jeki
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia
vol. 1 no. 1
Oktober 2017
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin Penerbit. Artikel dapat diunduh di
http://ilmiah.id/jeki. Bila membutuhkan salinan, silakan menghubungi contact@ilmiah.id.
Daftar Isi
Tinjauan Etis Rangkap Profesi Dokter-Pengacara..................................................................... .......1
Sebuah Kajian Etik : Bolehkah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Melakukan
Tindakan Sesar Berdasarkan Permintaan Pasien Tanpa Indikasi Obstektrik yang Nyata?..............7
Dokter Beriklan: Sebuah Tinjauan Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Tahun 2012......................................................................................................................................13
Tinjauan Etika: Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Pidana yang Menyebabkan Kematian,
Kecacatan, atau Gangguan Kesehatan............................................................................................19
Tinjauan Etik Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia.................................................................25
Tinjauan Etika Penggunaan Media Sosial oleh Dokter..................................................................31
Purwadianto A, Meilia PDI. Tinjauan etis rangkap profesi dokter-pengacara. JEKI. 2017;1(1):16. ISSN 2598-179X (cetak)
doi: 10.26880/jeki.v1i1.2. ISSN 2598-053X (online)
Abstract The increasing public expectation of health services render medical profession more and more vul-
nerable to malpractice lawsuits. Therewith, dual profession of physician and lawyer provides opportunities to
improve justice in malpractice cases. However, in a particular defense of a medical case, a doctor who serves
as lawyer may present on both sides, as a defender of his colleague against unreasonable patients claim, or as
defender of patient in a likely malpractice case. Doctor-lawyers are vulnerable to conflicts of interest due to the
dual loyalty they ethically and medically exert at the time of litigation, both inside or outside the trial. Role of
professional organizations is necessary to reduce or even eliminate the conflict of interest.
dokter yang kemudian menjadi sarjana hukum pendidikan kedokteran tentu dapat memberikan
(yang merupakan prasyarat profesi pengacara perspektif yang lebih mendalam dan luas dalam
setelah memenuhi standar kompetensi, etika, praktik profesinya sebagai pengacara dalam
dan keorganisasian dari masing-masing organisasi menangani sengketa medik, di sidang pengadilan
profesi pengacara), akibat terbukanya fakultas maupun di luar pengadilan. Walau bagaimanapun,
hukum bagi sarjana lainnya termasuk dokter. fungsi pengacara praktik adalah melayani
Dengan demikian yang dibahas bukan pengacara- kepentingan pembelaan hukum kliennya, sama
dokter yang melakukan praktik kedokteran, yang seperti dokter yang berpraktik sebagai dokter
seolah dapat dibayangkan sebagai spesialisasi pengobat/penerapi (treating doctors) yang melayani
tersendiri dengan perbedaan modalitas diagnosis kepentingan kesehatan pasiennya. Keduanya
atau terapi tertentu berdasarkan teknis hukum sebagai profesi berhak menerima honorarium
apakah perdata, pidana, maupun administrasi dari klien atau pasiennya masing-masing. Dengan
negara. Pengacara-dokter bahkan tidak ditemukan demikian keduanya memiliki peran dan fungsi
dalam praktik di dunia. Salah satunya adalah akibat yang sama yakni membela kepentingan klien/
belum adanya fakultas kedokteran yang terbuka pasiennya setelah adanya hubungan dokterpasien
untuk dimasuki sarjana apapun termasuk sarjana atau pengacara klien. Dalam hal sengketa medik
hukum sebagai pemberi kompetensi kedokteran. dokter-pengacara selaku pengacara yang membela
klien (yang semula berkedudukan hukum sebagai
METODE pasien dokter lainnya) jelas bertindak parsial atau
memihak kepentingan kliennya. Berbeda dengan
Penelusuran literatur dilakukan dengan kata konteks dokter spesialis ilmu kedokteran forensik
kunci dokter, pengacara/advokat, hukum, dan medikolegal yang dalam pengabdian profesinya
dan kode etik kedokteran baik dengan bahasa di bidang hukum bertindak sebagai ahli kedokteran
Indonesia maupun Inggris, melalui fitur pencarian yang berperan imparsial (tidak memihak) dalam
Google dan database jurnal etik kedokteran sidang pengadilan karena tidak terikat hubungan
serta biomedis, seperti PubMed, British Medical dokterpasien untuk upaya pengobatan.
Journal, dan New England Journal of Medicine. Maraknya sengketa medik di Amerika Serikat
Berdasarkan penelusuran, didapatkan 9 literatur yang dikenal sebagai negara yang memiliki jaminan
yang diterbitkan antara tahun 2001 sampai 2017. konstitusional kebebasan individu termasuk
dalam pelayanan kesehatan, juga marak memicu
HASIL DAN PEMBAHASAN munculnya masyarakat yang mudah menggugat. Pada
awalnya kemudahan menggugat ini menimbulkan
Pentingnya keberadaan ahli hukum untuk krisis malpraktik dan terciptanya ekses defensive
memiliki pengetahuan yang adekuat di bidang medicine yang justru merugikan pasien/masyarakat.
medis untuk mencapai keadilan atas kasus yang Namun saat ini seolah terjadi keseimbangan
dibela merupakan sebuah gagasan yang diterima selain karena Obama-care dalam sistem pelayanan
sejak hampir dua abad yang lalu. Saat itu Walter kesehatannya yang lebih menerapkan kendali
Channing, pemimpin redaksi jurnal yang kini biaya juga secara hukum gugatan malpraktik harus
dikenal sebagai The New England Journal of Medicine mempunyai bukti-bukti awal terlebih dahulu
(tahun 18251835) menyampaikan bahwa tidak untuk diterima dan disidangkan di pengadilan.
layak bila sengketa medik hanya ditangani oleh Banyak ahli hukum yang memahami hukum
juri awam. Juri tersebut terlalu mengandalkan kedokteran, termasuk secara terbuka sebuah
testimoni berbagai ahli untuk menerangkan firma hukum menyediakan layanan kepada
kedokteran sebagai bidang ilmu pengetahuan yang masyarakat untuk pembelaan kasus sengketa
kompleks dalam perkara sengketa medik. Dengan medik seperti Sacks, Leichter & Roskin Limited
demikian, Channing berpendapat bahwa satu- Law Partnership (LLP). Cakupan pelayanan sengketa
satunya cara untuk mencapai keadilan adalah agar yang ditawarkan pun bervariasi sesuai dengan
dokter disidang oleh teman sejawatnya selaku kasus yang ditangani, seperti kesalahan diagnosis,
hakim, sebagaimana praktik di peradilan militer.2 pengobatan dan operasi.3 Seorang dokter-pengacara
Dokter-pengacara dengan latar belakang akan sama dengan pengacara yang berlatar belakang
sarjana kedokteran dalam mutu pengetahuannya yang disandang seseorang, dalam praktik dikenal
tentang rekam medis pasien, hasil pencitraan sebagai pencegahan/penghindaran terhadap
radiologi dan laboratorium, serta temuan patologis double dipping sebagaimana seseorang dinyatakan
serta jenis dan bentuk tindakan medik. Dengan menerima kompensasi secara ilegal untuk kali
demikian ia tentu dapat mengevaluasi sebuah kedua bagi aktivitas yang sama. Termasuk dalam
kasus malpraktik secara lebih lengkap dalam hal ini seseorang melakukan tagihan pembayaran
perolehan bukti awal bagi pasien penggugat untuk ganda, masing-masing sebagai honorarium dari
mendalilkan pihak dokter kemungkinan bersalah. dua atau lebih pihak untuk upaya perkara/
Pentingnya penegakan keadilan bagi pasien kasus yang sama dari waktu yang sama pula.6
korban malpraktik dan hak masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik pun Konteks Membela Pasien
menguatkan keberadaan dokter yang merangkap Gagasan untuk menyeimbangkan asimetrisitas
profesi sebagai pengacara. Asumsi dasar gagasan hubungan pasiendokter (yang pada umumnya pasien
ini adalah dari timpangnya kedudukan pasien berada di bawah posisi dokter baik secara sosiologis,
(asimetrisitas) dalam hubungan pasiendokter. teknis dan budaya selain dari sisi fisik dan mental)
Gagasan ini didukung oleh dr. Lawrence Schlachter yang berfokus kepada pengentasan ketimpangan
seorang ahli bedah saraf di Amerika Serikat yang sekaligus penegakan keadilan merupakan fitrah
merangkap sebagai pengacara kasus malpraktik. Ia mulia. Gagasan positif ini pada gilirannya akan
menyatakan bahwa dunia kedokteran tidak mampu meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan
meregulasi dirinya sendiri dan selalu bergerak mutu pelayanan kesehatan melalui praktik dokter-
untuk melindungi kepentingan sendiri sebagaimana pengacara. Namun parsialitas/keberpihakannya
layaknya profesi lainnya. Dalam bukunya yang kepada kliennya (yang notabene adalah mantan
berjudul Malpractice, ia mengungkapkan budaya pasien dari sejawatnya yang kini dihadapinya sebagai
penyangkalan dan kerahasiaan dalam dunia pihak yang bersengketa dengan kliennya) akan
medis seperti kebohongan yang disampaikan oleh menimbulkan konflik kepentingan. Pertama, dokter-
dokter pada sidang pengadilan untuk membela pengacara sebagai sesama dokter dipertanyakan
sejawatnya, rumah sakit yang merahasiakan rekam etika kesejawatannya oleh dokter teradu/tergugat/
medis dari keluarga pasien, dan dokter yang tidak terlapor yang pernah mengobati kliennya. Selain
mendapatkan sanksi atas tuntutan malpraktik yang itu dipertanyakan loyalitasnya terhadap organisasi
sah.4 Untuk itu, dunia medis sebagaimana doktrin profesi kedokteran tempatnya ia bernaung.
