Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat

yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi

salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada

anak (World Health Organization (WHO, 2009 ).

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi

hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh

kelompok usia baik laki laki maupun perempuan, tetapi penyakit diare

dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi

banyak terjadi pada bayi dan balita, menurut data badan Kesehatan

Dunia (WHOWorld Healt Organitation ) Penyakit mencret atau diare

adalah penyebab nomor satu kematian balita diseluruh dunia. Yang

membunuh lebih dari 1,5 juta orang pertahun (Depkes RI, 2010).

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami

rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses

memiliki kandungan air yang berlebihan. Diare bukanlah penyakit yang

datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya

diare salah satunya akibat infeksi oleh bakteri atau virus dan juga bisa
disebabkan oleh faktor kebersihan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan

yang kumuh dan kotor menjadi tempat berkembang bakteri (E.coli), virus

dan parasit (jamur, cacing, protozoa), dan juga lalat yang turut berperan

dalam membantu penyebaran kuman penyakit diare . Diare jarang

membahayakan, namun dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan nyeri

kejang pada bagian perut. Meskipun tidak membutuhkan perawatan

khusus, penyakit diare perlu mendapatkan perhatian serius, karena dapat

menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Dehidrasi dapat

ditengarai dengan gejala fisik seperti bibir terasa kering, kulit menjadi

keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung, serta menyebabkan syok.

Untuk mencegah dehidrasi dengan meminum larutan oralit. Karena itu,

penderita diare harus banyak minum air dan diberi obat anti diare

(Hannifatunisa, 2013).

Dalam praktikum kali ini ini efektivitas infus daun jambu biji

dibandingkan dengan loperamid sebagai antidiare, berdasarkan aktivitas

antimikroba, konsistensi feses, berat feses, waktu diare.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya diare serta efek

antidiare suatu obat


I.2.2 Tujuan Percobaan

a. untuk mengetahui efek antisiare suatu obat

b. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya diare terhadap hewan

uji.

I.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu, berdasarkan pada metode induksi:

1. Penggunaan Oleum Ricini sebagai penginduksi diare pada mencit

2. Antidiare loperamide dan infus tanaman, serta Na CMC 1% sebagai

control terhadap hewan uji mencit (Mus musculus).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Pengertian

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih

dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja

(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan

tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare

persisten.

Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu

penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan

konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau

lebih dalam sehari .

II.1.2 Klasifikasi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan

jenis diare menjadi empat kelompok yaitu:

1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat

belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari)


2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari

empat belas hari secara terus menerus.

4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare

(diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit

lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Sedangkan menurut Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14

hari.Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya

kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya

tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat ocialc

terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan

berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare

berlangsung antara satu sampai dua minggu maka

dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan

elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan

dehidrasi, asidosis ocialc dan hipokalemia, (2) Gangguan

sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai

akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3)


Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan

berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14

hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan

tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut.

2.Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

a.Diare sekresi (secretory diarrhea)

b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)

II.1.3 Etiologi

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan

elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan

asidosis ocialc. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan ocial

air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat

badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air

dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila ocial

melampaui 15% (Soegijanto, 2002).

Menurut World Gastroenterology Organization Global

Guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:


1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio,

Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus

aureus, Campylobacter aeromonas.

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus,

Coronavirus, Astrovirus.

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura,

Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi,

gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan,

dll. (Simadibrata, 2006).

Sedangkan menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau

dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua

golongan yaitu:

1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti shigella,

ocialc, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,

stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan

bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan,

makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan,

gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.


b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan

jamur terutama canalida.

2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:

a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin

dan mineral.

b. Kurang kalori protein.

c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam

beberapa ocial yaitu:

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi

bakteri, infeksi virus (enteovirus, ocialcss, virus echo coxsackie). Adeno

virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris,

trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia

lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).

b. Infeksi parenteral

Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti

otitis media akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,

ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan

anak berumur dibawah dua (2) tahun.


2. Faktor malaborsi

Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.

a. Faktor makanan

b. Faktor psikologis

II.1.4 Gejala Diare

Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus

menerus disertai dengan rasa mulas yang berkepanjangan, dehidrasi, mual

dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara lain pegal pada

punggung, dan perut sering berbunyi.

II.1.5 Cara Penularan Diare

Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya

infeksi antara lain:

1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah

dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.

2. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air

dengan benar

3. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar

atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi

perabotan dan alat-alat yang dipegan


II.1.6 Manifestasi Klinis

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung

sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini

bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada

panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan

hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena

dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila

tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma

dapat berupa dehidrasi ocialc, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau

dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya oci tanpa dehidrasi,

dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,

tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling

fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah

kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau

gangguan biokimiawi berupa asidosis ocialc yang berlanjut. Seseoran yang

kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung,

lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta

suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang

ocialc. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya

dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan Ph darah yang


merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat

dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat

berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit),

tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka

pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium

pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun

sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul

penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal

akut.

II.1.7 Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum

yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi

promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua

(Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang

tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi

pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial

penyebab, lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab dilakukan


berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan.

Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis

dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan

pemberian imunisasi

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah

menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan ocialc dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk

mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan

diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan

mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak ocial seperti

salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan

harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga,

pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri

atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik

yang membantu menghi langkan kejang perut yang tidak menyenangkan.

Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep

dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan penyebab

diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek

samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam,

2006).
3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini

penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal

mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah

terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan

yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan bergizi dan menjaga

keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita

dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan

secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan

kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan

ocial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman

sepermainan.

II.1.8 Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari diare ada :

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)

2. Renjatan hipovolemik.

3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan elektrokardiogram)

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan

defisiensi enzim lactase.


6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik).

II.8Penggolongan obat diare :

A. Kemoterapeutika

Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada

beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada

diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa.

Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare

dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan

untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare

dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin,

sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon) (Schanack 1980).

B. Zat penekan peristaltik usus

Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran

cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.

Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan

loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona)

(Departemen Farmakologi dan Terapi UI 2007).

C. Adsorbensia

Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat

ini adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil


metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin

dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa

usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah karbon,

musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam

alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI 2007).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau

gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik).

Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui

usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam

sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth,

kaolin dan pektin (Harkness 1984).

Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek local pada

usus karena tidak menembus ke dalam otak. Oleh karena itu,

Loperamide hanya mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin

menyebabkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan

keseimbangan resorpsi-sekresi sari sel-sel mukosa yaitu memulihkan

sel-sel yang berada dalam kesadaan hipersekresi ke keadaan

resorpsi normal kembali. (Tjay dan Rahardja, 2002).

Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan

penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang

selektifitas
kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4

jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan

oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat

mengalami sirkulasi enterohepatik (Andi,2010).

Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan

mempengaruhi

otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan

reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan

oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut, waktu paruh 7-

14 jam (Andi 2010)

Terapi Rehidrasi : Larutan oral yang mengandung elektrolit dan glukosa

diberikan untuk mengoreksi dehidrasi berat yang dapat diakibatkan oleh

infeksi akibat organisme toksigenik. Terapi ini lebih penting daripada terapi

dengan obat, terutama pada bayi dan pada diare karena infeksi (Neal, 2005).
Loperamide hydrochloride atau 4-(4-p-Chlorophenyl-4-hydroxypiperidino)-NN-

dimethyl-2,2-diphenylbutyramide. C29H33ClN2O2HCl merupakan zat aktif

yang terkandung dalam obat diare. Loperamid merupakan turunan sintetis

Pethidine yang dapat menghambat motilitas usus dan juga mengurangi

sekresi gastrointestinal.6 Loperamid diyakini bekerja dengan cara

mengganggu mekanisme kolinergik dan non kolinergik yang terlibat dalam

refleks peristaltik, menurunkan aktivitas otot circular dan longitudinal pada

dinding usus. Efek samping loperamid tidak terjadi tapi pada anak-

anakdibawah 2 tahun tidak boleh diberikan karena akan terjadi penekanan

peristaltik usus kuat sehingga timbul konstipasi. Dosis: Diare akut, permulaan

2 tablet berisi 2 mg, lalu 2 jam 1 tablet sampai maksimum 8 tablet sehari.

Anak-anak 2-8 tahun : 2-3 kali sehari 0,1 mg/kg BB Anak-anak 8-12 tahun :

pertama 2 mg, maksimal 8-12 mg sehari.

Struktur Loperamid

Oleumricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai

laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan

menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga

mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus

dengan cepat.Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15

sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6


jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk

encer.

Mekanisme pencernaan terbagi 2 yaitu :

1. Mulut dan esophagus

Setelah proses pemotongan makanan dan gigi, pengunyahan,

pelapisan dengan cairan, terjadi pembentukan bolus. Kemudian bolus

ini ditelan dan didorong ke esophagus

2. Lambung

Lambung mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyimpan, mencampur,

dan mengontrol pada waktu terjadi kekosongan. Terdapat 2000 ml

cairan setiap hari yang dikeluarkan oleh dinding lambung.

(Departemen Gizi Dan Kesehatan Masyarakat 2016)

II.2 Uraian Bahan

II.2.1 Aquadest (Farmakope Indonesia Edisi V : 2014)

Nama Resmi : AQUADESTILATA

Nama Lain : Air Suling, Aquadest

Rumus Kimia : H2O


Berat Molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

II.2.2 Oleum Ricini (Farmakope Indonesia Edisi V : 2014)

Nama Resmi : OLEUM RICINI

Nama Lain : Minyak jarak

Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir

tidak berwarna, bau lemah; rasa manis kemudian

agak pedas, umumnya memualkan.

Kelarutan : Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%)P, mudah

larut dalam etanol mutlak dan dalam asetat glacial

Khasiat : Laksativum

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.

II.2.3 NA. C.M.C (Farmakope Indonesia Edisi V : 2014)

Nama Resmi : NATRII CARBOXIMETHYL CELLULOSUM


Nama Lain : Natrium karboksimethil selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih

kekuningan, tidak berbau atau hampir tidak

berbau

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air membentuk

suspense koloid, tidak larut dalam etanol (95%)P

dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3 Uraian Obat

II.3.1 LODIA (Loperamide) ( Farmakope Indonesia Edisi IV : 1995)

Loperamide hcl secara structural mirip dengan haloperidol

dan meperidin. Loperamide hcl digunakan untuk mengobati diare

akut non spesifik dan diare kronik yang disebabkan oleh

peradangan saluran pencernaan, pada dosis yang sama.

Loperamide hcl menunjukkan onset yang lebih cepat dan durasi

yang lebih lama dibandingkan dengan defenoksilat atau kodein.

Waktu paruhnya 7-14 jam. Loperamide hcl bekerja langsung pada


otot sirkuler dengan menurunnya prostaglandin, aktivitas otot

sirkuler secara serentak diturunkan. Loperamide hcl memiliki

aktivitas antisekretorik, disamping aktivitas antimotilitas.

Loperamide hcl mengaktivasi reseptor pada usus halus dan usus

besar dan meningkatkan kontraksi segmen sehingga waktu lintas

usus dapat memperlambat dan waktu untuk absorbsi air dapat

lebih banyak. Dosis untuk diare akut dan kronik: dosis awal 4 mg,

kemudian tiap jam 2 mg maksimal sehari 16 mg.

II.4 Uraian Sampel Infus Herbal

II.4.1 Daun Jambu Biji (Darma,1985)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L

Morfologi daun jambu biji : Daun tunggal, bertangkai

pendek, letak berhadapan, daun yang muda berambut halus, dan

permukaan atas daun tua licin. Tanaman ini sangat adaptif dan

mampu tumbuh tanpa perawatan. Daun jambu biji termaksuk

daun tidak lengkap, karena daunnya hanya terdiri dari tangkai

(petiolus) dan helaian (lamina) saja yang disebut daun

bertangkai. Bagian terlebar daun jambu biji terletak ditengah-

tengah dan memiliki jorong. Daun jambu biji mempunyai tulang

daun menyirip, artinya daun ini memiliki tulang punggung yang

membentang dari pangkal sampai ke ujung daun, dan merupakan

terusan tangkai daun sehingga susunannya mengingatkan kita

pada susunan sirip ikan. Ujung daun jambu biji tumpul, dan

biasanya warna daun bagian atas tampak lebih hijau

dibandingkan dengan sisi bagian bawah daun. Tangkai daun

berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.


II.5 Uraian Hewan Uji

II.5.1 Klasifikasi Hewan Uji

Mencit ( Mus Musculus) ( Nazir M. 1997 )

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Radentia

Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus

II.5.2 Karakteristik Hewan Uji ( Nazir M. 1997 )

Mencit ( Mus musculus ).

Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama Bunting : 19 - 21 hari


Umur Disapih : 21 hari

Umur Dewasa : 35 hari

Siklus Kelamin : poliestrus

Siklus Estrus : 4-5 hari

Lama Estrus : 12-24 jam

Berat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betina

Berat Lahir : 0,5-1,0 gram

Jumlah anak : rata-rata 6, bisa 15

Suhu ( rektal ) : 35-39C( rata-rata 37,4C )

Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan

Aktivitas : Nokturnal (malam)

Sifat sifat mencit :

1. pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk

mendeteksi pakan, deteksi predator dan deteksi signal (

feromon ).
2. penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat

melihat warna.

3. Sistem sosial: berkelompok

4. Tingkah laku:

jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi

Betina dewasa + jantan dewasa damai

Betina dewasa + betina dewasa damai.( Nazir M. 1997)

II.5.3 MORFOLIGI HEWAN UJI

Mencit ( Mus musculus ) adalah anggota muridae (tikus-tikusan)

yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai dirumah-rumah dan

dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya

menggigit barang-barang kecil lainnya, serta bersarang disudut

lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbesar kedua di dunia

setelah manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan lebih

sedikit dibanding yang hidup diperkotaan. ( Nazir M. 1997 )


Pengamatan
Replikasi
Hewan Uji frekuensi
BB Konsistensi
Mencit
(g)
15 30 45 60

Na Cmc

Loperamid 26 +

21 - - - -

Infus daun 27 - + + +
jambu biji
18
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes
RI.
Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I. Jakarta:
IDAI.
Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta:
Medica Aesculpalus FKUI.
Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC
Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen.
Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Surabaya: Airlangga University Press.
Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai