PRESENTASI KASUS Asma
PRESENTASI KASUS Asma
ASMA BRONCHIALE
Disusun oleh
REZKY MAWARNI
20100310187
Diajukan Kepada
2015
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Menyetujui,
Dokter Pembimbing
kehadirat Allah SWT. akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang
berjudul Asma Bronchiale. Sholawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan
Refleksi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan profesi
Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
Penulisan refleksi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang berguna. Semoga untuk selanjutnya tulisan ini dapat
Penulis
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 65 tahun
Agama : Islam
Alamat : Mungkid
Masuk RS : 17/3/2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas 2 hari, tiap malam sesak semakin bertambah
berat, pasien juga mengatakan sulit tidur karena batuk (+), pilek (-), demam 1hari, pusing
(+), nyeri dada (-), mual (+), muntah(+) 1x, nafsu makan dan minum berkurang, BAK/BAB
dalam batas normal.
Pasien mengatakan bahwa pasien telah didiagnosis asma sekitar 6 bulan yang lalu. Serangan
asma 2 kali dalam 1 bulan (episodik sering)
Pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya ada yang menderita penyakit asma yaitu ayah
pasien
Riwayat Personal Sosial
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata: conjunctica anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cowong -/-
Thoraks
Anggota gerak:
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11,4,3 g/dl
Gol :A
Hematokrit : 33.4%
Eosinofil : 0.1%
Basofil : 0.2%
Limfosit : 22.4%
Monosit : 4.1%
Neutrophil : 72.5%
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
O2 3-4 Lpm
Inf RL 20 tpm
PO.
Ambroxol 3x1C
Paracetamol 3x1
KSR 1x1
Salbutamol 2x2 mg
Amlodipin 10 mg 1x1
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1 Asma
bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi
dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat.2
2. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia
dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan.3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma
di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada
tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2%
menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk
Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun
sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki
(52,86%). 6
3. Faktor Resiko
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator
tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan
status kesehatan.
4. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi
sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan
dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila
penderita terpajan oleh alergen tertentu.
1. Faktor Lingkungan
c.
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
5. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum
pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan
uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi
obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat
menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji
faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting
dalam penatalaksanaannya.7
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 :
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)
Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa7
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,
asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma
(aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7
pemicu
Hiperreaktivitas
Histamin
LTC4, D4,E4
LTC4, D4,E4
Radikal oksigen
Histamin
LTC4, D4,E4
Sekresi mukus
Prostaglandin
Hidroxyeicosatetraenoic acid
Radikal oksigen
7. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi,
rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan
darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi
memanjang diserta ronki kering, mengi.11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).11
Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis
yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-
spesifik seperti metakolin dan histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.
Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok
berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan
kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut
paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak
napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup
agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-
hari.13
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13
Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas
pengontrol dan pelega.13
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Leukotrien modifiers
Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Obat
Obat
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
Metilsantin
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Singkat Lama
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk
tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di
dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas. Termasuk pelega adalah 13:
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
Metilsantin
Antikolinergik
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral
(subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan
napas (inhalasi) adalah 13:
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
teofilin
lepas
lambat
leukotrie
ne
modifier
s
glukokor
tikostero
id oral
10. Komplikasi
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
11. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang
dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh
dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.14
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya
9%.14
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 6772
5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009
May 4th. Available from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.
14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.