keselamatan dan kepentingan terbaik pasien perlu Beberapa alasannya adalah sebagai berikut. Adanya
meningkatkan bela rasa, keadilan dan mutu pemberatan argumentasi dokter-pengacara. Sebagai
pertanggungjawabannya, yang dapat didukung dokter, ia dapat memilih lebih tepat dalil aduan/
dengan berkecimpungnya dokter-pengacara untuk gugatan/laporan dengan menggunakan sumpah
meredam kemungkinan ketidakjujuran pihak dokter termasuk landasan Deklarasi Jenewa7 sambil
dokter dalam persidangan, baik secara etik, memperlemah mental dokter teradu/tergugat/
disiplin, maupun hukum yang merugikan pasien. terlapor dengan menekankan kewajiban tanpa
Dokter-pengacara sebagaimana fenomena syarat yang melekat pada sumpah profesi sebagai
profesi ganda semakin banyak dijumpai dalam dasar gugatan. Disamping itu sebagai pengacara ia
konteks globalisasi seiring dengan maraknya mampu mengartikulasi dalil gugatan malpraktiknya
industri, termasuk pelayanan kesehatan. Dalam dengan basis kaidah dasar bioetika/moral untuk
konteks menghindari konflik kepentingan dari secara implisit mengukuhkan penyederhanaan dalil
profesi ganda di kalangan advokat, organisasi medikolegal aduan/gugatan/laporannya dengan
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) juga mengesampingkan asas hukum praduga tidak
telah mensyaratkan agar advokat tidak berstatus bersalah karena telah terjadi kerugian dari pihak
sebagai pegawai negeri atau pejabat negara, yang pasien. Desain pemberatan praduga bersalah
kemudian diperluas melingkupi TNI dan POLRI, dikaitkan dengan eksploitasi bahwa setiap dokter
berdasarkan UU No. 18 tahun 2003.5 Dalam rangka wajib terikat lafal sumpah seperti: Kesehatan
mempertahankan standar tertinggi etika profesi pasienku akan menjadi pertimbanganku yang
masing-masing terhadap konflik etika profesi ganda pertama diperkuat lagi oleh Kode Etik Kedokteran
Indonesia (KODEKI)8 yang diterbitkan/diakui oleh didalilkan menjadi adanya kerugian kliennya
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berbunyi: Saya akan seringkali tergelincir bertentangan dengan doktrin
senantiasa mengutamakan kepentingan pasien, praduga tidak bersalah akibat sikap partisan
dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. subyektif pengacara membela kliennya walaupun
Pemberatan argumen dengan penyederhanaan ia bahwa sebagai pengacara ia secara hukum
logika secara koheren yang kesemuanya diarahkan berlaku obyektif. Hal ini membuatnya berposisi
untuk praduga bersalah antara lain dengan rentan akibat perbedaan kepentingan dalam
menyudutkan aduan/gugatan/laporan dengan dirinya sehingga muncul perubahan pendapat
dugaan dokter melanggar pasal-pasal KODEKI atau loyalitasnya terhadap kliennya sendiri,
antara lain: pasal 8 (tentang profesionalisme), baik berupa konflik dan inkosistensi.9 Apalagi
pasal 9 (tentang kejujuran dan kebajikan), pasal bila dalam berperkara beban pembuktian yang
10 (tentang penghormatan hak-hak pasien dan seharusnya ada pada dokter-pengacara sebagai kuasa
sejawatnya), pasal 11 (tentang pelindung kehidupan), hukum pasien, digeser ke pihak dokter. Dengan
pasal 14 (tentang konsul dan rujukan), pasal 17 demikian, sepanjang belum dibuktikan adanya
(tentang pertolongan darurat). Pemberatan dan posisi asimetrisitas posisi dokterpasien yang
akumulasi berbagai dugaan pelanggaran etika untuk patut diduga merugikan kliennya dan/atau adanya
didalilkan secara hukum akan membuat pihak kejadian yang masuk kategori ajaran res ipsa loquituur
dokter sejawatnya seolah kehilangan rasa percaya (the things speak for itself) pada diri pasien, dokter-
diri, kebingungan, dan serba salah berkepanjangan pengacara yang berperkara membela pasien dalam
sehingga tidak jarang dokter teradu/tergugat/ sengketa medik adalah tidak memadai secara etis.
terlapor menjadi tertekan secara emosional.
Posisi hukum dokter-pengacara membela pasien Konteks Membela Dokter
dalam sengketa medik hampir dipastikan lebih tegas Dokter-pengacara yang dalam berperkara
dan lebih implikatif merepotkan atau merugikan sengketa medik membela pihak dokter secara
bagi dokter teradu/tergugat/terlapor dibandingkan apriori dapat dikategorikan sudah sesuai dengan
kemiripan dengan posisi ketidakpuasan/ etika kesejawatan. Di samping itu ia sebagai
miskomunikasi antara dokter pengobat/penerapi dokter dianggap bersikap loyal terhadap koleganya
pasien yang kebetulan sesama dokter atau keluarga/ sebagaimana tertera pada sumpah dokter berdasarkan
kerabat dokter. Dalam pengalaman memeriksa dokter KODEKI yang berbunyi Saya akan memperlakukan
teradu di sidang etika atau disiplin, atau diskusi teman sejawat saya seperti saudara kandung, serta
pertemuan yang membahas kasus etika/disiplin pasal 18 KODEKI yang menyatakan Setiap dokter
mulai sering muncul sikap enggan atau bahkan akan memperlakukan teman sejawat sebagaimana
marah dari hubungan dokterdokterpasien ia ingin diperlakukan.8 Loyalitas kepada teman
tersebut sehingga pernah beberapa mengusulkan agar sejawatnya merupakan loyalitas terhadap profesi/
dokterpasien diperlakukan sama dengan pasien korsa kedokteran yang memiliki kewenangan
biasa dalam hal ditarik imbalan jasa medis juga. pengaturan mandiri bagi anggota-anggotanya.
Sebagai dokter-pengacara dalam sengketa Dengan demikian, dalam konteks sumpah
medik antara dokter (yang juga sejawatnya) dengan dokter dan KODEKI tentang etika kesejawatan
pasien, ia secara medikolegal sesungguhnya tidak tersebut, dokter-pengacara yang membela dokter
sedang membela pasien. Lebih tepat, bahwa pada sejawatnya secara sosiologis dapat dimaknai
saat beracara, ia dalam posisi lebih membela sebagai sebuah tindakan etis. Sikap/perilaku
kliennya sendiri (selaku pengacara) yang notabene dokter-pengacara sebagai pribadi praktisi hukum
kliennya adalah mantan pasien sejawatnya. Tentu yang merupakan bahagian dari korsa kedokteran
dalam posisi yang berseberangan ini ia tidak akan masih terikat kewajiban-kewajiban etikolegal
membela sejawatnya atau asosiasi profesinya. untuk mengadvokasi hal-hal sebagai berikut.
Argumentasi medikolegal demi penegakan Memperjelas tatanan pola hubungan dokter
keadilan, kebaikan dan otonomi kliennya serta pasien sebagai hubungan fidusier dari suatu
sikap ingin menolongnya akibat sikap/tindakan sistem pelayanan kedokteran yang kompleks dan
medik dokter selayaknya didasarkan pada fakta saling bergantung serta pola pasien/masyarakat
obyektif. Argumentasi tersebut yang kemudian menghargai upaya maksimal trias diagnosis-terapi-
3
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan, Jakarta
4
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Kata Kunci Abstrak Kebanggaan memiliki anak bertanggal ulang tahun unik dan
etik; persalinan sesar; permohonan pasien berbagai alasan lainnya mendorong ibu untuk membuat permintaan
Korespondensi prosedur persalinan sesar pada tanggal tertentu, meskipun cara
wssukarya@yahoo.com persalinan pervaginam masih mampu laksana tanpa penyulit yang
signifikan. Hal ini menggiring diskusi untuk menjawab dilema etik
contact@ilmiah.id
dokter dalam menanggapi permohonan pasien yang tidak disertai
Publikasi indikasi medis tersebut. Penelusuran literatur dilakukan untuk
2017 JEKI/ilmiah.id
menganalisis risiko dan manfaat sebagai acuan penilaian etik atas
DOI
prosedur persalinan sesar terencana. Menurut UU Praktik Kedokteran,
10.26880/jeki.v1i1.3
pasien berhak atas pilihan pengobatan, mendapatkan penjelasan atas
Tanggal masuk: 12 Juli 2017 tindakan medik, dan menolak tindakan medis pada dirinya. Dalam kode
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017 etik Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI) revisi
2012, tindakan bedah sesar atas permintaan pasien tidak melanggar etik
Tanggal diterima: 18 Agustus 2017
selama telah dilakukan informed consent khusus dan usia kehamilan
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017 sudah 39 minggu saat operasi sesar dilakukan.
Abstract The pride of having a child with unique birthday and various other reasons encourage a mother to
request cesarean delivery procedure on a certain date, even though vaginal delivery is still feasible without
significant complication. This leads to a discussion of doctors ethical dilemma in responding to patient requests
which are not based on medical indications. A literature search was conducted to analyze the risks and benefits
as reference for ethical assessment of planned cesarean delivery procedure. According to the Medical Practice
Act, a patient has the rights to choose treatments, to obtain explanation of medical actions, and to reject medical
treatment. In the code of Indonesian Society for Obstetrics and Gynecology 2012 revision, cesarean section on
maternal demand does not violate ethics as long as a special informed consent is performed and the gestational
age has reached 39 weeks when the cesarean section takes place.
Salah satu alasan lainnya dari permintaan sesar ginekologi melakukan tindakan sesar berdasarkan
oleh ibu adalah keinginan untuk mendapatkan permintaan pasien tanpa adanya indikasi obstektrik
persalinan yang mudah dengan rasa sakit yang nyata? Menyeimbangkan porsi beneficence, non-
minimal.13 Permintaan ibu untuk kelahiran sesar maleficence, autonomi, dan justice dalam kasus ini
seharusnya tidak dimotivasi oleh tidak tersedianya menjadi kunci dalam menentukan sikap etik dokter.
penanganan nyeri yang efektif.12 Ketidakmampuan Dalam suatu studi etik di Amerika, dilakukan
ibu dalam mengatasi rasa sakit sejatinya dapat peninjauan etik berdasarkan paradigma beneficence,
dijawab melalui anastesi epidural pada persalinan autonomi, dan justice terhadap permintaan sesar
pervaginam. Akan tetapi, tidak jarang pasien kurang tanpa indikasi medis. Secara beneficence, hingga saat
dapat memahami adanya kemudahan tersebut akibat ini keputusan klinis masih memandang persalinan
stigma masyarakat terkait persalinan pervaginam pervaginam sebagai standar baku. Pada studi ini,
yang sudah mengakar.13 terdapat opini bahwa tidak ada kewajiban berbasis
Sejatinya, risiko komplikasi tidak hanya otonomi untuk menawarkan kelahiran sesar dalam
terdapat pada ibu. Pada bayi yang dilahirkan, risiko proses pemberian informasi yang etis dan legal.
terjadinya gangguan pernapasan meningkat pada Adapun, dokter harus menanggapi permintaan
kelahiran dengan usia kehamilan kurang dari 39 pasien atas prosedur tersebut dengan informed
minggu.10 Oleh karena itu, persalinan sesar atas consent yang menyeluruh dan meminta agar ibu
permintaan ibu tidak boleh dilakukan sebelum usia mempertimbangkan kembali keputusannya untuk
kehamilan mencapai 39 minggu atau tanpa tindakan memastikan bahwa otonomi dilakukan dengan
pematangan paru-paru bayi sebelum tindakan sesar sungguh-sungguh. Menurut studi tersebut, dengan
dilakukan.9 adanya informed consent menyeluruh, pemenuhan
The American College of Obstetricians and permintaan ibu secara etik diperbolehkan.15
Gynecologists (ACOG) menyatakan bahwa persalinan Pada tahun 2006, The American College of
sesar terencana memiliki beberapa potensi manfaat Obstetricians and Gynecologists (ACOG) telah
di antaranya dapat membantu ibu mengatur rencana mengadakan pertemuan khusus membahas masalah
pasca persalinan dan perawatan anak dengan lebih ini. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa
matang serta mengurangi risiko inkontinensia tindakan sesar atas permintaan pasien boleh
urin postpartum dalam jangka pendek, meskipun dilakukan jika dokter telah memberikan informasi
tingkat inkontinensia dua tahun setelah persalinan dalam bentuk informed consent yang jelas mengenai
tidak berbeda secara signifikan antara kelahiran komplikasi akibat sesar yang dapat timbul seperti
pervaginam dan bedah sesar. Selain itu, operasi kematian ibu, emboli paru, infeksi, perlengketan,
sesar terencana dapat mengurangi risiko morbiditas komplikasi anestesi, hingga kemungkinan operasi
dan mortalitas terkait kehamilan postterm dan risiko sesar ulangan pada kehamilan berikutnya.14
kecil kelahiran mati pada term akhir meskipun Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana kondisi di
hal tersebut juga dapat ditangani dengan metode Indonesia?
induksi. Persalinan sesar juga dinilai dapat Terbitnya UU tentang Praktik Kedokteran
mengurangi atau menghilangkan morbiditas dan pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa
mortalitas pada janin terkait proses persalinan pasien memiliki tiga hak dalam pengobatannya
pervaginam seperti: cedera pleksus brakialis yang kemudian dapat menjadi kerangka pertama dalam
berhubungan dengan distosia bahu; trauma pada analisis kasus ini. Pertama, pasien berhak atas
tulang klavikula, tengkorak atau humerus, asfiksia pilihan pengobatan pada dirinya. Pernyataan ini
yang berhubungan dengan kejadian intrapartum, menguatkan bahwa permohonan persalinan sesar
seperti prolaps umbilikus atau abruptio placentae; oleh pasien adalah hal yang dibenarkan. Kedua,
penularan penyakit menular perinatal, termasuk pasien berhak untuk mendapatkan penjelasan
HIV dan herpes simplek.14 atas tindakan medik yang akan dilakukan pada
dirinya. Hal ini mengindikasikan kewajiban dokter
Tinjauan Etik untuk memberi penjelasan sejelas-jelasnya kepada
Mengingat sederet rentetan risiko dan potensi pasien mengenai untung rugi tindakan dan risiko
manfaat yang ada, kemudian dalam pandangan etik, yang dihadapi selama pembedahan serta masa
apakah boleh seorang dokter spesialis obstetri dan mendatang. Terakhir, pasien memiliki hak untuk
menolak tindakan medis pada dirinya, dalam hal dan janin berkaitan dengan tindakan bedah
ini pasien dibenarkan untuk menolak rekomendasi sesar.
persalinan pervaginam yang diberikan oleh dokter.16 Sebagai syarat lainnya, menurut rekomendasi
Sementara dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia ACOG, prosedur sesar dapat dilaksanakan dengan
(KODEKI) tahun 2012 pasal 10 ditegaskan bahwa catatan usia kehamilan cukup bulan (mencapai 39
dokter wajib menghormati hak-hak pasien.17 minggu).14 Selain itu, dokter harus dapat membantu
Dalam suatu studi dikatakan bahwa selain nilai memberi arahan yang jelas pada pasien mengenai
autonomi dan beneficence terhadap ibu, beneficence informasi medis yang diperlukan terkait keputusan
terhadap janin juga perlu diperhatikan. Oleh karena yang dimilikinyadalam rangka menghormati
itu, dokter berhak menolak permintaan pasien autonomi pasien dan memenuhi kewajiban dokter
dengan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dalam optimasi kesehatan ibu dan janin.21
dengan data pendukung yang ada. Meskipun
demikian, terkait UU Praktik Kedokteran di mana KESIMPULAN
Indonesia memercayai tiga hak pasien dengan dasar
nilai autonomi pasien, studi tersebut menekankan Pada kondisi di mana tidak ada indikasi
untuk melakukan diskusi yang cukup dengan pasien medis untuk dilakukan prosedur persalinan sesar,
untuk menghasilkan keputusan terbaik secara medis persalinan pervaginam menjadi pilihan persalinan
dan etik.18 Sebelum dikeluarkannya suatu pedoman yang paling aman dan wajib direkomendasikan oleh
dalam kasus ini, sebuah informed consent yang dokter. Akan tetapi mengingat hak pasien yang
dieksekusi secara eksplisit menjadi hal mendasar dinyatakan dalam UU Praktik Kedokteran tahun
dalam membuat keputusan metode persalinan.19 2004, pasien dapat menolak dilakukan persalinan
Masalah ini juga telah dibahas secara intens pervaginam dan mengajukan permohonan
oleh Persatuan Obestetri dan Ginekologi Indonesia persalinan sesar. Permintaan persalinan sesar
(POGI) dalam pertemuan fetomaternal dan terencana oleh pasien yang tidak dilandasi oleh
pertemuan tahunan POGI. Pada Pertemuan Ilmiah indikasi medis tersebut dapat dilaksanakan dengan
Tahunan (PIT) POGI di Jakarta, Juli 2011, telah syarat telah dilaksanakannya informed consent
disepakati untuk dilakukan perubahan pada standar khusus, serta pada saat prosedur dilaksanakan usia
kode etik POGI yang menyatakan bahwa tindakan gestasi tidak boleh kurang dari 39 minggu. Bila
seksio sesar atas permintaan pasien bukanlah syarat tersebut dipenuhi, tindakan bedah sesar atas
merupakan suatu bentuk pelanggaran etik selama permintaan pasien dapat dibenarkan secara etik dan
dilakukan suatu informed consent khusus, yaitu tidak melanggar kode etik POGI.
adanya surat persetujuan tindakan medik bedah
sesar dengan format khusus yang isinya dijelaskan KONFLIK KEPENTINGAN
langsung oleh dokter yang akan melakukan
tindakan, serta pengisiannya didampingi saksi dari Tidak ada konflik kepentingan.
pihak dokter dan saksi dari pihak pasien. Adapun
surat persetujuan tindakan medik tersebut berisi:20 REFERENSI
1. Permintaan yang tertulis secara eksplisit bahwa
pasien meminta untuk dilakukan tindakan 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
bedah sesar. Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al. Williams
2. Pernyataan bahwa pasien telah mendapat Obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill
penjelasan dari dokter yang akan melakukan Education; 2014.
pembedahan tentang:
2. Magowan B, Owen P, Thomson AJ. Clinical
a. persalinan secara sesar akan dilakukan
obstetrics and gynaecology. Philadelphia: Saunders;
walaupun berdasarkan pemeriksaan dokter,
2014. 435 p.
pasien dapat melahirkan pervaginam.
b. persalinan melalui sesar tidak lebih baik 3. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I,
maupun lebih berisiko jika dibandingkan editors. Danforths obstetrics & gynecology. 10th
dengan persalinan pervaginam. ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
c. adanya risiko yang dapat timbul pada ibu 2012. 1152 p.
4. The American College of Obstetricians and 14. American College of Obstetricians and
Gynecologists. Cesarean birth [Internet]. 2015 May Gynecologists. Committee opinion no. 559:
[disitasi 2017 Jul 6]. Diunduh dari: https://www. Cesarean delivery on maternal request. Obstet
acog.org/~/media/For Patients/faq006.pdf Gynecol. 2013;121(4):9047. doi: 10.1097/01.
AOG.0000428647.67925.d3.
5. Menacker F, Declercq E, Macdorman
MF. Cesarean delivery: Background, trends, and 15. Minkoff H, Powderly KR, Chervenak
epidemiology. Semin Perinatol. 2006;30(5):23541. F, McCullough LB. Ethical dimensions of
doi: 10.1053/j.semperi.2006.07.002. elective primary cesarean delivery. Obstet
Gynecol. 2004;103(2):38792. doi: 10.1097/01.
6. Coleman VH, Lawrence H, Schulkin J.
AOG.0000107288.44622.2a.
Rising cesarean delivery rates: The impact of
cesarean delivery on maternal request. Obstet 16. Undang-Undang Republik Indonesia nomor
Gynecol Surv. 2009;64(2):1159. doi: 10.1097/ 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. 2004.
OGX.0b013e3181932dda. Diunduh dari: http://www.idionline.org/wp-
content/uploads/2010/03/UU-No.-29-Th-2004-ttg-
7. Lee ASM, Kirkman M. Disciplinary
Praktik-Kedokteran.pdf
discourses: Rates of cesarean section explained
by medicine, midwifery, and feminism. Health 17. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Care Women Int. 2008;29(5):44867. doi: Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
10.1080/07399330801949574. Jakarta; 2012.
8. Capitulo KL, Klein VR. Should pregnant 18. Minkoff H. The ethics of cesarean section by
women be able to choose elective cesarean choice. Semin Perinatol. 2006;30(5):30912.
as a birth option? MCN Am J Matern Nurs.
19. Lee YM, DAlton ME. Cesarean
2010;35(5):2523.
delivery on maternal request: Maternal and
9. Latham SR, Norwitz ER. Ethics and neonatal complications. Curr Opin Obstet
cesarean delivery on maternal demand. Semin Gynecol. 2008;20(6):597601. doi: 10.1097/
Perinatol. 2009;33(6):4059. doi: 10.1053/j. GCO.0b013e328317a293.
semperi.2009.07.009.
20. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
10. Norwitz ER. Cesarean delivery on Indonesia. Panduan etika dan profesi obstetri dan
maternal request [Internet]. 2017 [disitasi 2017 ginekologi di Indonesia. Jakarta; 2012. Diunduh
Jul 6]. Diunduh dari: http://www.uptodate.com/ dari: http://pogi.or.id/publish/download/
contents/cesarean-delivery-on-maternal-request dokumen-wajib-pogi/
11. Liu S, Liston RM, Joseph KS, Heaman M, 21. Kalish RB, McCullough LB, Chervenak FA.
Sauve R, Kramer MS. Maternal mortality and Patient choice cesarean delivery: Ethical issues.
severe morbidity associated with low-risk planned Curr Opin Obstet Gynecol. 2008;20(2):1169. doi:
cesarean delivery versus planned vaginal delivery at 10.1097/GCO.0b013e3282f55df7.
term. CMAJ. 2007;176(4):45560. doi: 10.1503/
cmaj.060870.
12. NIH State-of-the-Science Conference
Statement on cesarean delivery on maternal
request. NIH Consens State Sci Statements.
2006;23(1):129.
13. Chestnut DH. Cesarean delivery on
maternal request: Implications for anesthesia
providers. Int J Obstet Anesth. 2006;15(4):26972.
Abstract Peoples need for medical competency information in an era when marketing may be expressed explicit-
ly or implicitly, both in print and electronic media, has become a polemic for doctors. To publicly announce ones
capability, the simplest way would be through advertisements. A literature search was conducted to answer
ethical questions of advertising doctors. Ethically, both self-advertisements and health/beauty products associ-
ated with identity and title of a physician are not justified unless the physician has non-active license and/or the
product advertisement is a non-health, non-beauty, and does not involve the title and attributes of the physician.
Further in the implementation, it is expected that the Medical Ethics Council of Honor is able to formulate new
regulations to help colleagues who experience ethical dilemmas related to advertising doctor.
satu faktor yang berperan dalam terciptanya dilema mempromosikan atau mengiklankan dirinya,
etik ini. Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan barang, dan/atau jasa guna kepentingan dan
reputasi, upaya promosi diri dalam bentuk iklan keuntungan pribadinya, sejawat, maupun pihak lain
pun bermunculan. Mengandalkan dunia jurnalistik kelompoknya.
sebagai wadah pembentukan citra, tidak sedikit Larangan pengiklanan ini ditegaskan kembali
promosi dengan kedok artikel-artikel ilmiah dalam KODEKI tahun 2012 pasal 4 tentang memuji
bertebaran dewasa ini. Selain membentuk citra, diri yang berbunyi bahwa Setiap dokter wajib
meningkatkan popularitas adalah salah satu tujuan menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
lainnya dalam beriklan. Ketenaran ini kemudian memuji diri.5 Setiap dokter wajib mempertahankan
dapat ditempuh secara singkat melalui artikel yang profesionalisme dalam menginformasikan kualitas
menyebar secara viral di dunia maya. kompetensi dan kewenangan diri kepada sejawat
Selanjutnya, beriringan dengan meningkatnya profesi kesehatan dan/atau kepada publik.
kesohoran seorang dokter, berbagai tawaran untuk Dokter wajib menjamin bahwa setiap informasi
menjadi duta merek, bintang iklan, presenter yang disampaikan bersifat faktual dan terhindar
acara, dan profesi lainnya di dunia hiburan pun dari segala niat dan upaya untuk menunjukkan
berdatangan. Dapat kita jumpai di televisi baik stasiun kehebatan diri atau memuji diri melalui wahana/
televisi di dalam maupun luar negeri, banyak dokter media publik, seperti pertemuan dengan khalayak,
yang kemudian memberikan testimoni klinis atas media massa, media elektronik, dan media
suatu produk atau menjadi bintang iklan maupun komunikasi berteknologi canggih lainnya. Tindakan
duta merek dari berbagai produk dengan klaim yang tergolong ke dalam kegiatan memuji diri
kesehatan dan kecantikan. Keberadaan seorang adalah mengiklankan kemampuan/kelebihan-
dokter dalam iklan suatu produk sering diartikan kelebihan yang dimiliki seorang dokter baik secara
sebagai keberpihakan dokter tersebut atas produk lisan maupun tulisan, dalam berbagai wahana/
kesehatan dan kecantikan terkait. Hal ini kemudian media publik dalam dan luar negeri. Hal ini dapat
dapat menggiring sebuah opini dalam masyarakat berupa tulisan yang mengandung pernyataan
bahwa produk tersebut direkomendasikan oleh superlatif, yang antara lain menyiratkan pengertian
dokter karena telah terbukti manfaatnya secara satu-satunya ahli atau makna yang serupa dengan
klinis. Padahal, di balik layar dokter tersebut pernyataan keunggulan, keunikan, atau kecanggihan
tidaklah berperan dalam memutuskan kombinasi pelayanan pribadi yang cenderung menyesatkan dan
komposisi maupun melakukan pembuktian bersifat pamer, sehingga dapat menimbulkan kesan
manfaat klinis atas produk tersebut. Adanya potensi yang keliru terhadap profesi.
timbulnya kesalahpahaman masyarakat kemudian Oleh karena itu, bila ditemukan keberadaan
mengundang sebuah kaji etik, di mana dokter artikel yang memuat nama seorang dokter dengan
dalam kasus ini seolah memberikan rekomendasi konten yang bersifat memuji-muji dokter, dokter
produk kepada pasien yang mana dapat mencederai yang bersangkutan harus segera mengajukan surat
pasien dan/atau bersifat penipuan publik karena keberatan terhadap konten artikel tersebut karena
rekomendasi yang diberikan bukanlah semata-mata isinya yang bersifat kurang etis. Contoh lainnya
demi kebaikan pasien melainkan untuk keuntungan adalah pembagian selebaran dan/atau kartu nama
bisnis. yang mengandung informasi yang bersifat komersial.
Bila merujuk pada KODEKI, kartu nama yang
Tinjauan Etik dibenarkan secara etik hanyalah kartu nama dengan
Sejatinya, hal ini telah diatur dalam KODEKI konten terbatas pada identitas tanpa adanya muatan
tahun 2012 dalam pasal 3 tentang kemandirian superlatif maupun komersial.5
profesi pada cakupan pasal butir (2) poin c
yang menyatakan bahwa setiap dokter dilarang Hal-hal yang Dianggap Tidak Melanggar Etik
melakukan perbuatan ...yang mengakibatkan Larangan beriklan kemudian dapat dikecualikan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi,5 pada kasus-kasus dimana dokter yang bersangkutan
yang salah satunya adalah dengan melibatkan tidak memiliki STR yang aktif (tidak berpraktik
diri, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai dokter) atau produk yang diiklankan tersebut
dalam segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk tidak memiliki klaim kesehatan/kebugaran/
kecantikan, dengan catatan dalam kontennya tidak pengiklanan fasilitas pelayanan kesehatan sangat
memunculkan gelar maupun atribut kedokteran perlu memperhatikan pembahasan mengenai
sama sekali. Tidak diperbolehkannya penggunaan batasan dokter beriklan seperti di atas, terutama
gelar maupun atribut kedokteran dikarenakan jika iklan yang direncanakan memuat figur dokter
oleh keadaan masyarakat yang kurang memahami sebagai bagian dari kontennya.
perihal aktif tidaknya STR dokter sehingga hal ini
diharapkan dapat membantu masyarakat dalam KESIMPULAN
membedakan dokter dengan STR aktif dan STR
tidak aktif. Adanya perubahan fokus utama dari sekadar
Adapun pemasangan iklan pada media cetak memberikan informasi demi kebaikan pasien
dalam rangka pengenalan awal praktik, pengumuman kemudian bergeser menjadi kepentingan komersial
cuti praktik, dan pengumuman kembali buka demi memikat pelanggan menjadikan aktivitas
praktik pasca cuti diperbolehkan dengan ketentuan periklanan tersebut mencederai hakikat profesi
besar iklan yang dimuat berukuran maksimum 2 dokter yang seharusnya melakukan segala sesuatu
kolom x 10 cm dan hanya berisi informasi nama, semata-mata demi kebaikan pasien. Tujuan
jenis spesialisasi, alamat, waktu praktik, nomor keterlibatan seorang dokter sebagai dokter dalam
telepon (seperti ketentuan papan nama praktek) iklan hanya dibenarkan untuk tujuan memberikan
dengan nomor surat ijin praktik lengkap, tanpa informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
disertai properti persuasif apapun maupun alasan secara EBM dan keprofesian, misalnya dalam iklan
cuti praktiknya tersebut.5 layanan masyarakat terkait program kesehatan
Sementara itu, dalam UU Praktik Kedokteran tertentu. Di sisi lain, tindakan memuji diri atau
tahun 2004 pasal 41 disebutkan bahwa dokter bersifat mempromosikan produk atau layanan
yang telah mempunyai surat izin praktik dan komersial oleh dokter adalah hal yang berpotensi
menyelenggarakan praktik kedokteran wajib merendahkan marwah profesi kedokteran. Oleh
memasang papan nama praktik kedokteran pada karena itu, segala bentuk periklanan diri seorang
lokasi praktik.6 Untuk itu, dalam KODEKI tahun dokter dan periklanan produk dengan klaim
2012 juga dicantumkan bahwa pemasangan plang kesehatan dan kecantikan yang melibatkan dokter di
nama dokter pada lokasi praktik tidak digolongkan dalamnya secara etik tidak dibenarkan berdasarkan
dalam tindakan beriklan apabila memenuhi KODEKI tahun 2012. Lebih lanjut lagi, diharapkan
ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang MKEK mampu mengembangkan sebuah regulasi
pemasangan plang nama tersebut kemudian diatur baru maupun fatwa untuk menindaklanjuti sejawat
dalam pasal 4, cakupan pasal butir (2), yakni plang yang tersangkut dilema etikolegal ini.
maksimal berukuran 60 cm x 90 cm dengan latar
belakang putih dan warna huruf hitam. Dalam plang KONFLIK KEPENTINGAN
hanya memuat nama, jenis spesialisasi, nomor surat
izin praktik, waktu praktik, dan nomor rekomendasi Tidak ada konflik kepentingan.
IDI. Dengan penerangan yang wajar, plang dipasang
pada dinding bangunan di depan tempat praktik REFERENSI
atau di tepi jalan bagi praktik perorangan, dan di
depan/dinding lorong masuk ruang praktik pada 1. Badan Pengembangan dan Pembinaan
rumah sakit, puskesmas, klinik bersama, maupun Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
kantor kesehatan.5 Republik Indonesia. Kamus besar Bahasa Indonesia
Termasuk dalam hal yang diperbolehkan [Internet]. 2016 [disitasi 2017 Jul 4]. Diunduh dari:
dalam beriklan adalah pengiklanan melalui fasilitas http://kbbi.web.id
layanan kesehatan, misalnya rumah sakit dan/
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
atau klinik. Batasan beriklan dari fasilitas layanan
Profil kesehatan Indonesia 2016. 2017. Diunduh
kesehatan secara umum diatur secara tersendiri
dari: http://www.pusdatin.kemkes.go.id/download.
dan lebih fleksibel sebagaimana yang diatur dalam
php?file=download/pusdatin/lain-lain/Data-dan-
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no.
Informasi-Kesehatan-Profil-Kesehatan-Indonesia-
1787/MENKES/PER/XII/2010.7 Hanya saja,
2016-smaller-size-web.pdf
16 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Prawiroharjo P dan Meilia PDI
RAKERNAS XXI
IKATAN DOKTER INDONESIA
REFORMASI SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
DAN SISTEM PENDIDIKAN KEDOKTERAN YANG
KOMPREHENSIF DAN MULTISEKTORAL MENUJU
INDONESIA SEHAT
Abstract The rapid development of law and medicine in Indonesia has rendered discourses of medical punishment unre-
strained. Lethal injection, for example, which is considered as having high lethality and even minimizing the suffering of
convicts, is considered better and more ethical than conventional execution alternatives such as death penalty. However,
technically the implementation of this pro justitia action raises the ethical dilemma for medical profession when it harms,
makes permanent or temporary disabilities, or causes death to the convicts. On one side, the medical profession must
always be faithful to its humanity-oriented, human-oriented character. On the other hand, handing a medical act of pro
justitia to other professions potentially harms the convicts due to the action is not performed professionally. This ethical
dilemma has to be regulated in a medical profession ethical decree, which is in the authority of the Medical Ethics Coun-
cil of Honor. In practice, this matter has to be discussed by all interested parties, including the executive, legislative and
judiciary who will sentence the form of execution.
sebagai bidang ilmu yang dianggap paling Di Indonesia, eksekusi hukuman mati
memahami proses biologi dan dampak biologis dari masih menggunakan metode hukuman tembak,
suatu perlakuan atau zat kepada manusia. sebagaimana diatur dalam Penpres No.2/1964
Selain sebagai eksekutor hukuman pidana, tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
dokter juga memiliki berbagai peran dalam yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan
proses peradilan kriminal, seperti menentukan Peradilan Umum dan Militer1 dan Tata
kompetensi terpidana untuk menjalani persidangan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri
dan memberikan pengobatan bagi narapidana, No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
terutama bagi yang memiliki gangguaan kejiwaan. Pidana Mati.2 Dalam peraturan tersebut, tugas
Walaupun dalam hal ini dokter bermaksud untuk seorang dokter hanya sebatas memberikan
menyembuhkan pasien dengan gangguan jiwa, kepastian kematian terpidana, yang mana tidak
kesembuhan tersebut justru membuat narapidana membahayakan pidana sehingga dapat dianggap
dapat dijatuhi hukuman pidana yang telah tidak bertolak belakang dengan etika kedokteran.1,2
diputuskan hakim, termasuk hukuman mati. Namun di Amerika Serikat, peran dokter
Fenomena ini menggambarkan adanya loyalitas bukan hanya diharapkan, tetapi menjadi syarat
ganda pada profesi kedokteran, yang mana tak hanya untuk eksekusi hukuman mati di 18 negara
dituntut untuk memprioritaskan kesehatan pasien, bagian di Amerika Serikat, sedangkan 17 negara
tetapi juga dituntut untuk melayani masyarakat, bagian lainnya tidak mensyaratkan namun
termasuk dengan menjalankan keputusan hukum memperbolehkan adanya dokter dalam eksekusi
yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat luas. hukuman mati.3 Hal ini dikarenakan semakin
Sebagai profesi dengan kompetensi terbaik untuk meningkatnya penggunaan injeksi letal sebagai
menyembuhkan penyakit, apakah ilmu dan keahlian standar prosedur hukuman mati, di mana prosedur
tersebut dapat digunakan untuk hal sebaliknya? tersebut mengandung beberapa elemen dari praktik
Bagaimanakah dasar etika kedokteran dalam medis seperti menghitung dosis obat, menyuntikkan
menghargai keputusan hukum? Untuk menjawab obat intravena, dan memonitor tanda-tanda vital.
pertanyaan-pertanyaan tersebut, tulisan ini hendak Sejak tahun 1976, 1.280 injeksi letal telah digunakan
meninjau etika kedokteran sebagai eksekutor untuk eksekusi hukuman mati di Amerika Serikat.4
hukuman pidana yang menyebabkan gangguan Pada umumnya, injeksi letal sendiri terdiri
kesehatan, kecacatan dan risiko kesehatan lainnya. dari tiga fase, yaitu injeksi Sodium thiopental yang
memberikan efek anestesi dengan sedasi dan
METODE mensupresi pernapasan, Pancuronium bromide
(pavulon) yang menyebabkan paralisis otot, dan
Penelusuran literatur dilakukan melalui Potassium chloride yang menyebabkan gagal jantung
database jurnal etik kedokteran dan biomedis, akut.5 Dengan ketidaksadaran diri melalui anestesi
seperti PubMed, New England Journal of Medicine, dan tidak dapat bergeraknya pidana karena paralisis
dan Canadian Medical Association Journal. Sistem otot, metode ini menjadi preferensi karena dianggap
pencari Google Scholar juga digunakan untuk paling manusiawi dibandingkan metode-metode
mencari literatur tambahan dari sumber terpercaya, sebelumnya seperti hukum tembak, gantung, kamar
termasuk berbagai situs resmi dari organisasi gas, dan kursi listrik. Hukuman tembak dianggap
profesi atau publikasi pemerintah. Kata kunci yang mengakibatkan terlalu banyak keluar darah yang
digunakan adalah etika kedokteran, eksekutor sulit dikontrol, sebagaimana eksekusi hukuman mati
hukuman pidana, injeksi letal, hukum kebiri, Elisio Mares di Utah pada tahun 1951, di mana lima
dan Majelis Kedokteran Etik Kedokteran eksekutor menembak tidak tepat sasaran sehingga
baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. mengenai dada kanan dan menyebabkannya
meninggal perlahan karena perdarahan.6 Sedangkan
HASIL DAN PEMBAHASAN hukum gantung menyebabkan patahnya tulang leher
C2 (servikal nomor 2) sehingga pidana mengalami
Mengapa Dokter Dibutuhkan Dalam Eksekusi sesak nafas dan baru meninggal setelah beberapa
Hukuman Pidana yang Menyebabkan Kematian, menit.5 Metode kamar gas sianida pun menyebabkan
Kecacatan, atau Gangguan Kesehatan? kematian yang lebih lama daripada hukum gantung,
sebagaimana eksekusi hukuman mati Donald Harding kecacatan fungsi masih menjadi suatu perdebatan.
di Arizona pada tahun 1992 yang menyebabkan Namun, seandainya profesi dokter dilibatkan
kematian setelah 11 menit dengan proses yang dalam eksekusi hukuman yang membuat terpidana
menyakitkan hingga reporter yang menyaksikan cacat sementara, maka dokter merupakan profesi
turut menangis.7 Walaupun teknik kursi listrik yang paling memahami untuk menghindarkan
sempat populer digunakan, eksekutor menemukan cacat sementara tersebut menjadi permanen
bahwa seringkali lebih dari satu kali siklus setrum dan mengantisipasi efek samping dari tindakan
dibutuhkan untuk menyebabkan kematian kedokteran yang membuat cacat tersebut. Misalnya,
sehingga menyiksa terpidana yang dieksekusi.6 jika eksekusi tersebut adalah dengan pemberian
Pada kenyataannya, injeksi letal pun tidak obat-obatan tertentu, maka dokter adalah yang
sepenuhnya manusiawi. Thiopental sudah tidak lagi paling memahami mekanisme kerja obat sekaligus
digunakan sebagai anestesi di dunia medis, bahkan dampak klinis dan efek sampingnya terhadap
kedokteran hewan sekalipun. Hal ini dikarenakan manusia. Dengan demikian, keterlibatan dokter
obat tersebut tidak menjamin efek anestesia, yang memberikan tindakan profesional pro justitia
sehingga terpidana bisa jadi menderita kesakitan ini mempunyai dasar argumen etis yang kuat,
yang berat saat pancuronium bromide diinjeksikan dalam hal dokter bertindak atas nama keadilan
tapi tidak dapat mengekspresikannya karena otot tanpa harus mencederai sumpah kedokterannya.
tubuhnya, termasuk pita suara, sudah lumpuh
terparalisis.8 Risiko tersebut diperparah dengan Etika dan Peraturan Perihal Peran Dokter dalam
digantikannya peran dokter oleh teknisi seperti Eksekusi Hukuman Pidana yang Menyebabkan
phlebotomist, paramedik, atau teknisi medis gawat Kematian atau Kecacatan
darurat (Emergency Medical Technician [EMT]), yang
tentu memiliki keahlian pada bidang masing-masing, Walaupun keberadaan dokter dapat
tetapi tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengurangi risiko sakit yang harus dialami
untuk menghadapi kasus kompleks selayaknya terpidana serta dapat memberikan ketenangan bagi
seorang dokter.9 Untuk itu, peran dokter, terutama terpidana dan kerabatnya, banyak yang menganggap
ahli anestesi, dibutuhkan untuk mengeksekusi bahwa hal ini tidak sesuai dengan prinsip dan
prosedur yang lebih halus, dengan dosis dan metode etika dunia kedokteran. Berdasarkan prinsip
administrasi obat yang tepat, serta mampu membuat etika kedokteran yang terkandung dalam Sumpah
keputusan medis yang lebih tepat pada kondisi Hipokrates, menyebabkan kematian atau kecacatan
genting, agar mengurangi rasa sakit yang harus pada seseorang bertentangan dengan prinsip non-
dialami narapidana dalam menjalani hukuman mati. maleficence atau do no harm. Kemudian, pidana juga
Perlu juga dipahami bahwa dokter yang tidak berada dalam situasi yang memperbolehkannya
ikut melaksanakan hukuman pidana tidak dapat untuk memberikan informed consent atau persetujuan,
secara begitu saja dicap tidak bermoral. Tujuan yang mana merupakan bagian dari prinsip autonomi
dari keikutsertaan mereka bukanlah untuk dalam Sumpah Hipokrates.10
mengakhiri hidup orang lain atau menimbulkan Butir nomor lima pada sumpah dokter
cacat permanen, tetapi mengurangi penderitaan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
atau komplikasi dari suatu keputusan hukum yang berbunyi Saya tidak akan menggunakan
memang harus dilaksanakan. Sebagai analogi, pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang
seorang spesialis bedah dalam melakukan tugasnya bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun
juga mencederai pasien, tetapi itu bukan merupakan diancam juga memperkuat dasar agar dokter tidak
tujuan dari tindakannya. Tujuan sebenarnya menggunakan keahliannya untuk menyebabkan
adalah untuk menyembuhkan penyakit pasien. kematian atau kecacatan.11 Peran dokter di
Dengan demikian, tidak seharusnya tindakan masyarakat yang seharusnya menjadi penyembuh
seorang dokter dinilai tidak bermoral tanpa penyakit dan meringankan penderitaan tentu
melihat tujuan akhir dari tindakannya tersebut. bertolak belakang dengan eksekusi hukuman pidana
Walaupun peran dokter tidak menimbulkan secara jelas yang mengakibatkan bahaya yang lebih
dilema yang besar pada eksekusi hukuman mati di besar daripada keuntungan kepada seorang pasien.
