Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang
kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek
perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan
manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar
proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang
menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatifnsebelum
pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan
jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang
sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi
luka adalah lebih dari 27 %.
Dampak yang terjadi apabila luka kotor dibiarkan atau tidak ditanggulangi
dengan tepat maka akan berdampak pada pembusukan pada daerah luka, selain
daripada itu terjadinya penambahan daerah luka atau pelebaran akan
menimbulkan masalah yang serius, dan juga dapat menimbulkan infeksi secara
sistemik.
Dengan demikian, diperlukan ASKEP dalam penanganan mengenai luka
kotor ini agar masalah mengenai luka kotor dapat di tangani oleh seorang
perawat, oleh karena itu kelompok perlu menyajikan makalah ini ASKEP
mengenai luka kotor/ luka infeksi agar teman-teman sejawat dapat mengambil
sejumlah ilmu dan dapat mengaplikasikannya dalam dunia kesehatan.

1
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar manusia mengetahui dan memahami bagaimana cara membuat
ASKEP pada klien luka kotor.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat mampu memahami materi ini
b. Agar mahasiswa mampu dan mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
askep pada luka kotor.
c. Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana perawatan luka kotor.

C. RUANG LINGKUP PENULISAN


Dalam penulisan makalah ini kami membahas tentang konsep integumen
kulit, konsep luka kotor dan askep luka kotor.

D. METODE PENULISAN
Dalam suatu penulisan Karta Tulis Ilmiah atau makalah diperlukan metode
penulisan yang tepat dan akurat dengan disesuaikan pada apa yang akan
dituliskan. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Karena makalah ini memuat
materi yang bersifat diterangkan atau dijelaskan melalui presentasi.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan,metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teoritis, memuat tentang Anatomi fisiologi sistem
integumen, konsep luka kotor dan asuhan keperawatan pada luka kotor.
BAB III Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi
dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar
keringat dan kelenjar mukosa. (Syaifuddin, 2006)
1. ANATOMI SISTEM INTEGUMEN
a. Susunan Kulit Manusia

Menurut Syaifuddin (2006) Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan,


yaitu epidermis, dermis dan subkutis. Epidermis dan dermis dapat terikat
satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan rabung epidermis.

1) Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan
dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan
kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:

a) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses


melanogenesis.
b) Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.
c) Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d) Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam  sebagai berikut:

a) Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.

3
b) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang
sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat
desmosom.
c) Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat
granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja
sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta
menyediakan efek pelindung pada kulit.
d) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling
terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk
mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek
abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah
yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
e) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi
aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses
pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan.

2) Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang


bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di
daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak
nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

a) Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,
makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
b) Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).

Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa


turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebacea

4
a) Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari
invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat
pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis.
Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang
akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar
rambut.
b) Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar
keringat apokrin

Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks bergelung


dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang
dan memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat
dua macam sel mioepitel yang mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel
gelap yang mengandung granula sekretoris dan sel terang yang tidak
mengandung granula sekretoris.

Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari
kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan
hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di
daerah ketiak dan anus.

Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di


bagian dermis dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga
sembilan ratus per centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah
sebum, yang tersusun atas campuran lipid meliputi trigliserida, lilin,
squalene, dan kolesterol beserta esternya.

Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang
disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi.
Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus.
Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan
pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di

5
antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila
dermis. Sedangkan vena membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti
arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe memiliki
lokasi sama dengan pembuluh arteri.

Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka


terdapat banyak ujung saraf, antara lain di epidermis, folikel rambut,
kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung
saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil,
suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini
meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini, Meissner, dan Krause. Selain itu
turunan kulit yang lain adalah kuku. Kuku merupakan lempeng sel epitel
berkeratin pada permukaan dorsal setiap falang distal. Lempeng kuku
terletak pada stratum korneum, sedangkan dasar kuku terletak pada
stratum basal dan spinosum.

Gambar 1 : penampang melintang kulit

sectiocadaveris.wordpress.com

6
3) Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak
ini bentuknya bulat dan intinya terdesak ke pinggir, sehingga berbrntuk
seperti cincin. Lapisan lemak inni disebut penikulus adiposus yang tabalnya
tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan
perempuan tidak sama (berlainnan). Guna penikulus adiposus adalah
sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanik yang
menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu,
penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.
Gambar 2 : lapisan kulit

sectiocadaveris.wordpress.com

7
b. Variasi Ketebalan Lapisan Kulit

140
120
100
80
60
40
20
0
Pun Paha Perut L T Tumit
Gambar 3 : ketebalan lapisan epidermis

www.google.com
2. FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN

8
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang
membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung
tubuh terhadap bahaya bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar
ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga
keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi
seorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang
terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-
merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang
terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan
pada kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah akan
terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat
menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau
pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat
menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro,
kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lainnya. (Syaifuddin,
2006)
B. KONSEP LUKA KOTOR
1. Pengertian Luka
Luka adalah terganggunya (distrupsion) integritas normal dari kulit dan
jaringan di bawahnya. Trau`ma dapat terjadi secara tiba-tiba atau disengaja,
luka dapat terbuka atau tertutup, bersih atau terkontaminasi, superficial atau
dalam Koizer, (1992)
Sedangkan Walf dkk (1979) dalam (Agustina, ....) mengatakan luka
adalah istilah cedera atau trauma. Cedera pada jaringan dapat terjadi karena
bermacam-macam sebab seperti tekanan pada tubuh atau kekerasan, suhu yang
amat sangat (panas atau dingin); zat-zat kimia, reaksi atau luka mungkin
terbuka atau tertutup. Luka mungkin karena kecelakaan atau disengaja.
Luka adalah ”Rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari intenal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu” Lazarus, (1994) dalam Agustina, (.....)

9
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang
menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatifnsebelum
pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan
jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang
sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi
luka adalah lebih dari 27 %. Potter and Perry. (2005)
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel

2. Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka
itu dan menunjukkan derajat luka Taylor, (1997).
a. Berdasarkan tingkat kontaminasi
1) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan,genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% – 5%.
2) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan
lukapembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalamkondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
3) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik

10
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
b. Berdasarkan ke dalaman dan luasnya luka
1) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
c. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1) Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

3. Mekanisme terjadinya luka :


a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka
diikat (Ligasi)

11
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)

4. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari
proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa
bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka
bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan.
a. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor
(1997) yaitu :
1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.
2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga.
3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma.

12
4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.
5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme.
6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.
b. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal
ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
1) Fase inflamasi :
a) Hari ke 0-5
b) Respon segera setelah terjadi injuri à pembekuan darah à untuk
mencegah kehilangan darah
c) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
d) Fase awal terjadi haemostasis
e) Fase akhir terjadi fagositosis
f) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan
fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di
daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab
(keropeng) jugadibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati,
scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan
mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan

13
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya
daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah
lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang
24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan
sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhirpembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori
ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
2) Fase proliferasi or epitelisasi
a) Hari 3 – 14
b) Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan
granulasi pada luka à luka nampak merah segar, mengkilat
c) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
d) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka
e) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang
disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen
adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari
luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan
luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin.
Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah.
Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3) Fase maturasi atau remodeling

14
a) Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
b) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
c) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) à 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya
d) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru
menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga
bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
5. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure-
oedema)
e. Nyeri (causes vasoconstriction)
f. Corticosteroids (depress immune function)
g. Usia : Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
h. Nutrisi : Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh.
Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A,
dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien
yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama
karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
i. Infeksi : Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab
infeksi.

15
j. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi : Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi
k. penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan
lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit
menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi
jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka.
l. Hematoma : Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada
luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi
jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
m. Benda asing : Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat.
Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah
merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (“Pus”).
n. Iskemia : Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan
suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal
ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga
terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.
o. Diabetes : Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan
peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
p. Keadaan Luka : Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

16
q. Obat : Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang
lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
r. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera.
s. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
t. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab.
u. kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LUKA KOTOR


1. Pengkajian Luka
a. Kondisi luka
1) Warna dasar luka
a) Slough (yellow)
b) Necrotic tissue (black)
c) Infected tissue (green)
d) Granulating tissue (red)
e) Epithelialising (pink)
2) Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3) Eksudat dan bau
4) Tanda-tanda infeksi

17
5) Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
b. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin.
c. Status vascular : Hb, TcO2
d. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan
yang lain
e. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

2. Perencanaan
a. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi
dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1) Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2) Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3) Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
4) Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi
komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang
lembab.

18
5) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Pada
dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk
membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a) Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan
oleh luka (absorbing)
b) Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non
viable tissue removal)
c) Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
d) Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e) Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999;
Ovington, 1999)
b. Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
1) Apakah suplai telah tersedia?
2) Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3) Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4) Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5) Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6) Bagaimana cara mengevaluasi?

c. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya


1) Film Dressing
a) Semi-permeable primary atau secondary dressings
b) Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
c) Conformable, anti robek atau tergores
d) Tidak menyerap eksudat
e) Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
f) Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak

19
g) Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2) Hydrocolloid
1) Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
2) Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
3) Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
4) Waterproof
5) Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
6) Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
7) Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3) Alginate
1) Terbuat dari rumput laut
2) Membentuk gel diatas permukaan luka
3) Mudah diangkat dan dibersihkan
4) Bisa menyebabkan nyeri
5) Membantu untuk mengangkat jaringan mati
6) Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
7) Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
8) Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
9) Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4) Foam Dressings
1) Polyurethane
2) Non-adherent wound contact layer
3) Highly absorptive
4) Semi-permeable
5) Jenis bervariasi
6) Adhesive dan non-adhesive
7) Indikasi : eksudat sedang s.d berat
8) Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam
9) Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5) Terapi alternatif

20
1) Zinc Oxide (ZnO cream)
2) Madu (Honey)
3) Sugar paste (gula)
4) Larvae therapy/Maggot Therapy
5) Vacuum Assisted Closure
6) Hyperbaric Oxygen

3. Implementasi
Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan
luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
c. Wound culture – systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings

4. Evaluasi dan Monitoring Luka


a. Dimensi luka : size, depth, length, width
b. Photography
c. Wound assessment charts
d. Frekuensi pengkajian
e. Plan of care

5. Dokumentasi Perawatan Luka


a. Potential masalah
b. Komunikasi yang adekuat
c. Continuity of care
d. Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
e. Harus bersifat faktual, tidak subjektif

21
f. Wound assessment charts

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kami menyimpulkan dalam makalah ini

22
B. SARAN
1. Seorang perawat harus menguasai ilmu dan inovasi produk perawat supaya
optimal dalam melakukan perawatan
2. Seorang perawat harus mengkaji luka secara komperehensif.
3. Seorang perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan klinis.

DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai