Anda di halaman 1dari 15

PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Undang-Undang Farmasi

Dosen Pembimbing : Sara Nurmala, M.Farm

Oleh:

1. Rila Novita Sari 066114203

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah kami panjatkan kehadirat illahirobbi karena


bimbingan, tuntunan, taufik dan hidayah-Nyalah kami mampu menyusun dan
menyelesaikan makalah initepat pada waktu yang ditentukan. Bahasan makalah
kami adalah tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Kami sangat mengarapkan dengan dibuatnya makalah inimampu


meningkatkan wawasan dan kerjasama dikalangan mahasiswa dalam pencapaian
pembelajaran yang optimal.

Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
pengupayaan penyusunan makalah ini. Tentu saja, makalah ini tidaklah sempurna.
Oleh karenanya, kami sangat menantikan saran, gagasan dan kritik yang
membangun demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Bogor, 18 Oktober 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut peraturan MenKes RI no.1148/MENKES/PER/VI/2011 PBF
adalah perusahaan, berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi merupakan suatu badan usaha yang mempunyai
fungsi untuk pengadaadn, penyimpanan, penyaluran obat atau bahan obat
dalam jumlah besar kepada apotek, rumah sakit, PBF lainnya serta pelayanan
kesehatan lain yang telah mendapatkan izin.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Pedagang Besar Farmasi
yang meliputi pengertian PBF, tugas dan fungsi PBF, pemberian izin PBF,
pelaporan PBF, syarat ketenagakerjaan PBF, sarana dan prasarana PBF,
penyimpanan, pengadaan dan penyaluran obat atau sediaan farmasi serta
tugas farmasis di PBF.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Studi Farmasi
2. Diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami apa itu PBF
3. Dapat mengetahui tugas apoteker atau tenaga kefarmasian di PBF
4. Dapat menegetahui bagaimana sistem management PBF
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PBF


Peraturan MenKes no 918/MENKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah
badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin
mengadakan penyimpanan dan menyalurkan perbekalan farmasi dalam
jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan MenKes RI no.1148/MENKES/PER/VI/2011 PBF adalah
perusahaan, berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cara Distribusi Obat yang Baik yang untuk selanjutnya disingkat CDOB
adalah distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan
untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya.

2.2 Tugas Dan Fungsi PBF


Tugas PBF yaitu:
a. Tempat menyadiakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko
obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF
lainnya.
c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalanfarmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan
setiap dilakukan pemeriksaan.
Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek,
rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat
bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.

Fungsi PBF antara lain:


a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif keseluruh tanah
air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyidiaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
d. Sebagai penyaluran tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF
khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapanagn kerja.

2.3 Pemberian Izin PBF


Izin usaha PBF diberikan oleh Menteri Kesehatan. Menteri Kesehatan
akan melimpahkan wewenangnya tersebut kepada Badan POM untuk
memberikan izin usahanya yang berlaku untuk wilayah seluruh indonesia.
Khusus pendirian PBF cabang provinsi wajib melaporkan kepada Kantor
Dinas Kesehatah Provinsi dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
Tata cara pemberian izin PBF adalah sebagai berikut:
a. Melakukan permohonan izin usaha kepada Badan POM dengan tembusan
Dinas Kesehatan setempat.
b. Permohonan izin usaha diajukan setelah PBF siap untuk melakukan
kegiatan.
c. Selambat-lambatnya setelah enam hari Dinas Kesehatan akan menugaskan
Balai POM setempat untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan
PBF dalam melakukan kegiatan.
d. Selambat-lambatnya enam hari setelah penugasan Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan, Balai POM akan melaporkan hasil
pemeriksaannya kepada Dinas Kesehatan.
e. Selambat- lambatnya enam hari setelah penugasan Balai POM Dinas
Kesehatan akan melaporkan kepada Badan POM.
f. Dalam jangka waktu dua belas hari setelah diterimanya hasil laporan oleh
Badan POM akan mengeluarkan izin usaha PBF yang telah memenuhi
syarat.
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. PBF
diperbolehkan mendirikan PBF Cabang yang periizinnya dikeluarkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.

Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut:

1. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;


2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab;
4. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat,
baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
5. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
6. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
7. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan;

Penyelenggaraan
PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal pengadaan obat dan bahan obat PBF hanya
dapat melaksanakannya dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. Sedangkan
PBF cabang Hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat dari
PBF pusat.

2.4 Pencabutan Izin Usaha PBF


Badan POM akan melakukan pencabutan izin usaha PBF apabila:
a. Tidak memperkerjakan apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab yang memiliki Surat Izin Kerja.
b. Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama satu tahun.
c. Tidak lagi menyampaikan informasi PBF tiga kali berturut-turut.
d. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi
sebagaimana yang ditetapkan
e. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan.

Peringatan dan Pembekuan Izin Usaha.


Sebelum melakukan pencabutan izin usaha PBF, Balai Besar POM akan
melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut terhadap PBF yang
bersangkutan dengan mengeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada PBF yang bersangkutan sebanyak tiga
kali berturut-turut dalam waktu masing-masing dua bulan.
b. Pembekuan izin usaha yang bersangkutan untuk jangka waktu enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan usaha PBF yang
bersangkutan.
Telah membuktikan memenuhi seluruh syarat sesuai ketentuan
pembekuan atau pencabutan izin usaha PBF berlaku juga untuk seluruh
cabang PBF di Indonesia. Peringatan dan pembekuan izin usaha tidak berlaku
untuk PBF yang sudah tidak aktif lagi selama satu tahun sehingga untuk PBF
yang sudah tidak aktif lagi akan dilakukan pencabutan izin usaha terhadap
PBF tersebut.

2.5 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi


Pedagang Beasar Farmasi hanya dapat melaksanakan penyaluran obat dan atau
keras kepada :
1. Pedagang Besar Farmasi lainnya berdasarkan surat pesanan yang di
tandatangani oleh penanggung jawab PBF.
2. Apotek berdasarkan surat pesanan yang di tanda tangani oleh Apoteker
Pengelola Apotek
3. Rumah sakit berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani oleh
Apoteker Kepala instalasi farmasi rumah sakit.
4. Instalasi lain yang di izinkan menkes

2.6 Larangan Bagi PBF


Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan oleh
pemerintah yaitu:
a. PBF dilarang menjual obat-obatan secara eceran.
b. PBF dilarang menyimpan dan menyalurkan obat-obatan golongan
narkotika tanpa izin khusus.
c. PBF tidak boleh melayani resep dokter
d. PBF dilarang membungkus atau mengemas kembali dengan merubah
bungkus asli pabrik kecuali PBF bersangkutan mempunyai laboratorium.
e. PBF hanya boleh menyalurkan obat keras kepada apotek, PBF lain,
Instansi yang diizinkan oleh MenKes.

2.7 Laporan Pedagang Besar Farmasi


Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan secara rutin
dan berkala kepada pihak yang berwenang diantaranya:
a. PBF dan setiap cabangnya wajib menyampaikan laporan secara berkala
setiap 3 bulan, mengenai kegiatannya yang meliputi jumlah penerimaan
dan penyaluran masing-masing jenis obat-obatan kepada Badan POM
dengan tembusan kepala dinas setempat.
b. PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan
laporan penerimaan dan penyaluran sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku disamping laporan berkala.

2.8 Syarat Ketenagakerjaan PBF


a. PBF harus memiliki seorang apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) sebagai penanggungjawab teknis
penyimpanan surat penyalura obat dan alat kesehatan.
b. Memiliki seorang apoteker yang memiliki SIK sebagai penanggung jawab
c. Untuk ketenagakerjaan umum di PBF minimal tamatan SLTA atau
sederajat.
d. Masing-masing tenaga kerja harus bekerja sesuai dengan keahlian,
kemampuan, dan keterampilan di bidangnya masing-masing.

2.9 Sarana Dan Prasarana PBF


a. PBF merupakan suatu sarana yang berbentuk badan hukum dengan
maksud terdapat kepastian usaha serta kemudahan pengawasan yang
berfungsi mengadakan, menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi.
b. Prasarana PBF meliputi perbekalan farmasi berupa obat, bahan obat dan
alat kesehatan yang dijual dalam jumlah besar pada sarana pelayanan
masyarakat atau PBF lainnya.
BAB III
TUGAS DAN PERAN APOTEKER DAN TENAGA TEKNIS
KEFARMASIAN

Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di


bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang
lain yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Pendidikan apoteker
dimulai dari pendidikan sarjana, kurang lebih empat tahun, ditambah satu tahun
untuk pendidikan profesi apoteker. Profesi apoteker ini merupakan salah satu
profesi di bidang kesehatan khususnya di bidang farmasi yang ditujukan untuk
kepentingan kemanusiaan. Kepentingan kemanusiaan yang dimaksud adalah
mampu memberikan jaminan bahwa mereka memberikan pelayanan, arahan atau
bimbingan terhadap masyarakat agar mereka dapat menggunakan sediaan farmasi
secara benar. Sediaan farmasi terutama obat bukanlah zat atau bahan yang begitu
saja aman digunakan. tanpa keterlibatan tenaga profesional.
Tugas, peran dan tanggung jawab Apoteker menurut PP no 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian adalah sebagai berikut:
1. Tugas
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian
mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional).
b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik
di industri farmasi.
c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh
menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.
d. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika
kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.

2. Peran
a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu
(Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).
b. Sebagai penanggungjawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di
apotek, diInstalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko
obat, atau praktek bersama.
c. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.
d. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping
yang memiliki SIPA.

3. Tanggung Jawab
a. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan
farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan
pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
b. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang
menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi
termasuk rahasia pasien.
c. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam
produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan
segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan
mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi.
d. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
e. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
f. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang
dilakukan melalui audit kefarmasian.
g. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
Dari PP no.51 tahun 2009 kita dapat mengetahui bagaimana ruang lingkup
pekerjaan seorang Apoteker di PBF yang diantaranya:
1. Melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF yang meliputi pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan informasi obat, pengembangan obat.
2. Pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi
3. Sebagai penanggung jawab pada bagian pemastian mutu (Quality
Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control)
4. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
5. Menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
6. Melakukan program kendali mutu, kendali biaya yang dilakukan oleh audit
kefarmasian.

Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran (PBF) Sediaan


Farmasi:
Pasal 14 PP No.51 th 2009 ttg pekerjaan kefarmasian

Ayat (1)
Setiap fasilitas distribusi atau penyaliuran sediaan farmasi (PBF) harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Ayat (2)
Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana diatur dalam ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Tehnis Kefarmasian

Pasal 17 PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian


Pekerjaan kefarmasian yang barkaitan dengan proses distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi pada fasilitas Distribusi atau Pnyaluran sediaan
farmasi (PBF) wajib dicatat oleh Tenaga kefarmasian sesuai tugas dan fungsinya

Pasal 18
Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas
Distribusi atau Penyaluran sediaan farmasi (PBF) harus mengikuti perkembangan
IPTEK dibidang farmasi dan penyaluran
Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian di PBF mempunyai tugas dan fungsi
sebagai berikut:
1. Melakukan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian bat dan alat
kesehatan dibawah pengawasan apoteker.
2. Menyusun obat dan alat kesehatan digudang PBF
3. Membuat laporan distribusi obat setiap bulan yang menyangkut penerimaan
serta penyaluran kepada balai POM.
4. Membuat surat pengembalian obat-obatan yang telah kadaluwarsa ke
pabrik
5. Menyiapkan faktur penjualan obat-obatan dan alat kesehatan untuk
informasi ke Balai POM.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Peraturan MenKes RI no.1148/MENKES/PER/VI/2011 PBF adalah


perusahaan, berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
PBF diperbolehkan mendirikan PBF Cabang yang periizinnya dikeluarkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
4. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal pengadaan obat dan bahan obat PBF
hanya dapat melaksanakannya dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
Sedangkan PBF cabang Hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau
bahan obat dari PBF pusat.
5. Peranan tenaga kefarmasian dalam PBF sangat penting karena memerlukan
ketelitian, keterampilan dan kejujuran di samping pengetahuan yang
diperoleh di lembaga atau instansi pendidikan terkait yang harus diterapkan
dan dikembangkan untuk bertanggung jawab di PBF. Bahwa seorang tenaga
kefarmasian mempunyai peran dan tanggung jawab yang tinggi dalam
melaksanakan tugas serta ikut membantu pemerintah dalam melayani
pendistribusian perbekalan farmasi ketempat pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Pengertian pbf ml.scribd.com/doc/84094808/pbf


www.ikatanapotekerindonesia.net

Anda mungkin juga menyukai