Indonesia, hukuman lainnya yang menyebabkan Organisasi profesi kedokteran di Amerika
Serikat seperti American Medical Association (AMA) pun dapat menurun. Di samping itu, ketika pasien
melarang campur tangan dokter dalam eksekusi yang dilayani dokter adalah seorang narapidana,
hukuman mati dan hanya memperbolehkan dokter maka akan semakin sulit antara keduanya untuk
menandatangani sertifikat kematian.12 Demikian membangun kepercayaan. Hal ini dikarenakan adanya
juga dengan American Board of Anesthesiology (ABA) potensi anggapan dari narapidana, bahwa motif
yang melarang ahli anestesi untuk membantu proses dokter mengobatinya adalah agar kesembuhannya
eksekusi hukuman mati. Bagi ahli anestesi yang menjadikan narapidana tersebut kompeten untuk
diketahui membantu proses eksekusi hukuman menjalani eksekusi hukuman pidana. Maka dokter
mati, maka sertifikasi ABA yang dimiliki akan pun akan semakin sulit dalam menjalankan tugasnya
dicabut.13 Hal ini menjadi sebuah ancaman yang dalam menyembuhkan pasien, baik bagi pasien
keras karena kebanyakan rumah sakit tidak mau berstatus narapidana maupun masyarakat umum.
mempekerjakan ahli anestesi tanpa sertifikasi ABA.
Tapi pada sisi lain, peraturan ini sulit dilaksanakan KESIMPULAN
karena aparat penegak hukum dan pemerintah
negara bagian berusaha untuk merahasiakan Menyembuhkan penyakit dan meringankan
identitas dokter yang membantu.14 Sedangkan rasa sakit merupakan tanggung jawab utama seorang
ancaman AMA untuk mengeluarkan dokter yang dokter terhadap ilmu yang telah ia peroleh semasa
membantu proses eksekusi hukuman mati dari studinya. Namun, perkembangan dunia kedokteran
keanggotaan AMA tidak memberikan efek yang telah menciptakan makna yang lebih besar akan
signifikan karena hanya 15% dokter di Amerika tanggung jawab seorang dokter, yang mana tak hanya
Serikat yang menjadi anggota organisasi tersebut untuk pasien, tetapi terkadang juga untuk hukum
pada tahun 2011.15 Terlebih lagi, sebuah survey dan publik. Pada akhirnya, dapat diambil kesimpulan
pada tahun 2011 melaporkan bahwa hanya 3% bahwa diperlukan usaha untuk mencari solusi baik
dari dokter yang menjalani survey mengetahui dari sisi hukum maupun dunia kedokteran. Aparat
tentang regulasi tersebut, dan 41% mengindikasikan hukum dan pemerintah diharapkan mendapat
bahwa mereka bersedia melakukan setidaknya pemahaman komprehensif dalam membuat regulasi
salah satu kegiatan yang dilarang oleh AMA.16 yang lebih ketat akan perlunya pertimbangan dalam
Walaupun setiap dokter memiliki prinsip pelaksanaan hukuman pidana, sesuai dengan
dan kepercayaan masing-masing terhadap eksekusi keputusan hakim dan etika kedokteran yang berlaku.
hukuman mati, kode etik AMA menyatakan bahwa Etika dan prinsip profesi kedokteran serta nilai-nilai
seorang dokter bertugas untuk memperpanjang hak asasi manusia (HAM) perlu ditanamkan dalam
hidup pada situasi hingga batas kemampuannya, pendidikan kedokteran sejak dini. Dengan demikian,
sehingga tidak diperbolehkan menjadi bagian tidaklah sulit untuk organisasi profesi bekerjasama
dari eksekusi kematian yang legal.12 Dengan dengan aparat penegak hukum dan negara dalam
demikian, sebagaimana profesi lainnya, setiap membuat aturan pelaksanaan regulasi yang lebih
dokter berhak memiliki pendirian pribadi akomodatif guna tercapainya tujuan pemberian
terhadap suatu hal; tetapi ketika situasi tersebut hukuman pidana. Maka, profesi dokter dapat tetap
membutuhkan keahliannya sebagai seorang dokter, menaruh hormat pada ketentuan hukum yang
maka kode etik profesi tetap berlaku baginya berlaku dan membantunya menyelesaikan masalah
Terlebih lagi, peran dokter dalam eksekusi hukum, tanpa harus mencederai sumpahnya.
hukuman yang menyebabkan kematian atau
kecacatan menjadikan proses tersebut sebagai bagian KONFLIK KEPENTINGAN
dari prosedur medis. Hal ini dapat berdampak buruk
kepada pelayanan kesehatan dalam situasi sehari- Tidak ada konflik kepentingan.
hari. Contohnya, dengan penggunaan anestesi pada
hukuman mati, seorang pasien yang memasuki ruang REFERENSI
operasi atau hendak menjalani prosedur dengan
anestesi cenderung mengasosiasikan prosedur 1. Penetapan Presiden Republik Indonesia
medis tersebut dengan eksekusi kematian. Dengan nomor 2 tahun 1964 tentang tata-cara pelaksanaan
ini, kepercayaan publik terhadap dunia kedokteran pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan
di lingkungan peradilan umum dan militer. of medical ethics of the American Medical
1964. Diunduh dari: http://peraturan.go.id/ Association 2006-2007 ed. Chicago: American
penpres/nomor-2-tahun-1964-11e44c4e306287708 Medical Association; 2006. p. 1920.
8f9313231323233.html
13. The American Board of Anesthesiology.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Anesthesiologists and capital punishment
Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 tentang [Internet]. 2014 May [disitasi 2017 Aug 2].
tata cara pelaksanaan pidana mati. 2010. Diunduh Diunduh dari: http://www.theaba.org/PDFs/BOI/
dari: http://ditlantas.sumut.polri.go.id/main/ CapitalPunishmentCommentary
show-attachment/50
14. Wilbur R. Practicing medicine on death
3. Black L, Sade RM. Lethal injection row [Internet]. 2010 Dec 9 [disitasi 2017 Aug 2].
and physicians. JAMA J Am Med Assoc. Diunduh dari: http://truth-out.org/archive/
2007;298(23):2779. component/k2/item/93256:practicing-medicine-
on-death-row
4. Death Penalty Information Center. Facts
about death penalty [Internet]. 2017 Aug 25. 15. Collier R. American Medical Association
Diunduh dari: https://deathpenaltyinfo.org/ membership woes continue. CMAJ. 2011;183(11).
documents/FactSheet.pdf doi: 10.1503/cmaj.109-3943.
5. Gawande A. When law and ethics collide 16. Donohoe M. Doctors gone bad: Human
why physicians participate in executions. New subject experimentation (WW II present)
Engl J Med. 2006;354(23):12219. doi: 10.1056/ torturers, murderers, and despots [Internet]. Public
NEJMp068042. Health and Social Justice. 2017. Diunduh dari:
https://phsj.org/wp-content/uploads/2016/09/
6. Trombley S. The execution protocol: Inside
Human-Subject-Experimentation-Nazis-Present.ppt
Americas capital punishment industry. New York:
Crown; 1992.
7. Solotaroff I. The last face youll ever See: The
private life of the American death penalty. New
York: Harper Collins; 2010.
8. Wilbur R. Doctors shouldnt kill people
[Internet]. 2010 Oct [disitasi 2017 Aug 2].
Diunduh dari: http://www.nodeathpenalty.org/
new_abolitionist/october-2010-issue-52/doctors-
shouldnt-kill-people
9. Sawicki NN. Doctors, discipline, and
the death penalty: Professional implications
of safe harbor policies. Yale Law Policy Rev.
2008;27(1):10772.
10. John Hopkins Sheridan Librarian. Guides:
Bioethics: Hippocratic Oath [Internet]. 2017
[disitasi 2017 Aug 2]. Diunduh dari: http://guides.
library.jhu.edu/c.php?g=202502&p=1335759
11. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran Indonesia dan
pedoman pelaksanaan kode etik kedokteran
Indonesia. Jakarta; 2002.
12. American Medical Association. Ethical
opinion E-2.06: Capital punishment. In: Code
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017 23
first announcement
Dipersembahkan oleh:
3
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara
4
Departemen Angiologi Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Kata Kunci Abstrak Jumlah jam kerja dokter yang dipandang berlebihan sudah
etika kedokteran; jam kerja menjadi sorotan nasional dan internasional dalam beberapa waktu
Korespondensi terakhir. Banyaknya jumlah jam kerja berbanding lurus dengan
baharbk@yahoo.com beban kerja dokter yang besar. Beberapa hal yang diduga menjadi
contact@ilmiah.id penyebab peningkatan beban kerja dokter, antara lain jumlah pasien
Publikasi yang meningkat, persebaran dokter yang tidak merata, kompleksitas
2017 JEKI/ilmiah.id penyakit pasien yang semakin tinggi, serta jumlah proyek penelitian
DOI dokter yang semakin banyak. Kurangnya apresiasi terhadap profesi
10.26880/jeki.v1i1.6 dokter juga diduga sebagai pemicu pengaturan jumlah kerja dokter yang
Tanggal masuk: 8 Juli 2017 berlebihan. Meningkatnya beban kerja dapat berdampak negatif pada
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017 keselamatan dokter dan pasien pada jam kerja, yang dapat berujung
pada peningkatan gugatan medis. Oleh karena itu, diperlukan sistem
Tanggal diterima: 15 Agustus 2017
kerja serta kebijakan yang jelas dan efektif untuk mengatur jumlah jam
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017 kerja dokter.
Abstract The excessive amount of physician working hours has been the national and international spotlight
in recent times. The amount of working hours is directly proportional to the large doctors workload. There
are several things suspected as the cause of increasing workload of doctors, including increasing patient num-
bers, uneven physician distribution, increasing complexity of patient disease, and increasing number of doctor
research projects. Lack of appreciation for medical profession is also suspected as one trigger which increases
the excessive doctor work. Increased workload can negatively impact the safety of doctors and patients during
working hours, which can lead to increased medical claims. Therefore, a clear and effective working system and
policy is required to regulate the amount of physician working hours.
doctors, dan workload; situs web surat kabar kesadaran berobat masyarakat. Hal tersebut
daring Antara News; situs web Kementerian tentunya akan menambah jumlah kunjungan pasien
Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter dari sebelumnya yang pada akhirnya akan berujung
Indonesia; serta Kode Etik Kedokteran Indonesia. pada peningkatan beban kerja dokter sehingga jam
Jurnal dan artikel yang digunakan sebagai dasar kerja dokter pun kian memanjang. Berdasarkan
penulisan publikasi ini terbit antara tahun 2001- penelitian yang dilakukan oleh Wexian Xu dkk. di
2017. Cina, beban kerja dokter yang berlebihan disebabkan
oleh peningkatan dokter yang tidak seimbang
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan peningkatan kunjungan pasien, tindakan
operasi, dan peningkatan jumlah proyek penelitian.
Penyebab Beban Kerja Dokter yang Berlebihan Peningkatan beban kerja tersebut menyebabkan
Tidak dapat dipungkiri, terdapat perbedaan gugatan medis meningkat secara signifikan dari
jam kerja yang cukup terlihat antara dokter klinik 36 kasus pada tahun 2006 menjadi 65 kasus pada
dengan dokter non-klinik. Jam kerja dokter yang tahun 2012.6
lama disebabkan oleh beban kerja dokter yang
besar. Beban kerja seyogyanya dikaitkan dengan Dampak Beban Kerja yang Berlebihan
jumlah penduduk suatu negara. Berdasarkan data Beban kerja dan jam kerja yang berlebihan
dari Kementerian Kesehatan, rasio dokter dengan memiliki pengaruh yang cukup signifikan
penduduk Indonesia pada tahun 2014 adalah 1 : terhadap kinerja dokter dan keselamatan pasien.
2538. Rasio tersebut masih belum mencapai batas Berdasarkan publikasi oleh Royal College of General
ideal WHO yang menetapkan rasio 1 : 1000. Dari Practitioner (RCGP), kelelahan merupakan salah
95.976 dokter yang teregistrasi, 17.507 diantaranya satu faktor utama dari tenaga kesehatan yang
bekerja di Puskesmas sehingga diperkirakan setiap dapat membahayakan pasien. Kelelahan (fatigue)
Puskesmas rata-rata memiliki 1,8 dokter. Namun, mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan untuk
kenyataannya masih ada 938 puskesmas yang menyelesaikan tugas sehingga sering menjadi akar
kekurangan atau bahkan tidak memiliki dokter.3 permasalahan dari kesalahan yang dilakukan oleh
Penyebab lain dari beban kerja dokter yang dokter. Beberapa hal yang menyebabkan kelelahan
berlebihan di Indonesia adalah tidak meratanya pada dokter, antara lain kurang tidur dan kerja
persebaran dokter. Meskipun sudah mencapai berlebihan.5
standar ideal yang ditetapkan WHO, beban kerja Berdasarkan publikasi oleh Lockley dkk.,
dokter di Indonesia pada kenyataannya belum diketahui bahwa dokter magang yang mendapat
terbagi secara rata di seluruh wilayah. Memusatnya giliran berjaga selama 24 jam melakukan 36%
dokter-dokter di kota-kota besar menyebabkan lebih banyak kesalahan medis yang lebih serius
beban kerja dokter di daerah lebih besar sehingga dibandingkan dengan dokter yang berjaga selama
mengharuskannya untuk bekerja lebih lama.4 16 jam, melakukan lima kali lebih banyak kesalahan
Tak hanya menjadi sorotan nasional, jam diagnosis, mengalami 61% lebih banyak kecelakaan
kerja dokter juga menjadi sorotan internasional. yang berkaitan dengan jarum atau benda tajam
Berdasarkan data dari Royal College of General setelah 20 jam berjaga, meningkatkan risiko
Practitioner (RCGP), jumlah konsultasi dokter kecelakaan berkendara dua kali lipat, dan mengalami
umum di Inggris mengalami peningkatan sebanyak penurunan kinerja setara dengan yang ditimbulkan
19% dari 303 juta konsultasi pada tahun 2008- oleh kadar alkohol darah 0,05-0,10%.7
2009 menjadi 361 juta konsultasi pada tahun Melihat tendensi beban kerja yang cukup besar
2013-2014. Di waktu yang sama, kompleksitas dalam pekerjaan seorang dokter, urgensi akan adanya
penyakit di Inggris juga meningkat. Hal tersebut pemeriksaan kesehatan umum sebelum menjadi
ditandai dengan peningkatan jumlah pasien yang dokter menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
memiliki komorbiditas ganda dari 1,9 juta pasien oleh pihak institusi pendidikan kedokteran maupun
pada tahun 2008 menjadi 2,9 juta pasien pada pemerintah. Hal ini merupakan upaya deteksi dini
tahun 2018.5 Bagaimana kaitannya dengan program akan risiko kesehatan calon dokter yang dapat
BPJS Kesehatan? Salah satu tujuan program BPJS menjadi perhatian khusus dan bahan pertimbangan
Kesehatan tentunya adalah untuk meningkatkan dalam menjalankan profesinya ke depan.
Regulasi Jam Kerja Dokter di Negara Maju diperkenankan adalah 8 jam sehari selama 5 hari
Regulasi jam kerja yang diadiopsi di Inggris kerja per minggu. Jumlah jam kerja dapat berubah
sejak tahun 1998 adalah European Working Time sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi
Directive (EWTD), yakni sebuah kebijakan yang atau unit.10 Untuk mengatur dan menentukan
memuat jam kerja minimum, periode istirahat, cuti jumlah jam kerja dokter, terdapat nilai-nilai
tahunan bagi para pekerja, dan pengaturan kerja yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil
bagi para pekerja malam. Untuk dokter muda yang keputusan. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam
sedang magang, diterapkan sebuah kebijakan yang Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan
disebut The New Deal. Pada tahun 2007 dan 2009, tercantum lebih spesifik dalam Pasal 2 tentang
jumlah jam kerja dalam regulasi-regulasi tersebut Standar Pelayanan Kedokteran Yang Baik dan Pasal
mengalami perubahan berupa pengurangan jam 13 tentang Kerjasama. Dalam kedua pasal tersebut,
kerja untuk dapat mencapai kinerja yang optimal. dokter ditekankan untuk mempertahankan
Hasil dari perubahan regulasi tersebut mengurangi perilaku profesional dalam mengambil keputusan
jam kerja dokter residen dari 58 jam per minggu untuk kepentingan terbaik dan keselamatan pasien,
menjadi 56 jam per minggu.8,9 baik dalam kerja individu maupun dalam kerjasama
dengan sejawat atau pihak lain.11
Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Struktur Kerja yang Ideal dalam Pelayanan
No.81 Tahun 2004, telah ditetapkan sebuah Kesehatan
pedoman penyusunan perencanaan sumber daya Untuk mencapai pelayanan yang optimal,
manusia kesehatan di tingkat propinsi, kabupaten/ diperlukan struktur kerja yang ideal. Dokter
kota, dan rumah sakit. Dalam kebijakan tersebut, sebagai salah satu komponen pelayanan kesehatan
dipaparkan langkah-langkah untuk menentukan memegang peran yang penting, di antaranya
standar beban kerja. Standar beban kerja adalah adalah sebagai pemimpin. Dalam sebuah pedoman
jumlah kegiatan pokok tiap unit kerja dalam kurun yang diterbitkan oleh National Health Service
waktu 1 tahun. Jumlah kegiatan pokok disusun (NHS) Leadership Academy, London, pada tahun
berdasarkan data kegiatan pelayanan yang telah 2011, kepemimpinan yang baik dalam pelayanan
dilaksanakan di tiap unit kerja rumah sakit dalam kesehatan ditentukan oleh kualitas pribadi yang
kurun waktu 1 tahun.10 mumpuni di mana potensi tersebut dapat dideteksi
Standar beban kerja ditetapkan berdasarkan melalui uji psikotes calon mahasiswa kedokteran.
waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing- Selain itu, kepemimpinan yang baik juga ditentukan
masing SDM dibagi waktu yang dibutuhkan untuk oleh berbagai macam kemampuan lainnya, seperti
menyelesaikan suatu kegiatan pokok. Waktu kerja kerja sama, manajemen dan peningkatan pelayanan,
yang tersedia diperoleh dari jumlah hari kerja menciptakan visi, dan menyusun strategi.12
selama setahun dikurangi dengan hak cuti tahunan Pemimpin yang kompeten adalah pemimpin
(12 hari), pendidikan dan pelatihan (6 hari), hari yang memiliki integritas, sikap mawas diri,
libur nasional, ketidakhadiran kerja, dikali dengan kontrol emosi, dan keinginan untuk senantiasa
waktu kerja per hari. Sementara itu, waktu yang mengembangkan diri. Dalam bekerja sama,
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan pemimpin yang baik mampu membangkitkan
pokok (rata-rata waktu) ditetapkan berdasarkan kontribusi anggota, membangun dan menjaga
pengamatan dan pengalaman selama bekerja hubungan yang baik dengan anggota maupun pihak
yang telah disepakati bersama. Kebutuhan waktu lain, serta memahami dengan jelas peran dirinya
untuk menyelesaikan suatu kegiatan pokok sangat dan anggota lainnya. Untuk menciptakan pelayanan
bervariasi dan dipengaruhi kompetensi SDM, yang teratur, pemimpin dituntut untuk memimpin
Standar Operasional Prosedur (SOP), standar perencanaan dengan aktif, meminta umpan balik
pelayanan, serta sarana dan prasarana medis yang dari anggota lain, mengatur sumber daya yang
tersedia.10 ada, dan mengatur eksekusi pelayanan. Selama
Meskipun tidak dinyatakan dengan tegas proses eksekusi, pemimpin juga perlu memastikan
jumlah maksimum jam kerja yang telah ditetapkan, keselamatan pasien dan mengevaluasi hasil eksekusi
dapat diketahui bahwa rata-rata jam kerja yang secara berkala. Dari hasil evaluasi tersebut, pemimpin
3
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta
Kata Kunci Abstrak Penggunaan media sosial memberikan banyak manfaat bagi
media sosial; etika kedokteran profesi dokter, antara lain memperluas jaringan profesi, membantu
Korespondensi proses pendidikan profesi, mempermudah promosi fasilitas pelayanan
pukovisa@ui.ac.id kesehatan dan promosi kesehatan. Namun, penggunaan media sosial
contact@ilmiah.id
yang tidak bijaksana dapat menjadi menimbulkan masalah etik yang
merusak reputasi profesi dokter. Masalah etik yang timbul akibat
Publikasi
penggunaan media sosial oleh dokter umumnya disebabkan karena
2017 JEKI/ilmiah.id
DOI
pelanggaran privasi pasien, ketidakjelasan batas hubungan antara
10.26880/jeki.v1i1.7 dokter dengan pasien, pencemaran reputasi profesi, kualitas dan tingkat
kepercayaan informasi yang kurang terjamin, serta pelanggaran aspek
Tanggal masuk: 6 Juli 2017 hukum. Mengingat kompleksitas masalah dan belum adanya aturan
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017 yang jelas di Indonesia tentang penggunaan media sosial oleh dokter,
Tanggal diterima: 15 Agustus 2017 diperlukan kajian etik khusus untuk menyusun panduan penggunaan
media sosial, baik untuk aktivitas personal maupun keperluan profesi
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017
dokter.
Abstract The use of social media provides many benefits for medical profession, including expanding profession-
al network, assisting the process of professional education, facilitate the promotion of health care facilities and
health promotion. However, unwise use of social media can cause ethical problems which harm the medical pro-
fession. These ethical problems arising from doctors use of social media are usually due to violation of patients
privacy, unclear boundary between physicianpatient relationship, defamation, unassured quality and confi-
dence level of information, and violation of legal aspects. Given the complexity of the problem and the absence
of clear rules in Indonesia regarding the use of social media by physicians, special ethical studies are required to
develop guidelines for doctors use of social media, both for personal and professional needs of physicians.
profesi dokter berperan dalam memperluas jaringan dasar penulisan publikasi ini terbit antara tahun
profesi, pendidikan profesi, promosi institusi, dan 2012-2017.
promosi kesehatan.4,6 Melalui media sosial, dokter
dapat mempermudah pasien mengakses informasi
kesehatan dan melibatkan masyarakat dalam diskusi HASIL DAN PEMBAHASAN
mengenai kebijakan kesehatan.6,7 Selain itu, media
sosial juga dapat memfasilitasi hubungan profesional Isu Etik yang Timbul akibat Penggunaan Media
tenaga kesehatan, baik dalam skala nasional maupun Sosial oleh Dokter
internasional.6 Masyarakat masih menghargai kehormatan
Dengan menggunakan media sosial, dokter profesi kedokteran, sehingga jika terdapat akun
dapat lebih mudah memberikan edukasi kepada media sosial yang mencampurkan edukasi
pasien, keluarga pasien, dan teman sejawat. kedokteran masyarakat dengan kebebasan ekspresi
Penggunaan media sosial untuk kepentingan profesi pribadi, masyarakat berpotensi mempersepsikan
dapat berdampak pada perluasan jaringan kolega dan kebebasan pribadi tersebut sebagai cerminan
peningkatan pemasukan dalam sektor kesehatan.47 profesionalitas yang dimilikinya. Persepsi ini pun
Dalam pengembangan profesi, penggunaan media semakin rumit jika dokter yang terlibat merupakan
sosial membuat dokter lebih terbuka terhadap pengurus teras dari suatu organisasi profesi,
berita dan penemuan-penemuan baru di bidang sehingga masyarakat dapat beranggapan bahwa
kedokteran yang dapat meningkatkan wawasan.2 pendapat pribadi dokter tersebut merepresentasikan
Meskipun membawa banyak manfaat dalam pendapat organisasi profesi. Terlebih lagi, pada akun
promosi dan layanan kesehatan, media sosial juga yang sudah dikhususkan untuk edukasi kesehatan
dapat membawa dampak negatif jika tidak digunakan yang mewakili profesi kedokteran, juga diperlukan
secara bijaksana. Penggunaan media sosial yang sudah pengkategorian informasi yang layak diakses
merebak menyebabkan penerapan hukum menjadi masyarakat umum, ataukah lebih pantas informasi
lebih kompleks. Beberapa hak konstitusional tersebut dikonsumsi di kalangan profesional dokter
yang dapat diterapkan dalam penggunaan media dan/atau tenaga medis secara terbatas. Untuk itu,
sosial, antara lain kebebasan berbicara, kebebasan diperlukan regulasi khusus penggunaan media sosial
mencari, dan privasi, yang batasannya kini kerap oleh dokter.
kali menuai kontroversi.2 Beberapa masalah yang Perlu disayangkan adanya kasus seperti
berkaitan dengan penggunaan media sosial oleh publikasi foto pasien saat operasi. Ikatan Dokter
dokter umumnya disebabkan karena pelanggaran Indonesia (IDI) bahkan sempat memberi kecaman
kerahasiaan pasien, ketidakjelasan batas hubungan pada tenaga medis yang berfoto di tengah proses
antara dokter dengan pasien, pencemaran reputasi operasi pasien.10 Informasi-informasi kesehatan
profesi, serta kualitas dan reliabilitas informasi yang yang disebarkan oleh orang yang tidak kompeten
kurang terjamin.2,8,9 kini juga marak beredar di media sosial sehingga
tak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan sesat
METODE pikir. Oleh karena itu, dokter diperlukan untuk
memonitor dan mengklarifikasi informasi tersebut
Informasi dan data penunjang dikumpulkan berdasarkan sumber-sumber terpercaya yang dapat
melalui penelusuran literatur di basis data jurnal dipertanggungjawabkan.4,6,7
PubMed dan Annals of Internal Medicine, dengan
kata kunci social media, doctors, dan healthcare Regulasi Penggunaan Media Sosial di Indonesia
professionals; situs web surat kabar daring Tempo. Secara umum, penggunaan informasi dan
co Nasional dan Detiknews; situs web Kementerian media elektronik telah diatur dalam Undang-
Kesehatan Republik Indonesia, Ikatan Dokter Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Indonesia, Quantia MD Publication, General dan Transaksi Elektronik. Mekanisme dan sanksi
Medical Council, dan British Columbia Medical yang diterapkan pada pelanggaran hukum di media
Journal Publication; Undang-Undang Republik elektronik lebih dipaparkan jelas pada Undang-
Indonesia; serta Kode Etik Kedokteran Indonesia. Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang memuat
Jurnal, artikel, dan regulasi yang digunakan sebagai beberapa perubahan pada Undang-Undang Nomor
Fatwa Etika Kedokteran khusus mengenai 8. Pirraglia PA, Kravitz RL. Social media: New
pembatasan umum aktivitas media sosial oleh opportunities, new ethical concerns. Journal of
dokter sangat penting untuk dibuat segera untuk General Internal Medicine. 2013;28(2):1656.
mengarahkan aktivitas media sosial oleh dokter
9. Moorhead SA, Hazlett DE, Harrison L,
menjadi produktif dan sesuai kaidah etika
Carroll JK, Irwin A, Hoving C. A new dimension
kedokteran Indonesia.
of health care: Systematic review of the uses,
benefits, and limitations of social media for
KONFLIK KEPENTINGAN health communication. J Med Internet Res.
2013;15(4):e85. doi: 10.2196/jmir.1933.
Tidak ada konflik kepentingan
10. Mardiastuti A. IDI kecam tenaga medis yang
REFERENSI selfie di tengah proses operasi pasien [Internet].
2015 Dec 15 [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari:
1. Modahl M, Tompsett L, Moorhead T. http://news.detik.com/berita/3096411/idi-kecam-
Doctors, patients & social media [Internet]. 2011 tenaga-medis-yang-selfie-di-tengah-proses-operasi-
Sep [disitasi 2017 Jul 1]. Diunduh dari: http:// pasien
www.quantiamd.com/q-qcp/social_media.pdf
11. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
2. Peck JL. Social media in nursing education: Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Responsible integration for meaningful use. J Nurs Jakarta; 2012.
Educ. 2014;53(3):1649. doi: 10.3928/01484834-
12. General Medical Council. Doctors use of
20140219-03.
social media [Internet]. 2013 Mar [disitasi 2017
3. Lambert KM, Barry P, Stokes G. Risk Jul 1]. Diunduh dari: http://www.gmc-uk.org/
management and legal issues with the use of social Doctors__use_of_social_media.pdf_51448306.pdf
media in the healthcare setting. J Heal Risk Manag.
13. Budd L. Physician tweet thyself: A guide for
2012;31(4):417. doi: 10.1002/jhrm.20103.
integrating social media into medical practice. B C
4. von Muhlen M, Ohno-Machado L. Med J. 2013;55(1):3841.
Reviewing social media use by clinicians. J Am Med
Inform Assoc. 2012;19(5):77781. doi: 10.1136/
amiajnl-2012-000990.
5. George DR, Rovniak LS, Kraschnewski JL.
Dangers and opportunities for social media in
medicine. Clin Obstet Gynecol. 2013;56(3):453
62. doi: 10.1097/GRF.0b013e318297dc38.
6. Househ M. The use of social media in
healthcare: Organizational, clinical, and patient
perspectives. Stud Health Technol Inform.
2013;183:2448. doi: 10.3233/978-1-61499-203-5-
244.
7. Farnan JM, Sulmasy LS, Worster BK,
Chaudhry HJ, Rhyne JA, Arora VM. Online
medical professionalism: Patient and public
relationships: Policy statement from the American
College of physicians and the federation
of State Medical Boards. Ann Intern Med.
2013;158(8):6207. doi: 10.7326/0003-4819-158-8-
201304160-00100.