan adalah bukan ancaman nyawa. Jika polip-polip ramah tidak diangkat dari usus
besar, mereka dapat menjadi ganas (bersifat kanker) melalui waktu. Kebanyakan
dari kanker-kanker usus besar dipercayai telah berkembang dari polip-polip.
Kanker usus besar dan rektum, juga dirujuk sebagai kanker kolorektal ( colorectal
cancer), dapat menyerang dan merusak jaringan-jaringan dan organ-organ yang
berdekatan. Sel-sel kanker juga dapat pecah dan keluar dan menyebar pada bagian-
bagian lain tubuh (seperti hati dan paru-paru) dimana tumor-tumor baru terbentuk.
Penyebaran kanker usus besar ke organ-organ yang terletak jauh darinya disebut
metastasis dari kanker usus besar. Sekali metastasis telah terjadi pada kanker
kolorektal (colorectal cancer), suatu penyembuhan yang penuh dari kanker adalah
tidak mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari kanker kolorektal?
2. Bagaimana angka kejadian dari kanker kolorektal?
3. Bagaimana etiologi dari kanker kolorektal?
4. Apa faktor resiko dari kanker kolorektal?
5. Bagaimana patofisiologi dari kanker kolorektal?
6. Bagaimana woc dari kanker kolorektal?

1
7. Bagaimana manifestasi klinis dari kanker kolorektal?
8. Bagaimana komplikasi dari kanker kolorektal?
9. Bagaimana pencegahan dari kanker kolorektal?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari kanker kolorektal?
11. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada kasus BBLR?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari kanker kolorektal;
2. Untuk mengetahui angka kejadian dari kanker kolorektal;
3. Untuk mengetahui etiologi dari kanker kolorektal;
4. Untuk mengetahui resiko dari kanker kolorektal;
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari kanker kolorektal;
6. Untuk mengetahui woc dari kanker kolorektal;
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari kanker kolorektal;
8. Untuk mengetahui komplikasi dari kanker kolorektal;
9. Untuk mengetahui pencegahan dari kanker kolorektal;
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kanker kolorektal;
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kanker kolorektal;

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rectum (Harahap, 2004). Kanker kolorektal ditujukan pada
tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian
dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal.
Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian
distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan
energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.
Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak
mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik. Non-neoplastik dibagi
atas:
a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena
bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ
tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe
yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang
mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal ini
terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar dan
tendensi untuk tidak teratur.

2.2 Angka Kejadian


Di USA kanker kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling
sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang.
Pada tahun 2005 diperkirakan ada 145.290 kasus baru kanker kolorektal di USA,
104.950 kasus terjadi di kolon dan 40.340 kasus di rektum. Pada 56,300 kasus
dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus kanker kolon dan 8,600

3
kasus kanker rektum. Kanker kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian
dari semua jenis kanker.
Di seluruh dunia dilaporkan lebih dari 940.000 kasus baru dan terjadi
kematian pada hampir 500.000 kasus tiap tahunnya (World Health Organization,
2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektum
menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
Kanker rektum tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain
jenis kanker lainnya. Namun perkembangan teknologi dan juga adanya
pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan
bisa dicegah.
Insiden kanker kolon di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita. Sekitar 75% ditemukan
di rektosigmoid (De Jong, 2005). Dari seluruh pasien kanker kolorektal, 90%
berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di
negara barat, laki laki memiliki insiden terbanyak mengidap kanker rektum
dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.

2.3 Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian
saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab familial adenomatosa poliposis
(FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100%
mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun (Tomislav Dragovich,
2014).

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Darah dalam feses
3. Riwayat polip rektal atau polip kolon
4. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga

4
6. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7. Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang
menyebabkan kanker pada usus besar ( Tabel 56-1 ). Makanan tersebut juga
mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar
menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak
hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob,
menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di
panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan
karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat
mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan
diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan (
e.g Mormons,seventh Day Adventists ).

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Kanker
kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada kanker kolon kanan
jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.
Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat
penyebaran.
Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti
konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin menipis atau seperti kotoran
kambing,
atau lebih cair disertai darah atau lendir. Perdarahan akut jarang dialami, demikian
juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi penderita
merasa lega saat flatus (De Jong, 2005).
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara lain
ialah:
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.

5
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah
gluteus.

2.6 Patofisiologi
Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak
terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit
mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa dan dinding luar usus. Struktur
yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai oleh
perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal (Way, 1994). Sel-sel kanker dari
tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke
area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang dan ginjal.
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut
karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way,
1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan serta komplikasi.
Perdarahan sering sebagai manifestasi yang membawa pasien datang berobat.
Gejala awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau

6
konstipasi. Karekteristik lanjut adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan.
Mungkin dapat teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak
anemis akibat dari perdarahan.
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat
terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal mampu
bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia
dewasa tua (Hazzard et al., 1994). Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker
kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2)
perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga peritoneal
oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organorgan yang berdekatan.

2.7 WOC

7
2.8 Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor
menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.
Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu
usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi
perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus,
urinary bladder, dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh
kanker.

2.9 Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon :
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan
menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan
besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur
untuk buang air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.

2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaa Medis

8
a. Farmakoterapi
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup
bermakna terapi komponen darah dapat diberikan. Pengobatan medis
untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau
terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan
bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau
imunoterapi. Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU).
Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat
meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3
macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil
penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi
dan kemoterapi.
b. Pembedahan
Pembedahan adalah cara lama yang hingga saat ini masih digunakan
dalam menangani penderita kanker. Namun demikian cara pembedahan
tidak senantiasa memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam
arti penyembuhan misalnya pada penderita yang mengalami metastase,
resiko operasi lebih besar daripada kankernya dan penderita yang cacat
pasca bedah. Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-
penderita dengan tumor primer yang masih dini atau pengobatan paliatif
dekompresif. Akan tetapi diluar keganasan hematologi untuk semua
penderita kanker seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli
bedah sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.
c. Radioterapi
Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-regional
pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan
radikal akan mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang
bersangkutan. Berhasil tidaknya radiasi yang akan diberikan tergantung
dari banyak faktor antara lain sensitivitas tumor terhadap radiasi, efek
samping yang timbul, pengalaman dari radioterapist serta penderita
yang kooperatif. Seperti halnya pembedahan, radiasipun bisa bersifat

9
kuratif ataupun paliatif misalnya pada penderita-penderita metastase
tulang atau sindroma vena cava superior.
d. Kemoterapi
Pola berpikir dahulu penggunaan kemoterapi adalah untuk penderita
kanker yang sifatnya sistemik seperti leukemia atau penderita yang
mengalami metastase setelah pengobatan primer baik pembedahan
maupun radiasi. Namun demikian saat ini telah banyak diketahui.
Bahwa pada penderita kanker sering terjadi mikrometastase yang
timbul secara dini yaitu pada penderita-penderita kanker payudara yang
disertai pembesaran kelenjar aksiler, pada kanker yang sangat besar
serta sistologis mempunyai derajat keganasan yang sangat tinggi.
Disinilah peran tambahan dari penggunaan kemoterapi. Pemberian
kemoterapi dapat pula bersifat kuratif maupun paliatif dan dapat pula
berperan sistemik maupun regional. Kemoterapi paliatif terutama
diberikan pada penderita kanker stadium lanjut yang tujuannya bukan
penyembuhan tapi peningkatan kualitas hidup. Oleh karenanya dalam
memberikan kemoterapi paliatif harus dipikirkan benar-benar dengan
mempertimbangkan respect for outonomy (segala keputusan terletak
pada penderita), beneficial (yang kita berikan yakin bermanfaat), non
malificent (yang kita berikan tidak membahayakan) dan justice
(bijaksana). Lama pemberian kemoterapi paliatif berbeda dengan
kemoterapi kuratif. Untuk kemoterapi paliatif evaluasi dilakukan
setelah siklus kedua. Bilamana setelah siklus kedua memberi respon
yang baik kemoterapi dapat dilanjutkan hingga 1 tahun. Apabila tidak
memberi respon bahkan merugikan (efek samping yang terlalu berat)
perlu dipertimbangkan untuk dihentikan.
e. Pengobatan kombinasi
Hal yang paling sering dijumpai adalah cara pengobatan kombinasi baik
pembedahan, radiasi ataupun kemoterapi. Oleh karena itu, penanganan
kanker yang paling baik adalah bilamana dilaksanakan secara terpadu
antara surgical oncologist radiation oncologist medical oncologist.
2. Penatalaksanaan dalam perawatan paliatif

10
Nyeri kanker yang lebih dikenal dengan sindroma nyeri kanker dapat
disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Faktor jasmani yang bisa terjadi akibat :
a. Tumornya
b. Berhubungna dengan tumornya
c. Pengobatan tumornya
d. Tidak langsung dari tumornya maupun pengobatannya
2. Faktor jiwa yang bisa terjadi akibat :
a. Marah
b. Cemas
c. Depresi
Penilaian Nyeri Kanker
1. Hubungan antara dokter dan penderita haruslah dijalin sebaik
mungkin sehingga penderita mempunyai kepercayaan penuh
terhadap sang dokter. Anamnesis dan pemeriksaan yang diteliti
haruslah dilaksanakan.
2. Percayalah laporan nyeri dari penderita, walaupun nyeri adalah
fenomena subyektif namun ada cara yang obyektif untuk menilai
nyeri misalnya meyeringai, takikardia, berkeringat dan pucat.
3. Tenanglah dan dengarkan keluhan penderita dan yakinkan bahwa
keluhan tersebut dapat diobati.
4. Riwayat nyeri, lokasi, lama, frekuensi, tidurnya, nafsu makan,
dan dapatkah menggerakkan anggota tubuh dengan baik.
5. Obat-obatan analgetika yang pernah didapat dan berapa lama
minum serta berapa dosisnya.
6. Skala nyeri
Mintalah penderita mengatakan derajat nyerinya.
Tanpa Nyeri Nyeri
hebat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
7. Pemeriksaan fisik dan neurologik yang teliti

11
8. Perhatikan adanya faktor psikologik dan sosial.
9. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.
10. Pemeriksaan foto yang diperlukan.
11. Mengobati rasa nyeri sementara melengkapi diagnosis.
12. Mencari penyebab nyeri.
Pada anak-anak terdapat cara tersendiri untuk menilai rasa nyeri sebab
kemampuan anak untuk berkomunikasi tergantung pada umur dan pengertiannya.
Skala nyeri yang dapat dipakai untuk menilai derajat nyeri pada anak ialah Smiley
Analoque Scale.
Pedoman Pengelolaan Nyeri Kanker
1. Kebijakan Dasar
Nyeri kanker merupakan keluhan subyektif
Makin progresif kankernya nyeri makin hebat
Makin kronis penyebab nyeri makin kabur
Penyebab nyeri multifaktorial
Penyebab, jenis, sifat dan derajat nyeri dapat berubah pada
seorang penderita
Penderita yang tidak mengeluh bukan berarti tidak nyeri
Nyeri harus dikelola dengan benar hingga bebas nyeri.
2. Dokter dan Petugas Kesehatan perlu :
Memahami pengertian nyeri kanker
Mendengarkan keluhan penderita dengan seksama
Mempercayai semua keluhan penderita
Meluangkan waktu untuk menjelaskan masalah nyeri pada
penderita dan keluarga.
Mampu dan bersedia pengelolaan nyeri kanker
Memahami alternatif pengelolaan nyeri kanker.
Memahami dasar-dasar umum pengelolaan nyeri kanker dengan
menggunakan obat-obat analgesik dan ajuvan.
Menyadari kemungkinan-kemungkinan timbulnya efek
samping obat dan mampu menanggulangi bila keadaan ini benar
terjadi.

12
Memahami alternatif tambahan pengelolaan nyeri kanker
dengan cara pembedahan paliatif, radioterapi, kemoterapi,
terapi hormonal serta rehabilitasi medik.

