Eksecutive Summary 2015 - Budaya Kerja PDF
Eksecutive Summary 2015 - Budaya Kerja PDF
~1~
Sementara KPK, sejak 2007 telah merilis Indeks
Pelayanan Publik Kementerian Agama dengan skor integritas
yang belum memuaskan. Atas rilis tersebut, publik
memberikan stigma negatif terhadap Kementerian Agama
sebagai kementerian yang kurang bersih bahkan tidak
sedikit yang menganggapnya sebagai lembaga yang korup.
Merujuk data dan asumsi tersebut, paling tidak ada tiga
pertanyaan penting untuk didiskusikan; Pertama, mengapa
korupsi dapat terjadi di lembaga negara yang mengelola
kehidupan keberagamaan dan terdiri dari orang-orang yang
dekat dengan kehidupan keberagamaan? Kedua, faktor
apakah yang mendorong seseorang melakukan tindakan
korupsi? Apakah faktor nilai-nilai agama, faktor organisasi,
atau faktor kecenderungan saling berkorelasi? dan Ketiga,
apa solusi yang bisa direkomendasikan berdasarkan hasil
penelitian ini?
Berangkat dari pertanyaan dan masalah pokok di atas,
tujuan penelitian ini adalah untuk menggali bukti-bukti
empiris mengenai berbagai faktor yang memengaruhi intensi
korupsi, yang dalam hal ini, faktor nilai-nilai agama, budaya
kerja, faktor uang, dan faktor organisasi. Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai dukungan akademik dalam
membincangkan diskursus tentang korupsi dan strategi
pencegahannya, serta pengembangan budaya kerja di
Kementerian Agama.
Riset ini mendasarkan diri pada teori intensi yang
dikembangkan oleh Ajzen (2005). Merujuk model skematik
~2~
planned behaviour, sebuah intensi dipengaruhi oleh tiga
variabel, yaitu Attitude Toward Behavior (ATB); Subjective
Norms (SN); dan Control Belief (CB). Jika tiga pendekatan ini
dikembangkan dengan menggunakan teori P:O Fit yang
menjelaskan kesesuaian personal dan Organisasional, maka
ada beberapa hal lain yang patut dipertimbangkan sebagai
sebab terjadinya korupsi, yaitu faktor individu dan faktor
organisasional, baik aspek perilaku individu maupun aspek
organisasi kepemerintahan. Dalam penelitian ini, faktor-
faktor yang akan diteliti adalah nilai agama dan
keberagamaan (religiusitas) dan faktor organisasi.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan populasi aparatur sipil negeri
(ASN) yang menduduki jabatan struktural pada keseluruhan
satuan kerja (satker) Kementerian Agama. Adapun sampel
dalam penelitian ini diambil secara purposive dengan jumlah
1000 orang di 23 provinsi. Variabel penelitian ini adalah
intensi perilaku korupsi sebagai dependent variabel dan nilai-
nilai agama dan faktor-faktor organisasional (terdiri dari
aspek efektifitas sistem pengendalian, kesesuaian
kompensasi, kultur organisasi, perilaku tidak etis, relasi
anggota, penegakan hukum, totalitas kerja, organizational
resources, dan kelelahan mental) sebagai independent
variabel.
Penelitian ini menggunakan skala Likert, variabel
penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item
instrumen. Jawaban dari setiap instrumen memiliki gradasi
~3~
dari yang tertinggi (sangat positif) sampai yang terendah
(sangat negatif). Intensi diukur melalui satu item dengan 5
kategori jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Model ini terdiri dari pernyataan positif (favourable)
dan pernyataan negatif (unfavourable).
~4~
sebagai multi-faceted social problems. Dari berbagai
faktor penyebab korupsi pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi penyebab kultural, struktural,
dan individual.
2. Penelitian ini hanya menjelaskan faktor individual,
meskipun juga menyertakan faktor organisasi, namun
terbatas pada persepsi individu mengenai sebagian
aspek dari situasi organisasi. Penelitian belum
melangkah pada analisis mengenai faktor struktural
organisasi yang berdampak situasional, seperti iklim
organisasi, budaya organisasi, sistem tata kelola dan
lain-lain yang dalam banyak penelitian justru
memberikan sumbangan besar bagi perilaku korupsi
pada organisasi birokratik.
3. Penelitian ini menghasilkan empat aspek nilai yang
signifikan untuk mencegah intensi korupsi, yaitu:
a. Larangan pada pejabat Kementerian Agama agar
tidak menggunakan fasilitas, sarana dan apapun yang
bukan miliknya. Kebiasaan mencampuradukkan
penggunaan barang milik pribadi dan milik kantor
merupakan bagian dari pemicu perilaku korupsi.
Harta milik pribadi tetap utuh dan baik karena jarang
digunakan, sementara harta benda milik kantor
dengan segala fasilitasnya digunakan seenaknya;
b. Memberi keteladanan dalam berperilaku, sikap dan
tutur kata dalam upaya-upaya menghindari perilaku
korupsi, terutama yang diberikan oleh para pimpinan.
~5~
Perilaku yang bersahaja memberikan contoh tauladan
yang baik pada yang lain. Perilaku dan sikap show up
pimpinan atau kolega menjadi stimuli bagi yang lain
untuk menampilkan diri, minimal sama dengan yang
dicontohkan;
c. Mengambil tanggungjawab yang utuh dalam berbagai
tugas yang ada. Tanggungjawab tinggi berimplikasi
pada kehati-hatian dalam bekerja;
d. Memiliki jiwa integritas yang ditandai dengan sikap
jujur dalam setiap kata dan perbuatan.
Berdasarkan simpulan penelitian tersebut, ada
beberapa rekomendasi yang diajukan, yaitu kepada:
~6~