Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulpa adalah suatu rongga di bawah lapisan dentin. Pulpa gigi banyak memiliki kemiripan
dengan jaringan ikat lain pada tubuh manusia, namun ia memiliki karakteristik yang unik. Di
dalam pulpa terdapat berbagai elemen jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut
jaringan ikat, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel imun.
Kerusakan ataupun hilangnya jaringan keras gigi diikuti masuknya iritan ke bagian pulpa
mengakibatkan peradangan pada pulpa. Walton mengklasifikasikan keradangan pada pulpa
terdiri dari pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, degeneratif pulpa dan nekrosis pulpa.
Terjadinya inflamasi pada pulpa diikuti dengan rasa nyeri. Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi
rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri dapat dklasifikasikan menjadi
nyeri intens, nyeri spontan, dan nyeri rangsang.
Karena nyeri sangat bersifat subjektif, dalam mendiagnosis penyakit pulpa diperlukan
pemerikasaan objektif (tes klinis) untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan radiografi juga
sangat penting untuk melihat kondisi pulpa dan jaringan periodontalnya.

1.2 Batasan Topik

A. Oral Biologi
1. Anatomi pulpa
2. Histologi pulpa
3. Mekanisme nyeri
4. Etiologi pulpitis
5. Imunopatogenesis pulpitis
6. Patogenesis pulpitis
7. Klasifikasi pulpitis
B. Konservasi Gigi
1. Pemeriksaan klinis pulpitis
2. Diagnosis pulpitis
3. Rencana perawatan pada pulpitis
4. Prognosis
5. Pulp capping
a. Bahan
b. Pulp Capping Indirect
c. Pulp Capping Direct
d. Prosedur kerja
C. Radiologi Kedokteran Gigi
1. Radiografi pada Pulpitis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Oral Biologi


2.1.1 Anatomi Pulpa[1]
Tanduk Pulpa yaitu ujung dari ruang pulpa
Mahkota pulpa yaitu terletak pada korona gigi
Ruang pulpa yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selalu
tunggal
Saluran pulpa/saluran akar yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi
Suplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu foramen, dalam hal
ini, saluran tersebut mempunyai 2 atu lebih cabang dekat apikal nya yang disebut multiple
foraminal/supplementary canal
foramene apical yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks,akar berupa suatu
lubang kecil
kanal pulpa yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi
orifice yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa di hubungkan dengan ruang pulpa
radix pulpa yaitu suatu bagian yang terletak pada daerah akar gigi

2.1.2 Histologi Pulpa[2]


a. Odontoblas
Odontoblas adalah sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal di
perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin. Di bagian
mahkota ruang pulpa terdapat odontoblas yang jumlahnya banyak sekali dan bentuknya seperti
kubus serta relatif besar. Jumlahnya di daerah itu sekitar 45.000 dan 65.000/mm2. Di daerah
serviks dan tengah-tengah akar jumlahnya lebih sedikit dan tampilannya lebih gepeng
(skuamosa).

b. Preodontoblas
Preodontoblas adalah sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas.
Preodontoblas ini akan bermigrasi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan diferensiasinya
pada tempat tersebut.
c. Fibroblas
Fibroblas adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa
mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan
mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Seperti odontoblas, penonjolan organel
sitoplasmanya berubah-ubah sesuai dengan aktivitasnya. Makin aktif selnya, makin menonjol
organel dan komponen lainnya yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi. Akan tetapi, tidak
seperti odontoblas, sel-sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi
dari sel-sel yang kurang terdiferensiasi.
d. Sel cadangan (sel tak terdiferensiasi)
Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel perkusor ini ditemukan di
zona yang kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh darah. Tampaknya,
sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi cedera. Sel ini akan
berkurang jumlahnya sejalan dengan meningkatnya kalsifikasi pulpa. Dan berkurangnya aliran
darah akan menurunkan kemampuan regeneratifnya.
e. Sel-sel sistem imun
Makrofag, Limfosit T, dan sel-sel dendritik yang prosesusnya ditemukan di seluruh
lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat dengan elemen vaskuler dan elemen
saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem respon awal dan pemantau (surveillance) dari
pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag.
Secara kolektif, kelompok sel ini merupakan sekitar 8% populasi sel dalam pulpa.

