Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metals) antara baja karbon (CS) dan baja tahan
karat (SS) semakin banyak diterapkan karena tuntutan desain dan tuntutan ekonomi,meliputi
perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, sistem perpipaan dan lain sebagainya.
Permasalahan pada pengelasan baja tahan karat austenitik adalah terbentuknya tegangan sisa
dan distorsi akibat angka pemuaian yang lebih besar dari pada baja, penurunan ketahanan
korosi, penurunan sifat mekanis dan penggetasan akibat terbentuknya endapan halus
(precipitate) karbida krom yang mengendap di antara batas butir austenit. Endapan halus ini
dapat terbentuk karena pendinginan lambat dari temperature 900o C sampai dengan 450o C.
Pada sisi lain, baja karbon rendah akan mengalami pengerasan dan ketangguhan yang rendah
di daerah HAZ. Disamping itu baik pengelasan baja tahan karat maupun baja karbon biasanya
menghasilkan tegangan sisa, efek tegangan sisa menyebabkan terjadinya stress corotion
cracking ( SCC ). Dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengelasan baja tahan karat adalah
memberikan kondisi bebas retak pada lasan dan menjaga lasan maupun daerah yang
terpengaruh panas ( HAZ ) memiliki sifat ketahanan korosi sama dengan logam dasarnya.
Pengontrolan bahan pengisi ( filler), masukan panas permukaan lasan dan menjaga prosentase
delta-ferit di strukturmikro lasan dapat meningkatkan ketahanan korosi ( Ahluwalia, 2003)
Kelemahan pengelasan dissimilar yang mendasar adalah perbedaan sifat fisik, mekanik dan
sifat metalurgi, sehingga dua logam yang dilas menimbulkan permasalahan yang berbeda pada
masing-masing logam. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul perlu adanya penelitian.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh PWHT (post welding heat treatment), terhadap
sifat mekanis yang meliputi, kekerasan, kekuatan dan ketahanan. Penelitian ini bersifat
eksperimen di laboratorium. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon
S40C disambung dengan baja tahan karat AISI 304 dengan filler ER308. Pengujian sambungan
meliputi pengamatan sifat mampu las (weldability), pengamatan struktur mikro dengan
mikroskop logam, uji impak,dan uji kekerasan dengan standar ASTM.

1
2.1 Tujuan

1. Mengetahui struktur mikro logam (metal) dan perubahan struktur mikro yang
mempengaruhi sifat-sifat mekanis logam pada struktur las.
2. Mengetahui cara melakukan pengujian struktur makro dan mikro pada material
struktur las.

2
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Metalografi
Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempalajari karakteristik mikrostruktur dan
makrostruktur suatu logam, paduan lgam dan material lainnya serta hubungannya dengan sifat-
sifat material atau biasa juga dikatakan suatu proses mengukur suatu material bahan secara
kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari material
yang diamati. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting untuk
dipelajari karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat-sifat mekanik suatu logam.
Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam meningkat dan juga sebaiknya,
struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya menurun.
Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam tersebut serta yang
dialaminya.

Metalografi bertujuan mendapatkan struktur makro dan mikro dari suatu logam sehingga dapat
dianalisa sifat mekanik dari suatu logam tersebut. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Metalografi makro
2. Metalografi mikro

Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam yang diamati biasanya memakai
mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati dengan mikroskop optik, benda uji terebut harus
melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya agar pada sat mengamati benda yang diuji, struktur
mikronya terlihat dengan jelas. Semakin sempurna preparasi benda yang akan diuji, semakin
sempurna gambar yang akan diperoleh.
Struktur mikro meliputi fasa yang setimbang. Fasa yang setimbang adalah fasa yang
terbentuk dari fasa cair ke fasa padat dengan laju pendinginan sangat lambat. Jenis fasa ini
terdiri dari perlit, ferit, austenit dll. yang dapat dianalisis dengan menggunakan diagram fasa
(Fe-C). Fasa yang tidak seimbang adalah fasa yang terbentuk akibat pendinginan cepat. Jenis
ini terdiri atas martensit, bainit, yang dapat dianalisis dengan menggunakan diagram CCT

3
(Continous-Cooling Tansformation). Sedangkan ditinjau dari bentuk butir logam memiliki dua
bentuk butir, yaitu equxial dan elongation.

