BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bullying
1. Pengertian bullying
satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak
yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap
pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk
dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang
lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau
2. Tanda-tanda bullying
dan adanya ancaman akan dilakukannya agresi. Oleh sebab itu, seseorang
dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan
bullying, yaitu minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan. Seorang
frekuensinya minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan, hal itu juga
menjadi 4 yaitu:
daripada korban bullying dan murid yang tidak terlibat dalam perilaku
murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan simptom depresi
yang lebih rendah daripada victim atau korban (Haynie, dkk., dalam
bullying antara lain (1) tipe percaya diri, secara fisik kuat, menikmati
dan kurang merasa aman, dan (3) pada situasi tertentu pelaku bullying
bisa menjadi korban bullying. Selain itu, para pakar banyak menarik
b. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari
cenderung menarik diri, depresi, cemas dan takut akan situasi baru
memiliki teman dekat yang lebih sedikit daripada murid lain (Boulton
& Underwood dkk, dalam Haynie dkk, 2001). Korban bullying juga
pertolongan. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa cemas,
kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang melakukan hal-hal
juga merupakan anak yang miskin atau kaya, anak yang ras atau
setiap waktu, anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung,
anak yang memakai kawat gigi atau kacamata, anak yang berjerawat
tempat yang keliru pada saat yang salah. ia diserang karena bully
sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu pada saat itu juga.
merasa sedih dan moody daripada murid lain (Austin & Joseph; Nansel
Moutappa, 2004).
d. Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau
bullying.
terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi empat, yaitu pelaku
4. Bentuk-bentuk bullying
a. Verbal bullying
paling umum dari bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun
perempuan. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya
yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada
pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target. Jika verbal
bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target
seksual) atau sexually abusive remark (ucapan yang kasar). Hal ini
yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan
tidak benar.
b. Physical bullying
Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan paling mudah untuk
c. Relational bullying
dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang paling kuat dalam
dari 3 bentuk yaitu: fisik, verbal dan relasional. Adapun bentuk bullying
yang diteliti dalam penelitian ini adalah ketiga bentuk bullying yakni
5. Dampak bullying
hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007).
yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain,
tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai
perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri, pelaku
Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan perasaan tidak bahagia
ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga
merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi akademik menurun, rasa takut dan
esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi korban
bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006). Duncan (dalam
tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem
yang rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk, tingginya
dan depresi (Hodges & Perry dalam Arseneault dkk., 2009), self esteem
yang rendah dan keterampilan sosial yang buruk (Egan & Perry, dalam
tersebut dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri dan merasa
B. Self Esteem
standart etis atau agama, seberapa besar mereka merasa dicintai dan
mereka miliki.
Self esteem berkaitan dengan self concept (konsep diri). Akan tetapi
self esteem dan self concept memiliki makna yang berbeda. Self concept
penilaian dan perasaan terhadap nilai dan rasa keberhargaan diri seorang
Self esteem berkaitan dengan pertanyaan seberapa baik diri saya sebagai
self esteem tertetak pada struktur pemahaman diri. Self concept merupakan
Pintrich dan Schunk (dalam Eggen & Kauchak, 2007) bahwa self concept
kesimpulan bahwa self esteem dan self concept memiliki makna yang
yang tampak dari perasaan berharga atau tidak berharga, perasaan mampu
meliputi:
a. Perasaan berharga
b. Perasaan mampu
nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Mereka
c. Perasaan diterima
Individu akan memiliki nilai positif tentang dirinya sebagai bagian dari
kegagalan
memperbaiki diri
memperbaikinya
orang lain
11) Bersikap positif pada orang lain atau institusi yang terkait dengan
dirinya
12) Optimis
marah)
yang negatif
orang lain
11) Bersikap negatif (sinis) pada orang lain atau institusi yang terkait
dengan dirinya
12) Pesimis
13) Berfikir yang tidak membangun (merasa tidak dapat membantu diri
sendiri)
Hal yang senada juga dinyatakan oleh Branden (1994) bahwa remaja
sendiri
sendiri
dihadapi
tingkat yaitu self esteem tinggi, self esteem sedang, dan self esteem rendah.
dibahas dalam berbagai literatur dan penelitian. Oleh sebab itu berdasarkan
penelitian ini membagi self esteem menjadi self esteem tinggi dan self
esteem rendah.
dan bukan sebuah produk yang dapat diperoleh secara instan. Self esteem
merupakan proses yang terus berjalan sejak individu masih kecil hingga
infancy (lahir-2 tahun), masa kanak-kanak awal (2-6 tahun), masa kanak-
kanak pertengahan dan akhir (6-10 tahun), remaja awal (10-14 tahun), dan
Pada saat seorang individu memasuki remaja awal (10-14 tahun) dan
akan terjadi penurunan pada self esteem. Salah satu faktor yang paling
karena hal tersebut merupakan aspek yang penting pada masa remaja awal
(Cornell dkk.; Hart; Harter dkk. dalam McDevitt & Omrod, 2010). Selain
persahabatan, hubungan antara guru dan siswa yang lebih dangkal, dan
terhadap self esteem remaja (Eccless & Midgley; Harter dalam McDevitt
& Omrod, 2010). Pada saat yang bersamaan seorang remaja mengalami
membuat remaja sensitif terhadap penilaian yang diberikan oleh orang lain
dkk., 2006). Self esteem remaja terbentuk dari hasil evaluasi subjektif atas
umpan balik yang remaja terima dari orang sekitar serta perbandingan
dengan self esteem pada remaja, DuBois dan Tevendale serta Feldman dan
merupakan masa kritis dalam perkembangan self esteem karena self esteem
(dalam Wilburn & Smith, 2005) menjelaskan bahwa remaja dengan self
tetap terjaga.
Penelitian yang dilakukan oleh Robin dkk. (dalam Bos, dkk., 2006)
bila seorang remaja memiliki self esteem rendah antara lain memiliki
Selain itu adanya masalah self esteem pada seorang remaja dapat
yang dilakukan Redden pada tahun 2000 menemukan bahwa self esteem
instrinsik dan prestasi akademis yang lebih baik (dalam Patil, dkk., 2009).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mann dkk. menemukan bahwa
rendah di sekolah (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006). Dari
2006).
dan merasa depresi. Selain itu mereka juga mengalami kecemasan, merasa
terasing, tidak dicintai, menarik diri dari situasi sosial, kurang mampu
Menurut Mruk (2006), self esteem berkaitan dengan penilaian diri (self
tetap tinggi. Selain itu self esteem juga dipengaruhi oleh pola asuh
bermasalah.
Hal senada juga disampaikan oleh Duffy dan Atwater (2002) bahwa
self esteem remaja. Remaja dengan self esteem tinggi diasuh oleh orangtua
yang terlalu ketat, permisif dan tidak konsisten. Selanjutnya Dekovic dkk.
(dalam Papalia, 2007) menyatakan anak dari orangtua yang hangat dan
dan tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Selain itu perilaku orangtua
Selanjutnya Boss dkk. (2006) juga menyatakan hal yang senada bahwa
tinggi.
Menurut Mujis dan Reynols (2008) sikap dan perilaku guru juga turut
menjadi rendah. Selain itu remaja yang memperoleh nilai akademik yang
tinggi terkadang tidak memiliki harga diri yang tinggi karena guru
berdasarkan nilai yang diperoleh. Rendahnya self esteem remaja juga dapat
sebaya mempunyai self esteem yang tinggi, memiliki lebih sedikit masalah
emosional dan prestasi sekolah yang lebih baik (Wentzel dalam Ormrod,
2007). Hal senada juga disampaikan oleh Boss dkk. (2006) bahwa
hubungan dengan teman sebaya menjadi pengaruh yang lebih utama bagi
kecil yang terkait dengan pola asuh orangtua, hingga standar pribadi
mengenai diri ideal (ideal self) individu, yang mungkin juga turut
1. Pengertian remaja
seksual dan kogntif serta adanya berbagai tuntutan dari masyarakat dan
masa dewasa yang disertai banyak perubahan baik fisik, kognitif maupun
sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi atas tiga
fase, yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun) dan
remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja
perubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal secara
akhir.
remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun yang
belum matang.
tahun. Batasan usia remaja menurut Monks (2001) adalah antara 12-21
tahun, dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18
remaja akhir.
batas usia remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan
tidak dapat menjelaskan secara pasti mengenai batasan usia remaja karena
masa remaja adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka
masa remaja dapat dibagi dalam dua periode yaitu: pertama, periode masa
puber usia 12-18 tahun, dalam tahap ini anak tidak suka diperlakukan
seperti anak kecil lagi, anak mulai bersikap kritis. mulai cemas dan
plan, suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib. Kedua, periode
remaja adolesen usia 19-21 tahun, dalam tahap ini perhatian anak tertutup
pada hal-hal realistis, mulai menyadari akan realitas, sikapnya mulai jelas
tentang hidup, dan mulai nampak bakat dan minatnya (Putri & Hadi,
2005). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP berada pada
atau wanita.
bukan lagi seorang anak dan namun bukan juga orang dewasa.
masalah pada masa remaja menjadi masalah yang sulit untuk diatasi
dalam bentuk pemilikan barang yang mudah terlihat. Dengan cara ini,
cermin bagi citra diri remaja yang lambat laun remaja akan mengarah
terhadap konsep diri dan sikap remaja. Menerima stereotip ini dan
sulit.
inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Hal ini tampak dari cita-cita
yang diciptakan oleh remaja yang tidak realistik dan memandang diri
perubahan fisik yang sangat pesat dalam masa remaja awal, terutama pada
tinggi dan berat badan. Terjadinya perubahan fisik pada masa ini
membuat diri fisik mereka seperti orang dewasa, menyebabkan orang lain
pada masa remaja yang terlalu cepat atau terlalu lambat akan berpengaruh
Menurut Piaget (dalam Sroufe, dkk. 1996), masa remaja berada pada
lebih baik, dan mampu membuat hipotesis serta analisis. Edkin (dalam
Turner & Helms, 1995) menyatakan pada masa ini muncul egosentrism
terhadap apa yang dipikirkan orang lain terhadap dirinya. Egocentrism ini
terdiri dari imaginary audience (ia merasa orang lain selalu melihat dan
membicarakannya) dan personal fable (ia merasa unik dan orang lain tidak
yaitu, memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman sebaya.
menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan
remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap,
dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin
sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan
remaja, kelompok teman sebaya cenderung terdiri atas satu jenis kelamin
yang sama karena secara fisik mempunyai ciri yang berbeda, dan pada
2004).
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa
tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada
Ellis, seorang psikolog klinis yang ahli dalam psikoanalisis. Pada awalnya
abad yang lalu, REBT telah dikembangkan secara signifikan dan terus
dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Jensen
keyakinan ataupun pikiran yang irasional. Hal tersebut juga sejalan dengan
tingkah laku, dan pikiran. Hal ini juga sejalan dengan yang dinyatakan
oleh Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2004) yaitu REBT berasumsi bahwa
terhadap hal tersebut serta memberi tindakan terhadap hal tersebut. Oleh
Selanjutnya, REBT juga tidak hanya berfokus pada emosi dan pemikiran
klien tetapi juga mendorong klien untuk secara aktif mengaplikasikan apa
yang telah dipelajari dalam sesi terapi ke dalam praktik sehari-hari melalui
maupun behavioral.
3 konsep dasar yaitu yang dikemukakan Ellis yaitu antecedent event (A),
belief (B), dan emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Berikut ini merupakan
a. Antecedent event (A) yaitu seluruh peristiwa luar yang dialami atau
keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
a. Teknik kognitif
lain.
kemampuan diri.
b. Teknik afektif
yaitu:
klien.
Dalam self modeling ini klien diminta untuk tetap setia pada
negatif.
negatif.
c. Teknik behavioristik
behavioristik adalah:
klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan
masalah.
d. Humor
terapi kelompok, terapi keluarga dan terapi analitik. Humor juga dapat
therapy (REBT)
a. Dichotomous thinking
putih' secara ekstrim. Misalnya Bila saya tidak berhasil, maka saya
b. Overgeneralization
satu hal yang pernah terjadi pada dirinya akan terjadi lagi berulang
c. Mind reading
d. Emotional reasoning
merasa tidak ada yang menyukai saya, jadi memang tidak ada yang
menyukai saya.
f. Catastrophizing
berarti. Misalnya Saya akan keluar dari kelompok ini karena tidak ada
g. Personalization
Misalnya, Dia tidak mau berbicara dengan saya karena mungkin saya
sesuatu.
h. Should statements
i. Comparing
perbandingan dibuat untuk kinerja yang lebih tinggi dan pada orang
lain yang lebih tua. Misalnya, Saya belum bisa membaca, kakak saya
juga belum bisa membaca, kakak saya sseharusnya lebih pintar dari
j. Selective abstraction
Guru saya tidak menyayangi saya, dia memberikan saya nilai tugas
baginya.
k. Labeling
saya kalah dari pada, Wah, saya kurang bermain optimal pada
pertandingan itu
(REBT)
menentukan aturan praktis yang mendasar seperti durasi dan frekuensi sesi
terapis membantu klien untuk membuat daftar masalah dan memilih mana
merasa malu karena cemas, merasa bersalah karena marah dan sebagainya.
akan dibahas, maka dengan persetujuan klien, masalah emosional ini harus
masalah utama.
dari terapi serta hal-hal apa saja yang mungkin dapat menghambat
perbincangan kita?
b. Penetapan tujuan
permasalahan klien.
yang ingin klien lakukan dan rasakan, bukan apa yang tidak
umum.
bukan pada proses. Oleh karena itu apabila klien tidak dapat
lain.
irasional
diberikan terapis.
hambatan-hambatan tersebut.
memulai setiap sesi terapi atau di awal setiap sesi terapi. Apabila
tersebut tidak penting dan hal semacam itu harus dihindari. Dalam
yang mengganggunya.
klien).
d) Apa yang Anda katakan pada diri Anda (B) agar dapat
pertahankan?
rasional?
Anda?
tahapan utama dalam REBT yaitu tahap awal, pertengahan dan akhir
terapi REBT. Penting bagi terapis untuk tetap fokus terhadap suatu
rasional yang baru. Selain itu penting juga bagi terapis untuk
terapi (tugas rumah pada jeda antar sesi), maka terapis dapat
gagal.
perasaan tersebut.
pencapaiannya
rasional. Oleh karena itu terapis harus membantu klien agar dapat
kepada dirinya sendiri. Agar dapat menjadi terapis bagi diri sendiri,
signifikan, dengan demikian maka wajar apabila pada tahap ini terapis
(REBGT)
setting REBT kelompok pada anak-anak dan remaja antara lain (Doyle
a. Introduction exercises
mereka dan apa yang mungkin dapat dilakukan oleh anggota kelompok
b. Comprehensive self-inventory
c. Expectations/fears
setiap anggota kelompok. Selain itu hal ini dapat memperjelas aturan
terbaik dan hari terburuk mereka dalam satu bulan terakhir atau lebih,
f. Strongest hour
mereka sendiri telah berhasil dalam mengatasi situasi tersebut. Hal ini
baik juga bagi dilakukan oleh siswa yang sedang mengalami frustasi
masa yang akan datang. Kegiatan ini sangat baik dilakukan dalam
lainnya yang ada di dalam ruangan, dan setiap anggota lainnya harus
rasional.
mereka.
i. Anonymous disputing
terapis. Lalu terapis membaca dengan suara keras dan setiap anggota
j. Shame-attacking
k. Round of applause
l. Positive talk
m. Role-play
n. Reverse role-play
akrab dengan satu sama lain. Dalam kegiatan ini, salah satu anggota
o. Hotseat
untuk belajar menerima umpan balik dari orang lain dan merasakan
Masa remaja dibagi dalam tiga fase yaitu fase remaja awal, remaja tengah
dan remaja akhir. Seseorang dikatakan sebagai remaja awal saat usianya
Pertama (SMP) secara kronologis berusia antara 12 hingga 15 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa SMP tergolong dalam fase remaja awal. Menurut
Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), salah satu tugas perkembangan
yang harus dilalui seorang remaja awal adalah menjalin hubungan baru
dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.
Fenomena yang terjadi adalah tidak selalu seorang remaja mampu menjalin
hubungan yang baik dengan teman sebayanya, tetapi ada yang mengalami
bentuk khusus agresi dikalangan teman sebaya. Bullying telah dikenal sebagai
Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak
menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).
dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti
tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir
penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Oleh sebab itu, siswa
SMP dianggap sebagai korban bullying bila siswa tersebut dihadapkan pada
terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan
Seorang siswa menjadi korban bullying tidak terlepas dari adanya faktor
yang menyebabkan siswa tersebut rentan menjadi korban bullying yaitu pada
dasarnya korban bullying cenderung memiliki self esteem yang rendah, lebih
sensitif, dan pendiam (Craig, Olweus, Rigby & Slee dalam Haynie dkk, 2001).
Hal senada juga disampaikan oleh (Collins & Bell, dalam Moutappa, 2004)
Kejadian bullying yang dialami oleh korban bullying justru akan semakin
berdampak buruk bagi mereka. Mereka yang pada awalnya memiliki self
(Bjorkqvist dkk.; Boulton & Smith; Callaghan & Joseph; Olweus; Rigby &
Slee, dalam Pontzer, 2009). Padahal self esteem penting bagi remaja karena
dapat membantu remaja dalam pencarian identitas diri yang merupakan salah
satu tugas perkembangan yang krusial pada masa remaja (Ericson dalam
Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Melalui self esteem, seorang remaja dapat
Mruk, 2006).
yang dilakukan Redden pada tahun 2000 menemukan bahwa self esteem yang
cenderung tinggi memiliki hubungan yang erat dengan motivasi instrinsik dan
prestasi akademis yang lebih baik (dalam Patil, dkk., 2009). Sedangkan
sekolah (Mann dkk. dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006). Dari
segi hubungan sosial, remaja dengan self esteem rendah biasanya kurang
esteem ini dapat menimbulkan efek yang jauh lebih negatif (Santrock, 2007).
Efek jangka panjang yang akan ditimbulkan antara lain seperti menurunnya
yang buruk (Riauskina dkk., 2005). Korban akan merasakan banyak emosi
negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman dan merasa terancam saat mengalami bullying, dan dalam jangka
panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri
seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri,
meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying merupakan salah
yang sesuai dengan klien dan dapat diterima oleh mereka (Riley, Wallin dan
lebih sering merasakan emosi yang negatif (stress, sedih, marah), memandang
hidup dan berbagai kejadian dalam hidup sebagai hal yang negatif (Rosenberg
dirinya, seperti merasa tidak berguna (Branden, 1994), berpikir bahwa mereka
secara negatif dan merasa tidak mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya
(Elliott, 2002).
keyakinan serta pandangan seseorang yang irasional dan tidak logis menjadi
rasional dan logis (Ellis, 2007) merupakan suatu cara yang tepat untuk
perasaan tidak berharga, tidak mampu dan rasa tidak diterima oleh teman-
temannya dapat diperbaiki dan diganti dengan pikiran yang lebih rasional
sehingga mereka akan merasakan perasaan dan perilaku yang lebih baik.
Dalam penelitian ini REBT akan disajikan dalam kelompok yang dikenal
individu (Ellis & Bernard, 2006), karena anggota kelompok akan menyadari
anggota lain juga mengalami permasalahan yang sama dengan dirinya, dan
inspirasi yang sangat baik bagi anggota lainnya. Selain itu anggota dalam
REGBT juga dapat saling memberi dan menerima saran, pendapat serta
umpan balik dari anggota lainnya, yang tentunya tidak terdapat pada REBT
yang disajikan secara individual (Corey & Corey dalam Ellis & Bernard,
rangkaian berikut:
F. Hipotesis
bullying.