2.1.3 Mekanisme Nyeri[2]


Menurut IASP(International Association for the Study of Pain), nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi.
Adapun jenis stimulus yang dapat merangsang reseptor nyeri adalah;
Mekanik
Thermal
Polymodal yang meliputi elektik dan kimiawi

Ada 3 teori mengenai hipersensitivitas dentin, yaitu:


Teori persarafan langsung
Lesi di email dentin perpanjangan saraf di odontoblas cornu medula spinalis
anterior neuron motorik gerak refleks & sensasi nyeri.

Teori Persarafan Odontoblas


Lesi di email dentin serat tomes sel saraf pada lapisan odontoblas pulpa
(menerima kesan nyeri spesifik) serabut bermielin tipe A dan serabut tidak bermielin tipe
C) neuron sensorik cornu medula spinalis neuron motorik sensasi nyeri.

Teori hidrodinamik
Lesi di email dentin cairan tubulus dentin begerak naik turun sel saraf pada
odontoblas pulpa serabut bermielin tipe A dan serabut tidak bermielin tipe C) neuron
sensorik cornu medula spinalis neuron motorik sensasi nyeri.
Adapun teori nyeri adalah:
Teori Spesifitas
Teori ini diperkenalkan oleh Descrates yang menyatakan bahwa nyeri aberjalan dari reseptor-reseptor nyeri
spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan antara stimulus dam
respon nyeri bersifat langsung dan invariabel.

Teori Gate Control


Teori ini diperkenalkan oleh Melzack dan Wall yang menyatakan bahwa:
Baik serat sensorik bermielin besar yang membawa informasi mengenai rasa raba dan propriosepsi dari perifer (Serat
A- dan A-) maupun serat kecil yang membawa informasi mengenai nyeri (Serat A- dan C) menyatu di kornu
medulla spinalis.
Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi medulla spinalis di kornu dorsalis dimodifikasi oleh
suatu mekanisme gerbang di sel-sel substansia gelatinosa.
Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relative aktivitas di serat aferen primer berdiameter besar dan
kecil. Serat aferen berdiameter besarakan menutup gerbang dan serat aferen berdiameter kecil akan membuka
gerbang.
Mekanisme gerbang spinal akan dipengaruhi oleh impuls saraf yang turun dari otak.
Apabila keluaran dari sel-sel transmisi medulla spinalis melebihi suatu ambang kritis, terjadi pengaktifan sistem
aksi untuk perasaan dan respon nyeri.

Ada 4 proses dalam mekanisme nyeri, yaitu:


Transduksi
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.
Transmisi
Proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke medula spinalis dan naik ke
otak.
Modulasi
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur desenden dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi
medula spinalis.
Persepsi
Pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Adapun mekanisme nyeri gigi:
Stimulus email dentin rangsangan nyeri pada pulpa gigi Pengeluaran mediator inflamasi merangsang
reseptor nyeri Neuron Aferen(Serat A- dan serat C)
Ganglion Trigeminus Cornu dorsalis medulla spinalis melalui jalur trigeminotalamik
Thalamus melalui jalur talamokortikal Corteks Cerebri Dipersepsi nyeri.
2.1.4 Etiologi Pulpitis[2,3]
Sebab-sebab dari penyakit pulpa adalah sebagai berikut.
1. Fisis
A. Mekanis
Injuri pulpa secara mekanis ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian
patologik gigi. Injuri traumatic dapat disertai atau tidak disertai dengan fraktur mahkota atau
akar. Injuri traumatik pulpa dapat disebabkan karena adanya pukulan keras pada gigi, baik
sewaktu olah raga, kecelakaan, atau ketika perkelahian. Selain itu, injuri traumatic pulpa juga
dapat disebabkan oleh prosedur kedokteran gigi. Misalnya, terbukanya pulpa secara tidak
sengaja ketika ekskavasi struktur gigi yang terkena karies. Pulpa juga dapat terbuka atau hampir
terbuka oleh pemakaian patologik gigi, baik abrasi maupun atrisi bila dentin sekunder tidak
cukup cepat ditumpuk.
B. Termal
Penyebab termal injuri pulpa adalah panas yang didapat karena preparasi kavitas, dan
konduksi panas dari tumpatan. Panas karena preparasi kavitas merupakan panas yang
ditimbulkan oleh bur ketika sedang mempreparasi kavitas. Ketika menggunakan bur, sebaiknya
gunakan pendingin agar injuri pulpa dapat dihindari. Bukti menunjukkan bahwa kerusakan pulpa
lebih cepat disembuhkan bila preparasi kavitas dilakukan dibawah semprotan air. Konduksi
panas dari tumpatan dihasilkan dari tumpatan metalik. Tumpatan metalik yang dekat pada pulpa
tanpa suatu dasar semen perantara dapat menyalurkan secara cepat perubahan panas ke pulpa dan
mungkin dapat merusak pulpa tersebut.
2. Kimiawi
Aplikasi suatu pembersih kavitas pada lapisan dentin yang tipis dapat menyebabkan
inflamasi pulpa. Pada suatu studi, pembersih kavitas seperti asam sitrat menyebabkan respon
radang yang sangat dalam yang secara berangsur-angsur berkurang dalam kira-kira satu bulan.
Erosi yang lambat dan progresif pada permukaan labial atau fasial leher gigi akhirnya dapat
mengiritasi pulpa dan dapat menyebabkan kerusakan permanen.
3. Bakterial
Penyebab paling umum injuri pulpa adalah bakteri. Bakteri atau produk-produknya
mungkin masuk ke dalam pulpa melalui suatu keretakan di dentin, baik dari karies maupun
terbukanya pulpa karena kecelakaan, dari perluasan infeksi dari gusi atau melalui peredaran
darah.