3. Penderita dan Keluarga perlu :


Memperoleh informasi masalah nyeri kanker yang diderita dan
berperan serta aktif pada kegiatan pengelolaan yang akan
dilaksanakan.
Memperoleh informasi mengenai alternatif pengelolaan nyeri
kanker serta memahami untung rugi yang mungkin dialami dan
bersedia memberikan persetujuan tertulis (Informed Concent).
Keluarga penderita berperan sebagai penunjang pelaksanaan
terapi.
Keluarga memerlukan penjelasan, bimbingan, serta bantuan
sehingga penderita dan keluarga dapat bersama-sama
menghadapi kenyataan dengan tenang.
4. Obat-obat Analgesik
Ditentukan secara individual
Pada usia lanjut anak-anak perlu disesuaikan
Tidak ada dosis maksimal untuk opiat dan pemberiannya
dimulai dengan cara titrasi
Diperlukan rawat inap untuk stabilisasi awal hingga diketahui
dan dicapai dosis efektif
Khusus untuk golongan opiat bisa terjadi toleransi dan untuk ini
perlu penyesuaian dosis.

13
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian

1. Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis


kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar
resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
a. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorectal
b. Radang usus besar
c. Penyakit Crohns
d. Familial poliposis
e. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare
dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa
penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat
ditemukan .
2. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang
biasanya terjadi adalah :
a. Perdarahan pada rectal
b. Anemia
c. Perubahan feces

Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni
atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada
sebelah kanan kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor
disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :

a. Teraba massa
b. Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c. Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri.

Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.

14
3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan
karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan
dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan
pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini
adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam
mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk
bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-orang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti
oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik,
klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock.
Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan
dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat
membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama
proses ini.
4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi
anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat
perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang
mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin
C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai
apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan ( ibu
profen ) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke
tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan
perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk
kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-
turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan
terhadap Ca colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin
dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik
dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya

15
penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif
dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas
keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin
menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi
pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak
teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa
dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat
menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang
mencakup, adalah sebagai berikut :

1. Konstipasi b/d lesi obstruksi


2. Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
4. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Keletihan anemia
6. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker

3.2 Intervensi Keperawatan


1. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
Tujuan : mengurangi resiko terjadinya konstipasi.

Intervensi :
1. Mempertahankan eliminasi Frekuensi dan konsistensi defekasi.
2. Dorong asupan harian sedikitnya 2 ltr cairan sampai dengan 8-10
gelas.

16
3. Anjurkan satu gelas air hangat yang diminum 30 mnt sebelum
sarapan, cairan ini bertindak sebagai stimulus untuk pengeluaran
feses.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
Tujuan : .Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit.
Intervensi :
1. Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan
menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
2. Batasi masukan makanan oral dan cairan untuk mencegah
muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
3. Pasang selang nasogastrik untuk mengalirkan akumulasi cairan
dan mencegah distensi abdomen
4. Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap
jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi
cairan intravena dapat disesuaikan.
5. Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum
untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi
akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
6. Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa
kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine
dilaporakan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
Tujuan: Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
1. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan
diet yang ditentukan.
3. Pantau masukan makanan oleh klien.
4. Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai
dengan diet.

17
5. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan
4. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
Tujuan : Pasien dapat menangani rasa nyeri.
Intervensi :
1. Analgesic diberikan sesuai resep lingkungan dibuat kondusif untuk
relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan
membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien.
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan
punggung, dan teknik relaksasi.
5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
Intervensi:
1. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
2. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur
sebanyak mungkin dengan diimbangi aktifitas.
3. Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau
keletihan yang dialami.
4. Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
5. Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.
6. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Tujuan : Menurunkan Ansietas.
Intervensi:
1. Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang
digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila
diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
R: Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus
mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.

3.4 Evaluasi
Adapun kriteria hasil yang diharapkan pada klien dengan kanker kolorektal
adalah:

18
1. Tidak terjadinya konstipasi dan pendarahan lebih lanjut.
2. Adanya peningkatan aktifitas sehari-hari tanpa menimbulkan gangguan
rasa nyaman.
3. Nyeri dan ansietas dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
5. Memahami cara perawatan di rumah.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan
epitel dari
kolon atau rectum (Harahap, 2004). Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas
yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar
pada
sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon
berada
di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas
anus.
Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang
zat-zat
yang tidak berguna. Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel
(proliferasi) yang tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh
(proliferasi abnormal).

4.2 Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama
perawat dalam membuat asuhan keperawatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta :
EGC
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan
Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat & wong,2005, Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC
Suyono,dkk, 2001, Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi 3. Jakarta : Balai
penerbit FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai