Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

ASMA BRONCHIALE

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Muntilan

Disusun oleh

REZKY MAWARNI

20100310187

Diajukan Kepada

dr. Ferry Kurniansih Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal 4 April 2015

Menyetujui,

Dokter Pembimbing

Dr. Ferry Kurniansih Sp.PD


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillahirabbilalamin dengan memanjatkan puji dan syukur yang tak terhingga

kehadirat Allah SWT. akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang

berjudul Asma Bronchiale. Sholawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan

kita, Nabi Muhammad SAW.

Refleksi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan profesi

Kedokteraan pada Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr. Ferry Kurniansih. selaku dosen pendidik klinik


2. Rekan-rekan dokter muda, serta semua pihak yang telah membantu.

Penulisan refleksi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang berguna. Semoga untuk selanjutnya tulisan ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Muntilan 4 April 2015

Penulis
REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 65 tahun

Agama : Islam

Alamat : Mungkid

Masuk RS : 17/3/2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama

pasien mengatakan bahwa pasien mengalami sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas 2 hari, tiap malam sesak semakin bertambah
berat, pasien juga mengatakan sulit tidur karena batuk (+), pilek (-), demam 1hari, pusing
(+), nyeri dada (-), mual (+), muntah(+) 1x, nafsu makan dan minum berkurang, BAK/BAB
dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan bahwa pasien telah didiagnosis asma sekitar 6 bulan yang lalu. Serangan
asma 2 kali dalam 1 bulan (episodik sering)

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya ada yang menderita penyakit asma yaitu ayah
pasien
Riwayat Personal Sosial

Dirumah pasien anak dan menantunya adalah perokok

Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Kepala: mesochepal (dbn)

Mata: conjunctica anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cowong -/-

Telinga: tidak ada secret, tidak ada perdarahan (dbn).

Hidung: tidak ada secret, tidak ada perdarahan (dbn).

Mulut: bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor

Tenggorok: Faring Hiperemis (-), Tonsil T1 T1

Leher: Limfonodi tidak teraba

Thoraks

Inspeksi: retraksi intercosta(+)

Perkusi: sonor +/+

Palpasi : tertinggal gerak (+), Fremitus (+) normal

Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi basah kasar +/+, wheezing +/+


Abdomen

Inspeksi : tampak massa (-), jaringan parut (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : thympani (+), kembung (-)

Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-), hepar dalam batas normal

Anggota gerak:

akral hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 11,4,3 g/dl

Gol :A

Leukosit : 10,38x 103/uL

Eritrosit : 4.37 x 106/uL

Hematokrit : 33.4%

Trombosit : 229 x 103/uL

Eosinofil : 0.1%

Basofil : 0.2%

Limfosit : 22.4%

Monosit : 4.1%

Neutrophil : 72.5%
DIAGNOSIS

Asma Bronkial episodik sering, serangan ringan

PENATALAKSANAAN

O2 3-4 Lpm

Inf RL 20 tpm

Inj. Cyprofloxacin 1A/12 jam

Inj. Dexametason 1a/12 jam

Inj. Farsik 1A/12 jam

Nebulizer /8 jam (ventolin+fluxotide)

PO.

Ambroxol 3x1C

Paracetamol 3x1

KSR 1x1

Salbutamol 2x2 mg

Amlodipin 10 mg 1x1
TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIAL

1. Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1 Asma
bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi
dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat.2

2. Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia
dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.3

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma
di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada
tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2%
menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5

Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun
sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki
(52,86%). 6

3. Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator
tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan
status kesehatan.

