Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH GIZI PRODUKTIVITAS

STUDI KASUS: MOTIVASI IBU BEKERJA DALAM MEMBERIKAN ASI


EKSKLUSIF DI PT. DEWHIRST MENS WEAR INDONESIA

Oleh:
Kelompok 4 Lintas Minat Semester 7

Ganjar Nailil F.H. 101211131052


Dica Ayu Oktavia 101211131030
Latifah Nurul Aini 101211131207
Devin Sandiaji Putri 101211132005
Ella Novita Sari 101211132041
Ashri Nur Istiqomah 101211132093
Iif Fahrija Zakaria 101211133025
Nessia Rachma Dianti 101211133043
Dheka Indira Ayu 101211133065

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Airlangga
Surabaya
2015

1
Judul Artikel: Motivasi Ibu Bekerja dalam Memberikan Asi Eksklusif di PT.
Dewhirst Mens Wear Indonesia
Penulis: Ade Lestari, Mira Trisyani, Restuning Widiasih
Isi Artikel:

ABSTRAK
Menyusui eksklusif merupakan tanggung jawab ibu postpartum. Namun,
kembalinya ibu untuk bekerja merupakan kendala menyusui eksklusif. Motivasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI
eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi ibu
bekerja dalam memberikan ASI eksklusif di PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode purposive
sampling kepada 32 responden pada bulan Mei-Juni 2012. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner motivasi berdasarkan self-determination theory.
Data dianalisa dengan rumus mean. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu
bekerja, dalam memberikan ASI eksklusif termotivasi secara ekstrinsik dengan
integrated regulation sebagai level motivasi yang paling dominan dimana
integrated regulation merupakan motivasi dalam memberikan ASI eksklusif
karena nilai, kepercayaan, dan keyakinan. Selanjutnya secara berturut-turut
diikuti oleh identified dan intrinsic regulation, external regulation, introjected
regulation, dan amotivasi. Untuk meningkatkan motivasi para karyawatinya,
perusahaan dapat mempertimbangkan diadakannya training motivasi, pemberian
reward eksternal, dan fleksibilitas waktu dan beban kerja.
Kata Kunci: ASI Eksklusif, Ibu bekerja, Motivasi.
ABSTACT
Exclusively breastfeed is mothers responsibility after delivery. But,
mothers return to work can be a barrier to continued exclusively breastfeed.
Motivation is one of factor influenced exclusive breastfeeding practice. This study
aims to determine working mothers motivation to exclusively breastfeed at PT.
Dewhirst Mens Wear Indonesia. This research is a descriptive quantitative with
purposive sampling to 32 working mothers at May-June 2012. Motivational
questionnaire with self-determination theory was used. The data was analized by

2
calculated the average of the scores. Results showed that working mothers were
extrinsically motivated to exclusively breastfeed, with integrated regulation being
the most dominant, which integrated regulation is the motivation on exclusive
breastfeeding because of values and beliefs. Then followed by identified and
intrinsic regulation, External regulation, introjected regulation, and amotivation.
To increase female employeess motivation, the efforts that can be done are
motivation training, external reward, and flexible scheduling and load at work.
Keyword : Exclusively breastfeeding, Motivation, Working mothers.

PENDAHULUAN
Salah satu tugas perkembangan ibu postpartum adalah menyusui. Namun,
tidak semua ibu dapat memenuhi tugas tersebut karena berbagai kondisi, salah
satunya karena ibu bekerja (Rejeki, 2008). Padahal, ASI memiliki banyak manfaat
diantaranya dapat mencegah diare dan pneumonia, dua penyebab utama kematian
anak di seluruh dunia (WHO, 2010). Hal ini didukung oleh penelitian Mihrshahi
et al. (2007) yang menyatakan bahwa prevalensi diare dan ISPA secara signifikan
berhubungan dengan kurangnya pemberian ASI eksklusif.
Menurut SDKI 2007, AKB di Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran hidup.
Penyebabnya adalah 42% diare, 24% pneumonia, 9% meningitis/ensefalitis, 7%
kelainan saluran pencernaan, 6% kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus,
4% sepsis, 3% tetanus, dan 5% lain-lain (Riskesdas, 2007).
Penyebab kematian tersebut erat kaitannya dengan status nutrisi. Menurut
WHO kurangnya pemberian ASI eksklusif memberikan kontribusi lebih dari satu
juta kematian anak yang dapat dihindari setiap tahunnya.
Di seluruh dunia, kurang dari 40% bayi <6 bulan menyusu eksklusif (WHO,
2011). Sedangkan di Indonesia menurut Riskesdas 2010, bayi yang menyusu
eksklusif hanya 15,3%. Persentase di perkotaan sebesar 25,2% dan 29,3% di
pedesaan.
Menurut Dirjen Gizi dan KIA (2011) masalah utama masih rendahnya
penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya
pengetahuan, jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI,

3
gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan masyarakat,
termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan (Depkes RI, 2011a).
Kembali bekerja setelah cuti melahirkan merupakan kendala suksesnya PP-
ASI. Chatterji dan Frick (2005) menyatakan bahwa kembali bekerja dalam tiga
bulan pertama setelah melahirkan sangat berhubungan dengan penurunan untuk
memulai menyusui sebesar 16%-18%, dan pengurangan durasi menyusui sekitar
4-5 minggu. Weber, et al. (2011) menyatakan bahwa kembali bekerja adalah
alasan utama berhenti menyusui, dari 60% wanita yang berniat terus menyusui
namun hanya 40% yang melakukannya.
WHO merekomendasikan masa cuti setidaknya 16 minggu (WHO, 2010).
Sedangkan di Indonesia, menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, masa cuti setelah melahirkan hanya 1,5 bulan, jauh lebih
sebentar dibanding dengan rekomendasi WHO. Begitu juga di PT. Dewhirst
Mens Wear Indonesia mengikuti UU tersebut.
Jumlah pekerja perempuan di Indonesia, mencapai sekitar 40,74 juta jiwa,
25 juta jiwa diantaranya berada dalam usia reproduksi. Karena itu, dibutuhkan
perhatian yang memadai agar status ibu bekerja tidak lagi menjadi alasan untuk
menghentikan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2011b).
PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia adalah perusahaan yang memberikan
fasilitas berupa ruang laktasi untuk memerah ASI dan sarana untuk menyimpan
ASI. Dengan jumlah karyawan sebanyak 5.200 orang yang 93% adalah
perempuan dan sebagian besar masih berada dalam usia reproduksi sehingga
memungkinkan terjadi proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui, perusahaan
ini menyadari pentingnya dukungan bagi ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 30 Januari 2012 dengan manajer
HRD PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia, bentuk dukungan bagi ibu hamil yang
diberikan oleh perusahaan ini berupa pemeriksaan kehamilan rutin, suplemen
vitamin, pembentukan tim Pendamping Minum Vitamin (PMV), pemeriksaan
USG, pemeriksaan Hb, imunisasi TT, dan semuanya diberikan secara gratis, serta
penyuluhan tentang antenatal care. Sedangkan bentuk dukungan bagi ibu
menyusui yang diberikan yaitu berupa dua buah ruangan laktasi untuk memerah
ASI selama ibu bekerja dan lemari es, serta penyuluhan tentang menyusui. Oleh

4
karena dukungan tersebut, perusahaan ini mendapatkan predikat meskipun
dukungan yang diberikan sudah sangat besar, namun masih banyak karyawati
yang tidak memanfaatkannya secara optimal,hal ini dikemukakan oleh
manajer HRD PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia pada saat wawancara yang
menyatakan jumlah kunjungan ke ruang laktasi hanya 610 orang per harinya
pada bulan Maret 2012, sedangkan jumlah karyawati yang memiliki bayi usia
06 bulan berjumlah sekitar 200 orang.
Meskipun ada dukungan pemerintah dan perusahaan bagi ibu menyusui,
namun belum tentu dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dipengaruhi motivasi,
dimana motivasi sangat berpengaruh dalam memberikan ASI eksklusif. Dari studi
pendahuluan kepada 16 karyawati menyusui hanya 5 orang yang memberikan
ASI eksklusif, sisanya 11 orang memberikan ASI saja kurang dari 6 bulan,
bahkan satu orang tidak memberikan ASI eksklusif sama sekali melainkan
kombinasi ASI dengan susu formula. Mereka yang tidak memberikan ASI
eksklusif beralasan karena bekerja dan satu orang menyatakan bahwa ASI yang
keluar sedikit. Dari 16 orang tersebut 8 orang pernah memanfaatkan fasilitas
laktasi, sedangkan 8 orang lainnya tidak pernah dengan alasan tidak ada waktu,
banyak kerjaan, jarak rumah jauh dengan tempat kerja, dan ASInya sedikit.
Selain itu, peneliti juga melakukan studi pendahuluan kepada 7 orang
karyawati yang memiliki anak kurang dari dua tahun. Dari 7 orang tersebut, 3
orang pernah mengikuti penyuluhan tentang menyusui. Dari 7 orang tersebut
semuanya mengetahui manfaat ASI dan dapat menyebutkan dua sampai lima
manfaat ASI juga semuanya berpendapat bahwa ASI itu penting. Selain itu
ketujuh orang tersebut juga berpendapat bahwa ibu yang sedang bekerja masih
dapat memberikan ASI kepada bayinya.
Hasil yang didapatkan dari studi pendahuluan, dengan segala dukungan
yang diberikan oleh perusahaan, maka sungguh ironis karena ternyata masih
cukup banyak karyawati yang tidak memberikan ASI Eksklusif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi ibu bekerja dalam memberikan
ASI eksklusif di PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia.

5
METODE PENELITI AN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan
variabel tunggal yaitu motivasi ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif.
Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawati PT. Dewhirst
Mens Wear Indonesia yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang berjumlah sekitar
200 orang. Sampel yang didapat sebanyak 32 orang dengan purposive sampling,
dimana sampel dibatasi dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah : Karyawati PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia yang
memiliki anak berumur 0-6 bulan, lama kerja 18 bulan atau lebih, tidak sedang
dalam masa cuti melahirkan. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah: ibu yang berhenti bekerja selama waktu penelitian, tidak bersedia menjadi
responden. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner yang
mengacu pada self-determination theory. Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari
dua bagian. Bagian pertama berisi 15 pertanyaan tentang karakteristik responden.
Bagian kedua berisi pernyataan tentang motivasi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif sebanyak 30 pernyataan, meliputi amotivasi (tidak adanya motivasi),
external regulation (motivasi karena imbalan, tekanan, dan hukuman), introjected
regulation (motivasi karena harga diri dan menghindari rasa malu), identified
regulation (motivasi karena sesuatu yang dianggap penting), integrated regulation
(motivasi karena sesuatu yang dianggap nilai dan keyakinan) dan motivasi
intrinsik (motivasi karena kepuasan dalam diri). Kuesioner tersebut diberikan
kepada responden baik secara langsung oleh peneliti maupun secara tidak
langsung kolektor data. Sebelumnya peneliti melakukan penyamaan persepsi
dengan kolektor data. Responden diminta untuk datang ke klinik perusahaan
sesaat setelah jam kerja. Kemudian responden diberi inform consent, setelah
besedia menjadi responden kemudian diberikan penjelasan tentang cara mengisi
kuesioner. Selama pengisian kuesioner, responden diberi waktu untuk menjawab
pertanyaan hingga selesai, setelah itu kuesioner yang telah diisi dikumpulkan
kembali. Selanjutnya data dianalisa dengan rumus mean.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi hasil penelitian ditampilkan dalam tabel berikut:

6
Tabel 1 Karakterstik Ibu bekerja di PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa hampir seluruh responden berada pada


rentang usia 20-35 tahun, bersuku Sunda, beragama Islam, dan berpendidikan
SMA. Lama kerja responden sebagian besar lebih dari 4 tahun. Anak terakhir
responden sebagian besar berusia 2-4 bulan. Responden yang masih memberikan
ASI saja 53.13%. Sebagian besar responden memiliki pengalaman menyusui
sebelumnya dan hampir seluruh responden pernah mengikuti penyuluhan serta
sebagian besar pernah memanfaatkan ruang laktasi di tempat kerja sebanyak 75%.

Tabel 2 Rata-rata Skor Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI


Eksklusif di PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu bekerja, dalam memberikan


ASI eksklusif termotivasi secara ekstrinsik dengan integrated regulation sebagai
level motivasi yang paling dominan dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.25 dan

7
diikuti oleh identified dan intrinsic regulation, external regulation, introjected
regulation, dan amotivasi yang memiliki nilai rata-rata terendah yaitu 1.84.
Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh responden berada pada rentang
usia 20-35 tahun. Rentang usia ini termasuk pada dewasa muda, dimana pada
periode ini pertumbuhan fungsi tubuh berada pada tingkat yang optimal (Long,
1996). Dengan fungsi tubuh optimal, ibu bekerja dapat memberikan ASI eksklusif
kepada bayi mereka dengan sedikit kendala fungsi tubuh. Menurut Arini (2012)
pada umur 35 tahun lebih, ibu melahirkan termasuk berisiko karena erat kaitannya
dengan anemia gizi yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Dibanding ibu yang
usianya lebih muda, ibu yang berusia lebih dari 35 tahun akan lebih banyak
menemukan kendala seperti produksi ASI kurang dan mudah lelah. Akibatnya
motivasi akan berkurang.
Menurut Pechlivani, et al. (2005) terdapat hubungan yang signifikan antara
usia maternal dengan menyusui eksklusif, usia muda (25-34 tahun) menunjukkan
angka yang lebih tinggi untuk menyusui eksklusif dibanding dengan usia yang
lebih tua (35 tahun).
Dari hasil penelitian, sebagian besar responden berpendidikan SMA. Ibu
yang berpendidikan tinggi akan lebih mungkin untuk memberikan ASI eksklusif,
terlebih sebagian besar responden pernah mendapatkan penyuluhan tentang ASI
yang diadakan di tempat kerja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ogunlesi
(2009) yang menyatakan bahwa terdapat proporsi yang lebih tinggi pada ibu yang
berpendidikan minimal sekolah menengah menyusui eksklusif dibanding ibu yang
berpendidikan lebih rendah.
Selain pengetahuan, sosial budaya juga berpengaruh dalam memberikan
ASI eksklusif. Menurut Basri (2009), sosial budaya dan pengetahuan berpengaruh
terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, hampir seluruh responden berasal dari suku
Sunda dan beragama Islam, dimana kedua karakteristik tersebut berpengaruh
terhadap sosial budaya. Secara umum, suku Sunda tidak memiliki budaya yang
melarang pemberian ASI eksklusif. Selain itu, secara agama pun, agama Islam
menganjurkan pemberian ASI eksklusif karena memiliki banyak manfaat.

8
Sebagian besar responden memiliki pengalaman menyusui sebelumnya,
dimana pengalaman ini akan memperbesar kemungkinan ibu untuk memberikan
ASI eksklusif. Ibu yang memiliki pengalaman akan lebih mampu menghadapi
kendala yang dirasakan karena sebelumnya sudah pernah menemui kendala yang
sama. Menurut Pechlivani, et al. (2005) ibu multipara menunjukkan angka yang
lebih tinggi dalam memberikan ASI eksklusif dibanding ibu primipara.
Dari hasil penelitian, sebagian besar responden sudah bekerja lebih dari 4
tahun. Dengan lamanya masa kerja maka kemampuan ibu dalam beradaptasi
dengan lingkungan kerja akan lebih besar. Hal ini terbukti dari jumlah ibu yang
memanfaatkan ruang laktasi lebih banyak. Selain itu, jumlah ibu yang sampai saat
penelitian ini dilakukan masih memberikan ASI eksklusif lebih banyak dibanding
ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum didapatkan data bahwa ibu
bekerja berada pada rentang motivasi yang dipengaruhi secara ekstrinsik dalam
memberikan ASI eksklusif dengan integrated regulation yang merupakan level
motivasi yang paling dominan dimana integrated regulation merupakan regulasi
yang paling terinternalisasi dari motivasi ekstrinsik. Integrated regulation adalah
motivasi ibu bekerja dalam memberikan ASI eksklusif karena sesuatu yang
dianggap nilai, kepercayaan dalam dirinya. Dalam hal ini berarti ibu bekerja
meyakini bahwa memberikan ASI eksklusif merupakan nilai yang ada pada diri
mereka.
Menurut Basri (2009) nilai/norma berpengaruh dalam memberikan ASI
eksklusif. Apabila nilai yang dianut suatu keluarga dan masyarakat mendukung
untuk memberikan ASI eksklusif, maka kemungkinan besar perilaku tersebut akan
dapat dilaksanakan dengan baik. Keyakinan seseorang juga berpengaruh terhadap
motivasi pemberian ASI eksklusif. Seorang ibu yang yakin akan manfaat ASI
eksklusif akan termotivasi memberikan ASI eksklusif.
Motivasi yang paling dominan selanjutnya adalah identified regulation dan
motivasi intrinsik. Identified regulation yaitu motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif karena sesuatu yang dianggap penting bagi dirinya.
Hal ini berarti ibu bekerja menganggap bahwa memberikan ASI eksklusif adalah
hal yang penting bagi mereka. Seorang ibu bekerja yang termotivasi secara

9
identified regulation secara sadar menilai dan memutuskan bahwa memberikan
ASI eksklusif merupakan suatu perilaku yang penting bagi dirinya.
Sedangkan motivasi intrinsik merupakan motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif karena kepuasan atau kesenangan. Menurut Deci dan
Ryan motivasi intrinsik dipandang sebagai bawaan individu dan mucul karena
adanya tiga kebutuhan dasar psikologis. Kebutuhan dasar psikologis tersebut
yaitu: otonomi diri (self-autonomy), kompetensi, dan keterikatan.
Self-autonomy dapat didefinisikan sebagai sejauh mana ibu bekerja
menganggap pemberian ASI eksklusif sebagai aktivitas yang diprakarsai oleh diri
sendiri tanpa dikendalikan oleh orang lain. Persepsi terhadap self-autonomy ini
akan meningkatkan motivasi sehingga dapat mempertahankan aktivitas tersebut
dalam jangka waktu lama.
Kebutuhan kompetensi melibatkan kemampuan untuk melihat diri sendiri
sebagai seseorang yang sepenuhnya mampu mendapatkan hasil yang diinginkan.
Seseorang ibu bekerja yang menganggap dirinya lebih kompeten akan memiliki
motivasi intrinsik yang lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif. Selain itu,
umpan balik positif akan meningkatkan kompetensi yang dirasakan. Oleh karena
itu, ibu bekerja harus diberi reinforcement positif oleh orang-orang disekitarnya
sehingga motivasi intrinsik akan meningkat.
Keterikatan berarti perasaan untuk terhubung secara emosional dengan
dunia sosial dan melihat diri sendiri sebagai seseorang yang layak untuk dicintai
dan dihormati. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk memiliki pertalian
dengan orang lain, merasakan perasaan terhubung dan kebersamaan dengan orang
lain.
Integrated, identified, dan intriksic regulation merupakan motivasi otonom
yaitu motivasi yang ditentukan oleh diri sendiri. Dengan motivasi otonom yang
tinggi, ibu akan mampu menghadapi kendala dalam memberikan ASI eksklusif.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa external regulation, introjected
regulation, dan amotivasi merupakan tiga level motivasi yang memiliki skor rata-
rata paling rendah. External regulation merupakan motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif karena adanya imbalan, hukuman, atau tekanan dari
luar dirinya. Dalam hal ini berarti imbalan (kesehatan anak, dan gratisnya ASI)

10
dan tekanan dari luar (keharusan mengikuti penyuluhan, saran petugas kesehatan)
belum cukup memotivasi ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif.
Introjected Regulation adalah motivasi ibu bekerja dalam memberikan ASI
eksklusif karena harga diri, menghindari rasa malu, atau rasa bersalah. Dalam hal
ini berarti ibu bekerja tidak menganggap pemberian ASI eksklusif sebagai harga
diri mereka. Motivasi ini merupakan tahap awal dari proses internalisasi di mana
individu mengambil nilai-nilai dari lingkungannya dan membawanya masuk ke
dalam diri. Individu mulai menginternalisasikan alasan dari perilaku mereka
namun tidak benar-benar menerimanya sebagai kemauan sendiri. Individu yang
mengalami introjected regulation menampilkan perilaku dengan perasaan tertekan
untuk menghindari perasaan bersalah atau cemas atau untuk memperoleh
kebanggaan. Perilaku individu diperkuat melalui tekanan internal diri seperti rasa
bersalah dan rasa cemas. Seorang ibu bekerja yang termotivasi secara introjected
regulation untuk memberikan ASI eksklusif akan merasa bersalah apabila tidak
melakukannya.
Amotivasi dalam penelitian ini yaitu tidak adanya motivasi ibu bekerja
untuk memberikan ASI eksklusif. Amotivasi mewakili kurangnya niat untuk
terlibat dalam suatu perilaku, dalam hal ini perilaku pemberian ASI eksklusif. Ibu
yang amotivasi selalu disertai dengan perasaan ketidakmampuan dan kurangnya
merasakan hubungan antara perilaku yang dilakukan dengan hasil yang
diharapkan. Seorang ibu yang amotivasi seringkali memerlukan konseling karena
mereka sangat rentan untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa amotivasi merupakan level motivasi yang paling tidak dominan
pada responden. Artinya ibu bekerja masih memiliki motivasi dalam memberikan
ASI eksklusif.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada ibu bekerja di PT. Dewhirst
Mens Wear Indonesia, dapat disimpulkan bahwa motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif berada pada rentang motivasi yang dipengaruhi secara
ekstrinsik dengan integrated regulation sebagai level motivasi yang paling

11
dominan, dimana integrated regulation merupakan motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif karena nilai, kepercayaan, dan keyakinan.

SARAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi yang dapat dijadikan
bahan rekomendasi dan evaluasi terhadap program yang telah dilaksanakan oleh
PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia. Sehingga dapat dipertimbangkan untuk
diadakannya training motivasi bagi para karyawati dalam memberikan ASI
eksklusif dengan cara meyakinkan ibu bekerja akan manfaat pemberian ASI
eksklusif, diadakannya pemberian reward sebagai motivator bagi ibu bekerja yang
berhasil dalam memberikan ASI eksklusif, diadakannya evaluasi terhadap
pengetahuan ibu bekerja yang telah diberikan penyuluhan sehingga dapat
diketahui efektivitas penyuluhan yang telah dilakukan, fleksibilitas beban dan
waktu kerja bagi ibu yang sedang menyusui.

Analisis Masalah
1. Kesesuaian dengan Undang-Undang
a. Dari studi kasus tersebut, diketahui bahwa PT. Dewhirst Mans Wear
Indonesia merupakan perusahaan yang memberikan fasilitas ruang laktasi
untuk memerah dan sarana menyimpan ASI bagi pekerja wanitanya dimana
jumlah karyawan sebanyak 5200 orang dan 93%nya adalah wanita dalam
usia produktif.
Sehingga dari kondisi demikian, perusahaan tersebut telah mematuhi
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 49,
Ayat 2 yang berbunyi, Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan
khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal
yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan
dengan fungsi reproduksi wanita. Penjelasan dari pasal tersebut adalah
Perlindungan khusus terhadap kesehatan reproduksi merujuk pada
layanan kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi wanita, seperti
menstruasi, kehamilan, kelahiran anak dan memberikan kesempatan untuk
menyusui anak-anak mereka. Dan undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun

12
2009 ayat 3 yang berbunyi, Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana
umum. Serta Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif dari pasal 30 sampai pasal 35.
b. Dalam studi kasus menyebutkan bahwa berdasarkan hasil wawancara pada
tanggal 30 januari 2012 dengan manajer HRD PT. Dewhirst Mans Wear
Indonesia, bentuk dukungan dari ibu hamil yang diberikan oleh perusahaan
tersebut berupa pemeriksaan kehamilan rutin, suplemen vitamin,
pembentukan tim Pendamping Minum Vitamin (PMV), pemeriksaan USG,
pemeriksaan Hb, imunisasi TT, dan semuanya diberikan secara gratis, serta
penyuluhan tentang antenatal care. Oleh karena dukungan tersebut
perusahaan ini mendapat predikat sebagai perusahaan sayang bayi dari
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia.
Sehingga dari kondisi demikian, perusahaan tersebut telah memenuhi aturan
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 No. 450/MENKES/SK/VI/2004
tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Indonesia pada poin:
1) Yang berisi, Setiap fasilitas yang memberikan layanan dan perawatan
untuk ibu melahirkan harus memiliki kebijakan pemberian ASI tertulis
yang dikomunikasikan kepada seluruh staff layanan kesehatan yang ada
secara rutin.
2) Menyelenggarakan pelatihan untuk seluruh staff layanan kesehatan
menyangkut ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan
kebijakan ini.
Serta poin j yaitu, Dorong pembentukan kelompok-kelompok pendukung
pemberian ASI dan rujuk kaum ibu ke kelompok-kelompok semacam ini
menjelang saat-saat mereka meninggalkan rumah sakit atau klinik.
c. Dalam studi kasus menyebutkan bahwa meskipun dukungan yang diberikan
sudah sangat besar, namun masih banyak karyawati yang tidak
memanfaatkannya secara optimal. Hal iini dikemukakan oleh manajer HRD
PT. Dewhirst Mans Wear Indonesia pada saat wawancara menyatakan
jumlah kunjungan ke ruang laktasi hanya 6-10 orang per harinya pada bulan
Maret 2012, sedangkan jumlah karyawati yang memiliki bayi usia 0-6 bulan

13
berjumlah sekitar 200 orang. Hal ini dipengaruhi oleh motivasi karyawati
dalam memberikan ASI eksklusif.
Sehingga dengan adanya masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi terkait pentingnya ASI di perusahaan tersebut masih kurang dan
masih belum secara optimal mematuhi peraturan Keputusan Menteri
Kesehatan Tahun 2004 No. 450/MENKES/SK/VI/2004 tentang Pemberian
ASI Eksklusif pada Bayi di Indonesia pada poin c yang berisi,
Menginformasikan pada seluruh wanita hamil tentang manfaat dan
manajemen pemberian ASI, mulai dari periode kehamilan, hingga kelahiran
bayi dan hingga usia 2 tahun, termasuk cara untuk menanggulangi
kesulitan dalam pemberian ASI.
d. Dari studi pendahuluan kepada 16 karyawati menyusui hanya 5 orang yang
memberikan ASI ekslusif, sisanya 11 orang hanya memberikan ASI saja
kurang dari 6 bulan, bahkan 1 orang tidak memberikan ASI ekslusif sama
sekali melainkan kombinasi ASI dengan susu formula.
ari penyataan tersebut diketahui bahwa karyawati perusahaan tersebutlah
yang tidak mematuhi aturan yang diberikan oleh pemerintah yaitu Peraturan
Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Pasal 2 yang berisi tentang pengaturan pemberian ASI Eksklusif yang
bertujuan untuk:
1) Menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
2) Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya; dan
3) meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah
daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
e. Dalam studi kasus menyebutkan bahwa PT. Dewhirst Mens Wear
Indonesia adalah perusahaan yang memberikan fasilitas berupa ruang laktasi
untuk memerah ASI dan sarana untuk menyimpan ASI. Dengan jumlah
karyawan sebanyak 5.200 orang yang 93% adalah perempuan dan sebagian
besar masih berada dalam usia reproduksi sehingga memungkinkan terjadi

14
proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui, perusahaan ini menyadari
pentingnya dukungan bagi ibu hamil dan menyusui.
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan sudah
menyediakan tempat bagi karyawan yang masih menyusui anaknya. Hal
tersebut telah memenuhi aturan pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu Pekerja wanita yang masih menyusui
berhak atas kesempatan untuk menyusui anaknya jika hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja.

2. Manfaat
a. Bagi Perusahaan
Manfaat bagi perusahaan diadakannya training motivasi bagi para karyawati
dalam memberikan ASI eksklusif di tempat kerja adalah :
1) Ikut serta dalam mendukung tercapainya Program pemberian ASI
Eksklusif di Indonesia.
2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan ruangan
laktasi yang telah disediakan perusahaan.
3) Meningkatkan cakupan pengguna ruang laktasi dalam kaitannya para
karyawati perusahaan yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan.
4) Meningkatkan konsentrasi dan produktifitas kerja para karyawati
perusahaan yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan.
5) Mempertahankan dan meningkatkan predikat perusahaan yang diberikan
oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia.
b. Bagi Pekerja
1) Ruang laktasi
Di dalam ruang laktasi, terdapap fasilitas untuk memerah ASI serta
dilengkapi dengan sarana untuk menyimpan ASI. Dengan jumlah
karyawan sebanyak 5.200 orang yang 93% adalah perempuan dan
sebagian besar masih berada dalam usia reproduksi sehingga ruangan ini
sangat bermanfaat bagi pekerja apabila terjadi proses kehamilan,
melahirkan, dan menyusui. Program yang ada untuk mendukung
keberlangsungan fungsi dari ruang laktasi iaalah adanya pemeriksaan

15
kehamilan rutin yang sangat bermanfaat untuk para pekerja yang sedang
hamil sehingga para pekerja tidak perlu jauh-jauh pergi ke puskesmas
atau rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Pekerja masih
tetap bisa bekerja tanpa harus meninggalkan pekerjaan. Program
selanjutnya ialah pemberian suplemen vitamin pada ibu hamil, ini
merupakan bentuk dukungan yang sangat bermanfaat apabila ada pekerja
yang anemia atau mengalami gangguan akibat kekurangan zat gizi
tertentu. Pemberian suplemen vitamin pada pekerja wanita yang sedang
hamil memperkecil kemungkinan pekerja wanita akan melahirkan bayi
BBLR atau bayi yang kekurangan vitamin zat tertentu sehingga
memungkinkan angka absensi pada pekerja tersebut tinggi karena alasan
untuk merawat anaknya yang sering sakit-sakitan kedepannya. Dengan
adanya dukungan pemberian suplemen vitamin, besar kemungkinan
pekerja tersebut menghasilkan anak yang tumbuh normal sehingga ibu
tetap bisa bekerja tanpa alasan tidak masuk karena merawat anaknya
yang sering sakit-sakitan dan hal ini akan berimbas pada produktivitas
yang dihasilkan pekerja tersebut. Selain program pemberian vitamin, PT
Dewhirst juga membentuk tim pendampingminum vitamin untuk
memonitor pekerja-pekerja yang harus minum suplemen vitamin.
Terdapat pemeriksaan USG juga di ruang laktasi perusahaan ini yang
sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi posisi janin serta pertumbuhan
dan perkembangan struktur janin (Budiarti, 2005) . Dengan adanya
pemenriksaan USG ini pekerja, sehingga ketika pekerja melakukan
pemeriksaan USG secara rutin dan apabila ada janin yang tidak normal,
hal ini mampu diidentifkasi dan dapat ditindaklanjuti secara dini sebelum
terlambat. Pemeriksaan USG juga dapat memperkecil kemungkinan
fatalnya pendarahan yang dapat diakibatkan oleh kehamilan terutama
pada kehamilan trimester I yang mampu berimbas pada absennya pekerja
serta berkurangnya produktivitas pekerja. Selain pemeriksaan USG,
program pemeriksaan Hb juga ditawarkan di ruang laktasi PT. Dewhirst
untuk mengidentifikasi apakah terdapat kemungkinan pekerja mengalami
anemia atau tidak. Pekerja yang anemia akan berkurang produktivitas

16
karena adanya gejala yang sering dikenal dengan 5L yaitu lemah, lemas,
lunglai, letih dan lesu. Hal ini mampu mempengaruhi kondisi janin dan
pkerjaan yang dikerjakan akan tidak seoptimal pekerja dengan hb yang
normal. Apabila teridentifikasi pekerja tersebut anemia, maka dapat
ditindaklanjuti sehinga mampu mengembalikan status hb nya ke tingkat
yang normal. Program lainnya yaitu imunisasi TT untuk mencegah
tetanus yang ditularkan melalui ibu ke bayi. Hal ini memperkecil risiko
bayi dan ibunya terkena tetanus. Ibu yang terkena tetanus akan memiliki
tingkat absensi tidak yang tinggi dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kematian apabila tidak ditindaklanjuti. Imunisasi TT di
ruang laktasi sangat bermanfaat bagi pekerja yang sedang hamil sehingga
tidak perlu meninggalkan pekerjaan untuk pergi ke pelayanan kesehatan
melakukan imunisasi TT.
2) Penyuluhan tentang menyusui dan antenatal care
Penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif dan antenatal care dapat
menambah wawasan pekerja yang sedang hamil maupun pekerja yang
merencanakan untuk hamil.Pekerja wanita biasanya jarang sekali memiliki
waktu untuk datang ke penyuluhan tentang menyusui dan antenatal care
karena keseharian yang disibukkan dengan pekerjaan serta target lain yang
dianggap sebagai prioritas. Pekerja mampu menambah wawasan terkait
ASI Ekslusif dan antenatal care dan hal ini mampu mendorong motivasi
pekerja untuk memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Pemberian ASI
eksklusif mampu memberikan manfaat banyak pada pekerja terutama pada
sisi kesehatan yang mampu memperkecil tigkat absen pada pekerja karena
pekerja tidak harus absen masuk kerja dengan alasan merawat anak yang
sakit-sakitan serta pemberian ASI ekslusif dibuktikan dapat menurunkan
risiko kanker payudara yang mampu mempengaruhi pekerjaan para
pekerja wanita.

3. Pendapat Mahasiswa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sebagian besar ibu pekerja PT. Dhewhirst Mens Wear telah memanfaatkan

17
ruang laktasi dengan cukup baik. Beberapa faktor penyebab pemanfaatan
fasilitas ruang laktasi bagi para pekerja antara lain usia ibu, sosial budaya,
tingkat pendidikan, serta lama kerja pada perusaan tersebut.
a. Usia ibu pekerja
Umur ibu sangat menentukan kesehatan maternal karena berkaitan
dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas, serta cara mengasuh juga
menyusui bayinya. Kematangan usia ibu tidak hanya berhubungan dengan
besar ASI yang diproduksi namun juga mempangaruhi kematangan dan
kesiapan Ibu serta tanggung jawab untuk memberikan ASI.
Pada ibu usia relatif muda (< 20 tahun)perkembangan fisik, psikologis,
maupun sosial belum siap sehingga dapat mengganggu keseimbangan
psikologis dan dapat mempengaruhi dalam produksi ASI. Sedangkan pada
usia 20-35 tahun (rentang usia mayoritas responden), ibu memiliki
kematangan psikologis dan hormonal sehingga tanggung jawab untuk
memberikan ASI ekslusif cukup kuat.
b. Sosial budaya
Kehidupan sosial dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan manusia. Intensitas interaksi ibu dengan nilai
dan norma yang ada di lingkungannya dapat membentuk pemahaman, sikap
dan kebiasaan tersendiri. Kebudayaan berperan penting terhadap perilaku
kesehatan individu. Kebudayaan dapan menopang atau memperburuk
perilaku kesehatan individu termasuk perilaku ibu memberikan ASI
ekslusif. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sebagian besar
suku ibu pekerja adalah Sunda dimana mendukung perilaku pemberian ASI
oleh ibu.
c. Tingkat pendidikan
Ibu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya juga mempunyai
pengetahuan tentang gizi yang lebih baik mempunyai perhatian lebih besar
terhadap kebutuhan gizi anak. Demikian juga halnya dalam pemahaman
akan manfaat ASI untuk anak, dapat dikatakan bahwa ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan lebih, mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi pula.

18
d. Lama kerja
Berdasarkan hasil penilitan, terlihat bahwa ibu yang memanfaatkan
ruang laktasi adalah para ibu yang telah bekarja sekitar 4 tahun atau lebih.
Lama masa seseorang bekerja dapat menunjukkan kemampuan mengenal
dan beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Hal ini dapat memberikan
motivasi tersendiri bagi ibu untuk memanfaatkan ruang laktasi yang telah
disediakan.
Namun demikian, masih terdapat beberapa ibu yang tidak memanfaatkan
ruang laktasi dengan baik dengan berbagai alasan. Salah satu penyebabnya
dalah motivasi internal ibu terkait kepercayaan dan keyakinan terhadap
manfaat memberikan ASI. Sikap ibu merupakan variabel yang paling dominan
dalam pemberian ASI eksklusif pada ibu pekerja. Dalam hal ini, ibu belum
menganggap bahwa memberikan Asi merupakan suatu bagian dari nilai yang
ada pada dirinya.
4. Rekomendasi
Rekomendasi untuk perusahaan antara lain:
a. Memberikan fleksibilitas waktu kepada para pekerja perempuan untuk
memerah ASI
b. Menyediakan fasilitas ruang laktasi yang layak atau memadai dalam hal:
1) Kenyamanan ibu dalam menyusui dengan adanya sekat pemisah dan
setiap sekat disediakan sofa.
2) Rak yang berisi botol susu kosong dan bersih beserta alat sterilisasi
botol
3) Kebersihan (higienis) baik alat pompa (breast pumping) maupun
lemari pendingin khusus untuk penyimpanan ASI
4) Alat pengatur suhu ruangan
5) Wastafel atau tempat cuci tangan yang memadai beserta sabun cuci
tangan
6) Ruang laktasi letaknya mudah dijangkau, tidak terlalu bising, memiliki
pencahayaan cukup dan ventilasi yang baik.
7) Terdapat sign/papan peringatan bahwa laki-laki dilarang masuk.

19
c. Pengadaan training motivasi bagi para pekerja wanita dalam memberikan
ASI eksklusif dan meyakinkan akan manfaatnya.
d. Pemasangan poster promosi kesehatan terkait pentingnya ASI eksklusif di
sekitar ruang laktasi

5. Kesimpulan
PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia adalah perusahaan yang memberikan
fasilitas berupa ruang laktasi untuk memerah ASI dan sarana untuk menyimpan
ASI.dengan kata lain, PT. Dewhirst Mens Wear Indonesia mendukung
program pemerintah untuk menerapkan ASI eksklusif. Hal tersebut telah
memenuhi bebrapa aturan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia
3. Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 No. 450/MENKES/SK/VI/2004
tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Indonesia
4. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif

20

Anda mungkin juga menyukai