Anda di halaman 1dari 19

Nama Peserta: dr.

Dhian Mega Kartika

Nama Wahana: RSUD Waled Kabupaten Cirebon


Topik: Kegawatdaruratan
Tanggal (kasus): 06 Desember 2015
(Hipoglikemia)

Nama Pasien: Ny.S No. RM: 786862


Tanggal Presentasi: Nama Pendamping:
Desember 2015 dr. Abdul Aziz
Tempat Presentasi: RSUD Waled Kabupaten Cirebon
Objektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Perempuan, 52 tahun, diantar keluarga dengan keluhan penurunan


kesadaran

Tujuan: Mengetahui penegakan diagnosis yang tepat


Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan pada kasus
hipoglikemia

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Pos
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email

Data pasien: Nama: Ny.S Nomor Registrasi: 786862

Nama klinik: IGD Umum RSUD Waled


Terdaftar sejak: 06 Desember 2015
Telp:
Data utama untuk bahan diskusi:

1
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Pasien Ny.S, 52 tahun, datang diantar keluarga dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 2 jam SMRS. Menurut keluarga, pasien tidak sadar ketika dibangunkan dan terdengar
mengorok. Sekitar 3 hari SMRS pasien mengeluh seluruh badannya terasa lemas. Pagi hari
sebelum masuk RS pasien mengeluh semakin lemas, sempoyongan, berdebar-debar dan
berkeringat dingin. Pada 5 hari yang lalu pasien didiagnosis oleh dokter dengan diabetes
mellitus dan hasil GDS 310 mg/dl. Sejak saat itu pasien mengkonsumsi obat hipoglikemik
oral (glibenclamide dan metformin), serta membatasi makanan yang dimakan, hanya makan
singkong saja pada siang hari. Terakhir minum obat tadi pagi.
Pasien tidak mengeluh nyeri kepala sebelumnya, muntah (-), badan lemas sebelah (-),
kejang (-).

Riwayat Pengobatan:
Pasien meminum obat hipoglikemik oral glibenclamide 5 mg (2 kali sehari) dan
metformin 500 mg (3 kali sehari).

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Diabetes mellitus (+) diketahui sekitar 5 hari sebelum MRS
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Penyakit jantung (-)
- Infeksi paru (-)
- Stroke (-)

Riwayat Keluarga:
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi,
maupun asma, stroke, maupun infeksi paru.
Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai pedagang
Pasien tidak mengontrol pola makan
Tidak pernah berolah raga
Merokok dan meminum alkohol disangkal

2
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : coma, GCS E2 M1 V1 = 4
Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/menit
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6 C
SpO2 : 95%
Gizi : Kesan obese
Kepala
Bentuk : Bulat, simetris
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Kelopak mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, kornea jernih, lensa jernih, refleks
cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm
Telinga : Daun telinga bentuk normal, simetris, serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi tidak ada, pernafasan
cuping hidung (-), sekret (+)
Mulut : Bibir tak kering, sianosis (-).
Leher
Bentuk : Simetris
Trakhea : Di tengah
KGB : Tidak membesar
JVP : 4-2 cm H2O
Kaku Kuduk : negatif
Toraks
Bentuk : Simetris
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra

3
Batas kiri sela iga V garis axilaris anterior kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru
Anterior Posterior
Bentuk dan pergerakan Bentuk dan pergerakan
Inspeksi hemithoraks kiri=kanan hemithoraks kiri=kanan
Retraksi (-) Retraksi (-)
Fremitus taktil hemithoraks Fremitus taktil
Palpasi
kiri=kanan hemithoraks kiri=kanan
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Auskultasi Ronkhi -/- Ronkhi -/-
wheezing -/- wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : Datar dan simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor baik, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas :
Atas : Akral dingin, sianosis (-/-), CRT < 2 detik, oedem (-/-), kekuatan otot sulit dinilai
Bawah : Akral dingin, sianosis (-/-), CRT < 2 detik, oedem (-/-), kekuatan otot sulit dinilai

Parese nervus cranialis : sulit dinilai


Sensoris : sulit dinilai
Refleks fisiologis normal
Refleks patologis babinsky (-)

4
Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Tgl 06 Desember
2015
Darah Rutin
Hemoglobin 12,5 g/dl 10,8 12,8
Hematokrit 37,6 % 33 41
Leukosit 8,5 Ribu/ul 5.5 17,0
Trombosit 225 Ribu/ul 150 450
Eritrosit 4,2 Juta/ul 4,10 5,30
Indeks Eritrosit
Mcv 81 /m 80,0 96,0
Mch 29 Pg 28,0 33,0
Mchc 34 g/dl 33,0 36,0
Rdw 13 % 11,6 14,6
Kimia Klinik
GDS 26 Mg/dl >110

Daftar Pustaka:
1. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal.
1728-34.
2. Elizabeth J. Corwin. Buku saku Patofisiologi. Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009. hal. 492-504.
3. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM. 2004.Hal 18-20.
4. Rubenstein, David. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi keenam. Erlangga :
Jakarta. Hal 184-7
5. Silbernagl, Stefan. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC : Jakarta. Hal 258
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis hipoglikemia et causa obat antidiabetik oral

5
2. Perlunya ketepatan dalam mendiagnosis kasus hipoglikemia secara cepat dan
tepat
3. Perlunya melakukan pemeriksaan klinis sederhana untuk mendiagnosis
hipoglikemia (GDS stick)
4. Perlunya perbaikan kadar gula darah segera untuk menghindari kerusakan otak
yang irreversibel
5. Perlunya monitor kadar gula darah secara berkala untuk menghindari kejadian
berulang
6. Perlunya merujuk ke spesialis Penyakit Dalam untuk penyesuaian terapi DM
selanjutnya
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
Subjektif:
Pasien mengalami penurunan kesadaran. Harus dipikirkan lagi mengenai klasifikasi
gangguan kesadaran, yang dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan
fokal/lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk, gangguan kesadaran tanpa kelainan
fokal/lateralisasi disertai dengan kaku kuduk, dan gangguan kesadaran disertai kelainan fokal.
Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan tanpa kaku
kuduk, yang termasuk jenis ini adalah gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi,
infeksi sistemis, hipertermia, dan epilepsi. Dari anamnesis keluarga pasien, sebelumnya
pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan berbahaya, tidak terdapat kejang maupun demam.
Sehingga yang kemungkinan menjadi penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini adalah
gangguan metabolik maupun iskemik. Namun setelah digali lebih lanjut melalui anamnesis
didapatkan bahwa pasien adalah seorang penderita diabetes mellitus dan sedang minum obat
antidiabetik oral (glibenclamide dan metformin) yang disertai dengan pembatasan konsumsi
makanan, pasien hanya makan singkong saja pada siang hari.
Objektif:
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis, GCS coma, GCS E2 M1 V1 = 4
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Suhu : 36,6 o C
Respirasi : 20 x / menit
SpO2 : 95%

6
Hasil penilaian kesadaran dengan skor GCS didapatkan skor 4 (coma). Tanda-tanda
vital dan status generalis dalam batas normal. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis hipoglikemia, riwayat DM, dan pada pemeriksaan penunjang
didapatkan GDS 26 mg/dl.
Assessment:
Gangguan kesadaran yang dialami pasien diakibatkan oleh kurangnya jumlah glukosa
dalam tubuh, terutama otak. Keadaan ini disebut hipoglikemia, yang bisa diakibatkan oleh
penggunaan obat diabetes yang melebihi dosis, gangguan pada sistem endokrin, gangguan
pada ginjal, serta faktor intake yang tidak adekuat. Seperti sebagian besar jaringan lainnya,
metabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen,
namun dapat dipakai dalam beberapa menit saja. Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang
disuplai oleh darah menurun maka akan mempengaruhi kerja otak. Pada kebanyakan kasus,
penurunan status mental seseorang telah dapat dilihat ketika kadar gula darahnya turun hingga
di bawah 65 mg/dl. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60
mg/dl. Pada hipoglikemia ringan, sistem saraf simpatik akan terangsang, seperti beberapa
gejala yang sempat dirasakan pasien sebelum akhirnya tidak sadarkan diri, pelimpahan
adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi,
kegelisahan dan rasa lapar. Tidak lama kemudian, fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang lebih berat hingga menyebabkan penurunan kesadaran, sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi glibenclamide serta metformin. Keadaan koma hipoglikemia merupakan
klasifikasi kondisi hipoglikemia berat. Dengan demikian tidak boleh disepelekan karena
mangakibatkan kerusakan sel otak permanen sampai meninggal. Diagnosis koma
hipoglikemia akan terbukti dengan hilangnya gejala-gejala seiring dengan penigkatan kadar
glukosa darah. Penatalaksanaan pasien tidak sadar lebih dulu harus mengevaluasi ABC-nya.
Pada pasien ini ABC dalam keadaan baik dan stabil. Kemudian tujuan tata laksana
hipoglikemia adalah memenuhi kebutuhan kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi
kerusakan irreversibel dan tidak mengganggu regulasi DM. Target pencapaian terapi glukosa
yaitu kadar glukosa 120 mg/dl. Pemberian glukosa cepat, yakni secara intravena, satu flakon

7
(25 cc) Dextrose 40% dapat menaikkan kadar glukosa darah 25 30 mg/dl. Pemberian ini
dapat diulang setelah dilakukan pengecekan GDS 30 menit kemudian, dan jika masih kurang
dari 120 mg/dl, dapat diulang sampai 3 kali. Selain dextrose 10% dan 40%, glukosa darah
dapat ditingkatkan dengan memberikan Glukagon, yaitu hormon yang dihasilkan oleh sel di
pankreas yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di
dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula
darah dalam waktu 5 15 menit. Penanganan pada pasien penurunan kesadaran yang
disebabkan oleh hipoglikemia membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat baik dalam
mendiagnosis maupun memberikan terapi agar angka kematian dan kecacatan dapat
berkurang. Penatalaksanaaan di IGD sudah baik sehingga pasien tersadar setelah
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Plan:
Diagnosis : Upaya diagnosis koma hipoglikemia dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pengobatan:
Non-medikamentosa :
O2 2 liter per menit nasal canule
Cek GDS 30 menit kemudian, selanjutnya cek GDS berkala setiap 1 jam
Evaluasi berkala derajat kesadaran dan tanda-tanda vital
Pasang DC pantau balance cairan
Pantau status hemodinamik

Medikamentosa :
Bolus IV D40% 2 flacon
IVFD D10% 20 tpm

Edukasi:
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang kondisi terkini pasien dan perjalanan penyakit
dasarnya hingga sampai terjadi koma hipoglikemia ini, dengan tujuan tidak terulang lagi
kejadian yang sama. Keluarga diharapkan berperan aktif dalam upaya pengendalian penyakit
dasar yang diderita pasien, yaitu DM. Mengupayakan untuk dapat secara rutin melakukan cek
kadar gula darah, konsumsi obat antidiabetik oral yang diimbangi dengan asupan makanan

8
yang baik.

Konsultasi / Rujukan :
Dijelaskan mengenai perlunya konsultasi dengan dokter spesialis Penyakit Dalam, sebagai
upaya agar gula darah pasien dapat terkontrol dengan benar. Serta tidak kalah pentingnya
untuk memeriksakan diri untuk deteksi dini berbagai komplikasi DM seperti misalnya ke
spesialis Mata.