Terdapat dua skala pengamatann yaitu:


1. Skala pengamatan makro, yaitu pengamatan dengan perbesaran 10 kali atau
lebih kecil. Yang diamati: Porositas, segregasi pada produk cor, pengotor, jennis
perpatahan, dan homogenitas struktur las.
2. Skala pengamatan mikro yaitu pengamatan 100 kali atau lebih besar. Yang
diamati: fasa, besar butir dan endapan.
Alat yang digunakan: Mikroskop optik (sampai dengan 1000 kali), Scanning Electron
Microscope (SEM); (sampai dengan 300000 kali), Transmission Electron Microscope (TEM);
(sampai dengan 1000000 kali).
Pada metalografi yang diperoleh dengan suatu analisa kimia dan metalografi logam
atau paduannya dan potongannya. Disebabkan oleh pembawan heteroen dari logam tersebut.
Pembawaan ketidak homogenan dalam suatu logam lebih ditentukan dengan macroetching dan
pemasarannya dapat dilakukan dengan menggunakan luas power mikropis, ini dinotasikan
olah jenis metalografi data yang diperlukan atau dibutuhkan.
Pengamatan microetching dapat memberikan gambaran kondisi dalam mental yang
berhubungan dengan satu arah lebih. Untuk hal-hal berikut:
1. Crystalin Heterogencity, hadir dan meluas yang tergantung pada jalannya solidifikasi
akan tumbuhnya kristalin dari logam atau paduannya.
2. Chemicalin Heterogencity, disebabkan oleh tidak berisinya logam atau padannya dan
lokasi pemisah dari susunan kimia tertentu. Pemisah serupa dapat dengan sengaja
(karbon dalam permukaan baja selama proses karburasi).
3. Mechanical Heterogencity, timbul dari Cold working atau setiap proses yang
menimbulkan tegangan-tegangan permanen dalam logam yang dituangi.
Selama proses makro suatu logam atau paduannya terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Mendapatkan sampel logam yang sesaat untuk tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan microetching teradap penampang yang boleh disiapkan atau belum
disiapkan agar tidak mengalami kesulitan nanti.
3. Menyiapkan secara hati-hati permukaan yang akan dietsa dan kemudian diperiksa
(tidak terlalu layak atau perlu).
Pemakaian macroeching tergantung pada tiga faktor penting, yaitu:

4
1. Koreksi permukaan logam yang akan dietsa, yaitu apakah tidak kasar, licin, atau
dipoles.
2. Komposisi kimia dari etsa yang dipilih.
3. Lama waktu spesimen yang dietsa kebanyakan bagian penting dari sejumlah
metalografi.
Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka diperlukan preparassi
sampel. Tahapan kerja preparasi sampel:
1. Penentuan wilayah kerja sampel
Dalam pemotongan dan pengambilan sampel, perlu diperhatikan wilayah daerah kerja
sampel yang akan diamati yang biasanya disebut sebagai bidang orientasi dasar, yaitu:
Bidan transversal: tegak lurus terhadap sumbu deformasi panas.
Bidang planar: sejajar dengan sumbu pengerjaan dan memiliki luas permukaan yang
paling besar dan yang paling sering bersinggungan dengan rol.
Bidang longitudinal: tegak lurus terhadap bidang planar dan sejejar dengan arah
pengerjaan.
2. Pemotongan sampel
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:
Pematahan: untuk bahan getas dan keras
Pengguntingan: untuk baja karbon rendah yang tipis dan linak
Penggergajian: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
Pemotongan abrasi
3. Electric discharge machining
Untuk bahan dengan konduktivitas baik dimana sampel diremdam dalam fluida di
elektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan memasang catu daya listrik antara elektroda
dan sampel.
4. Pemasangan sampel (mounting)
Prosedur mounting dilakukan apabila sampel terlalu kecil, tak beraturan, sangat lunak mdah
pecah dan berongga. Caranya adalah dengan meletakkan sampel ke dalam cetakan mounting,
lalu masukkan resin yang telah dicampur dengan hardener. Larutan mounting harus memiliki
sifat:
Tidak beraksi denngan sampel.
Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk padatnya

5
Adhesi yang baik dengan sampel
Kekuatan dan ketahanan yang sama besar dengan sampel
Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus ada dibagian
bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan mounting telah siap dan sampel
telah siap dipreparasi dengan langkah berikutnya.
5. Pengamplasan
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel yang
akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu dengan memakai amplas
kasar hingga amplas halus. Pemngamplasan kasar dilakukan dengan menggunakan amplas
dengn nomor dibawah 180#, sedangkan pengamplasan halus menggunakan amplas dengan
nomor lebih tinggi dari 180#. Pengamplasan dimulai dengan meletakkan sampel pada kertas
amplas dengan permukaan yang aka diamati bersentuhan langsung dengan bagian kertas
amplas tang kasar, kemudian sampel ditekan dengan gerakan searah. Selama pengamplasan
terjadi gesekan antara permukaan sampel dan kertas amplas yang memungkinkan terjadinya
keaikan suhu yang dapat mempengaruhi mikrostruktur sampel sehingga diperlukan
pendinginan dengan cara dialiri air. Apabila ingin mengganti arah pengamplasan, Sampel
diusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap arah mula-mula. Pengamplasan
selesai spabila tidak teramati lagi adanya goresan-goresan pada permukaan sampel, selanjutnya
sampel siap dipoles.
6. Pemolesan
Pemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permuaan sampel yang
akan diamati setelah pengamplasan. Seperti halnya pengamplasan, pemolesan dibagi dua yaitu
pemolesan kasar dan halus. Pemolesan kasar menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 -
3 m, sedangkan pemolesan halus menggunakan abrasive sekitar 1 m atau dibawahnya.
Sebelum pemolesan dilakukan, sampel terlebih dahulu dibersihkan dengan air. Pemolesan
dimulai dengan menyalakan mesin poles sambil dialiri air. Sampel digerakkan secara radial
dengan bagian permukaan sampel yang telah dipoles harus dilihat secara berkala. Berikutnya
dilakukan pemolesan halus dengan cara yang sama seperti di atas tetapi dengan mennganti air
dengan autosol.
7. Etsa (etching)
Etsa/etching dilakukan dengan mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan
dapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat etsa bereaksi dengan sampel
secara kimia pada laju reaksi yang berbeda tergantung pada batas butir, kedalaman butir dan

6
komposisi dari sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah bersih dan kering. Selama etsa,
permukaan sampel diusahakan harus selalu erendam dalam etsa. Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak sampai gosong karena pengikisan
yang terlalu lama. Oleh karena itu sebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk
memperlambat reaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memiliki
karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Zat etsa yang umum digunakan untuk baja ialah nitral dan prical. Setelah reaksi etsa selesai,
zat esta dihilangkan dengan cara mencelukan sampel ke dalam air panas. Seandainya tidak
memungkinkan dapat digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan
alat pengering. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boeh disentuh untuk mencegah
permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap untuk diperiksa dibawah mikroskop.