2.1.5 Imunopatogenesis Pulpitis[4]


Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma
odontoblas.Sel-sel odontoblast mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan hidupnya
bergantungan kepada penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu,
dentin harus dianggap menyatu dengan pulpa karena kedua jaringan itu terikat sangat erat satu
sama lain. Kompleks dentin-pulpa, seperti halnya jaringan vital laindi dalam tubuh mampu
mempertahankan dirinya. Keadaan jaringan ini setiap saat bergantung pada keadaan
keseimbangan antara kekuatan yang mengganggu dengan reaksi pertahanan yang mampu
dibuatnya.
Reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa yang penting adalah: 1) sklerosis tubuler di
dalam dentin, 2) dentin reaksioner diantara dentin dan pulpa, 3) peradangan pulpa. Semua reaksi
pertahanan ini bergantung pada adanya jaringan pulpa yang vital.
1. Sklerosis tubuler
Suatu proses dimana mineral diletakkan didalam lumen tubulus dentin dan bisa dianggap
sebagai ekstensi mekanisme normal dari pembentukan dentin peritubuler. Reaksi jaringan, yang
memerlukan pengaruh odontoblas vital, biasanya terlihat pada daerah perifer karies dentin.
Sklerosis tubuler mengakibatkan terjadinya daerah yang strukturnya lebih homogen. Sklerosis
tubuler merupakan suatu pelindung dalam arti ia menurunkan permeabilitas jaringan, seningga
mencegah penetrasi asm dan toksin-toksin bakteri.
2. Dentin reaksioner
Suatu lapisan dentin yang terbentuk diantara dentin dan pulpa, sebagai suatu reaksi
terhadap rangsang yang terjadi didaerah perifer. Oleh karena itu, penyebaran dentin reparatif
terbatas didaerah dibawah rangsang. Dentin reaksioner terbentuk sebagai atas rangsang yang
ringan. Tetapi keparahan yang meningkat akan menimbulkan kerusakan odontoblas yang
meningkat pula serta displasia dentin reaksioner yang baru terbentuk. Rangsang yang sangat
hebat dapat mengakibatkan kematian odaotoblast dan pada keadaan ini tak akan ada dentin
reaksioner yang terbentuk. Akan tetapi, kadang-kadang ada sel-sel lain didalam pulpa yang
berdiferensiasi menjadi sel atubuler yang terkalsifikasi. Suplai darah kedalam dianggap
merupakan faktor penting dalam menentukan kesanggupan pulpa membentuk dentin reaksioner.
Oleh karena itu, diperlukan gigi muda mampu membentuk dentin reaksioner dari pada gigi tua.
3. Peradangan pulpa
Peradangan pulpa merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat penting terhadap
cedera. Macam reaksi (respon) pulpa sebagian disebabkan oleh lama atau intensitas rangsangnya.
Pada lesi karies dentin yang berkembang lambat, stimulus yang mencapai pulpa adalah toksin
bakteri dan sengatan termis dan osmotis dari daerah sekitarnya. Reaksi terhadap rangsangan
yang ringan akan berupa inflamasi kronik. Akan tetapi, pada saat organisme itu mencapai pulpa
sehingga pulpa berkontak dengan karies, maka akan terjadi inflamasi akut bersama-sama dengan
kronik. Reaksi peradangan mempunyai komponen vaskuler dan seluler. Komponen seluler, pada
peradangan kronik denagan dijumpampainya sel-sel limfosit,sel plasma,monosit dan mokrofag.
Suatu waktu mungkin terjadi peningkatan produksi kolagen yang mengakibatkan terjadinya
fibrosis. Reaksi peradangan kronik tidak akan membahayakan vitalitas pulpa.