4. Faktor Pencetus

Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi
sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan
dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila
penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi


inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering
menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

c.
2. Faktor Lain

a. Alergen makanan

b. Alergen obat obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

5. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum
pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan
uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi
obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat
menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji
faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting
dalam penatalaksanaannya.7

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa7

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,
asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma
(aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

Hiperreaktivitas

6. PatogenesisBanyak Sel : Melepas MEDIATOR :


Sel Mast Histamin
Prostaglandin
Eosinofilkronik saluran napas
Asma merupakan inflamasi (PG) oleh hiperreaktivitas saluran
dan disebabkan
Netrofil Leukotrien (L)
napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama
Platelet sel mast,
Activating Factoreosinofil, sel limfosit T,
Limfosit
makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan
(PAF), dllpelepasan mediator seperti histamin dan
leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma
merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel
inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8

Proses inflamasi kronik iniBronkokonstriksi,


berhubungan hipersekresi mukus, kepekaan saluran napas
dengan peningkatan
edema saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan
bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK


Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10

Mediator Pengaruh terhadap asma

Histamin

LTC4, D4,E4

Prostaglandin dan Thromboksan A2


Kontruksi otot polos
Bradikinin

Platelet-activating factor (PAF)


Histamin

LTC4, D4,E4

Prostaglandin dan Thromboksan E2


Udema mukosa
Bradikinin

Platelet-activating factor (PAF)


Chymase

Radikal oksigen

Histamin

LTC4, D4,E4
Sekresi mukus
Prostaglandin

Hidroxyeicosatetraenoic acid

Radikal oksigen

Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial

Faktor inflamasi dan sitokin

7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,


dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi,
rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan
darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi
memanjang diserta ronki kering, mengi.11

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).11

Pemeriksaan Penunjang

o Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

o Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis
yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-
spesifik seperti metakolin dan histamin.

o Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma12


8. Diagnosis Banding

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok
berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.

Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut
paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak
napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup
agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-
hari.13

Tujuan penatalaksanaan asma13:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan


medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.13

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug

Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug

Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug


Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug

Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug

Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug

Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug

Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug

Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug

Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten


ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini
bermanfaat atau tidak.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti


antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat
pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala
dan memperbaiki faal paru.

Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213

Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol Formoterol

Prokaterol

Salbutamol/ Albuterol

Terbutalin

Pirbuterol

Lambat Salmeterol

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk
tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di
dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas. Termasuk pelega adalah 13:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila


penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin
Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah


dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan


asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.

Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral
(subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan
napas (inhalasi) adalah 13:

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan


beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator
adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain


pengontrol
harian

Asma Intermiten Tidak perlu -------- -------

Asma Persisten Glukokortikoste Teofilin lepas lambat ------


Ringan roid inhalasi
(200-400 ug Kromolin
BD/hari atau
Leukotriene modifiers
ekivalennya)

Asma Persisten Kombinasi Glukokortikosteroid inhalasi Ditambah


Sedang inhalasi (400-800 ug BD atau agonis
glukokortikoster ekivalennya) ditambah Teofilin beta-2
oid lepas lambat ,atau kerja lama
oral, atau
(400-800 ug Glukokortikosteroid inhalasi
BD/hari atau (400-800 ug BD atau Ditambah
ekivalennya) ekivalennya) ditambah agonis teofilin
dan beta-2 kerja lama oral, atau lepas
lambat
agonis beta-2 Glukokortikosteroid inhalasi
kerja lama dosis tinggi (>800 ug BD atau
ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers

Asma Persisten Kombinasi Prednisolon/ metilprednisolon oral


Berat inhalasi selang sehari 10 mg
glukokortikoster
oid (> 800 ug ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,
BD atau ditambah teofilin lepas lambat
ekivalennya)
dan agonis beta-
2 kerja lama,
ditambah 1 di
bawah ini:

teofilin
lepas
lambat

leukotrie
ne
modifier
s

glukokor
tikostero
id oral

10. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

11. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang
dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh
dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.14

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya
9%.14

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 300.

3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 6772

5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009
May 4th. Available from:

http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.

8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal


Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.

10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G


(Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82.

12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran


Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di


Indonesia. 2003. h 73-5

14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

Anda mungkin juga menyukai