2.2 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinnginan sebuah logam dalam
keadaan padat untuk mendapatkan perubahan sifat fisik yang diinginkan pada logam. Satu yang
terpenting sifat-sifat mekanik pada baja adalah kemampuan baja untuk dikeraskan agar tahan
karat dan aus atau dilunakkan untuk menigkatkan kelenturan dan kemampuan pada
permesinan. Baja juga mendapatkan perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan dalam,
mengurangi ukuran butir-butir atau meningkatkan kekuatan pada baja. Selama pembuatan,
unsur-unsur tertentu ditambahkan ke baja untuk menghasilkan baja khusus ketika logam
mendapatkan perlakuan panas dengan semestinya. Perlakuan panas pada logam dilakukan
dalam tanur pengatur khusus yang menggunakan gas, minyak atau dengan listrik untuk
memberikan panas. Tanur ini juga harus dilengkapi alat keselamatan tertentu, seperti pengatur
dan alat penunjuk untuk memelihara suhu yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Semua
pemasanhan tanur harus dilengkapi tutup uap dan kipas pembuangan untuk membuang asap
hasil dari operasi perlakuan panas atau dalam hal pemasangan gas untuk pembuangan uap gas.
Aplkikasi yang dpaling umum adalah untuk material logam walaupun perlakuan panas juga
digunakan dalam pembuatan berbagai materi lain, seperti kaca.
Secara umum perlakuan panas adalah memanaskan atau dendinginkan materia,
biasanya dalam suhu ekstrem, untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti pengerasan atau
pelunakan material. Yang termasuk teknik perlakuan panas adalah annealing, case hardening,
precipitation strengthening, tempering dan quenching. Perlu dicatat bahwa walaupun
perlakuan panas sengaja dilakukan untuk tujuan mengubah sifat, pemanasan dan pendinginan

7
sering terjadi secara kebetulan selama proses manufaktur lain seperti pembentukan panas (hot
forming) atau pengelasan.

2.3 Jenis-jenis Perlakuan Panas


Adapun jenis-jenis perlakuan panas, yaitu:
1. Normalisasi (normalizing)
Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga menjadi fasa austenite penuh dan
didinginkan di udara (pendinginan tungku) hingga mencapai suhu kamar. Fasa yang dihasilkan
berstruktur ferrite dan pearlite tergantung komosisi unsur karbon. Proses normalizing
bertujuan untuk memperbaiki dan menghilangkan struktur butiran kasar dan ketidak seragaman
struktur dalam baja manjadi berstruktur yang normal kembali yang otomatis mengembalikan
keuletan baja lagi. Struktur butiran kasar terbentuk karena waktu pemanasan dengan
temperatur tinggi atau austenite yang menyebabkan baja berstruktur butiran kasar. Pada
proses normalizing ini baja dipanaskan secara pelan-pelan sampai suhu 20C sampai 30C
diatas suhu pengerasan, ditahan sebentar lalu didinginkan dengan perlahan dan kontinue.
Proses normalizing ini dilakukan juga sebelum kita melakukan proses soft annealing.
2. Annealing
Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan lambat
didalam tungku yang dimatikan. Tujuan dari annealing untuk memperbaiki; mampu mesin,
mampu bentuk, keuletan, kehomogenan struktur, menghilangkan tegangan dalam, dan lain
sebagainya.
3. Pengerasan (quenching)
Perlakuan baja ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga fasa
menjadi austenite dan didinginkan secara cepat. Media pendinginan cepat seperti air, oli,
garam atau mesia pendinginan lainnya. Tujuan utama perlakuan ini untuk meningkatkan
kekerasan baja. Pengerjaan temper (tempering treatment) dengan pencelupan cepat. Suhu
pemanasan adalah agak rendah dibawah suhu transformasi eutectoid. Tujuan utama yaitu
mengurangi nilai kekerasan logam sehingga keuletan (ductility) logam akan naik. Beberapa
variabel penting dalam perlakuan temper adalah temperatur, waktu pemanasan dan lain-lain.
4. Pembebasan tegangan (stress relieving)
Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di dalam logam baja akibat
perlakuan logam seperti proses las, produk cor-coran, pengerjaan dingin, pencelupan cepat dan
sebagainya. Proses ini dengan memanaskan hingga temperatur mendekati suhu temperatur,
ditahan untuk beberapa saat kemudian didinginkan di udara.
8
5. Speroidisasi (speroidizing)
Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di dalam logam baja akibat
perlakuan logam seperti proses las, produk cor-coran, pengerjaan dingin, pencelupan cepat dan
sebagainya. Proses ini dengan memanaskan hingga temperatur mendekati suhu temperatur,
ditahan untuk beberapa saat kemudian didinginkan di udara. Perlakuan pemanasan untuk
menghasilkan karbida yang berbentuk bulat (globular) di dalam logam baja.

2.4 Baja Karbon


Baja merupakan perpaduan antara besi (Fe) dan karbon (C). Besi adalah elemen metal
dan karbon adalah alamen non metal. Baja sendiri digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
baja bukan paduan (yang hanya terpadu dengan karbon saja) dan baja paduan (yang terpadu
dengan elemen-elemen lain sesuai dengan kebutuhan dan sifat yang dikehendaki). Elemen
paduan yang ditambakan itu sendiri terdiri dari Mangan, Chrome, Nickel, Wolfram, Silisium,
dan lainnya. Besi Carbide/ Karbon juga dinamakan Zementit.

Prosentase jumlah karbon yang ada di besi sangat berpengaruh juga terhadap kekerasan dari
baja itu sendiri.
1. Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besarlah flek hitam (Flek-
perlit) dan bersama itu berkuranglah flek putih (Ferrit atau besi murni).
2. Pada kadar karbon mencapai 0.85%, maka besi dalam keadaan jenuh terhadap
karbon. Struktur tersebut dinamakan Perlit Lamelar, yaitu campuran yang sangat
halus yang berbentuk batang kristal. Campuran kristal tersebut terdiri dari Ferrit
dan Zementit.
3. Jika kadar karbon bertambah besar, zementit akan berkurang dan flek perlit
akan berlambah. Kadar jenuh karbon sebesar 0.85% yang berdampak bertambah
juga kekerasan dari baja.

2.5 Jenis Baja Karbon Berdasarkan Presentasenya


Baja karbon berdasarka prosentase kadar karbonnya dikelompokkan menjadi 3 macam,
yaitu:
1. Baja karbon rendah
Kandungan karbon pada baja ini antara 0.10 sampai 0.25%. Karena kadar karbon yang sangat
rendah maka baja ini lunak dan tentu saja tidak dapat dikeraskan, dapat ditempa, dituang,
mudah dilas dan dapat dikeraskan permukaannya (case hardening). Baja dengan prosentase

9
karbon debawak 0.15% memiliki sifat mach ability yang rendah dan biasanya digunakan untuk
konstruksi jembatan, bangunan, dan lainnya.

2. Baja karbon menengah


Kandungan karbon pada baja ini antara 0.25 sampai 0.55%. Baja jenis ini dapat
dikeraskan dan di-tempering, daat dilas dan mudah dikerjakan pada mesin dengan baik.
Penggunaan baja karbon menengah ini biasanya digunakan untuk poros/as, engkol,
dan sparepart lainnya.
3. Baja karbon tinggi
Kandungan karbon tinggi pada baja ini antara 0.55 sampai 0.70%. Karena kadar karbon
yang tinggi maka baja ini lebih mudah dan cepat dikeraskan dari pada yang lainnya dan
memiliki kekerasan yang baik, tetapi susah dibentuk pada mesin dan sangat susah untuk dilas.
Penggunaan baja ini untuk pegas/per, dan alat-alat pertanian.

2.6 Diagram Fasa


Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana
terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar
karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi perlakuan panas.
Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih tenperatur pemanasan yang sesuai
untuk setiap proses perlakuan panas baik proses annealing, normalizing maupun quenching.
Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 1.7% disebut cast iron.
Perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur mikro dan sifat yang diinginkan.
Struktur mikro dan sifat yang diinginkan dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan proses
pendinginan pada temperatur tertentu.
Macam-macam struktur yang ada pada baja:
1. Ferit
Ferit adalah larutan padat karbon dan unsur paduan lainnya pada besi kubus pusat badan
(Fe). Ferit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat
dari austenite baja hypotektoid pada saat mencapai A3. Ferit bersifat sangat lunak, ulet dan
memiliki kekerasan sekitar 70-100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.
2. Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan
prosentase karbon 6.67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC.
3. Perlit
10
Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30
HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang
lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.
4. Bainit
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenite pada temperatur yang
lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi
ke martensit.

2.7 Welding
Las fusi atau fusion welding merupakan salah satu cara penyambungan logam,
dimana potongan logam yang akan disambungkan mengalami peleburan parsial disusul oleh
pembekuan. Disini dapat pula ditambahkan bahan pengisi atau filler material, dengan pass
tunggal atau lebih.
Dengan istilah lasan atau weld dimaksud daerah penyambungan yang dihasilkan oleh
pengelasan tersebut. Sambungan las terdiri dari tiga daerah:

a) Daerah fusi atau fusion zone

b) Daerah terpengaruh panas atau heat affected zone, HAZ

c) Daerah logam induk yang tidak terpengaruh atau base metal

Daerah fusi meliputi material yang mengalami peleburan dan dibatasi oleh garis fusi
atau fusion line. Umumnya komposisi kimia daerah fusi setara dengan logam induk. Di
daerah HAZ terjadi siklus termal yang dapat mengubah struktur mikro material. Pada
pengelasan multi pass, baik daerah fusi maupun HAZ mengalami siklus termal berulang kali
sehingga struktur yang terjadi pada pass sebelumnya mungkin mengalami perubahan. Daerah
seperti ini disebut daerah pemanasan ulang atau reheat zone.

Untuk memahami bentuk struktur mikro hasil lasan perlu diketahui pengaruh parameter las
terhadapnya, antara lain:

a) Weld pool mengandung kotoran (impurities)

b) Volum logam cair di weld pool relatif sedikit

11
c) Terjadi dilution

d) Komposisi logam cair dan logam induk dapat dikatakan setara

e) Ada gradien temperatur yang sangat besar sepanjang logam cair logam induk

f) Solidifikasi lasan adalah proses dinamis karena sumber panas bergerak, jadi kecepatan
pengelasan sangat menentukan

Pengelasan (Welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara
mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan
atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu. Dari definisi tersebut
terdapat 4 kata kunci untuk menjelaskan definisi pengelasan yaitu mencairkan sebagian logam,
logam pengisi, tekanan dan sambungan kontinu.

Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufaktur.
Proses manufaktur lainnya yang telah dikenal antara lain proses-proses pengecoran (metal
casting), pembentukan (metal forming), pemesinan (machining), dan metalurgi serbuk (powder
metallurgy). Produk dengan bentuk-bentuk yang rumit dan berukuran besar dapat dibuat
dengan teknik pengecoran. Produk-produk seperti pipa, pelat dan lembaran, baja-baja
konstruksi dibuat dengan proses pembentukan. Produk-produk dengan dimensi yang ketat dan
teliti dapat dibuat dengan pemesinan. Proses pengelasan yang pada prinsipnya adalah
menyambungkan dua atau lebih komponen, lebih tepat ditujukan untuk merakit (assembly)
beberapa komponen menjadi suatu bentuk mesin. Komponen yang dirakit mungkin saja berasal
dari produk hasil pengecoran, pembentukan atau pemesinan, baik dari logam yang sama
maupun berbeda-beda.

Cara penyambungan lain yang telah dikenal lama selain pengelasan adalah
penyambungan dengan cara BRAZING dan SOLDERING. Perbedaannya dengan pengelasan
adalah pada brazing dan soldering tidak sampai mencairkan logam induk hanya logam
pengisinya saja. Sedangkan perbedaan antara brazing dan soldering terletak pada titik cair
logam pengisinya. Titik cair logam pengisi proses brazing berkisar 450C 900C. Sedangkan
untuk soldering, titik cair logam pengisinya kurang dari 450C. Dari bagan diatas, dapat dilihat
bahwa proses pengelasan dapat dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu pengelasan mencair
(fusion welding), pengelasan tidak mencair (solid state welding) dan soldering/brazing. Dengan

12
demikian, dalam melaksanakan pengelasan diperlukan alat untuk mencairkan logam dan atau
alat untuk memanaskan dan menekankan kedua bagian logam yang akan disambungkan.
Peralatan pencair dan atau pemanas logam dapat didasarkan pada penggunaan energi listrik,
energi gas atau energi mekanik.

Langkah-langkah metalografi adalah sebagai berikut.

1) Cutting (Pemotongan)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal
yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang
hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang
diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus
direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata
bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan
pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan
diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan
mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin
pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian
dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu
diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan
panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan
yang memadai.

2) Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit
untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai
contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang
tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting).

Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :


* Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
* Sifat eksoterimis rendah

13
* Viskositas rendah
* Penyusutan linier rendah
* Sifat adhesi baik
* Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
* Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat
pada sampel
* Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa
yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik.
Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit.
Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan
bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini
tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material
yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin
dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna
yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi
tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490C) pada mold saat mounting.

3) Polishing (Pemolesan)

Setelah diamplas sampai halus (600#), sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan
bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap
seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 m. Permukaan
sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan
sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk
dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh
permukaan sampel.
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang
berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak

14
ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses
pemolesan.

b. Pemolesan Kimia Mekanis


Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di
atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum
digunakan.
c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode
ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

4) Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan
terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun
tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan
jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.
Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.
a. Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang
digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan
sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol
95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat
bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4 30 detik), dan setelah dietsa,
segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat
pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)


Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan
pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya
khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil
strukturnya.

15
Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 100 kali
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali

Dalam proses pengelasan, ada berbagai jenis cacat yang biasa terjadi. Jenis-jenis cacat yang
biasanya dijumpai antara lain:

1. Retak (Cracks).
Keretakan pada proses pengelasan Cast Iron, ada beberapa faktor yang saling dukung
mendukung sehingga memudahkan terjadinya retak. Faktor utamanya adalah :

1) Komposisi kimia : %C = karbon terlalu tinggi. Unsur C yang tinggi memang akan
menurunkan Titik Lebur baja (Mesti dibahas juga Diagram Fe-Fe3C) sehingga
antara proses peleburan dan penuangan di cetakan lebih mudah. Tetapi karena
sifatnya yang lunak akan menjadi sumber keretakan di paduan besi cor, apalagi
yang C nya berbentuk flake (Besi cor mempunyai karbon bebas, mungkin seperti
radikal bebas di tubuh kita). %P= Posphor dan %S= Sulphur Tinggi. Dalam
paduan Fe, kadar P dan S tidak boleh lebih besar dari keteentuan. Karena lebih
dari itu akan menyebabkan sumber keretakan (kalau di proses rolling pembuatan
besi beton bisa pecah) . Dalam proses pengecoran, unsur P dan S sangat
diperlukan untuk meningkatkan mampualirdaricairanbesi.
2) Faktor-faktor lain seperti bentuk yang kompleks dan lain tidak banyak
berpengaruh, karena kebanyakan pada proses pengelasan cast iron, keretakan
terjadi pada daerah HAZ.
3) Pengotor seperti oli, lebih banyak berpengaruh terhadap terjadinya porosity pada
weld metal.
Untuk menghindari terjadinya keretakan pada pada proses pengelasan Cast Iron maka
ditempuhlah langkah-langkah di bawah ini.
1. Gunakan kawat las Nickel.
2. Kontrol heat input dan Cooling rate.
3. Sebelum mengelas harus dibersihkan terlebih dulu dari misalnya oli, cat dan lainnya.

Jenis cacat ini dapat terjadi baik pada logam las (weld metal), daerah pengaruh panas
(HAZ) atau pada daerah logam dasar (parent metal). Cacat retak dibagi atas:

16
a. Retak panas: umumnya terjadi pada suhu tinggi ketika proses pembekuan berlangsung.

b. Retak dingin: umumnya terjadi dibawah suhu 2000 C setelah proses pembekuan. Bentuk
retakan dapat dibagi menjadi:
a) Retakan memanjang (longitudinal crack).
b) d. Retakan melintang (transverse crack).

1. Voids.
Voids atau porositas merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang
biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika
proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat kekurangan logam
cair karena penyusutan ketika logam membeku. Porositas seperti itu disebut shrinkage
porosity. Jenis porositas dapat dibedakan menurut pori-pori yang terjadi yaitu:
Porositas terdistribusi merata.
Porositas terlokalisasi.
Porositas linier.

2. Inklusi
Cacat ini disebabkan oleh pengotor (inklusi) baik berupa produk karena reaksi gas atau
berupa unsur-unsur dari luar, seperti: terak, oksida, logam wolfram atau lainnya. Cacat
ini biasanya terjadi pada daerah bagian logam las (weld metal).

3. Kurangnya fusi atau penetrasi (lack of fusion or penetration).


4. Cacat ini merupakan cacat akibat terjadinya discontinuity yaitu ada bagian yang tidak
menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Disamping itu cacat jenis ini dapat
pula terjadi pada pengelasan berlapis (multipass welding) yaitu terjadi antara lapisan
las yang satu dan lapisan las yang lainnya.
5. Kurangnya Penetrasi

6. Cacat jenis ini terjadi bila logam las tidak menembus mencapai sampai ke dasar dari
sambungan.

7. Bentuk yang tak sempurna (imperfect shape).


Jenis cacat ini memberikan geometri sambungan las yang tidak baik (tidak sempurna).
Morfologi geometri dari cacat ini biasanya bervariasi.

17
https://gregoriusagung.wordpress.com/2009/11/24/metalografi-las/30-02-2017/21:10
http://aldirizaldii.blogspot.co.id/2014/02/laporan-praktikum-metalurgi-fisik.html/30-02-2017/21:25
http://digilib.batan.go.id/ppin/katalog/file/0216_-_3128-2007-1-325.pdf.pdf/30-02-2017/21:30

18
BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Langkah Percobaan

1. Potonglah spesimen sesuai dengan instruksi.


2. Kikir bagian bekas potongan yang permukaannya tajam.
3. Gunakan amplas untuk menghaluskan bagian yang telah di kikir tadi. Gunakan
Amplas dengan grit secara berurutan, dimulai dari ukuran grit 60, 120, 200, 400,
600, 800 di bawah air mengalir.
4. Cuci potongan spesimen menggunakan deterjen bubuk yang sudah dicairkan, lalu
usapkan menggunakan kapas. Lakukan hal ini dibawah air mengalir.
5. Keringkan spesimen di udara panas.
6. Usapkan dengan zat kimia etsa makro yang sudah disiapkan terlebih dahulu
menggunakan kapas. Setelah didapatkan permukaan tanpa gores yang mengkilap
seperti cermin, lakukan etsa dengan larutan yang cocok (HNO3 dan etil alkohol).
7. Untuk menghilangkan kotoran dan lemak-lemak yang timbul saat pengerjaan
penyiapan kelongsong dan tutup maka dilakukan proses pickling, rinsing dan
drying. Larutan pickling yang digunakan adalah H2O, Demineral water = 57,0 %;
HNO3 = 65 % HF = 3,5 %.
8. Letakkan benda uji di bawah lensa mikroskop, kemudian aturlah pembesarannya
dan lakukan analisa struktur.

19

Anda mungkin juga menyukai