2.1.6 Patogenesis Pulpitis[5]


Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa
dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat
menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya
yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman).
Kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses
karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat local dan agresif.
Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama akan
menjadi kuman sehingga terjadinya kerusakan di daerah enamel yang akan terus berjalan
mengenai dentin hingga pulpa.
Ada tiga bentuk pertahanan dalam menaggulangi proses karies, yaitu :
Penurunan permeabilitas dentin.
Pembentukan dentin reparatif.
Reaksi inflamasi secara respons immunologik.
Apabila pertahanan ini tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa (pulpitis).
Radang merupakan reaksi perthanan tubuh dari pembuluh darah, saraf dan cairan sel di jaringan
yang mngalami trauma.

2.1.7 Klasifikasi Pulpitis


Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas :
1. Pulpitis Akut. Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenali lagi, tetapi sel-selnya masih
terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa parsialis yang hanya mengenai
jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis akut serosa totalis jika sudah mengenai
saluran akar.
2. Pulpitis Akut Fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
3. Pulpitis Akut Hemoragi. Di jaringan pulpa ditemukan banyak eritrosit.
4. Pulpitis Akut Purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel massif yang berangsur berubah menjadi
peleburan jaringan pulpa.
Berdasarkan ada atau tidak adanya gejala, pulpitis terbagi atas :
1. Pulpitis Simtomatis. Pulpitis ini merupakan respons peradangan dari jaringan pulpa terhadap
iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit timbul karena adanya
peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar antara ringan sampai sangat hebat dengan
intensitas yang tinggi, terus menerus, atau berdenyut.
2. Pulpitis Asimtomatis. Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai mekanisme pertahanan
dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses proliferasi berperan disini. Tidak ada rasa sakit
karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan intrapulpa.[1]
Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnose klinis, pulpitis terbagi atas :
1. Pulpitis Reversibel. Pulpitis reversible adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus
ringan atau sebentar seperti karies insipient, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar
prosedur operatif, kuratase periodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan
tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.
2. Pulpitis Irreversibel. Pulpitis ireversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari
pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama
prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau penggerakan gigi
dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis ireversibel
merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan.
3. Pulpitis Hiperplastik. Pulpitis Hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel
akibat bertumbuhnya pulpa muda yang teinflamasi secara kronik hingga ke permukaan oklusal.
Biasanya ditemukan pada mahkota yang karies pada pasien muda. Polip pulpa ini biasanya
diasosiasikan dengan kayanya pulpa muda akan pembuluh darah, memadainya tempat terbuka
untuk drainase, dan adanya proliferasi jaringan.[2]
2.2 Konservasi Gigi
2.2.1 Pemeriksaan Klinis Pulpitis[2]
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Subjektif
a. Riwayat kesehatan umum
Data Demografi untuk mengetahui karakter pasien.
Riwayat Medis dengan pengisian kartu dan anamnesa (bila gejala penyakit tidak jelas, ajukan
pertanyaan yang lebih spesifik).
b. Riwayat Medis
garis besar kesehatan umum penderita
ada atau tidak penyakit sistemik yang diderita (rheumatic fever, kelainan jantung, dll)