9
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Hipoglikemia (Hypoglicemia) merupakan suatu keadan dimana kadar
glukosa/gula darah rendah atau berada di bawah level normal. Menurut panduan
praktik klinis, hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60
mg/dl, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Hipoglikemia
adalah komplikasi akut dari penyandang diabetes melitus dan geriatri. Glukosa,
yang merupakan sumber energi penting bagi tubuh utamanya berasal dari
makanan dan karbohidrat. Nasi, kentang, roti, susu, buah-buahan dan permen
adalah beberapa dari sekian banyak makanan yang kaya akan karbohidrat.
Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk
selanjutnya dibawa ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh
pankreas, akan membantu sel mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu
waktu Anda mengkonsumsi glukosa melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh,
maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih tersebut di dalam hati dan
otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan menggunakan
glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan.
Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam
sel lemak. Lemak juga bisa digunakan untuk energi.
Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi
oleh pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke
dalam aliran darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada
sebagian orang dengan diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia
terganggu dan hormon-hormon lain seperti epinefrin (juga disebut adrenalin)
dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi penderita diabetes yang
dirawat dengan suntikan insulin maupun obat antidiabetik yang meningkatkan
produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan
cepat.
Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba, biasanya bersifat ringan dan
tidak membahayakan serta bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan
makan atau minum yang kaya akan glukosa. Namun, jika tidak ditangani,
hipoglikemia bisa memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan

10
bingung, canggung, hingga pingsan. Bahkan, hipoglikemia berat dapat
menyebabkan kejang, koma sampai dengan kematian.
Pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 10 tahun, hipoglikemia
sebenarnya jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan
diabetes. Di luar itu, hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain,
kekurangan hormon atau enzim, atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti
tumor.

II. EPIDEMIOLOGI
Sangat bermanfaat untuk mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar
pengaruh berbagai regimen terhadap timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik
yang menyebabkan pasien berisiko dapat dibandingkan dalam The Diabetes
Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes
tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok
yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada
pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang
berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat
didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi
konvensional.
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan sering kali hanya
dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat
dihindari.
Walau demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial
dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
Hipoglikemia pada DM stadium dini
Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
o Penggunan insulin
o Penggunaan sulfonilurea
Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
o Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi

11
o Insulinoma
o Penyakit hati berat
o Tumor ekstrapankreatik : fibrosarkoma, karsinoma ginjal
o Hipopituitarisme

Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia:

Kadar insulin berlebihan


Dosis yang berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien,
ketidaksesuian dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup,
deliberate overdose (factitious hypoglicemia)
Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena
latihan jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human
insulin, penurunan clearance insulin (pada gagal ginjal)
Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi hormon counter-regulatory : Penyakit Addison,
hipopituarisme
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, post partum
Asupan karbohidrat berkurang
Makan tertunda, porsi makan kurang
Anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
Lain-lain
Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea (salisilat,
sulfonamide, penyekat non selektif, pentamidin)

IV. KLASIFIKASI
Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi :

1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar GDS < 60 mg/dl


2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar GDS < 30 mg/dl

12
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik,
kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia
namun kadar glukosa darah normal
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3 5 jam sesudah
makan. Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota
keluarga yang terkena DM.

Dengan menambah kriteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi,
hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang dan berat.

1. Ringan : simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas


sehari-hari yang nyata
2. Sedang : simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata
3. Berat : sering (tidak selalu) asimtomatik, karena gangguan kognitif pasien
tidak mampu mengatasi sendiri
a. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral
b. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon im atau glukosa iv)
c. Disertai dengan koma dan kejang

V. PATOFISOLOGI
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, metabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di
astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja
yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus-
menerus dari darah ke dalam jaringa interstitial dalam sistem saraf pushIat. Oleh
karena itu, jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang
telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3,6
mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0,55 mM),
sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan
koma.

13
Secara umum, hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan
dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus
hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat.
Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara
normal dan kelenjar adenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal.
Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi
kadar gula darah yang rendah. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa
makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup bert
sehingga menyebabkan stupor. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia
hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit klenjar hipofisis atau adrenal)
atau menkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohirat di hati bisa
menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula
darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem
enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-
jam makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami
hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipogikemia alimenter, salah satu jenis
hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap
sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang
tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena
memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam
amino leusin. Fruktosan dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati;
leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan dari pankreas.
Akibatnya, terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan
makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebabkan hipoglikemia,
hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma).
Kadang hormon di luar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai
insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.

14
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil
pemeriksaan kadar gula darah.
1. Anamnesis
Pada hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda yang disebut dengan
Triad Whipple, yakni:
1. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah
2. Kadar glukosa darahj yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dl)
3. Kepulihan gejala setelah kelainan biokimiawi dikoreksi

15
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan
gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Pada pasien atau keluarga perlu ditanyakan adanya:


Riwayat penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral :
dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis
Waktu makan terakhir, jumlah asupan makanan
Aktivitas fisik yang dilakukan
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll

Keluhan dan gejala hipoglikemi


Otonomik Neuroglikopenik
Berkeringat Bingung
Jantung berdebar Mengantuk
Tremor Sulit bicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Mual
Sakit kepala

2. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien hipoglikemia ditemukan tanda:
Pucat
Diaphoresis / keringat dingin
Tekanan darah menurun
Frekuensi denyut jantung meningkat

16
Penurunan kesadaran
Defisit neurologik lokal (refleks patologis positif pada satu sisi tubuh)
sesaat
3. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah sewaktu.

VII. PENATALAKSANAAN
Stadium permulaan (sadar):
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen atau gula murni
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2
jam.
3. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).
4. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto maupun allo anamnesis.

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia):
1. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena.
2. Diberikan cairan dekstrose 10 % per infus 6 jam perkolf.
3. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
a. Bila GDS < 50 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.
b. Bila GDS <100 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.
c. Bila GDS 100 200 mg /dL tanpa bolus dekstrosa 40 %.
d. Bila GDS > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatan drip dekstrosa
10%.
4. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut, pemantauan GDS setiap 2
jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protokol hipoglikemi
dihentikan.
6. Bila GDS > 200 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
a. 200 250 mg/dl 5 unit sk
b. 250 300 mg/dl 10 unit sk
c. 300 350 mg/dl 15 unit sk
17
d. > 350 mg/dl 20 unit sk
7. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin
seperti adrenalin, kortison dosis tinggi atau glukagon 0,5 1 mg iv/im (bila
penyebabnya insulin).
8. Bila belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : hidrokortison 100 mg per 4 jam selama
12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan setiap 6 jam dan dimonitor
1,5 2 mg/kgbb setiap 6 8 jam. Cari penyebab kesadaran menurun.
9. Injeksi glukagon 1 mg im. Kecepatan kerja glukagon injeksi sama dengan
pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan pemberian
glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan 40 gram
karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan.
10. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya
pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah
suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10%
selama 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3 6 jam sekali dan kadarnya
dipertahankan 90 180 mg/dl. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif
dengan pemberian glukagon.

Rencana Tindak Lanjut


1. Mencari penyebab hipoglikemi kemudian tatalaksana sesuai penyebabnya.
2. Mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemia
merupakan faktor limitasi utama dalam kendali glikemi pada pasien DM tipe 1 dan
DM tipe 2 yang mendapat terapi ini.

Edukasi
Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes),
hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan
memberikan sejumlah gula yang konsisten.

VIII. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


18
Otak memerlukan glukosa paling tidak 6 gram setiap jamnya, jangan sampai
hipoglikemia memberikan kerusakan otak yang ireversibel sehingga menimbulkan
koma hingga kematian.
Prognosis umumnya baik bila diberikan penanganan yang cepat dan tepat.

19

Anda mungkin juga menyukai