Anda di halaman 1dari 27

STROKE HEMORRAGIK

A. DEFINISI
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan
cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak
menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya
iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya
hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu peningkatan
tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi jaringan otak yang dapat
mengakibatkan kompresi pada batang otak. (SKYDRUGZ,Minggu, 29 Januari 2012
Refarat Stroke Hemoragik)
Stroke ialah bencana atau gangguan peredaran darah di otak. (Lumbantobing,
2007).
Stroke adalah cidera vaskuler akut pada otak berarti bahwa stoke adalah suatu
cidera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. (Valery, 2006)
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke iskemik), perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid.

B. ETIOLOGI
1. Infark Otak (80%)
a. Emboli
1) Emboli Kardiogenik
a). Fibrilasi atrium atau aritmia lain
b). Thrombus mural ventrikel kiri
c). Penyakit katup mitral dan aorta

1
d). Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
2) Emboli Paradoksal (foramen ovale paten)
3) Emboli Arkus Aorta
Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
a. Penyakit Ekstrakranial
1). Arteri karotis interna
2). Arteri vertebralis
b. Penyakit Intrakranial
1). Arteri karotis interna
2). Arteri serebri media
3). Arteri basilaris
4). Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2. Perdarahan Intraserebral (15%)


a. Hipertensi
b. Malformasi arteri-vena
c. Angiopati amiloid
3. Perdarahan Subaraknoid
4. Penyebab Lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a. Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis system saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresif)
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
h. Kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisetemia, atau leukemia)
i. Miksoma atrium.

2
C. PATOFISIOLOGI
Trombosis serebral yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami akluis
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak adalah ateroskerosis
(mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas dinding pembuluh darah) dan
hiper kuagulasi pada policytemia.
Stroke juga dapat terjadi karena adanya emboli yang merupakan penyumbat
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri cerebral.Emboli dapat
terjadi karena katup-katup jantung yang rusak akibat RHD, MCI, hibrilaasi dan
endokarditis
Perdarahan intra cranial dan intra cerebral juga merupakan salah satu penyebab
stroke. Perdarahan dapat terjadi karena arteriosclerosis dan hipertensi, akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenchim yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin herniasis otak.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh rupture arteri serebri ekstravasasi
darah terjadi didaerah otak dan atau sub arachnoid, sehingga jaringan yang terletak
didekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar tempat bekuan darah yang semula
lunak dan menyerupai sel merah akhirnya akan terlarut dan semakin mengecil. Otak
terletak disekitar tempat bekuan mungkin akan membengkak dan mengalami nekrosia
karena kerja enzyim akan terjadi proses pencairan sehingga terbentuk suatu rongga. Akibat
dari perdarahan intra serebri akan menyebabkan edema pada otak. Peningkatan tekanan
intrakranial dan vasi spsme. Bila hal ini terjadi pada otak akan mengkibatkan parise
gangguan bicara, bahkan sampai koma.
Penyebab-penyebab lain dari stroke adalah hipoksia umum dan hipoksia setempat

3
D. PATHWAYS HEMORAGIC STROKE
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila, rokok,
alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas

Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral

Gangguan aliran darah ke otak Pecahnya pembuluh darah otak

Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra Kranial

Transmisi impuls UMN Darah merembes ke dalam


ke LMN terganggu parenkim otak fungsi otak
menurun

kerusakan
pada lobus frontael /area broca dan
Kelemahan otot progresif Penekanan pada jaringan otak lobus
temporalo/area weriek

Mobilitas terganggu
Peningkatan Tekanan Intra Kranial
apasia global

GANGGUAN MOBILITAS
FISIK
GANGGUAN PERFUSI
GANGGUAN KOMUNIKASI
JARINGAN OTAK
VERBAL

Pasien bedrest
ADL dibantu

DEFISIT PERAWATAN DIRI penekanan lama pada daerah punggung dan


bokong

Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan


berkurang

RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

4
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi Serebral
Adalah pengamatan melalui radiografi terhadap arteri-arteri yang memperdarahi
kepala, leher, wajah setelah pemasukan kontras radio-opak. Pemeriksaan ini sangat
penting dalam memberikan informasi tentang kepatenan, ukuran, obstruksi dari
pembuluh darah serebral. Teknik pemeriksaan ini dengan memasukkan kawat
penuntun dan kateter pada area arteri femoralis atau karotis atau brachial dengan
pengawasan fleuroskopi. Kateter disemprotkan secara regular dengan cairan garam
yang mengandung heparin untuk mencegah pembentukan bekuan darah pada ujung
kateter dan mengurangi resiko emboli dan stroke. Dilakukan injeksi kontras dan
dilakukan sejumlah pemotretan meliputi fase-fase arteri, kapiler dan vena.
Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
2. CT Scan
Memberikan gambaran yang mendetail mengenai bagian-bagian otak, dapat
menentukan bentuk, ukuran dan posisi ventrikel, mendeteksi adanya perdarahan,
tumor, kista dan edema.
Indikasi: trauma kepala, kerusakan serebrovaskuler, identifikasi adanya tumor otak,
abses otak, perdarahan intraserebral, hydrocephalus, perkembangan abnormal anak.

3. Pungsi lumbal
Prosedur memasukkan alat/jarum ke dalam rongga arachnoid melalui lumbal.
Menunjukkan adanya tekanan normal dan bisanya ada trombosis, emboli serebral &
TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarakhnoid/perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus trombosis sebab dengan proses inflamasi.
Indikasi: pengambilan sampel CSF, pengukuran tekanan CSF, dan pemberian
anestesi. Kontraindikasi: peningkatan TIK, pasien tidak kooperatif, infeksi pada
sekitar lokasi penusukan dan kelainan koagulasi.

5
4. MRI
Teknologi tomografi yang berbasis pada interaksi inti/nucleus hydrogen (proton)
dalam jaringan tubuh dengan menggunakan medan magnet dan sinyal-sinyal
frekuensi radio. Perubahan-perubahan energy yang dihasilkan pada bagian tubuh ini
diukur dan digunakan computer MRI untuk menghasilkan gambar bayangan.
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(MAV).
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasikan penyakit arteriovena {masalah sistem arteri karotis (aliran
darah muncul plaque) arteriosklerotik}
6. EEG
Catatan grafik dari gelombang aktifitas listrik di otak. Pemeriksaan ini penting
untuk mengetahui ada tidaknya aktifitas listrik dalam otak. Sedikitnya ada 17-21
elektroda yang dipasang pada kepala pasien, misalnya pada prefrontal, frontal,
temporal dan oksipital.
Menidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dn mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
8. ECG
Pemeriksaan untuk memperoleh grafik letak jantung untuk mendeteksi
kemungkinan adanya penyakit jantung dan sejauh mana penyakit jantung ini
mempengaruhi terjadinya stroke.

6
9. Tes darah
Diperlukan untuk memonitor pasokan O2 pada darah. Selain itu juga untuk
mendeteksi adanya masalah lain yang dapat menghambat terjadinya pemulihan.
Misalnya : penyakit hati, DM, infeksi atau dehidrasi.

F. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
2) Monitor peningkatan tekanan intracranial
3) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah
4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
6) Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah resiko
injuri
7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompres lambung dan
pemberian makanan
8) Cegah emboli paru dan tromboflebitis dengan antikoagulan
9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial, dan reflex
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang

7
2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari
50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruksif akut
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisme
3. Terapi Obat
Pengobatan konservatif:
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, papaverin intra arterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi trombosit seperti
aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi ateroma
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler
4. beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat diatasi
dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita.

G. KOMPLIKASI
a. Berhubungan dengan Immobilisasi yaitu infeksi pernafasan, nyeri dada,
konstipasi
b. Berhubungan dengan Paralisis yaitu nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi atau deformitas, resiko injury.
c. Berhubungan dengan Kerusakan Otak yaitu epilepsy, sakit kepala,
hidrochepalus.

8
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien meluputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal rawat, nomor catatan medik.
b. Riwayat Keperawatan
1. Riawayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah menderita hipertensi, Dm, kelainan darah, kelainan
pembuluh darah, apakah pasien pernah dirawat.
2. Riwayat penyakit saat ini:
Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan kaku kuduk, mual dan muntah, hilang
kesadaran, kesukaran dalam berbicara, hemiperase dan dapat inkontenesurine.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, menderita penyakit
keturunan stroke, diabetes mellirm.
d. Riwayat Psikologi
Status emosional, bisa ditemukan gejala dan tanda-tanda dari kecemasan, dan
depresi, marah.
e. Aktivitas atau Istirahat
1) Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis,
2) Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot)
3) Gangguan tonus otot (flaksid, spatis);paralitik dan terjadi kelemahan umum
4) Gangguan penglihatan
5) Gangguan tingkat kesadaran
f. Sirkulasi
1) Adanya riwayat penyakit janting, polisitemia, riwayat hipotensi postural
2) Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vascular
3) Disritmia, perubahan EKG

9
4) Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal

g. Integritas Ego
1) Perasaan tidak berdaya, putus asa
2) Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
3) Kesulitan untuk mengekspresikan diri
h. Eliminas
1) Inkontenensia urine, anuria
2) Distensi abdomrn, bising usus negative
i. Makanan/cairan
1) Nafsu makan hilang
2) Mual dan muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
3) Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, tenggorok, disfagia
4) Kesulitan menelan (gangguan palatum dan faringeal.
j. Neurosensori
1) Sinkope/pusing
2) Sakit kepala
3) Kelemahan/kesemutan/kebas
4) Hilangnya rangsang sensorik kontrlateral (pada sisi tubuh yang berlawanan)
pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu sisi) pada
wajah.
5) Terjadi paralysis atau parase pada wajah
6) Afasia atau kehilangan fungsi bahasa baik afasia motorik ataupun sensorik
7) Kehilangan kemampuan untuk mengenali atau menghayati masuknya
rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran
terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang
terkena, gangguan persepsi.
8) Kehilangan kemampuan menggunakan motorik
9) Ukuran atau reaksi pupil tidak sama
10) Kekakuan nukal dan kejang

10
k. Nyeri/ketidaknyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda
2) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia

l. Pernafasan
1) Kaji factor resiko seperti merokok
2) Ketidakmampuan untuk batuk/menelan/hambatan jalan nafas
3) Timbulnya pernafasan sulit dan/atau tak teratur
4) Suara nafas terdengar/ronki
m. Keamanan
1) Motorik atau sensorik, masalah dengan penglihatan
2) Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh dan, kesulitan untuk
melihat objek dari sisi kiri (stroke kanan)
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah
dikenalnya dengan baik
n. Interaksi Sosial
Masalah bicara, ketidakmampuan berkomunikasi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan b.d interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi
2. Bersihan jalan nafas tidak efekti berhubungan dengan kehilangan reflek menelan,
gangguan batuk dan penurunan kesadaran.
3. Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan hemiperase.
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuscular : kelemahan, parastesia
dan kerusakan perceptual/kognitif
5. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) b.d kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral
6. Perubahan sensori persepsi b.d perubahan sensori persepsi, transmisi, integrasi
(trauma neurologist), stress psikologis

11
7. Deficit perawatan diri b.d penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan
control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi
8. Gangguan harga diri b.d perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif
9. Kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuscular/perceptual
10. Kurang pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif

C. RENCANA KEPERAWATAN
DX 1 :
Perubahan perfusi jaringan b.d interupsi aliran darah : gangguan oklusif,
hemoragi
Tujuan dan kriteria hasil :
1. Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif dan
motorik/sensori
2. Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan deficit

Intervensi :
1. Temukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus
selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK.
R: kerusakan/kemunduran tanda dan gejala neurologist atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan.
2. Pantau status neurologist dan bandingkan dengan keadaan normal
R : mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui
lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP
3. Pantau tanda-tanda vital
R: variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada daerah
vasomotor otak
4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.

12
R : reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius (III) dan berguna dalam
menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam keadaan baik.
5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral)
R : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat seperti antikoagulasi,
antifibrolitik dan antihipertensi
7. Kolaborasi dengan petugas laboratorium seperti pemeriksaan nasa protrombin dan
kadar dilantin

DX 2:
Bersihan jalan nafas tidak efekti berhubungan dengan kehilangan reflek
menelan, gangguan batuk dan penurunan kesadaran.
Tujuan dan khriteria hasil:
Jalan nafas kembali efektif
Intervensi:
1. Kaji tanda obstruksi trakeobronkial
R/ untuk mengetahui apa yang menyebabkan penyumbatan pada trakeobronkial
2. Lakukan inhalasi
R/ kolaborasi dalam pemberian obat
3. Lakukan suction
R/ mengeluarkan sekreat pada saluran pernafasan
4. Cegah lidah terjatuh
R/ agar tidak menghalangi jalannya pernafasan
5. Lakukan bronchial washing
R/ pembersihan bronkial dari sekret
6. Beri bronkodilator sesuai instruksi dokter
R/ untuk pemenuhan oksigen

13
DX 3
Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan DENGANhemiperase.
Tujuan dan Khriteria hasil:
Pasien dapt melakukan aktivitas berhubungan dengan hemiperase
Intervensi:
1. Observasi keadaan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
R/ kaji kemampuan pasien
2. Perkenalkan keterampilan baru secara perlahan-lahan dan hargai kesempatan pasien
untuk mempraktekkan hingga menjadi kebiasaan.
R/ melatih kemandirian pasien dalam beraktivitas
3. Kaji pemenuhan nutrisi, motivasi untuk makan sesuai dengan dietnya.
R/ intake nutrisi terpenuhi
4. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
R/ terpenuhinya kebutuhan harian pasien

DX.4
Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuscular : kelemahan,
parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
Tujuan dan criteria hasil :
Mempertahankan posisi optimal dengan tidak adanya kontraktur, footdrop
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur
R : mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
R : menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
3. Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas

14
R : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur, menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis
4. Tinggikan tangan dan kepala
R : meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema
5. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
R : mempertahankan posisi fungsional
6. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda lain dari gangguan
sirkuasi
R : jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma
7. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang meonjol secara teratur
R : titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk terjadinya
penurunan perfusi/iskemia.
8. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan resistif
R : menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan
9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot seperti baklofen dan
dantrolen

DX 5 :
Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) b.d kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral
Tujuan dan criteria hasil :
1. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
2. Membuat metode komunikasi
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi
R : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi
2. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan kata/kalimat
yang sederhana
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

15
3. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek
R : menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang
benar (aleksia)
5. Berikan metode komunikasi alternative seperti menulis di papan tulis, menggambar.
R : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan.
6. Diskusikan mengenai hal-hal yang dikebal pasien seperti pekerjaan dan hobi
R : meningkatkan percakapan yang bermakna
7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
R : pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan
kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi.

DX 6 :
Perubahan sensori persepsi b.d perubahan sensori persepsi, transmisi,
integrasi (trauma neurologist), stress psikologis
Tujuan dan criteria hasil :
1. Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
2. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
Intervensi :
1. Lihat kembali proses patologis individual
R : kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membanty dalam
mengkaji/mengantisipasi deficit spesifik dan perawatan
2. Evaluasi adanya gangguan penglihatan
R : berdampak negative pada kemampuan pasien untuk menerima lingkungan
3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabitan yang berbahaya
R : menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan
4. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul

16
R : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic
berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuain dari
gerak yang mengganggu ambulasi.
5. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan.
R : meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya trauma
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
R : menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan
7. Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Pertahakan kontak mata
R : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang pertahian atau masalah
pemahaman.

DX 7 :
Deficit perawatan diri b.d penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan
control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi
Tujuan dan criteria hasil :
1. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
2. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Sadari perilaku/aktivitas impulsive karena gangguan dalam mengambil keputusan.
R : dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk
meningkatkan keamanan pasien
3. Letakkan makanan dan alat-alat lainnya pada sisi pasien yang tidak sakit
R : memudahkan pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri

17
4. Gunakan alat bantu pribadi
R : pasien dapat menangani diri sendiri, meningkatkan kemandirian dan harga diri
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi
R : memberi bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

DX 8 :
Gangguan harga diri b.d perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif
Tujuan dan criteria hasil :
1. Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
terjadi
2. Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
3. Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang
akurat tanpa menimbulkan harga diri negative.
Intervensi :
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan
R : penentuan factor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan/intervensi
2. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan
dan perasaan marah
R : mendemostrasikan penerimaan atau membantu pasien untuk mengenal dan
mulai memahami perasaannya.
3. Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah
tersebut.
R : menunjukkan penolakan terhadap bagian tubuh tertentu atau perasaan negative
terhadap citra tubuh dan kemampuan.
4. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
R : membantu peningkatan rasa harga diri dan control atas salah satu bagian
kehidupan.

18
5. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan
sebanyak mungkin kegiatan untuk dirinya sendiri.
R : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
6. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/atau konseling sesuai kebutuhan.
R : dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/merasa menjadi orang yang produktif

DX 9 :
Kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuscular/perceptual
Tujuan dan criteria hasil :
1. Mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi
tercegah
2. Mempertahankan berat badan yang ideal
Intervensi :
1. Catat luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan melindungi jalan nafas.
Timbang BB secara teratur sesuai kebutuhan.
R : untuk menentukan intervensi nutrisi/pilihan rute
2. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
R : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
3. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
R : memberikan simulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
4. Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang.
R : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk minum.
R : menguatkan otot fasial dan menurunkan resioko terjadinya tersedak.
6. Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.

19
R : jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
nutrisi, harus dicarikan metode alternative lain untuk makan.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian makanan melalui IV dan/atau makanan
melalui selang
R : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

DX 10 :
Kurang pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif
Tujuan dan criteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam proses belajar
2. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik
3. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi :
1. Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori
R : deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/kompleksitas intruksi.
2. Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara
meneruskan program setelah pulang.
R : aktivitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada
dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi. Mengikuti cara tersebut merupakan
suatu hal penting pada kemajuan pemulihan/pencegahan komplikasi.
3. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
R : berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan/perlu direncanakan berdasarkan
pada kebutuhan secara individual
4. Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berpikir
R : simulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berpikir.
5. Indentifikasi factor-faktor resiko individual seperti hipertensi, obesitas, merokok,
arterioklerosis dan perubahan pola hidup yang penting
R : meningkatkan kesehatan secara umum dan menurunkan resiko kambuh.

20
6. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan control secara medis, contohnya
perubahan fungsi penglihatan, sensorik, motorik, gangguan respon mental atau
perilaku dan sakit kepala yang hebat.
R : evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.

D. IMPLEMENTASI

DX 1 :
Perubahan perfusi jaringan b.d interupsi aliran darah : gangguan oklusif,
hemoragi
Implementasi :
1. Mengkaji factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus
selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK.
2. Mengobservasi status neurologist dan bandingkan dengan keadaan normal
3. Memantau tanda-tanda vital
4. Mengobservasi pupil, ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
5. Meletakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral)
6. Memberian obat seperti antikoagulasi, antifibrolitik dan antihipertensi sesuai
dengan intruksi dokter
7. Melakukan pengambilan sampel darah, urine dll untuk pemeriksaan penunjang

DX 2:
Bersihan jalan nafas tidak efekti berhubungan dengan kehilangan reflek
menelan, gangguan batuk dan penurunan kesadaran.
Implementasi:
1. Mengkaji tanda obstruksi trakeobronkial
2. Melakukan inhalasi sesuai dengan instruksi dokter

21
3. Melakukan suction
4. Memasang gudel untuk mencegah lidah terjatuh
5. Melakukan bronchial washing
6. Memberi bronkodilator sesuai instruksi dokter

DX 3
Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan hemiperase.
Implementasi:
1. Mengobservasi keadaan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Memperkenalkan keterampilan baru secara perlahan-lahan dan hargai kesempatan
pasien untuk mempraktekkan hingga menjadi kebiasaan.
3. Mengkaji pemenuhan nutrisi, motivasi untuk makan sesuai dengan dietnya.
4. Membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

DX.4
Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuscular : kelemahan,
parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
Implementasi :
1. Mengkaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur
2. Merubah posisi minimal setiap 2 jam
3. Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
4. Meninggikan tangan dan kepala
5. Memposisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
6. Mengobservasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda lain dari
gangguan sirkuasi
8. Melakukan kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan resistif
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot
seperti baklofen dan dantrolen

22
DX 5 :
Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) b.d kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral
Implementasi :
1. Mengkaji tipe/derajat disfungsi
2. Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3. Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4. Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
(aleksia)
5. Mengjarkan metode komunikasi alternative seperti menulis di papan tulis,
menggambar.
6. Mendiskusikan mengenai hal-hal yang dikebal pasien seperti pekerjaan dan hobi
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli terapi wicara.

DX 6 :
Perubahan sensori persepsi b.d perubahan sensori persepsi, transmisi, .
Implementasi :
1. Mengobserfasi kembali proses patologis individual
2. Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan
3. Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabitan yang berbahaya
4. Mengkaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul
5. Melindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan.
6. Menghilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

23
DX 7 :
Deficit perawatan diri b.d penurunan kekuatan dan tahanan, kehilangan
control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri, depresi
Implementasi :
1 Mengkaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-
hari.
2. Meletakkan makanan dan alat-alat lainnya pada sisi pasien yang tidak sakit
4. Mengajarkan menggunakan alat bantu pribadi
5. Melakukan konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi

DX 8 :
Gangguan harga diri b.d perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif
Implementasi :
1. Mengkaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuan
2. Menganjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa
bermusuhan dan perasaan marah
3. Mengobserfasi apakah pasien menunjuk daerah yang sakit atau pasien mengingkari
daerah tersebut.
4. Membantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
5. Mendorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan
sebanyak mungkin kegiatan untuk dirinya sendiri.
6. Merujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/atau konseling sesuai kebutuhan.

24
DX 9 :
Kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuscular/perceptual
Implementasi :
1. Mengobserfasi luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan melindungi
jalan nafas. Timbang BB secara teratur sesuai kebutuhan.
2. Meletakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
3. Meletakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
4. Memberikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang.
5. Menganjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk minum.
6. Mempertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang
masuk.
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian makanan melalui IV
dan/atau makanan melalui selang

DX 10 :
Kurang pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat, keterbatasan kognitif
Implementasi :
1. Mengevaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori
2. Meninjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara
meneruskan program setelah pulang.
3. Mendiskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4. Menyarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berpikir
5. Mengindentifikasi factor-faktor resiko individual seperti hipertensi, obesitas,
merokok, arterioklerosis dan perubahan pola hidup yang penting
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan control secara medis,
contohnya perubahan fungsi penglihatan, sensorik, motorik, gangguan respon
mental atau perilaku dan sakit kepala yang hebat.

25
E. EVALUASI
1. Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima
2. Mempertahankan posisi optimal dengan tidak adanya kontraktur, footdrop
3. Pasien dapat membuat metode komunikasi
4. Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
5. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
6. Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
terjadi
7. Mempertahankan berat badan yang ideal
8. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.

26
DAFTAR PUSTAKA

De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic stroke, in Fisher M.
(ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009.

PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI),
2007

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.

Israr, yayan. 2008. Stroke. Faculty of Medicine University of Riau.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar Asuhan Keperawatan denganGangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika.

Skydrugz,Minggu, 29 Januari 2012 Refarat Stroke Hemoragik

Health Promotion, Minggu, 13 Mei 2012, Berbagi ilmu Kumpulan Askep, Askep, Setandar oprasional
prosedur, Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan

Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8]; Available from:
URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm

27

Anda mungkin juga menyukai