pernah cedera, menjalani pembedahan, sedang terapi obat tertentu
mencegah terhadap penyakit menular
alergi / tidak terdapat obat-obat
pacu jantung electrosurgery, test EPT
ada / tidak rasa nyeri-penyakit pulpa/periradikular
c. Riwayat Dental
penyakit gigi sekarang
gigi yang pernah dirawat
kapan perawatan gigi terakhir
adakah keluhan utama
apa yang dirawat
adakah gigi yang sakit setelah benturan
apakah perawatan / pemeliharaan berdampak pada rencana dan metode penelitian
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Menunjukkan perubahan dalam kesehatan akhir-akhir ini yang membuat pasien mencari
bantuan medis sekarang. Ia menguatkan informasi yang relevan dengan keluhan utama: Sehat /
Sakit
e. Riwayat Subjektif Umum
Menanyakan problem pada penderita dengan ramah dan tenang
bagaimana sakitnya spontan/ berdenyut/ tajam atau tidak/ menyebar/ lokasi
sakitnya meningkat karena panas/ dingin/ tekanan/ kunyah/ berbaring/ rasa manis/ asam
dimanakah sakitnya dan apakah hilang bila minum obat.
f. Riwayat Subjektif Sementara
berdasarkan perubahan patologis di pulpa dan periapeks
pertanyaan khusus mengenai kualitas dan kuantitas nyeri
untuk menentukan urgensi perawatan.
3. Pemeriksaan Objektif
a. Pemeriksaan Intra oral:
jaringan lunak: tes digital jaringan lunak mulut, pembengkakan besar / kecil menyebar /
terlokalisir /fistel warna dan bentuk ginggiva ada resesi. Tes dengan GP point pada stoma saluran
sinus
gigi geligi
plak / kalkulus
karies / tumpatan / restorasi atau dimana dan berapa besarnya
perubahan warna / fraktur / fragmen goyang / derajat goyang, abrasi, erosi
oklusinya atau traumatik oklusi / restorasi baik atau jelek.
Tes Klinis
Pada pulpa
Dengan tes vitalitas, stimulasi langsung pada dentin dengan sondasi, tes dingin, panas listrik
Sondasi
Lakukan dengan menggeser sonde tanpa tekanan pada seluruh permukaan.
Termal Test/ Tes Panas
Daerah yang akan dites diisolasi dan dikeringkan.
Udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka.
Catat respon pasien. Untuk mendapatkan subuah respon bisa dengan temperatur yang lebih tinggi,
dengan menggunakan air panas, gula perca panas atau komponen panas atau instrumen yang
dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi.
- Tes Dingin
Semprotkan etil klorida pada gulungan kapas penguapan cepat dapat menimbulkan sensasi dingin.
Gulungan kapas dikenakan pada mahkota gigi.
Air yang dibekukan pada kapsul anestotik kosong menghasilkan suatu batang es untuk tes dingin.
Gulungan kapas disemprotkan dengan Frigident (insert), untuk dikenakan pada permukaan
mahkota; Frigident dengan temperatur kira-kira -50o C, bila disemprotkan pada email/
permukaan mahkota gigi yang direstorasi merupakan test yang paling teliti untuk mengetahui
vitalitas pulpa.
- Perkusi
Ketukan ringan pada gigi dengan ujung jari / ujung tangkan instrument
Arah vertikal/ horizontal (bukal/ lingual/ oklusal).
Dimulai dari gigi sehat ke gigi yang sakit agar penderita dapat membedakan mana yang lebih
sakit.
- Palpasi
Cara: Palpasi dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan pada gusi/mukosa sekilas apeks gigi
untuk menentukan :
Apakah jaringan fluktuan dan cukup membesar untuk insisi dan drainase.
Adanya intensitan dan lokasi rasa sakit.
Adanya lokosid adenopati.
- Tes Mobilitas Depresibilitas
Untuk mengetahui:
Integritas jaringan penyanggah
Eksistensi peradangan jaringan periodontal
Derajat kegoyangannya
Mendeteksi ada tidaknya kerusakan alveolar
Cara: menggunakan ibu jari dan telunjuk / tongue biade.
- Test Khusus
Tes Anastesis
Menggunakan injeksi infiltrasi atas intraligamen.
Lakukan pada gigi paling belakang (pada daerah yang dicurigai sakit).
Bila rasa sakit masih ada setelah dianastesi, lakukan anstesi di sebelah mesial (lakukan sampai
sakit hilang).
Tes kavitas / pembuangan jaringan karies.
Cara: mengebur melalui pertemuan dentin-email sebuah gigi yang tidak di anastesi, suatu sensasi
rasa sakit menunjukkan adanya vitalitas pada pulpa.

2.2.2 Diagnosis Pulpitis[3]


Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarkan tes klinis.
Rasa sakitnya tajam,berlangsung beberapa detik,dan umumnya berhenti bila stimulusnya
dihilangkan. Dingin,manis,atau asam biasanya menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi
kronis. Meskipun masing-masing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung
sebentar,paroksisme dapat berlanjut berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Pulpa dapat
sembuh sama sekali,atau rasa sakit tiap kali dapat berlangsung lebih lama dan interval
keringanan dapat menjadi lebih pendek sampai akhirnya pulpa mati.
Karena pulpa sangat sensitif ter hadap perubahan temperatur,terutama dingin,aplikasi
dingin merupakan suatu cara bagus sekali untuk menemukan dan mendiagnosis gigi yang
terlibat. Sebuah gigi dengan pulpitis reversibel secara normal bereaksi terhadap
perkusi,palpasi,dan mobilitasi,dan pada pemeriksaan radiografik jaringan periapikal adalah
normal.

2.2.3 Rencana Perawatan Pulpitis Reversibel[3]


Rencana perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan
periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas meluas,
desensitisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen
dasar sebelum penumpatan dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk
mencegah pulpitis. Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulus noksius biasanya
sudah cukup. Begitu gejala sudah reda, gigi harus dites vitalitasnya, untuk memastikan bahwa
tidak terjadi nekrosis. Bila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan yang tepat,
inflamasi pulpa hendaknya dianggap sebagai irreversibel, yang perawatannya adalah ekstirpasi.

2.2.4 Prognosis[3]
Prognosis untuk pulpa adalah baik bila iritan diambil cukup dini,kalau tidak kondisinya
dapat berkembang menjadi pulpitis ireversibel.

2.2.5 Pulp Capping


2.2.5.1 Bahan Pulp Capping
a. Kalsium Hidroksida[6]
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2. Kalsium
hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dapat
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air.
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13.
Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan
pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan
dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada
atap pulpa.
Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh pada jaringan.
Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil.
Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan
membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi
atau aktivitas osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan
dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat kompleks. Selain
itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk
diatap pulpa.
Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion hidroksil akan
memberikan efek antimikroba dengan cara merusak lipopolisakarida dinding sel bakteri dan
menyebabkan bakteri menjadi lisis, baik dari bakteri maupun produknya.

b. Zinc Oxide Eugenol


ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai kemampuan dalam
pembentukan odontoblas.[7]
Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari bahan ini dan mempunyai
derivat fenol yang menunjukkan toksisitas serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol
dalam pengendalian nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls saraf.
Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis setelah aplikasi ZOE akan diikuti
oleh pembentukan lapisan odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder.[2]
ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan persentasi yang tinggi terhadap
resorpsi internal dan tingkat kesuksesannya hanya 55-57%.[8]

c. Mineral Trioxide Aggregate (MTA)


MTA adalah bubuk yang mengandung trikalsium silikat, bismuth oxide, dikalsium silikat,
trikalsium aluminat, tetracalcium aluminate dan dicalcium sulfat dihidrat. MTA dibuat dengan
hidrasi menjadi gel koloid dengan pH 12,5, mirip dengan Ca (OH)2. Setting timenya 3-4 jam,
compressive strenghtnya sebanding dengan IRM (Intermediate Restorative Material), MTA
kompatibel.
Pada penelitian membandingkan MTA dengan Ca(OH)2 untuk direct pulp capping, kedua
material ini menunjukkan tingkat kesuksesan 100% setelah 2 tahun.[8]
d. Resin Adhesive
Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti dapat digunakan
sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah bahan resin adhesive yang mengandung
kombinasi utama Polyethylene Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5% dan
Bisphenol-Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4- Methacrylate Trimmellitate
anhydride (4-META), Hydroxyethyl Methacrylate (HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate
(PMMA), serta kombinasi Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-P), N-
Methacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS, HEMA dan Methacryloxydcl
Dehydrogen Phospate (MDP).
Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa, larutan primer, dan komponen
adhesive yang dikemas dan digunakan sesuai dengan generasi sistem adhesive bahan itu
sendiri.[9]
Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan dycal, untuk indirect pulp
capping, material ini menunjukkan tingkat kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal.[8]

2.2.5.2 Pulp Capping Idirect[10]


Prosedur ini digunakan dalam manajemen lesi yang dalam yang jika semua dentin yang
karies dibuang mungkin akan menyebabkan terbukanya pulpa. Kaping pulpa indirek hanya
dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversibel.
a. Indikasi
1. Riwayat
Ketidaknyamanan yang ringan karena rangsangan kimia dan termal.
Tidak ada nyeri spontan.
2. Pemeriksaan Klinis
Lesi karies besar.
Tidak ada lymphadenopathy.
Gingiva yang berdekatan normal.
Warna gigi normal.
3. Pemeriksaan Radiografik
Lesi karies besar didekat pulpa.
Lamina dura normal.
Ruang ligamen periodontal normal.
Tidak ada interradicular atau radiolusensi periapikal.

b. Kontraindikasi
1. Riwayat
Nyeri yang tajam, penetrasi sakit bertahan setelah penarikan stimulus.
Nyeri spontan yang berkepanjangan, terutama malam hari.
2. Pemeriksaan Klinis
Mobilitas gigi yang berlebihan.
Paruks pada gingiva mendekati akar gigi.
Perubahan warna gigi.
Pada pengujian pulpa tidak ada respon.
3. Pemeriksaan Radiografik
Lesi karies besar dengan paparan jelas pada pulpa.
Terganggunya atau rusaknya lamina dura.
Ruang ligamen periodontal melebar.
Radiolusensi di daerah apeks akar atau didaerah furkasi.
2.2.5.3 Pulp Capping Direct
Ada dua hal yang menyebabkan prosedur ini harus dilakukan, yakni jika pulpa terbuka
secara mekanis (tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara
mekanis dapat terjadi pada preparasi kavitas atau preparasi mahkota yang berlebihan,
penempatan pin atau alat bantu retensi. Kedua tipe terbukanya pulpa ini berbeda; jaringan
pulpanya masih normal pada kasus pemajanan mekanis yang tidak sengaja, sementara pada
pulpa yang terbuka karena karies yang dalam kemungkinan besar pulpanya telah terinflamasi.

a. Indikasi
Pemilihan gigi untuk direct pulp capping melibatkan terapi pulpa vital yang sama dengan
disebutkan sebelumnya, untuk membuang tanda-tanda inflamasi dan degenerasi pulpa
irreversible.
Indikasi klasik untuk pulp capping secara langsung untuk poinpointeksposur mekanik yang
dikelilingi oleh sound dentin. Jaringan pulpa yang terkena berwarnamerah cerah dan ada
perdarahan yang mudah dikontrol dengan cotton pellets kering yang diaplikasikan dengan
tekanan minimal.[10]
Indikasi pulp capping direct :
1. Pulpa vital.
2. Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril.
3. Hanya berhasil pada pasien dibawah usia 30 tahun. Misalnya pulpa terpotong oleh bur ketika
preparasi kavitas dan tidak terdapat invasi bakteri dan kontaminasi saliva.[1]
b. Kontraindikasi[10]
1. Nyeri gigi spontan dan malam hari.
2. Mobilitas berlebihan.
3. Penebalan ligamen periodontal.
4. Bukti radiograf adanya degenerasi furcal atau peridicular.
5. Perdarahan yang tidak terkendali.
6. Eksudat purulen atau serosa.

2.2.5.4 Prosedur Kerja


Langkah langkah Pulp Capping[2] :
1) Siapkan peralatan dan bahan.
Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang steril
2) Isolasi gigi
Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas dan saliva
ejector, juga posisinya selama perawatan
3) Preparasi kavitas
Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-
kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pad kedalaman kavitas dan dengan
hentakan intermiten gerakan bor melalui fisur pad permukaan oklusal.
4) Eksavasi karies yang dalam
Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, mula-mula dengan
menghilangkan karies tepi kemudian berlanjut kea rah pulpa. Jika pulpa vital dan bagian yang
terbuka tidak lebih besar diameternya dari ujung jarum maka dapat dilakukan pulp capping.
5) Berikan kalsium hidroksida
Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang dalam termasuk
pulpa yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.

2.3 Radiologi Kedokteran Gigi


2.3.1 Radiografi Pada Pulpitis[11]
Skor radiograf yang digunakan untuk klasifikasi kedalaman lesi karies, yaitu :
R0 = Tidak ada radiolusen.
R1 = Radiolusen pada bagian luar email.
R2 = Radiolusen pada bagian dalam email, lesi meluas tapi tidak melewati DEJ
(dentinoenamel junction).
R3 = Radiolusen di dentin. Kerusakan DEJ tapi perluasan pada dentin tidak jelas. (skor
3 digunakan oleh Mejare et all. 1985. Untuk menilai progres lesi di dentin).
R4 = Radiolusen dengan penyebaran lesi yang jelas di bagian luar dentin (< jalan
sampai ke pulpa).
R5 = Radiolusen dengan penyebaran lesi yang jelas di bagian dalam dentin (>
jalan sampai ke pulpa).
Berdasarkan gambar radiograf pada kasus, lesi pada permukaan oklusal gigi 46
merupakan lesi karies, dengan bentuk lesi segitiga dan sisi luas segitiganya mengarah ke dasar
permukaan gigi, menyebar sepanjang enamel rod dan meluas melewati DEJ (dentinoenamel
junction). Lesi menyebar sepanjang DEJ dan membentuk segitiga kedua di apeks lesi langsung
mengarah ke ruang pulpa. Segitiga kedua ini memiliki base / dasar lebih besar daripada segitiga
di email dan berkembang kea rah pulpa melalui dentinal tubulus.
Pada gambar radiograf terlihat lesi karies meluas melewati DEJ, tapi tidak
mencapai tanduk pulpa atau ruang pulpa dengan perluasan lesi < jalan sampai ke pulpa. Oleh
karena itu, skor radiograf untuk gambar radiograf pada kasus adalah R3. Dan juga tidak adanya
kelainan pada jaringan periradikular.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada
jaringan pulpa. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu
yang lama akan menjadi kuman sehingga terjadinya kerusakan di daerah enamel yang akan terus
berjalan mengenai dentin hingga pulpa. Kemudian didalam pulpa terjadi reaksi pulpa-dentinal
kompleks. Apabila pertahanan ini tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa (Pulpitis).
Sel-sel sistem imun pada pulpa normal : makrofag, limfosit T, dan sel-sel dendrite. Sel-
sel ini adalah bagian dari mekanisme pengawasan dan respon awal dari pulpa. Sel ini dapat
menghancurkan antigen seperti sel-sel mati dan benda asing.
Pulp capping di definisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis bahan
pelindung seperti Kalsium Hidroksida, Zinc-Oxide Eugenol, MTA (Mineral Trioxide
Aggregate) dan Resin Adhesive di atas pulpa vital yang terbuka. Pulp capping ada dua jenis,
yaitu direct pulp capping dan indirect pulp capping.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan, Rasinta. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta: EGC. 2004. P. 11, 29-31, 100.
2. Walton, Richard E dan Mahmoud Torabinejad. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia. Ed.3.
Jakarta: EGC. 2008. P. 12-15, 36, 36-43,62-70.
3. Louis I. Grossman, Seymour Oliet, Carlos E. Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Edisi 11.
Jakarta : EGC. 1995. P.65-70, 73-74.
4. Kidd, Edwina A.M and Sally Joyston. Dasar-Dasar Karies. Jakarta: EGC. 1992.
5. Tronstad, Leif. Clinical Endodontics. Ed. 3. German: Thieme. 2009. P. 11-12.
6. Castagnola. 1956. A System of Endodontia. London : Pitman medical publishing.
7. Karitna, R. Clinical Radiography Evaluation Using ZOE, Ca(OH)2. Madras : Taminadu DR.
M.G.K. Medical University.2005.
8. Bargenholtz, et.al. Textbook of Endodontology. UK : Wiley-Blackwell. 2nd ed. 2010.p 78, 79, 76.
9. Dewi, Julita. Resin Adhesif sebagai Bahan Kaping Pulpa. Skripsi. 2003. FKG USU.
10. Ingle & Backland. Endodontics. Canada : BC Decker Inc. 5thed. 2002. P 866, 870.
11. Sumber: Fejerskov dan Edwina K. dental caries, the disease and its clinical management. 6th ed.
Blackwell munksgaard. 2008.

Anda mungkin juga menyukai