Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner atau PJK atau CHD atau ischemic heart disease

adalah semua kelompok ketidakmampuan jantung akut atau kronik akibat suplai

darah yang mengandung oksigen ke jantung tidak adekuat; keadaan ini

disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen, transpor oksigen darah

berkurang, atau paling sering akibat pengurangan aliran darah koroner karena

penyempitan atau obstruksi arteri seperti yang disebabkan oleh aterosklerosis.

Manifestasinya berupa angina pektoris, infark miokardial, fibrilasi ventrikular,

atau kematian jantung yang mendadak (Dorland, 2005).

Menurut World Health Oganization (WHO) tahun 2012, penyakit jantung

dan pembuluh darah adalah penyebab kematian nomor satu secara global : lebih

banyak orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit jantung dan pembuluh

darah dari pada penyebab lainnya. Diperkirakan sekitar 17,3 juta orang meninggal

akibat penyakit jantung dan pembuluh darah pada tahun 2008, yaitu 30% dari

seluruh kematian global. Dari kematian ini, yang diperkirakan 7,3 juta disebabkan

oleh penyakit jantung koroner dan 6,2 juta karena stroke.

Pada tahun 2030, diperkirakan hampir 25 juta orang akan meninggal

akibat penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung dan stroke. Ini

diproyeksikan akan tetap menjadi penyebab utama kematian. Sebagian besar

penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan mengatasi faktor-faktor risiko

1
seperti penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan obesitas, aktivitas fisik,

tekanan darah yang meningkat, diabetes dan abnormalitas kadar fraksi lipid dalam

plasma (WHO, 2012).

Di Indonesia PJK adalah pembunuh nomor satu dan jumlah kejadiannya

terus meningkat dari tahun ke tahun. Data statistik menunjukkan bahwa pada

tahun 1992 persentase penderita PJK di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun

2000 melonjak menjadi 26,4%. (Bt Zulkifli, 2010).

Penyakit Kardiovaskuler (PKV) semakin menjadi perhatian karena dari

hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan PKV telah

meningkat dari urutan ke-11 (1972) menjadi urutan ke-3 (1986) dan menjadi

penyebab kematian utama pada tahun 1992, 1995 dan 2001. Hasil survey

kesehatan nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia

menderita PJK (Balitbang depkes). Tahun?

Salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner adalah abnormalitas kadar

lipid di darah yang mempengaruhi proses aterosklerotik pada PJK. Terdapat 3

jenis lipid di dalam darah, yaitu kolesterol, trigliserid dan fosofolipid. Oleh karena

sifat lipid tidak larut dalam lemak, maka diperlukan suatu pelarut yaitu suatu

protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apopotein. Senyawa lipid

dengan apoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein. ipd

Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid,

fosfolipid dan apoprotein. Pada manusia dibedakan enam jenis lipoprotein, yaitu

High-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate-

density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan

lipoprotein a kecil (Lp(a)). ipd

2
Profil lipid yang sering diperiksa antara lain, trigliserida, kolesterol, LDL, dan

HDL. Bila kolesterol LDL jumlahnya berlebih di dalam darah, maka akan diendapkan

pada dinding pembuluh darah dan membentuk bekuan yang dapat menyumbat

pembuluh darah, sedangkan kolesterol HDL, mempunyai fungsi membersihkan

pembuluh darah dari kolesterol LDL yang berlebihan. Selain itu ada trigliserida yang

terbentuk sebagai hasil dari metabolism makanan yang berbentuk lemak dan juga

berbentuk karbohidrat dan protein yang berlebihan (Siswono, 2006).

Kontribusi relatif dari lipoprotein tiap individu untuk risiko kardiovaskular

secara keseluruhan telah intensif dipelajari selama beberapa dekade terakhir.

Peningkatan kadar LDL-C dan menurunnya kadar HDL-C dapat meningkatkan

risiko PJK. Peran LDL-C dalam menyebabkan aterosklerosis telah banyak

diketahui. Hal ini juga telah banyak diketahui bahwa HDL-C mampu melindungi

pembuluh darah terhadap aterosklerosis (antiaterogenik) (Barter, 2005). HDL-C

dianggap sebagai senyawa yang mampu menjauhkan kelebihan kolesterol dari

pembuluh darah arteri, sehingga semakin tinggi HDL-C semakin terlindung

seseorang dari risiko PJK (Romauli, 2012).

Melihat bahwa PJK merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di

dunia dan Indonesia, serta perkiraan penderita PJK dan angka kematian yang

diakibatkannya akan terus mengalami peningkatan, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran profil lipid pada pasien PJK di RSUP

DR. M. Djamil padang pada tahun 2012.

3
1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan umum : untuk mengetahui profil lipid pasien penyakit jantung

koroner di RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tahun 2012.

1.2.2 Tujuan Khusus :

1.2.2.1 Mengetahui distribusi penderita penyakit jantung koroner berdasarkan

jenis kelamin di RSUP M. Jamil Padang pada tahun 2012

1.2.2.2 Mengetahui distribusi penderita penyakit jantung koroner berdasarkan

usia di RSUP M. Jamil Padang pada tahun 2012

1.2.2.3 Mengetahui distribusi profil lipid pada penderita penyakit jantung

koroner berdasarkan jenis kelamin di RSUP M. Jamil Padang pada

tahun 2012

1.2.2.4 Mengetahui distribusi profil lipid pada penderita penyakit jantung

koroner berdasarkan usia di RSUP M. Jamil Padang pada tahun 2012

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi

masyarakat dan pihak terkait ( tenaga kesehatan ) dalam upaya pencegahan

terjadinya PJK

1.3.2 Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut

1.3.3 Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PJK

Penyakit jantung koroner atau PJK atau CHD atau ischemic heart disease

adalah semua kelompok ketidakmampuan jantung akut atau kronik akibat suplai

darah yang mengandung oksigen ke jantung tidak adekuat; keadaan ini

disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen, transpor oksigen darah

berkurang, atau paling sering akibat pengurangan aliran darah koroner karena

penyempitan atau obstruksi arteri koroner seperti yang disebabkan oleh

aterosklerosis. Manifestasi berupa angina pektoris, infark miokardial, fibrilasi

ventrikular, atau kematian jantung yang mendadak (Dorland, 2005).

Menurut WHO Coronary Heart Desease atau PJK adalah ketidaksanggupan

jantung, akut maupun kronik yang timbul karena kekurangan suplai darah pada

miokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem arteri koroner.

Menurut American Heart Organitation (AHA), PJK merupakan kelainan pada

satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding

dalam pembuluh darah disertai adanya plak yang akan mengganggu aliran darah

ke otot jantung, kemudian terjadi kerusakan otot jantung yang akibatnya dapat

menggangu fungsi jantung. (Tarigan, 2008).

2.2. Epidemiologi PJK

Menurut estimasi WHO, sekitar 50% dari 12 juta penduduk dunia

meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia PJK adalah
5
pembunuh nomor satu dan jumlah kejadiannya terus meningkat dari tahun ke

tahun. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992 persentase penderita

PJK di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4%

(Bt Zulkifli, 2010).

Penyakit kardiovaskular yang di dalamnya termasuk PJK menempati

urutan pertama penyebab selurah kematian yaitu 16 persen pada survei kesehatan

rumah tangga (SKRT) 1992 . Pada SKRT 1995 meningkat menjadi 18,9 persen.

Hasil Suskernas 2001 malahan memperlihatkan angka 26,4 persen. (Bt Zulkifli,

2010). Tambah lagi//

2.3. Kalsifikasi PJK

Menurut Kusumawidjaja (2004), kelainan akibat insufisiensi koroner dapat

dibagi menjadi 3, diantaranya adalah (Zakiyah, 2008) :

2.3.1 Penyakit Jantung Arteriosklerotik (Ateriosclerotic Heart Disease=

ASHD)

Pada ASHD ini terjadi fibrosis yang merata diakibatkan aliran darah yang

lambat laun semakin berkurang. Iskemik pada tipe ini relatif ringan, tetapi

berlangsung lama sehingga menyebabkan atrofi miokardium yang progresif dan

diakhiri dengan fibrosis.

2.3.2 Angina Pectoris

Merupakan suatu gejala kompleks yang tidak disertai kelainan morfologik

permanen pada miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi pembuluh darah

koroner yang sementara. Gejala utamanya adalah rasa nyeri di dada yang

episodik. Angina pectoris biasanya menunjukkan adanya penyakit arteriosklerotik

dan biasanya merupakan permulaan dari infark myocardium.


6
2.3.3 Infark myocardium

Penyakit pembuluh darah jantung koroner yang paling penting dan paling

gawat. Terjadi nekrosis iskemik mendadak pada daerah myocardium yang terbatas

(discrete) karena insufisiensi koroner. Infark myocardium hampir selalu didahului

oleh kelainan anatomik karena arteriosklerosis.

2.4 Faktor Risiko PJK

2.4.1 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah

2.4.1.1 Usia

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.

Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan

meningkat seiring bertambahnya umur. Didapatkan juga hubungan antara umur

dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan

bertambahnya umur. Di Amerika Serikat, kadar kolesterol pada laki-laki maupun

perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada laki-laki kadar kolesterol

akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah

umur 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause (45-60 tahun)

lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar

kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada

laki-laki (Malau, 2011).

2.4.1.2 Jenis kelamin

Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1

dari 5 laki laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai

risiko PJK dua hingga tiga kali lebih besar daripada perempuan. Angka kematian

pada laki-laki didapatkan lebih tinggi daripada perempuan akan tetapi setelah
7
menopause, hampir tidak didapatkan perbedaan antara risiko pada perempuan

dengan laki-laki (Bt Zulkifli, 2010).

2.4.1.3 Faktor Genetik

Hipertensi dan hiperkolesterolemi yang merupakan faktor risiko PJK juga

dipengaruhi oleh faktor genetik. Sebagian besar manusia dapat mengatur kadar

kolesterol darahnya dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol namun

sebagian kecilnya tidak dapat menurunkan kadar kolesterol darahnya dengan diet

rendah lemak jenuh dan kolesterol. Pada kelompok lainnya dengan makanan

sehari-harinya tinggi lemak jenuh dan kolesterol, ternyata kadar kolesterol

darahnya tetap rendah. (Bt Zulkifli, 2010).

2.4.2 Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

2.4.2.1 Obesitas

Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar

10 - 20 %, bahkan sebagian ahli menyatakan dapat mencapai 30 %. Hal ini tentu

merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan

struktur berupa hipertropi atau hiperplasia yang keduanya dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai gagal jantung atau

lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas capai, sesak napas bila

melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah

jantung) (Bt Zulkifli, 2010).

2.4.2.2 Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi mengakibatkan jantung bekerja keras sehingga

pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Pada jantung, otot jantung
8
akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi

terganggu, selanjutnya jantung akan mengalami dilatasi dan kemampuan

kontraksinya berkurang. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko mayor

untuk penyakit jantung koroner. Diperkirakan 74% dari penderita penyakit

jantung koroner menderita hipertensi (American Heart Association) ( Bt Zulkifli,

2010).

2.4.2.3 Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid

yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, LDL-C, kenaikan kadar

trigliserida serta penurunan kadar HDL-C. (Bt Zulkifli, 2010).

Tahap awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL-C

yang ada dalam sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL-C ini mengalami oksidasi

atau perubahan lain dan kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger" khusus

pada makrofag. Kolesterol kemudian berakumulasi didalam sel membentuk

bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada endotelium dan

akhirnya lesi aterosklerosis terbentuk (Bt Zulkifli, 2010).

2.4.2.4 Merokok

Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan

penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara

industri maju, lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di

mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke (Bt

Zulkifli, 2010).

9
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya

usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko

merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar

lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK..

Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok. Salah satunya

adalah nikotin yang akan mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh

lainnya. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak

endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya

penggumpalan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya

adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. CO menggantikan

tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat

aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). (Bt Zulkifli,

2010).

Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan

dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida

darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah. Akibat

penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh

darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer (WHO,2004 dalam Bt

Zulkifli, 2010).

2.4.2.5 Diabetes Mellitus

Risiko terjadinya PJK pada pasien DM sekitar 2-4 x lebih tinggi

dibandingkan dengan orang biasa. Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap

PJK bila kadar glukosa darah naik berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

10
Gula dara tersebut dapat mendorong terjadinya aterosklerosis pada ateri koroner.

Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah

cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida (Zakiyah, 2008).

2.4.2.6 Kurang Berolahraga

Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki

kolateral koroner sehingga risiko PJK dapat dikurangi. Olahraga bermanfaat

karena .memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard , menurunkan

berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama dengan

menurunnya LDL kolesterol ,menurunkan kolesterol, trigliserid dan kadar gula

darah pada penderita DM , menurunkan tekanan darah ,meningkatkan kesegaran

jasmani. (Bt Zulkifli, 2010).

2.5 Etiopatogenesis PJK

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang timbul akibat

penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara

lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.

Penyebab terbanyak 99% adalah aterosklerosis (Majid, 2007).

Istilah Penyakit jantung koroner menunjukkan ketidakseimbangan antara

aliran darah arterial dan kebutuhan myocardium yang dipengaruhi oleh aliran

darah koroner, kepekaan myocardium terhadap iskhemi, dan kadar oksigen dalam

darah. Gangguan suplai darah pada otot jantung menyebabkan jantung akan

mengalami kekurangan darah dengan segala manifestasinya (Zakiyah, 2008).

Penyebab utama yang mendasari PJK yaitu aterosklerosis arteri koronaria.

Aterosklerosis ditandai dengan adanya lesi intima yang disebut ateroma, atau plak

ateromatosa, atau fibrofatty plaques, yang menonjol ke dalam sehingga


11
menyumbat lumen pembuluh, memperlemah lapisan di bawahnya. Aterosklerosis

koronaria menyebabkan terganggu atau tidak adekuatnya aliran darah ke otot

jantung (Harianja, 2010).

Patogenesis aterosklerosis sangat multifaktorial. Lesi yang berkembang

pada pembuluh darah merupakan hasil dari:

(1) proliferasi sel-sel otot polos, makrofag, dan limfosit (sel-sel terlibat

dalam respon inflamasi),

(2) formasi sel-sel otot polos ke dalam matriks jaringan ikat, dan

(3) akumulasi lipid dan kolesterol ke dalam matriks sekitar sel.

Lipid yang menumpuk dan material lain (produk sampah selular, kalsium,

fibrin) yang terbentuk di dalam lapisan tunika intima disebut plak atau ateroma

(Harianja, 2010).

Menurut Fuster (1999) ada 5 fase aterogenesis dengan karakteristik dan

gejala pada masing-masing fase (Harianja, 2010).

Fase 1 merupakan sebuah fase asimptomatik, terdiri dari fatty streak kecil,

umumnya terlihat pada orang yang berusia kurang dari 30 tahun. Fatty streak ini

bersifat nonobstruktif, sel-sel (makrofag dan sel-sel otot polos) berisi lipid yang

terbentuk pada fleksura di arteri sebagai respon terhadap cedera kronik ke

endotelium arteri. Tidak semua fatty streak berlanjut ke tingkatan berikutnya.

Fase 2 ditandai oleh plak dengan isi lipid yang tinggi dan rentan ruptur.

Lipid berasal dari LDL plasma yang masuk ke dinding endotel yang cedera.

Karena ketidakstabilan lesi di fase 2, lesi ini dapat berlanjut ke fase 3 atau fase 4.

Fase 3 bersifat akut, lesinya kompleks dengan ruptur dan trombus

nonoklusif .

12
Fase 4 bersifat akut, lesinya kompleks dengan trombus oklusif. Fase 4

berhubungan dengan angina atau IMA dan kematian mendadak.

Fase 5 merupakan lesi fibrotik dan oklusif dengan tampilan klinis yang

sama dengan fase 4.

Faktor risiko sangat kuat mempengaruhi dan mempercepat progresifitas lesi

ke tingkatan lesi yang lebih kompleks. LDL yang teroksidasi mengubah makrofag

menjadi sel busa (foam cells). HDL dapat menurunkan jumlah dan aktifitas

makrofag, yang mencegah kerusakan plak dan pembentukan trombus (Harianja,

2010).

Kebanyakan kematian mendadak setelah IMA berasal dari ruptur fibrous

cap dari lesi kompleks, menyebabkan perdarahan pada plak, trombosis, dan

blokade arteri. Trombus kecil akan membantu pertumbuhan plak, dan trombus

besar akan menyebabkan kejadian klinis akut (Harianja, 2010).

Menurut Postulat Virchow,1982 ada tiga mekanisme utama yang dapat

menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah koroner sehingga menimbulkan

iskemik, (Zakiyah, 2008) yaitu:

1. Faktor Sumbatan oleh Kerak (Plaque)

Bagian dari proses aterosklerosis yang menonjol ke dalam lumen arteri

koroner, dapat terbentuk konsentris atau eksentris . Penyumbatan 70% atau lebih

dari total lumen biasanya baru dapat menimbulkan keluhan angina. Lebih dari

90% serangan PJK terjadi karena mekanisme ini

2. Faktor Tonus Vasomotor Pembuluh darah Koroner

Sumbatan juga dapat ditimbulkan oleh factor tonus vasomotor yang

meninggi, yang menyebabkan pembuluh darah koroner mengalami spasme atau

13
mengalami penyempitan (Vasokontriksi), dengan demikian lumen arteri koroner

juga dapat mengecil, Karena mekanismenya, maka keadaan ini kadang-kadang

disebut kerak atau plak aktif (Active Plaque). Bahwa pembuluh darah koroner

yang mengalami spasme biasanya sudah ada aterosklerpsklerosis, hanya lumen

yang sebelumnya tersumbat tidak signifikan menjadi jelas setelah adanya spasme

3. Faktor Trombus

Plak yang menonjol ke lumen mengandung cairan lipid pada inti selnya dan

dapat juga mengandung perkapuran. Plak yang intinya didominasi cairan lipid

sangat rawan untuk menimbulkan thrombus. Apabila plak ini pecah maka cairan

lipid akan keluar dan menyumbat lumen arteri koroner. Proses inilah yang

bertanggung jawab akan terjadinya infark akut. Kemudian mendadak (sudden

death) terjadi pada 50% penderita yang tanpa keluhan sebelumnya. Sedangkan

selebihnya disertai keluhan yang mati mendadak 6 jam setelah keluhan. Proses

mati mendadak ini dimulai dengan thrombusis pembuluh darahn koroner yang

disusl dengan nekrosis yang disertai aritmia Ventrikel

2.6 Gambaran Klinis PJK

Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pectoris, infark

miokardium (akut miokard infark), payah jantung (ischemic heart diseases) dan

mati mendadak (sudden death). Pada umumnya gangguan suplai darah arteri

koronaria dianggap berbahaya bila terjadi penyempitan sebesar 70% atau lebih

pada pangkal atau cabang utama arteri koronaria. Penyempitan yang kurang dari

50% kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini

14
tergantung kepada beratnya arterosklerosis dan luasnya gangguan dan apakah

serangan itu lama atau masih baru, (Tarigan, 2008).

1. Angina Pectoris

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada

yang khas, yaitu seperti ditekan atau rasa berat di dada yang seringkali menjalar

ke lengan kiri. Hal ini sering timbul saat pasien melakukan aktifitas dan segera

hilang saat aktifitas dihentikan (Tarigan, 2008).

Nyeri dada yang khas dari angina pectoris ialah rasa tertekan, seperti merasa

terpilin, sperti terbakar (panas yang berpusat di daerah retrostenal (dibalik tulang

sternum yang berada ditengah-tengah dada) yang bisa menjalar kelengan kiri,

leher, bahu dan punggung. Dalam hal ini angina pectoris bisa digolongkan

menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Angina pectoris stabil, yaitu gejala yang timbul frekuensinya tetap, baik

lamanya maupun kadar pencetusnya.

Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena

terdapat stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses

aterosklerosis. Keluhan nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai

dengan berat ringannya pencetus dibagi atas beberapa tingkatan :

1. Selalu timbul sesudah latihan berat.

2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)

3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)

4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa) (Malau, 2011).

15
b. Angina pectoris tidak stabil, yaitu pola gejala yang timbul berubah-ubah,

baik frekuensinya, lamanya, maupun kenyerian yang dirasakan (Tarigan,

2008). Yang dimaksud kedalam angina tak stabil yaitu:

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina

cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.

2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina

stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit

dadanya, sedangkan factor presipitasi makin ringan.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat (Malau, 2011).

Beratnya angina:

1. Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah

beratnya nyeri dada.

2. Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam

1bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

3. Kelas III: adanya serangan angina waktu istirahat dan erjadinya secara akut

baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir (Malau, 2011).

c. Angina prinzmental, yang biasanya timbul sewaktu sedang beristirahat.

Biasanya disebabkan oleh spasme pembuluh darah koroner (Tarigan, 2008).

Secara elektrokardiografi (EKG), timbulnya angina pectoris sering pula

dibarengi dengan depresi segmen ST dan inversi gelombang T. Kelainan segmen

ST (depresi segmen ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban masuk

(Tarigan, 2011).

2. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infraction (serangan jantung)

16
Acute myocard infraction atau serangan jantung akut umumnya

disebabkan oleh penyumbatan pembuluh arteri koroner secara tiba-tiba, karena

pecahnya plak lemak ateroskeloris pada arteri koroner. Plak lemak tersebut

menjadi titik-titik lemah dari arteri itu dan cenderung untuk pecah. Pada waktu

pecah, gumpalan cepat terbentuk dan mengakibtkan penghambatan (okulasi) arteri

yang menyeluruh, serta memutuskan aliran darah ke otot jantung. Ini

mengakibatkan rasa sakit dada yang hebat pada pusat dada dan menyebar sampai

lengan atau leher (Tarigan, 2008).

Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,

mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, menyebar kedua

lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga mirip

dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau

pancreatitis akut). (Malau, 2011)

3. Ischemic Heart Disease (payah jantung)

Ischemic Heart Disease adalah suatu keadaan dimana terjadi pengurangan

oksigen secara temporer pada jantung yang disebabkan oleh penyempitan

pembuluh darah atau karena penyakit tertentu. Ischemic ini ada yang disebut sebagai

silent ischemic dimana penderitanya tidak merasakan gejala yang timbul (Tarigan,

2008).

Payah jantung terjadi karena denyut jantung sudah sedemikian lemahnya

sehingga jantung tidak lagi dapat memompa darah dengan baik. Rasa sakit akibat

payah jantung bertahan berjam-jam. Gejala yang timbul ialah gelisah, pusing,

17
keringat dingin, gangguan gastro intestinal (muntah, diare, mual) dan shock yang

menyebabkan tensi turun serta nadi cepat, (Tarigan, 2008).

4. Kematian Mendadak (sudden death)

Kematian mendadak (sudden death) terjadi pada 50% penderita yang

tanpa keluhan sebelumnya. Sedangkan selebihnya disertai keluhan yang mati

mendadak 6 jam setelah keluhan. Proses mati mendadak ini dimulai dengan

trombosis pembuluh darah koroner yang disusul dengan nekrosis yang disertai

aritmia ventrikel (Tarigan, 2008).

Salah satu unsur dalam makanan adalah lemak. Lemak tidak dapat larut

dalam darah kecuali terikat oleh protein tertentu. Lemak akan mengalami

pemecahan asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol (Tarigan, 2008).

Selama dalam peredaran darah ada kecenderungan kolesterol menempel

pada dinding pembuluh darah sehingga mempersempit pembuluh darah, menjadi

tidak lancar dan lemak terlarut dalam darah sehingga tidak mencukupi proses

metabolisme dan mengganggu keseimbangan kebutuhan oksigen dan penyediaan

oksigen. Penyempitan ini dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Bila

penyumbatan ini terjadi di pembuluh koronaria dinamakan penyakit jantung

koroner (Tarigan, 2008).

2.7 Pencegahan PJK

1. Pedoman Pencegahan Primer Penyakit Jantung dan Stroke

Telah banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa PJK dapat dicegah dan

penelitian untuk hal ini terus berlanjut. Dari hasil studi prospektif jangka panjang

18
menunjukkan bahwa orang dengan faktor risiko rendah mempunyai risiko yang

lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke (Majid, 2007).

ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit

kardiovaskuler yang ditentukan dari faktor risiko yang ada (tabel III.1) (Majid,

2007).

Usaha-usaha intervensi dengan cara non farmakologik dan farmakologik dan

berbagai uji klinis menunjukkan hal yang bermanfaat (tabel III.2) (Majid, 2007).

2. Pencegahan sekunder penyakit jantung koroner

Pencegahan sekunder pada individu yang sudah terbukti menderita PJK,

adalah upaya untuk mencegah agar PJK itu tidak berulang lagi (tabel III.3)

(Majid, 2007).

Pencegaan sekunder ini sangat perlu, mengingat:

Individu yang sudah perna, atau sudah terbukti mendrita PJK, cenderung

untuk mendapat sakit jantung lagi, lebih besar kemungkinannya dibanding

orang yang belum pernah menderita sakit jantung.

Prses aterosklerosis yang mendasari PJK , bisa saja terjadi pada pembuluh

darah organ lain di otak yang menimbulkan cerebrovascular disease

(strok), pada aorta atau arteri karotis, arteri perifer dll. Oleh sebab itu

pencegahan sekunder untuk PJK dapat juga merupakan pencegahan rimer

untuk penyakit aterosklerotik lainnya.

Pencegahan sekunder belum sepenuhnya mendapat perhatian (under

utilized) dari kalangan praktisi kedokteran, sebagaimana dilaporkan WHO

2004, khususnya di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah

dan menengah.

19
Tabel III.1

Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskuler dan Stroke

Berdasarkan Faktor Risiko

Faktor Risiko Rekomendasi


Pencarian faktor risiko Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai
Tujuan : orang dewasa harus sejak umur 20 tahun. Riwayat keluarga
mengetahi tingkatan dan pentingnya dengan PJKharus secara rutin dipantau.
faktor risiko yang diperiksa secara Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik
rutin harus dievaluasi secara rutin. Tekanan
darah, indeks massa tubuh, lingkar
pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun.
Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula
darah harus tetap dipantau juga.
Estimasi faktor risiko secara umum Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada
Seluruh orang dewasa dengan usia perubahan faktor risiko), khususnya
diatas 40 tahun harus mengetahui orang dengan usia 40 tahun atau
faktor risiko mereka untuk menderita seseorang dengan faktor risiko lebih dari
penyakit PJK. Tujuan : menurunkan 2, harus dapat menetukan faktor risiko
faktor risiko sebesar-besarnya. berdasar hitungan 10 tahun faktor risiko .
faktor risiko yang dilihat adalah
merokok, tekanan darah, pemeriksaan
kolesterol, kadar gula darah, usia, jenis
kelamin, dan diabetes. Pasien diabetes
atau risiko 10 tahun > 20% dianggap
sama pasien PJK (risiko PJK equivalen)
Sumber : Majid, Abdul, 2007

20
Tabel III.2

Intervensi Faktor Risiko

Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkan


Merokok :
Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok
Kontrol tekanan darah :
Tujuan TD < 140/90 mmHg; < 130/80 pada gangguan ginjal atau gagal
jantung, atau < 130/80 mmHg pada diabetes.
Diet
tujuan : mengkonsumsi makanan yang menyehatkan
Pemberian Aspirin
tujuan : aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi
kardiovaskuler (khususnya penderita dengan risiko 10 tahun kejadian
kardiovaskuler 10%)
Pengaturan lipid didalam tubuh
tujuan primer : LDLC < 160 mg/dl jika faktor 1, LDL-C , 130 mg/dl jika
memiliki 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL-C , 100 mg/dl jika 2
faktor risiko dimilik dan memiliki 10% risiko CHD 20% atau jika pasien juga
terkena diabetes.
tujuan sekunder (jika LDL-C adalah target utama) : jika trigliserid . 200 mg/dl,
kemudian digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non-HDL-C, 190 mg/dl
untuk faktor risiko 1; non-HDL-C , 160 mg/dl untuk faktor risiko 2 dan
memiliki risiko CHD 10 tahun sebesar 20%; non-HDL-C , 130 mg/dl untuk
diabetes atau dengan faktor risiko 2 dan risiko 10 tahun CHD . 20%.
Aktivitas fisik
tujuan : aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas
sedang setiap hari dalam 1 minggu.
Pengatur berat badan
tujuan : mencapai dan mempertahankan berat ( BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila
BMI 25 kg/m2, lingkar pinggang 40 inci pada pria dan 35 inci pada wanita.
Pengelolaan diabetes

21
tujuan : KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1c (<7%).
Atrial fibrilasi kronik
tujuan : mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik,
antikoagulan dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5)
Sumber : Majid, Abdul, 2007

Tabel III.3

Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan Penyakit


Vaskular Lainnya menurut ACC/AHA 2006

Merokok :
Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok
Kontrol tekanan darah :
Tujuan TD < 140/90 mmHg atau < 130/80 pada pasien diabetes atau penyakit
Pengelolaan Lipid
Tujuan : LDL-C < 100 mg/dl jika trigliserid 200 mg/dl, non-HDL-C
seharusnya , 130 mg/dl
Aktivitas fisik
tujuan : 30 menit, 7 hari dalam seminggu (minimal 5 hari dalam seminggu)
Pengatur berat badan
tujuan : BMI : 18,5-24,9 kg/m2. Lingkar pinggang : pria < 40 inci, wanita < 35
inci.
Pengelolaan diabetes
tujuan : HbA1c <7%
Penggunaan Obat Antiplatelet/Anticoagulant : aspirin, clopidogrel, warfarin
sesuai indikasi.
Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers : bila intoleran
ganti dengan ARB
Penggunaan B-Blockers : kecuali bila ada kontra indikasi
Pemberian Vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler
Sumber : Majid, Abdul, 2007

22
Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi

oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi kolesterol berlebih akan

menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak. Darah

mengandung 80% kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan 20 % berasal

dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terdiri atas 2 jenis yaitu kolesterol HDL

dan kolesterol LDL. Kolesterol dibutuhkan oleh jaringan perifer, termasuk sel-sel

pembuluh darah. Kolesterol ini berasal dari sintesis baru di dalam sel dan dengan

pengiriman dari Low-Density Lipoprotein (LDL). Ketika tingkat LDL tinggi, LDL

akan menumpuk di dinding arteri di mana tempat LDL teroksidasi dan diambil

oleh sel busa dalam suatu proses yang mengarah pada pembangunan dan

perkembangan aterosklerosis (Barter, Philip, 2005).

High-density lipoprotein (HDL) menghalangi aterosklerosis secara

langsung, dengan menghilangkan kolesterol dari sel busa, dengan menghambat

oksidasi LDL, serta dengan membatasi proses peradangan yang mendasari

aterosklerosis. HDL juga memiliki sifat antitrombotik. Jadi, HDL-kolesterol

menghalangi proses atherogenesis pada beberapa tahap kunci (Barter, Philip,

2005).

HDL-C sebagai anti-atherogenic (Barter, Philip, 2005)

23
1. Menginhibisi adhesi dari monosit
2. Inhibisi oksidasi LDL-C dan ekspresi MCP-1
3. Antitrombotik HDL-C

Terdapat 3 jenis lipid di dalam darah, yaitu kolesterol, trigliserid dan

fosofolipid. Oleh karena sifat lipid tidak larut dalam lemak, maka diperlukan

suatu pelarut yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau

apopotein. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan nama lipoprotein.

Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid,

fosfolipid dan apoprotein. Pada manusia dibedakan enam jenis lipoprotein, yaitu

High-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate-

density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan

lipoprotein a kecil (Lp(a)).

BAB 3

KERANGKA TEORI

24
25
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis/Rancangan Penelitian yang Digunakan

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap penderita PJK yang dirawat di

Poliklinik Jantung RSUP Dr M Jamil Padang dari bulan Januari-Februari 2013

dengan metode retrospektif.

Penelitian ini menggunakan 2 tahap, langsung dan tidak langsung,

Tidak langsung : mengambil data dari rekam medik

Langsung : menghitung IMT dan lingkar perut pasien

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penilitian di lakukan di bagian rawat inap Poliklinik Jantung RSUP Dr M

Jamil Padang dari bulan Januari-Februari 2013. Penelitian dilakukan selama 2

minggu. Penelitian dilakukan pada tanggal XX di RSUP Dr.M.Djamil Padang,

karena merupakan rumah sakit pendidikan dan tempat rujukan rumah sakit lain di

Sumatera Barat dan sekitarnya sehingga kasus PJK banyak diobati di sini.

4.3 Populasi & Sampel

Populasi penelitian adalah semua penderita yang di diagnosis PJK di

Poliklinik Jantung RSUP Dr M Jamil Padang dari bulan Januari-Februari 2013.

4.3.1 Sampel

Sampel adalah penderita yang didiagnosis PJK dan dirawat di Poliklinik

Jantung RSUP Dr.M.Djamil.

26
4.3.1.1 Kriteria inklusi

Pasien rawat inap dengan diagnosis PJK

Pasien menyetujui penelitian

Pasien dapat diajak berpartisipasi

Pasien yang memiliki IMT 25,0 - 29,9 dan lingkar perut 90 cm

(laki-laki) dan 80 cm (perempuan)

4.3.1.2 Kriteria eksklusi

Pasien rawat jalan dengan diagnosis PJK

Pasien yang memiliki IMT < 25,0 - 29,9 dan lingkar perut < 90 cm

(laki-laki) dan < 80 cm (perempuan)

Pasien tidak menyetujui penelitian

Pasien tidak dapat diajak berpartisipasi

4.4 Variabel Penilitian Meliputi Klasifikasi Variabel dan Definisi

Operasional Variabel

4.4.1 Klasifikasi Variabel

Variabel independen : IMT dan lingkar perut

Variabel dependen : pasien rawat inap yang didiagnosa PJK

27
4.4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Operasional

Indeks Perbandingan Microtoise Mengukur 1. Normal : Ordinal


Masa atau rasio & alat ukur berat badan 18,5 22,9
Tubuh antara berat tinggi dan tinggi 2. Berat Badan
badan (Kg) badan badan Lebih :
dan tinggi kemudian 23,0
badan (M) menghitung 3. Berisiko
kuadrat rasio antara Obesitas :
berat badan 23,0 - 24,9
(Kg) dan 4. Obes I :
tinggi badan 25,0 - 29,9
(M) kuadrat 5. Obes II :
30,0

Lingkar Cara pita ukur Mengukur 1. Laki-laki: Ordinal


Perut pengukuran lingkar perut Normal : 90 cm
yang praktis pada Tidak normal:
untuk menilai pertengahan 90 cm
obesitas antara batas 2. Perempuan:
sentral iga terbawah Normal: 80 cm
dan krista Tidak normal :
iliaka pada 80 cm
saat akhir
ekspirasi
dengan
kedua
tungkai
dilebarkan
20-30 cm
PJK Penyakit Rekam Rekam PJK : (+) Nominal
jantung medis medis PJK : (-)
dengan
terjadinya
ketidakmampu
an jantung
akibat suplai
darah yang
mengandung
oksigen ke
jantung tidak
adekuat yang
diagnosa
berdasarkan
data rekam
medik

28
4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah

1) Rekam medik penderita PJK yang dirawat di Poliklinik Jantung RSUP Dr

M Jamil Padang.

2) Microtoise & alat ukur tinggi badan

3) Pita ukur

1.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Data diambil dari rekam medik penderita PJK yang dirawat di Poliklinik

Jantung RSUP Dr M Jamil Padang dari 1 Januari 2011 sampai 31 desember 2011.

Data yang dicatat adalah nama pasien, nomor rekam medik, umur, jenis

kelamin serta IMT dan lingkar perut pasien yang didapat dengan pengukuran

langsung.

1.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpul kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Pembuatan

tabel ini dilakukan dengan tubulasi langsung, yaitu memasukkan data secara

langsung ke dalam kerangka tabel yang telah dipersiapkan.

29

Anda mungkin juga menyukai