Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


FRAKTUR COSTA

Oleh :
I Gusti Ngurah Kardisaputra
070116B027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB I

KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Fraktur costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang
costa. Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh
karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak
memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan
trauma juga kepada costa. Dari kedua belas pasang costa yang ada, tiga
costa pertama paling jarang mengalami fraktur. Hal ini disebabkan karena
costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami
fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung sangat
sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang
mengalami fraktur oleh karena sangat mobile .Pada olahragawan biasanya
lebih banyak dijumpai fraktur costa yang undisplaced, karena pada
olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat
mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya (Dewi, 2010;
Azz, 2008).
B. KLASIFIKASI
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:
1. Fraktur simple
2. Fraktur multiple
Menurut jumlah fraktur pada tiap costa:
1. Fraktur segmental
2. Fraktur simple
3. Fraktur comminutif
Menurut letak fraktur dibedakan :
1. Superior (costa 1-3 )
2. Median (costa 4-9)
3. Inferior (costa 10-12 )
Menurut posisi:
1. Anterior
2. Lateral
3. Posterior
C. ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok
(Dewi, 2010):
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya
fraktur costa antara lain kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada
pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang
keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa
adalah luka tusuk dan luka tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan
yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan, atau
akibat adanya gerakan berlebihan dan stress fraktur, seperti
pada gerakan olahraga lempar martil, soft ball, tennis, golf.
D. TANDA dan GEJALA
1. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
2. Adanya gerakan paradoksal
3. Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
4. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas
bertambah nyeri
5. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini
sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
6. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan
batuk
7. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat
terdengar suara udara yang dihisap masuk ke dalam rongga dada.
8. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
E. PATOFISIOLOGI
Costae merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak
costae masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga
pada anak. Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari
arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang
mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan
adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua
trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung dengan
energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya.
Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi
yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.
Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan
belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,
dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya
atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung,
sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks
ataupun laserasi jantung (Anonim, 2011). Costa 1-3 paling jarang fraktur,
karena dilindungi oleh struktur tulang bahu, tulang skapula, humerus,
klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika terjadi fraktur costa 1-3,
kemungkinan menimbulkan cedera pembuluh darah besar. Costa 4-9
paling sering fraktur, dan kemungkinan terjadi cedera jantung dan paru.
Costa 10-12 agak jarang fraktur karena costae ini mobile, namun jika
fraktur kemungkinan menimbulkan cedera organ intraabdomen (Dewi,
2010).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
2. ST Scans atau MRI Scans.
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas.Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati. (Azz, 2008).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Dewi, 2010 penatalaksanaan medis untuk fraktur costa adalah:
a. Konservatif
1) Pemberian analgetik
2) Pemasangan plak/plester
3) Jika perlu antibiotika
4) Fisiotherapy
b. Operatif/invasif
1) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
2) Pemasangan alat bantu nafas.
3) Pemasangan drain.
4) Aspirasi (thoracosintesis).
5) Operasi (bedah thoraxis)
c. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
d. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,
didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
e. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
f. Oksigen tambahan
H. KOMPLIKASI FRAKTUR
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru. Tanda-tanda khas : pembengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong
tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan
menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya
membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi
pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri
dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda- tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
a. Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah
berat saat bernafas. Bernafas (inspirasi) rongga dada
mengembang menggerakkan fragmen costa yang patah
menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan
lunak sekitar rangsangan nyeri.
b. Sesak nafas atau bahkan saat batuk keluar darah,
mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru.
c. Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
a. Airway
1) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur
laring, fraktur, trakea
2) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
3) feel
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna
kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
c. Ciculation
1) Tingkat kesadaran
2) Warna kulit
3) Tanda-tanda laserasi
4) Perlukaan eksternal
d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Respon pupil
3) Tanda-tanda lateralisasi
4) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Pemeriksaan fisik lain:
1) Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian
inferior : diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus.
2) Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi
anggota gerak.
3) Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis,
subclavia.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu
diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio
pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique
untuk diagnosis fraktur multiple.
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah, pulse oksimetri.
4. Diagnosis Banding
a. Fraktur sternum
b. Fraktur vertebrae
c. Stress fraktur
d. Osteoarthritis
e. Pneumotoraks
f. Cedera trakea dan bronkus
g. Contusio dinding dada
h. Flail chest
(Dewi, 2010; Azz, 2008)
5. Penatalaksanaan
Fraktur 1-2 costae tanpa adanya penyulit/kelainan lain ditangani
secara konservatif (analgetika). Fraktur lebih dari 2 costae harus
diwaspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks).
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain
(seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.) ditujukan untuk mengatasi
kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, di ikuti oleh
penanganan pasca operasi/ tindakan yang adekuat (analgetika,
bronchial toilet, cek lab dan rontgen berkala, sehingga dapat
menghindari morbiditas komplikasi (Anonim, 2011). Penatalaksanaan
pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,
atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah (Dewi, 2010;
Sjamsuhidajat, dkk., 2004):
a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv /intercostal block)
b. Bronchial toilet
c. Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas darah
d. Cek foto rontgen berkala
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana fraktur
costa yaitu (Azz, 2008):
a. Primary Survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian dengan memperhatikan patensi airway (inspeksi,
auskultasi, palpasi), serta penilaian akan adanya obstruksi.
Management dengan melakukan chin lift dan atau jaw
thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi.
Kemudian bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian dengan membuka leher dan dada penderita,
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi. Lalu menentukan laju dan dalamnya
pernapasan. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk
mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda- tanda cedera lainnya. Perkusi thoraks
untuk menentukan redup atau hipersonor, diikuti auskultasi
thoraks bilateral. Management meliputi pemberian
oksigen, analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada, misalnya morphine sulfate.
Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin
atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur costae, contoh bupivakain (Marcaine) 0,5%
2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis
pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di
bawah yang cedera (tempat penyuntikan di bawah tepi
bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus
spinosus, jangan sampai mengenai pembuluh darah
interkostalis dan parenkim paru). Pengikatan dada
yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan.
3) Circulation
Penting untuk kontrol perdarahan. Penilaian untuk
mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal dan
sumber perdarahan internal. Periksa nadi: kecepatan,
kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. Periksa
warna kulit, kenali tanda- tanda sianosis, tekanan darah.
Management berupa penekanan langsung pada sumber
perdarahan eksternal; pemasangan kateter IV 2
jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan
cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA); pemberian
cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan
dengan tetesan cepat. Transfusi darah jika
perdarahan masif dan tidak ada respon terhadap
pemberian cairan awal. Pemasangan kateter urin untuk
monitoring indeks perfusi jaringan.
4) Disability
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS, menilai
pupil besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya
dan awasi tanda-tanda lateralisasi. hipotermia dengan
selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
b. Secondary Survey
1) Anamnesis: AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik : kepala dan maksilofasial, vertebra
servikal dan leher, thorax, abdomen, perineum,
musculoskeletal, neurologis, re evaluasi penderita.
6. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. Laserasi jantung
(Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004)
7. Prognosis
Fraktur costa pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis
yang baik. Sedangkan pada penderita dewasa umumnya memiliki
prognosis yang kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang
relatif lebih lama juga umumnya disertai dengan komplikasi. Keadaan
ini disebabkan costa pada orang dewasa lebih rigid sehingga akan
mudah menusuk pada jaringan ataupun organ di sekitarnya.
Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas
atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat
fraktur pada costa I-III atau fraktur klavikula (Dewi, 2010).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR COSTAE

A. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik (spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas)
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Kerusakan integritas jaringan tulang b/d fraktur tertutup, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)

B. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik (spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.).
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas,
tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang 1. Mengurangi nyeri dan mencegah


sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan malformasi.
atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang 2. Meningkatkan aliran balik vena,
terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak 3. Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan 4. Meningkatkan sirkulasi umum,


kenyamanan (masase, perubahan posisi) menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen 5. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,


nyeri (latihan napas dalam, imajinasi meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
visual, aktivitas dipersional) mungkin berlangsung lama.

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut 6. Menurunkan edema dan mengurangi rasa
(24-48 jam pertama) sesuai keperluan. nyeri.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai 7. Menurunkan nyeri melalui mekanisme


indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk 8. Menilai perkembangan masalah klien.


verbal dan non verval, perubahan tanda-
tanda vital)

b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran


alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah
dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam 1. Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dan latihan batuk efektif. perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi 2. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
yang aman sesuai keadaan klien. menurunkan kongesti paru.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan 3. Mencegah terjadinya pembekuan darah


(warvarin, heparin) dan kortikosteroid pada keadaan tromboemboli.
sesuai indikasi. Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, 4. Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2
kalsium, LED, lemak dan trombosit menunjukkan gangguan pertukaran gas;
anemia, hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya 5. Adanya takipnea, dispnea dan perubahan
bernapas, perhatikan adanya stridor, mental merupakan tanda dini
penggunaan otot aksesori pernapasan, insufisiensi pernapasan, mungkin
retraksi sela iga dan sianosis sentral. menunjukkan terjadinya emboli paru
tahap awal.

c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka


neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan
aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas 1. Memfokuskan perhatian, meningkatakan


rekreasi terapeutik (radio, koran, rasa kontrol diri/harga diri, membantu
kunjungan teman/keluarga) sesuai menurunkan isolasi sosial.
keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif 2. Meningkatkan sirkulasi darah


pada ekstremitas yang sakit maupun yang muskuloskeletal, mempertahankan tonus
sehat sesuai keadaan klien. otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan 3. Mempertahankan posis fungsional


trokanter/tangan sesuai indikasi. ekstremitas.

4. Bantu dan dorong perawatan diri 4. Meningkatkan kemandirian klien dalam


(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan perawatan diri sesuai kondisi
klien. keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai 5. Menurunkan insiden komplikasi kulit


keadaan klien. dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,
penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000- 6. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-


3000 ml/hari. cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
7. Kalori dan protein yang cukup
7. Berikan diet TKTP. diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai 8. Kerjasama dengan fisioterapis perlu
indikasi. untuk menyusun program aktivitas fisik
secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien 9. Menilai perkembangan masalah klien.
dan program imobilisasi.
d. Kerusakan integritas jaringan tulang b/d fraktur
tertutup, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
integritas jaringan tulang/memudahkan penyembuhan
sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan posisi klien dan tempat tidur 1. Menurunkan risiko pergeseran tulang
yang nyaman dan aman (kering, bersih, yang lebih luas.
alat tenun kencang, bantalan bawah siku,
tumit).

2. Imobilisasi pasien (pembidaian, 2. Mencegah tulang tidak tambah bergeser


pembebatan)

3. Lindungi kulit dari cedera yg mungkin 3. Mencegah gangguan integritas kulit dan
diakibatkan oleh tulang yang bergeser jaringan akibat kontaminasi fekal.

4. Kolaborasi dengan tim medis tentang 4. Mempercepat penyembuhan klien


tindakan operatif yang akan dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kolaps Paru Pada Pneumothorax. Diakses dari
http://medicastore.com/penyakit/148/Kolaps_Paru-
Paru_Pneumothorax.html pada tanggal 5 Januari 2012.

Anonim. 2004. Pneumothorax dan Kolaps Paru. Diakses dari


http://fordisfisio.forumotion.com/kardiorespirasi-f4/pneumothorax-kolaps-
paru-t12.htm pada tanggal 5 Januari 2012.

Azz, Y. 2008. Fraktur Costae. Diakses dari


http://www.slideshare.net/yar_azz/fraktur-iga pada tanggal 5 Januari 2012.

Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-
Costae pada tanggal 5 Januari 2012.

Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai