Anda di halaman 1dari 32

FALIBILITAS, FALSIFIKASI & KOHERENTISME

Chapter Report

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu


Dosen: Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd.

oleh:
Alimah Nuryanti 1605553
Fitri Nuraeni 1605549
Nurul Janah 1605569

MAGISTER PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul Kajian Falibilitas,
Falsifikasi & Koherentisme ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Filsafat Ilmu pada program Magister Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Adapun isi yang akan dibahas dalam makalah ini mencakup tentang konsep
Falibilitas, Falsifikasi dan Koherentisme yang dipaparkan oleh Popper, Lakatos dan
Mill.
Pepatah bijak mengatakan Tidak Ada Gading yang Tak Retak. Tidak ada
sesuatu yang sempurna. Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini, penulis terima dengan tangan terbuka. Penulis berharap
agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penullis dan para pembaca.

Bandung, April 2017


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

A. Paham Falsifikasi ............................................................................................. 2

B. Modifikasi Lakatos Terhadap Popper ............................................................ 11

C. Perbaikan Induksi oleh Mill........................................................................... 22

REFERENSI ......................................................................................................... 29

ii
FALIBILITAS, FALSIFIKASI DAN KOHERENTISME

Menurut epistemologi Descartes, untuk menemukan pengetahuan ilmiah


kita harus mencari pernyataan yang tidak terbantahkan. Kita juga harus mencari
prosedur penalaran yang tepat yang memungkinkan kita menggunakan pernyataan
tersebut untuk membenarkan suatu hukum atau penjelasan ilmiah. Teori ilmiah
yang didasari oleh pernyataan yang dianggap benar ternyata bisa salah atau
meragukan.
Tidak adanya dasar yang tidak terbantahkan atau pasti untuk melakukan
penalaran akan menimbulkan masalah yang serius terkait dengan objektivitas suatu
ilmu. Hasil-hasil pengamatan yang digunakan untuk mengeneralisasi hal-hal yang
tidak dapat diamati akan terus menerus meragukan. Sangatlah penting untuk
memahami bagaimana penalaran dan pengetahuan ilmiah tidak membutuhkan dasar
yang pasti agar dapat dipercaya. Oleh karena itu, makalah ini akan mengulas sebuah
argumen yang diajukan oleh Karl Popper yang menyatakan bahwa kita tidak perlu
menggunakan penalaran induktif dalam ilmu yang rasional dan objektif. Selain itu,
makalah ini juga akan membahas bagaimana beberapa jenis penalaran induktif
dapat dipertahankan tanpa menggunakan kebenaran atau aturan yang tak
terbantahkan (pasti) atau tepat, serta menggambarkan aspek-aspek metodologi
ilmiah untuk mencari kesalahan yang kredibel dan realistis.
Popper menyatakan bahwa tidak ada asumsi metafisik atau teori ilmiah yang
kebal terhadap kritik. Dia bahkan menganggap bahwa pencarian bentuk inferensi
induktif yang meyakinkan dimotivasi oleh kepatuhan terhadap sebuah fondasi atau
dasar. untuk mengatasi hal tersebut, Popper mengembangkan sebuah ilmu yang
menekankan adanya kemungkinan kesalahan penalaran ilmiah dan usaha untuk
membuat induksi. Berdasarkan penjelasannya, asal usul teori dianggap tidak
penting dan tidak pernah terbukti benar atau mungkin benar.
Sebaliknya, filsuf abad kesembilan belas John Stuart Mill mengembangkan
sebuah gagasan ilmu pengetahuan yang menjauhkan fondasionalisme, namun
mencoba untuk memperbaiki induksi. Mill beranggapan bahwa menggangap suatu
teori ilmiah adalah benar merupakan suatu hal yang penting dan bahwa satu-satunya
cara adalah dengan menggunakan penalaran induktif.

1
Namun, dia berpendapat bahwa penalaran induktif seringkali tidak
meyakinkan dan bahwa menggunakan penalaran induktif tidak dapat dibenarkan
dengan menarik kebenaran mendasar. Meskipun Mill percaya bahwa beberapa teori
ilmiah hampir terbukti benar, pada akhirnya, semua pengetahuan manusia
merupakan subjek untuk disanggah secara empiris. Dengan demikian
pandangannya melibatkan fallibilisme (paham mengenai adanya kemungkinan
salah) seperti Popper. Disamping pandangan yang berbeda tentang induksi, Popper
dan Mill juga memiliki pandangan yang berbeda tentang asal usul teori dan sikap
terhadap dugaan ilmiah.
Pandangan Popper dianggap gagal menjelaskan bagaimana ilmu dapat
membuang induksi. oleh karena itu, Imre Lakatos, pengikut Popper,
mengembangkan metodologi ilmiah falibilis (kemungkinan salah) yang kredibel
dan realistis. Namun, pandangan ini juga memliki beberapa masalah dan perlu
dilengkapi dengan beberapa gagasan Mill.
A. Paham Falsifikasi
1. Solusi Popper
Popper berpendapat bahwa tidak ada masalah atau teka-teki induksi
karena kita tidak menemukan keteraturan namun yang kita lakukan adalah
berspekulasi bahwa keteraturan itu ada. Namun ilmu pengetahuan bersifat
rasional karena terkadang kita bisa menyanggah (memfalsifikasi) dugaan
dengan pernyataan dasar yang tidak konsisten dengan dugaan tersebut.
Jika kita beruntung, kita akan mendapatkan dugaan yang benar. Jika
tidak, kita akan belajar dari falsifikasi dugaan tersebut. Bagian logis dari
falsifikasi merupakan penalaran deduktif sehingga konfirmasi secara logis
tidak diperlukan. Konfirmasi tidaklah logis. Jika penalaran induktif itu ada,
maka sebuah ilmu tidak akan valid secara logis dan bahkan tidak dapat
digunakan untuk membuat kesimpulan. Karena tidak peduli berapa banyak
contoh positif dari generalisasi yang diamati, contoh selanjutnya mungkin akan
menyangkalnya. Contoh, jika kita melakukan generalisasi seperti semua angsa
berwarna putih, maka kita hanya perlu mengamati satu angsa yang tidak putih
untuk menyangkal hipotesis itu.

2
Popper mengidentifikasi dua perspektif dari masalah Hume, sebagai
berikut: (a) masalah logis dari induksi dan (b) masalah psikologis dari induksi.
Masalah logisnya adalah: apakah benar jika kita percaya bahwa contoh
kejadian yang tidak kita alami akan seperti contoh yang kita alami? Jika ya,
bagaimana caranya?. Hume berpendapat bahwa hal seperti itu tidaklah benar.
Popper setuju dengan pendapat tersebut dan menggunakan sejumlah kasus
untuk menunjukkan bagaimana teori yang teruji secara induktif ternyata salah.
Sebagai contoh, Popper menunjukkan bahwa secara umum orang-orang
meyakini bahwa matahari terbit setiap 24 jam sekali. Namun Pytheas dari
Massallia, seorang penjelajah Yunani, menemukan bahwa di Norwegia utara
matahari kadang tidak terbit selama berbulan-bulan.
Popper mengklaim bahwa untuk memecahkan suatu masalah logika tidak
dibutuhkan induksi untuk menjaga rasionalitas ilmu. Para ilmuan menduga ada
keteraturan tertentu di dunia ini, dugaan tersebut muncul karena mereka adalah
mahluk yang telah berevolusi untuk mendalilkan keteraturan. Keteraturan
tersebut dapat disanggah dengan menemukan contoh-contoh yang berlawanan.
Inilah yang dibutuhkan oleh ilmu. Bagian terpenting dalam penalaran ilmiah
dapat direkonstruksi secara masuk akal dengan menggunakan penalaran
deduktif.
Contohnya, seorang ilmuwan menduga bahwa semua angsa berwarna
putih. Kemudian seorang penjelajah menemukan seekor angsa yang berwarna
hitam. Atas dasar penemuan ini, ilmuwan merumuskan pernyataan ada angsa
yang tidak berwarna putih. Pengetahuan bahwa pernyataan ini benar dianggap
cukup untuk menyanggah dugaan yang menyatakan bahwa semua angsa
berwarna putih. Namun, Popper tidak menyatakan bahwa sebuah pengalaman
menemukan angsa hitam cukup untuk menyanggah pernyataan yang
menyatakan bahwa semua angsa berwarna putih. Menurut Popper, pengalaman
tertentu yang kita interpretasikan sebagai contoh sanggahan harus berdasarkan
pada suatu ketentuan atau persetujuan. Popper mengklaim bahwa tidak ada cara
logis untuk mendapatkan pengalaman dari pernyataan karena semua
pernyataan yang kita buat melebihi pengalaman sebenarnya yang kita alami.

3
Artinya, kita perlu menyetujui pengalaman dengan deskripsi tertentu sebelum
pengelaman tersebut dapat digunakan untuk menyanggah teori.
Popper menyebut deskripsi tersebut sebagai pernyataan dasar yang
digunakan untuk membuat pengujian keobjektifan sebuah teori menjadi
mungkin untuk dilakukan. Namun ketika kita telah menentukan sebuah
pengalaman sebagai contoh penyanggahan, dunia akan atau tidak akan
menghasilkan pengalaman tersebut. Dengan demikian, falsifikasi akan bersifat
objektif karena tidak bergantung pada keinginan ilmuwan.
Popper berpendapat bahwa dugaan yang bagus seringkali tidak mungkin
dibuat jika didasarkan pada pengetahuan saat ini. Para penganut induktifisme
berfikiran secara terbalik dimana mereka mendorong kita untuk menghasilkan
dugaan yang penuh dengan kehati-hatian yang didasarkan pada pengetahuan
saat ini. Dugaan semacam itu dianggap berbahaya karena kehati-hatian mereka
mungkin mengarahkan pada kecurangan agar dugaan tersebut dapat
dibenarkan sehingga kurang informatif. Jika saya menduga bahwa air terbuat
dari atom karena saya melihat air tersebut bergerak dan saya tahu bahwa gerak
sekelompok bola bundar dapat menghasilkan efek seperti gelombang jika
dilihat dari kejauhan, maka hipotesis saya tidak terlalu dapat diuji.
Masalah psikologis induksi adalah: mengapa orang berakal sehat percaya
bahwa contoh yang bukan berdasarkan pengalaman akan seperti contoh yang
dialami? Solusi Popper terhadap masalah psikologis ini adalah bahwa kita
menduga adanya keteraturan tertentu dan kemudian menguji dugaan kita.
Ketika kita menemukan dugaan tersebut tidak dapat disangkal maka untuk
sementara waktu kita menerima dugaan tersebut. Sehingga tidak perlu
menganggap adanya prosedur induktif. Selain itu, Popper juga berpendapat
bahwa keteraturan jarang dapat diamati secara alami, sehingga penganut
induktifisme memiliki masalah dalam menjelaskan bagaimana kita bisa sampai
pada keteraturan yang tidak tampak. Yang dapat kita lakukan adalah
menjelaskan bagaimana kita sampai pada suatu hukum dengan mengasumsikan
bahwa hukum itu adalah dugaan, karena kita tidak dapat membuat suatu hukum
dengan induksi dari pengalaman.

4
Coba kita ingat hukum Galileo mengenai gerak jatuh bebas yang
menyatakan bahwa percepatan suatu benda yang jatuh bebas adalah konstan
(tetap). Pengalaman sehari-hari tidak sesuai dengan hukum tersebut karena
nyatanya ada pengaruh gesekan udara. Misalnya, jika kita menjatuhkan bulu
dan bola meriam pada saat bersamaan, maka bulu akan sampai di dasar setelah
bola meriam. Karena Galileo tidak mengamati benda-benda yang jatuh di
dalam ruang hampa, maka nampaknya dia telah menduga bahwa contoh-
contoh atau pengalaman yang berlawanan dengan hukum tersebut dapat
dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa dua jenis gaya diberikan kepada
objek dan kemudian Galileo mengajukan eksperimen untuk mengujinya.
Dari perspektif rasionalisme Popper mendapat pandangan bahwa hukum-
hukum sains adalah produk dari aktivitas pikiran kreatif bukan berdasarkan
pengalaman. Namun tidak seperti kebanyakan penganut rasionalisme, Popper
berfikir bahwa meskipun gagasan khusus tentang keteraturan berasal dari
apriori, mereka tidak dikenal secara apriori. Terkadang kita menemukan secara
empiris bahwa gagasan intuitif adalah salah. Dengan demikian, empirisme
dianggap benar dalam berpikir bahwa kita memutuskan apakah teori ilmiah itu
benar atau tidak dengan menggunakan pengalaman.
Popper mendukung argumennya dengan menunjukkan bahwa banyak
klaim yang dikemukakan oleh Kant dan yang lainnya anggap terbukti sebagai
sebuah apriori (pengetahuan yang ada sebelum bertemu dengan pengalaman
disebut juga asumsi) ternyata salah. Misalnya, Kant berpikir bahwa fisika
Newton bisa terbukti benar sebagai apriori. Namun, tampaknya fisika Newton
dapat disanggah secara empiris, karena banyak prediksi yang dibuat
berdasarkan fisika Newton ternyata salah.
Penting untuk memahami bagaimana pandangan Popper yang berbeda
berasal dari foundationalisme. Menurut Popper, fondasionalisme memiliki
banyak hal. Ini menekankan bahwa teori seharusnya berasal dari sumber yang
aman (terpercaya), dan bahwa kita harus dengan hati-hati beralih dari yang
diketahui ke yang tidak diketahui. Tapi Popper berpendapat bahwa kemajuan
pengetahuan berawal dari dugaan berani yang sebagian besar berhubungan

5
dengan apa yang belum diamati. Dia juga menekankan bahwa tidak ada sumber
yang aman (terpercaya) karena semua pernyataan mungkin salah (falibel).
Dalam menilai manfaat dari suatu teori, Popper berpikir bahwa kita harus
menggunakan konsep pembuktian (corroboration) bukan konfirmasi. Sebuah
teori dikatakan sebagai teori yang kokoh apabila telah mengalami berbagai
pengujian namun belum terbantahkan. Contohnya seperti situasi di awal abad
ke-20 dimana Fisika Newton membuat prediksi yang sangat dapat difalsifikasi
berkaitan dengan setiap objek di tata surya dan sekitarnya dan prediksi tersebut
jauh lebih kokoh daripada fisika Aristoteles. Fisika Newton telah digunakan
untuk membuat banyak prediksi luar biasa dimana berdasarkan pengetahuan
yang lain hal yang diprediksi tersebut dianggap tidak mungkin terjadi.
Misalnya, teori newton telah berhasil digunakan untuk memprediksi
kembalinya komet Halley 76 tahun sebelum kejadian itu terjadi. Sebaliknya,
fisika Aristoteles telah berulang kali gagal untuk memprediksi hal-hal yang
belum mampu dijelaskan secara spesifik. Misalnya, fisika Aristoteles
memprediksi bahwa ketika efek gesekan ditiadakan, benda berat akan jatuh
lebih cepat daripada benda ringan. Namun prediksi tersebut dapat terbukti
salah.
Popper menekankan bahwa pembuktian benar hanyalah ukuran kinerja
sebuah teori di masa lalu, bukan dari kinerja teori tersebut di masa yang akan
datang sehingga sebuah teori yang terbukti benar mungkin akan gagal atau
dianggap salah setiap saat. Artinya teori tersebut tidak lebih reliabel (dapat
diandalkan) daripada teori yang tidak difalsifikasi dan teori yang mengalami
lebih sedikit pengujian. Mari kita kembali ke kasus fisika Newton. Sejak awal
abad ke-20 dan seterusnya, Fisika Newton gagal memprediksi apa yang terjadi
pada objek yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Kemudian teori baru yang
ditemukan oleh Einstein pada tahun 1905, yaitu teori relativitas ternyata secara
keseluruhan dianggap jauh lebih akurat dalam hal kinerja prediksi mengenai
objek yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Namun pada tahun 1905, teori
Einstein hanyalah sebuah dugaan yang tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat
difalsifikasi.

6
Popper menyadari bahwa ucapannya tentang pembuktian
(corroboration) tampak membingungkan jika pembuktian adalah bagian dari
solusi terhadap apa yang dia sebut sebagai masalah pragmatis dari induksi.
Masalah pragmatisnya adalah: teori apa yang harus kita andalkan atau kita pilih
untuk tindakan praktis dari sudut pandang rasional? Dia berkomentar bahwa
kita seharusnya tidak bergantung pada teori apapun karena tidak ada teori
umum yang telah terbukti atau dapat dibuktikan benar. Dia mengatakan bahwa
dalam bertindak kita harus memilih teori terbaik yang telah teruji meskipun
teori tersebut bisa rusak (salah) setiap saat. Tapi sulit untuk memahami
bagaimana Popper bisa mengatakan ini, mengingat bahwa dia bermaksud agar
kita menganggap serius adanya kemungkinan bahwa hukum-hukum yang
terbukti benar bisa menjadi salah. Dalam pandangannya, kita tidak pernah
memiliki jaminan bahwa contoh-contoh yang bukan berdasarkan pengalaman
akan seperti contoh yang dialami (berdasarkan pengalaman), bahkan tidak
mungkin ada hal semacam itu.
Solusi Popper terhadap masalah pragmatik induksi tampaknya tidak
masuk akal karena ia tampaknya tidak memiliki alasan untuk mengatakan
bahwa kita harus bertindak berdasarkan teori yang paling kokoh. Dalam upaya
untuk menyelamatkan pandangan Popper, David Miller telah menyarankan
bahwa yang ingin dikatakan Popper adalah bahwa kita harus bertindak
berdasarkan teori yang paling kokoh bukan karena ada alasan untuk
menganggapnya benar, namun karena tidak ada alasan untuk menganggapnya
tidak benar.
2. Diskusi Kritis terhadap Pandangan Popper
Keberatan terhadap Miller adalah bahwa hal itu tidak memberi alasan
bagi kita untuk memilih hukum standar yang kita andalkan dibandingkan teori
pesaing potensial, meskipun ini tidak masuk akal. Sebagai contoh, kita
bergantung pada sesuatu seperti hukum jatuh bebas Galileo, yang berpendapat
bahwa benda yang jatuh dalam ruang hampa terus berakselerasi. Tetapi
seseorang mungkin mengusulkan agar tes yang dilalui oleh hukum Galileo juga
telah disahkan oleh sebuah hukum yang mengatakan bahwa semua benda akan
mematuhi hukum Galileo sampai pukul 5 sore besok, ketika mereka akan

7
melaju sampai mencapai kecepatan satu meter per detik dan kemudian terus
jatuh pada kecepatan ini. Sebut saja sebagai hukum Fudge (palsu). Hukum
Fudge, mungkin diperdebatkan, bukan hanya terbukti dengan baik seperti hal
nya hukum Galileo tapi juga lebih menyenangkan jika itu benar. Sebab, mulai
besok malam, jika kita ingin segera meninggalkan puncak gedung bertingkat
50 lantai yang liftnya rusak, kita bisa melompat dan melayang secara perlahan.
Tapi jelas seseorang yang memutuskan untuk bertindak berdasarkan hukum
Fudge daripada hukum Galileo pasti gila. Dalam hal ini perlu untuk
mengasumsikan bahwa suatu penalaran induktif cukup meyakinkan untuk
menjelaskan mengapa hukum Galileo lebih unggul dari saingannya.
Miller menanggapi keberatan tersebut dengan dua cara. Pertama,
hipotesis yang mencakup referensi ke waktu tertentu harus dihilangkan dari
pertimbangan kita karena kurang dapat difalsifikasi. Untuk menyanggah
(falsifikasi) hukum Galileo, kita hanya memerlukan pernyataan tentang benda
yang jatuh. Untuk menyanggah hukum Fudge, kita memerlukan pernyataan
serupa, ditambah sebuah pernyataan tentang waktu ketika benda tersebut jatuh.
Kedua, hukum yang tidak memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan
oleh hukum terdahulu, tidak dapat disebut sebagai perluasan pengetahuan, dan
karena itu tidak menarik perhatian dari perspektif Popperian.
Respon semacam itu tidak memadai jika seseorang tertarik untuk
mengerjakan apa yang harus dilakukan. Pertama, karena ia bekerja dalam
kerangka kerja Popperian, Miller tidak dapat memberi alasan kepada kita untuk
percaya bahwa hipotesis yang kurang mudah disanggah, atau yang pada tahap
ini tidak diketahui apakah mampu memecahkan masalah baru atau tidak,
cenderung tidak benar atau tidak akan menjadi kenyataan. Komponen
tambahan dalam hukum Fudge mudah diperiksa dengan menggunakan jam
tangan, jadi isi hipotesisnya sama empirisnya. (Popper tidak pernah memberi
alasan kepada kita untuk berpikir bahwa hipotesis yang lebih empiris yang
prediksinya telah diuji, mungkin lebih benar.) Kedua, hukum Fudge mungkin
bisa memecahkan masalah yang gagal diselesaikan oleh Galileo. Kita tidak
akan menemukan jawabannya sampai jam 5 sore besok dan karena menurut
paham Popperian masa lalu tidak memberi indikasi apa yang akan terjadi di

8
masa depan, maka kita tidak dapat memiliki keyakinan bahwa hukum Fudge
mampu menyelesaikan lebih sedikit masalah dari pada hukum Gaileo. Jika
kedua hukum tersebut sama-sama mungkin benar, maka jika seseorang
terburu-buru dan kebetulan lift macet, maka rasional untuk memilih rute yang
paling mudah turun kebawah - yaitu mencoba melayang turun kebawah.
Kekhawatiran teoretis kurang diminati dalam situasi seperti itu.
Keberatan lain terhadap tanggapan Miller adalah, walaupun kita
menerima larangan terhadap hipotesis yang mencakup referensi waktu, seorang
Popperian tidak dapat memberi kita alasan bagus untuk bertindak sesuai
dengan teori yang kokoh (telah terbukti) dibandingkan dengan teori yang telah
difalsifikasi. Misalnya, ada hipotesis yang menyatakan bahwa semua benda
yang jatuh bebas berakselerasi hingga satu meter per detik dan kemudian
mempertahankan kecepatan itu. Sebut saja hipotesis tersebut sebagai hukum
Bodoh. Menurut Popperian, fakta bahwa hukum Bodoh telah difalsifikasi di
masa lalu bukanlah alasan untuk percaya bahwa hal itu juga akan salah di masa
depan. Seperti yang disarankan Popperian jika memungkinkan untuk
membandingkan isi kebenaran teori universal, maka hukum Bodoh mungkin
memiliki kebenaran isi yang lebih besar dari pada hukum Galileo. Mungkin
dari besok pukul 5 sore, semua benda akan mengikuti hukum Bodoh dan lebih
banyak benda akan jatuh di masa depan daripada yang pernah ada sebelumnya.
Lebih jauh lagi, jika hukum Bodoh menggambarkan apa yang akan terjadi pada
benda di masa depan, maka hukum tersebut akan lebih banyak menghasilkan
prediksi; dengan demikian hukum tersebut akan lebih banyak menyelesaikan
masalah dengan memprediksi perilaku banyak benda-benda. Jika seseorang
ingin turun dari gedung tinggi dengan cepat dan aman namun liftnya rusak,
tidak ada alasan untuk bertindak berdasarkan asumsi bahwa hukum Galileo
akan berlaku untuk benda dalam beberapa menit berikutnya. Keputusan untuk
melompat ke bawah akan sama rasionalnya dengan mengasumsikan seseorang
harus menunggu lift diperbaiki.
Salah satu tanggapan Miller terhadap argumen semacam itu adalah
bahwa orang yang mengajukan hukum gila tersebut meningkatkan keraguan
tentang hukum yang berlaku dan keraguan belaka bukanlah kritik. Namun jika

9
kita menganggap Popper benar, advokat hukum Bodoh tidak akan
menimbulkan keraguan yang tidak beralasan. Dia akan mengandalkan argumen
Popper bahwa contoh-contoh di masa lalu tidak menyiratkan apa-apa tentang
kejadian di masa depan dan dengan alasan bahwa, jika seseorang bersikap
praktis, seseorang harus menggunakan wawasan Popper untuk menghemat
waktu. Prinsip bahwa keraguan tanpa dasar tentang pandangan yang diterima
harus diabaikan dapat dibenarkan hanya jika seseorang menganggap hukum
yang diterima lebih mungkin benar. Jika seseorang memiliki hipotesis yang
menyiratkan bahwa mekanisme yang menyebabkan penerimaan mungkin tidak
dapat diandalkan, maka seseorang tidak berhak untuk bergantung pada fakta
bahwa hukum tertentu diterima.
Jadi upaya Popper dan Miller untuk memecahkan masalah pragmatik
induksi gagal untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara falsifikasi. Dari
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa satu-satunya cara yang
masuk akal untuk mengatasinya dengan cara Popperian adalah mengasumsikan
bahwa pembuktian dikaitkan dengan verisimilitude; Artinya, untuk
mengasumsikan bahwa teori yang telah dibuktikan dengan baik (kokoh)
cenderung mendekati kebenaran. Tapi untuk melakukan ini seseorang perlu
diperkenalkan dengan pandangan bahwa beberapa inferensi induktif sangat
meyakinkan dan asumsi semacam itu tidak dapat dibenarkan atau masuk akal
jika paham falsifikasi benar. Namun, perlu diketahui bahwa masalah pragmatik
induksi tidak identik dengan masalah seperti itu. Salah satu aspek penting dari
ilmu pengetahuan adalah menemukan hukum yang berguna, namun ada pula
yang memperluas pengetahuan teoretis kita.
Tujuan pragmatis seringkali dapat dicapai dengan hukum yang salah tapi
cukup dekat dengan kebenaran untuk berguna. Sebagai contoh, mekanika
Newton sering digunakan dalam rekayasa dalam kehidupan sehari-hari
meskipun diketahui salah. Di sisi lain, hukum yang salah tidak banyak berguna
saat seseorang ingin memperluas pengetahuan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa seseorang harus mematuhi hukum yang teruji dengan baik
saat seseorang bertindak, tapi harus menindaklanjuti dugaan yang berani dan
berisiko saat ingin memperluas pengetahuan dengan cepat. Oleh karena itu,

10
falsifikasiisme mungkin benar tentang ilmu pengetahuan teoritis, biarpun itu
tidak benar tentang ilmu pengetahuan terapan. Namun, di bagian selanjutnya
saya akan mencoba menunjukkan bahwa ini pun tidak benar.
B. Modifikasi Lakatos Terhadap Popper
Imre Lakatos mengkritis catatan falsifikasi dan menyarankan beberapa
modifikasi dari catatan tersebut. Lakatos mengatakan ada tiga masalah penting
dengan beberapa varian dari falsifikasi. Pertama adalah banyaknya falsifikasionis
enggan untuk mempersoalkan catatan mereka untuk diuji secara empiris. Untuk
membenarkan tidak mempersoalkan catatan falsifikasionis ke uji empiris, Popper
menekankan bahwa teori-teori dari metode ilmiah adalah bersifat normatif dan
tidak hanya deskriptif. Popper menunjukkan bahwa karena kalimat normatif
menggunakan kata-kata seperti harus dan seharusnya, seseorang secara logika
tidak dapat menurunkan kalimat normatif dari kalimat deskriptif. Hal tersebut
benar, namun bertentangan dengan semangat falsifikasionisme yang menekankan
bahaya mengandalkan intuisi dan nilai independen dari intuisi. Popper mengatakan
bahwa untuk membuat teori sains kita falsifibel, kita harus mematuhi deskripsi
tertentu dari apa yang kita alami, meskipun deskripsi tersebut tidak mempunyai
hubungan yang logis dengan pengalaman. Kasus metodologi tidak berbeda secara
mendasar dari falsifikasi melalui pengalaman, dan sehingga pengikut Popper harus
setuju dengan mengadopsi konvensi yang masuk akal untuk menguji metodologi
yang diusulkan. Apa yang akan menjadi konvensi yang masuk tersebut? Salah satu
sarannya adalah, disebut konvensi yang masuk akal jika metodologi yang baik
tersebut didukung oleh teori yang mempunyai pengetahuan saintifik yang canggih
untuk bertahan dan menang.
Kedua, Lakatos mempunyai kritis dari varian naif falsifikasisme. Varian naif
falsifikasisme ini, menyatakan bahwa kita harus memperlakukan teori sebagai
teori yang terbantahkan setiap kali ia tampak bertentangan dengan pengalaman.
Lakatos berpendapat bahwa jika kita menguji varian dari falsifikasi ini dengan
menggunakan sejarah sains, kita akan menemukan hal yang sangat tidak masuk
akal, karena hal tersebut membuat kita menolak teori-teori yang paling sukses
dalam sejarah sains. Berbicara dalam hal falsifikasi naif, setiap teori yang baik telah
dibantah secara berulang-ulang di awal kemunculannya, dalam arti teori tersebut

11
tidak sesuai dengan fakta-fakta yang dikenal. Misalnya; naif falsifikasi akan
memaksa kita untuk menolak astronomi Copernicus karena itu tidak konsisten
dengan (a) jalur planet yang telah dikenal dan (b) fakta bahwa planet-planet melihat
ukuran yang sama ketika mereka seharusnya dekat seperti yang mereka lakukan
saat mereka diduga berada jauh.
Ketiga, falsifikasionis kadang-kadang berbicara seolah-olah ada yang
menguji satu teori melawan fakta - fakta (yang diinterpretasikan secara teoritis).
Hal ini tidak sesuai dengan dua alasan:
a. Masyarakat sains tidak pernah meninggalkan teori, kecuali ada teori yang
lebih baik untuk menggantikan teori tersebut. Sikap masyarakat sains ini
masuk akal, bahkan saat teori yang mengerikan mungkin dimodifikasi untuk
memenuhi bantahan-bantahan dan teori yang baik tidak muncul secara
penuh namun butuh waktu untuk dikembangkan.
b. Interpretasi dari fakta-fakta yang digunakan untuk menguji teori mungkin
keliru dan kadang-kadang cara terbaik untuk mengatasi ini adalah dengan
mengizinkan teori saingan untuk berkembang.
Sebuah bahaya dari catatan asli Popper adalah dia tidak mendiskusikan
kondisi dimana seseorang harus diizinkan untuk mempertanyakan hasil interpretasi
konvensional dari hasil penelitian saat ini. Contohnya, pada abad ke-19, seorang
ilmuwan Newtonian, Leverrier, mencatat bahwa orbit Merkurius tampaknya tidak
mengikuti Hukum Newton, jika diasumsikan bahwa semua planet yang relevan
dikenal. Dia menafsirkan ini, secara cukup masuk akal, bahwa sebuah badan planet
yang tidak diketahui ada yang menyebabkan anomali tersebut. Dia berpikir bahwa
anomali yang sama sebelumnya telah ditemukan di orbit Uranus dan itu hanya bisa
diselesaikan melalui penemuan Neptunus. Leverrier tidak berhasil menemukan
planet yang mneyebabkan anomali pada Merkurius. Tapi hal ini mungkin terjadi
karena pada waktu itu banyak planet yang sulit untuk ditemukan. Hal ini wajar bagi
Leverrier untuk tidak menggunakan kegagalan prediksi dari fisika Newton untuk
menjadi sanggahan. Faktanya, ternyata, tori relativitas umum Einstein dapat
digunakan untuk memprediksi jalur yang sebenarnya dari Merkurius tanpa
mengasumsikan keberadaan planet tersembunyi, sehingga ada bukti yang baik
untuk berpikir bahwa teori Newton itu salah. Namun, kita mempunyai alasan yang

12
baik untuk berpikir bahwa teori Nowton itu salah adalah karena presiksi yang luar
biasa yang dibuat dengan menggunakan teori Einstein ternyata benar.
Untuk menangani masalah ini, Lakatos mengusulkan the theory of research
program, dimana penilaian dalam ilmu pengetahuan bukanlah penilaian dari
keunggulan mutlak sebuah teori atau bahkan keunggulan relatif dari dua teori,
namun merupakan keunggulan relatif dari program penelitian saingan. Sebuah
program penelitian terdiri atas klaim inti, sekelompok asumsi tambahan, dan
sejumlah teknik untuk memecahkan masalah. Sebuah program penelitian lebih baik
daripada saingannya jika ia progresif dalam kaitannya dengan saingan tersebut.
Inti dari program penelitian Copernican adalah bahwa planet planet berputar
mengelilingi matahari. Copernicus percaya bahwa planet melakukan perjalanan di
orbit lingkaran yang merupakan lingkaran sempurna, dan banyak hal lainnya.
Namun, hal ini adalah hanyalah asumsi tambahan yang dapat dimodifikasi dari
prediksi kegagalan dari teori tanpa merusak inti dari program penelitian
Copernicus. Sebuah program penelitian berdegenerasi jika semua yang
pendukungnya lakukan adalah menambahkan asumsi tambahan yang tidak teruji
atau mereka hanya memperhitungkan fakta-fakta yang sudah diketahui. Dalam
beberapa kasus, dapat dikatakan bahwa pendukung dari program penelitian hanya
menambahkan modifikasi untuk program khusus untuk menyimpan intinya. (saat
penulis menggunakan istilah, modifikasi khusus untuk teori adalah kalimat yang
telah ditambahkan pada teori untuk menyelamatkan teori tersebut dari
penolakan,tetapi ia (a) tidak dibenarkan melalui bukti empiris (b) tidak
memungkinkan teori untuk digunakan untuk mempredisi fakta-fakta baru). Namun,
jika pendukung dari ide inti memodifikasi asumsi tambahan sehingga menghasilkan
prediksi baru, program penelitian mereka secara teoritis progresif. Jika prediksi
mereka selanjutnya terbukti benar, program penelitian mereka juga secara empiris
progresif. Jadi ketika Keppler menjatuhkan asumsi bahwa planet-planet berjalan
dengan orbit lingkaran dan mengganti hal tersebut dengan asumsi bahwa planet-
planet berjalan dalam orbit berbentuk elips dari jenis tertentu, kepindahannya itu
secara teoritis progresif karena ia membuat prediksi yang tidak dibuat oleh
Copernicus. Ketika prediksi-prediksi yang luar biasa tersebut terbukti, maka
modifikasi tersebut menjadi empiris progresif. Sebaliknya, saingan Ptolemaic

13
Keppler hanya menambahkan hipotesis yang tidak teruji dalam inti dari program
mereka untuk menjelaskan perbedaan antara teori dan pengamatan mereka.
Lakatos berpendapat bahwa sebuah program yang memiliki lebih banyak
prediksi fakta yang lebih kuat daripada saingannya, lebih progresif dibandingkan
saingan itu. Namun, ia mengingatkan bahwa, umunya, program baru membutuhkan
waktu untuk berkembang dan tentu saja mengalami sejumlah kegagalan dalam
memprediksi. Hal ini berarti bahwa dalam menilai keunggulan dari program yang
baru dikembangkan, akan menjadi kesalahan hanya untuk mengatakan bahwa
program tersebut tidak progresif dibandingkan dengan program saingannya.
Selanjutnya, hal tersebut tampaknya terlihat dari sambutannya dalam analisis
sejarah bahwa ia ingin mengatakan bahwa bahkan program yang dikembangkan
sepenuhnya yang mengandung sejumlah hipotesis khusus mungkin lebih unggul
dari saingan mereka, sebenarnya program tersebut bisa lebih baik dibandingkan
dengan saingan mereka. Beberapa program kadang menjadi yang terbaik diantara
program lain (buruk) yang telah ada.
Jelasnya, Lakatos mengambil prediksi sebuah fakta baru karena hal tersebut
menambahkan banyak bobot pada klaim program penelitian agar lebih unggul dari
saingannya, yang (a) tidak mempunyai atau sedikit mempunyai fakta baru untuk
dibanggakan; dan (b) tidak dapat menjelaskan apa yang diprediksikan dengan
menambahkan hipotesis khusus. Popper terkadang mengatakan mengatakan hal
serupa tentang fakta-fakta baru, meskipun ia berbicara tentang teori daripada
program penelitian. Misalnya, teori Newton (ditambah dengan fakta tentang tubuh
planet yang dikenal) digunakan untuk memprediksi kembalinya komet Halley, jauh
sebelum itu terjadi. Seperti kata Lakatos, ini adalah luar biasa. Hal ini
bagaimanapun sulit untuk dipahami mengapa fakta-fakta baru harus begitu penting
dalam catatan Popper. Popper ingin mengklaim bahwa fakta, dimana prediksi teori
di kuatkan, tidak relevan dengan kinerja masa depannya. Tetapi ilmu pengetahuan,
adalah sebuah pencarian utnuk teori kebenaran universal dan teori kebenaran
universal adalah sebanyak tentang masa depan dan masa lalu.
Untuk membuat sains relevan dengan pengetahuan di masa depan dan masa
lalu, Lakatos mengatakan bahwa falsifikasi perlu menambahkan hal penting bahwa,
teori-teori yang dikuatkan lebih mungkin untuk menjadi lebih dekat dengan

14
kebenaran dari pada teori yang tidak memiliki fakta baru untuk dibanggakan.
Artinya, mereka perlu menganggap masuk akal prinsip induktif untuk
menghentikan catatan mereka agar tidak menjadi permainan yang tidak berguna,
bahkan ketika mereka berurusan dengan ilmu teoritis.. Lakatos menunjukkan
bahwa tidak ada masalah besar dalam membiarkan prinsip semacam itu sebagai
dugaan metafisika. Setelah itu, Popper memberikan beberapa dugaan metafisika
yang lainnya, seperti dugaan bahwa pernyataan dasar yang gunakan sebagai
penyanggah potensi teori ini adalah benar, meskipun ia mengatakan bahwa kita
mengadopsi pernyataan-pernyataan dasar sebagai masalah konvensi. Kelihatannya,
Lakatos mengatakan bahwa prinsip seperti itu tidak dapat dibenarkan atau diuji
secara empiris, namun ia mengklaim bahwa kita bisa mendiskusikan manfaat
prinsip tersebut melalui beberapa argumen filosofis.
Popper belum menerima modifikasi Lakatos atas catatannya. Menerima hal
tersebut adalah menerima bahwa Lakatos telah membuat sedikit kemajuan dalam
menangani masalah induksi, untuk modifikasi Lakatos tampaknya mengubah
falsifikasi menjadi semacam induksi yang bergantung pada versi inferensi untuk
menghasilkan penjelasan yang terbaik. Selanjutnya, jika seseorang membolehkan
bahwa beberapa prinsip induksi metafisik diperlukan, hal tersebut akan menjadi
bahan perdebatan yakni apakah prinsip-prinsip induktifis ataukah prinsip-prinsip,
yang berperan terbaik. Sebuah daya tarik terhadap intuisi tentang kelangsungan
hidup dan kebutuhan akan berbagai prinsip kemudian akan dibenarkan, dan tidak
jelas apakah sebuah prinsip yang menggunakan konsep pemberontakan Popperian
kemudian akan menjadi prinsip terbaik untuk diadopsi. Namun demikian, klaim
Lakatos bahwa falsifikasionisme salah dalam menolak induksi adalah hal yang
masuk akal, dan sebagai akibatnya, falsifikasi gagal untuk memecahkan masalah
induksi dalam ilmu teoritis.
Sebuah keganjilan dari catatan Lakatos adalah bahwa ia menolak untuk
menyatakan kondisi dimana program penelitian telah difalsifikasi, atau bahkan
kondisi-kondisi yang tidak layak untuk dikejar lebih jauh. Hal ini karena ia
mengklaim ada kesempatan dalam sejarah ilmu pengetahuan ketika sebuah program
penelitian yang telah merosot akhirnya membuat kembali kemenangan. Ini
semacam fenomena yang diharapkan ketika orang menyadari bahwa peenyataan

15
dasar yang digunakan untuk menguji teori adalah salah dan sebagai hasilnya, teori
mungkin benar ketika tampaknya ia dibantah.
Lakatos mengklaim contoh dari jenis ini adalah teori Copernicus, yang
didalilkan oleh filsuf yunani, Aristarchus dari Samos, yang waktu itu ditinggalkan
saat menghadapi bukti menyangkalan yang nyata, dan kemudian dihidupkan
kembali oleh Copernicus. Hal tersebut akhirnya mencapai kemenangan dengan
munculnya penemuan fisika abad ke 17 yaitu teleskop. Pembuktian empiris untuk
teori Ristarchus tampak berat bahkan pada waktu Copernicus. Teori Copernicus
tersirat bahwa bumi berputar pada porosnya yang berarti jika dijelaskan dengan
fisika, bahwa saat batu dijatuhkan dari sebuah tower seharusnya batu tersebut
mendarat beberapa yard dibelakang tempat dimana batu tersebut dijatuhkan.
Namun, batu tampaknya langsung jatuh ke tanah. Teori ini tersirat bahwa, pada
waktu tertentu Mars jauh lebih dekat dengan bumi, dengan begitu orang akan
berpikir, harusnya Mars terlihat lebih besar. Namun tidak. Dan seterusnya.
Sebaliknya, teori saingannya, yaitu teori Ptolomeus, terlihat nyaman dengan
observasi naif. Jadi Lakatos menyatakan, dalam sejarah sains, adalah hal yang
meragukan untuk mengatakan bahwa ilmuwan bersikap tidak rasional jika ia
membela sesuatu yang tidak konsisten dengan pengalaman. Selanjutnya, teori-teori
yang dahulu telah ditinggalkan, mungkin telah sangat memperlambat kemajuan
sains.
Lakatos menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah masuk akal bagi ilmuwan
untuk memainkan permainan beresiko, asalkan mereka mengakui bahwa akan ada
hal-hal yang melawan mereka. Akibatnya, Lakatos tidak memberikan petunjuk
dimana ilmuwan tersebut harus meninggalkan sebuah program. Lakatos
menjelaskan, bahwa adalah hal yang sia-sia untuk memberikan saran kepada
pekerjaan ilmuwan. Alasannya, ilmuwan merupakan komunitas, dan mengingat
bahwa komunitas mempunyai tujuan bersama dari penemuan teori yang benar, hal
tersebut adalah wajar bagi sebagian ilmuwan untuk mengejar program penelitian
yang merosot. Asalkan sebagian besar komunitas mengikuti program penelitian
yang progresif, semuanya akan baik-baik saja. Untuk tujuan ini, ia mengatakan
bahwa badan pendanaan harus mencegah para ilmuwan yang menekuni program
penelitian yang merosot, jurnal jurnal harus menolak untuk mempublikasikan

16
hasil penelitian mereka, dan lain-lain, namun ia bahkan tidak memberikan pedoman
yang tepat untuk badan pendanaan atau jurnal untuk diikuti. Sabagai gantinya, ia
menarik perhatian orang-orang yang terlibat, dan mengakui bahwa tidak ada
peraturan mekanis yan tersedia.
1. Diskusi Kritis Terhadap Pandangan Lakatos
Feyerabend telah mengkriti Lakatos dengan alasan bahwa Lakatos benar-
benar seorang metodologis yang anarkis, yang memungkinkan ilmuwan atau badan
pendanaan dapat melakukan apapaun yang mereka inginkan karena ia telah
menunjukkan bahwa seseorang dapat memberikan alasan yang baik untuk
melakukan apapun dalam sains. Dia berpendapat bahwa melalui catatan Lakatos,
seorang ilmuwan dapat membenarkan program penelitian voodoo yang penuh
dengan hipotesis khusus, gagal memprediksi fakta baru, dan memiliki saingan yang
kuat. Para ilmuwan bisa saja beralasan bahwa program tersebut membutuhkan
waktu untuk berkembang mengingat bahwa menurut Lakatos program yang
merosot kadang-kadang telah diresusitasi setelah bertahun-tahun, dengan
meramalkan banyak fakta baru, sementara saingan, awalnya bersifat progresif
akhirnya merosot dengan sangat buruk. Selanjutnya, badan pendanaan dapat
dibenarkan untuk menyediakan uang bagi ilmuwan, dan jurnal dapat juga
dibenarkan untuk menerbitkan hasil penelitian mereka. Dewasa ini, penelitian
ilmiah adalah bisnis yang mahal yang melibatkan penelitian dan penggunaan
instrumen yang kolaboratif. Jika sebuah badan pendanaan gagal untuk mendanai
ilmuwan, badan tersebut tidak memberikan kesempatan bagi ilmuwan tersebut
untuk mengembangkan sebuah program penelitian. Pendapat Lakatos bisa
dikatakan hanya sebagi bentuk propaganda- meningkatkan prestise sains secara
tidak benar dengan mnyebut apapun yang terjadi dalam sains rasional.
Ada perasaan bahwa pendapat Feyerabend tersebut benar. Lakatos gagal
memberikan aturan mekanik yang tepat untuk saat dimana sebuah teori akhirnya
difalsifikasi. Namun, pertanyaan yang mungkin adalah apakah peraturan semacam
itu mungkin atau perlu untuk membuat sains menjadi rasional. Para fisuf berbicara
seolah-olah sains hanya bisa rasional jika aturan mekanis yang tepat dapat
diberikan, setidaknya dalam bentuk rekonstruksi logis bagaimana teori tersebut
dibantah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berinteraksi dengan peraturan

17
dan persyaratan yang tidak jelas untuk urusan yang penting. Misalnya ketika kita
menunjuk ke suatu dinding dan berkata kepada seorang teman, tolong, berdiri
disini tidak dapat ditafsirkan bahwa maksud saya adalah memintanya untuk berdiri
di sebelah rumah. Dengan demikian, fakta bahwa catatan Lakatos dilindungi nilai
dengan ucapan yang samar, tidak dapat diartikan bahwa Lakatos mengizinkan
sesuatu untuk digolongkan sebagai hal yang rasional. Misalnya, pernyataan bahwa
program penelitian pada tahap awal memerlukan waktu untuk berkembang, tidak
berarti bahwa program harus dibiarkan dulu merosost selama seribu tahun.
Selanjutnya, antara badan pendanaan dan jurnal yang menerapkan pedoman yang
disarankan oleh catatan Lakatos tidak akan setuju dalam beberapa kasus, ini tidak
berarti bahwa mereka tidak akan setuju dalam banyak kasus yang lainnya.
Terkadang orang tidak setuju mnegnai apakah sesuatu itu hujai atau biru, tapi ini
tidak berarti bahwa sebagian besar penilaian mereka tentang warna berbeda secara
radikal.
Selain itu, fakta bahwa para ilmuwan terkadang dapat secara rasional bermain
permainan yang beresiko, tidak berarti bahwa resiko yang dibutuhkan ilmuwan
adalah rasional. Hanya karena sebuah program dapat dihidupkan kembali, tidak
akan menjadi pembenaran yang tepat bagi ilmuwan untuk mengerjakannya tanpa
batas waktu. Jika kita menerima prinsip induktif dari Lakatos, akan menjadi benar
bahwa semakin banyak fakta baru yang diprediksi oleh program saingan, seorang
ilmuwan menjadi kurang rasional dalam berpegang pada program yang merosot,
sehingga probabilitas bahwa program tersebut benar menjadi menurun. Ilmuwan
yang terus menghabiskan hidupnya mengembangkan program tersebut akan seperti
penyokong dengan dana yang terbatas yang terus bertaruh pada kenakalan tua
dalam lomba tahunan sambil mengetahui beberapa kuda lain telah menang setiap
tahunnya, dan bahwa apa yang telah dipertaruhkan sebenarnya cukup untuk
membuatnya kaya. Ia akan bersikap tidak rasional meski taruhan di luar seperti itu
kadang-kadang terbayar. Lakatos seharusnya mengatakan bahwa dia memberikan
nasehat dengan cara yang samar kepada ilmuwan. Tidak ada titik tepat dimana
seorang ilmuwan harus meninggalkan sebuah program penelitian. Namun, setelah
beberapa saat, kita semua bisa setuju bahwa ilmuwan yang terus mengejar program
tertentu bersikap tidak rasional.

18
Dalam beberapa karya terbarunya, Feyerabend tampaknya lebih bersimpati
pada versi modifikasi catatan Lakatos. Alih-alih mengatakan bahwa tidak ada
metode, dia mengatakan bahwa tidak ada metode dalam pengertian seperangkat
aturan yang tepat seperti yang diformulasikan oleh Hempel saat membahas tentang
logika konfirmasi. Namun, ada banyak aturan yang kasar dan siap pakai, yang
penerapannya harus dipelajari dalam konteks yang praktis. Belajar menggunakan
pengalaman seperti halnya belajar berenang, lebih disukai daripada belajar
menggunakan aturan bahasa yang formal. Saat kita belajar berenang, kita
mendengarkan petunjuk yang samar tentang kemana harus meletakkan tangan kita
dan lain-lain. Kita dengan kecerdasan kita menyesuaikan apa yang kita dengar dan
secara bertahap memperbaiki gerakan kita. Ini tidak berarti bahwa peraturan yang
tepat tidak dapat digunakan konteks tertentu, namun kita perlu menggunakan
keputusan kita untuk memutuskan kapan peraturan tersebut akan digunakan.
Terlepas dari kenyataan bahwa Lakatos mampu menangani kritis Feyerabend
dengan baik, catatan Lakatos ini mengalami empat masalah yang lain. Pertama
Lakatos berbicara jika sebuah program penelitian berhasil meramalkan sebuah fakta
baru yang luarbiasa atau beberapa fakta baru yang tersebar, program penelitian
tersebut kemungkinan benar. Tapi, seperti yang kita lihat pada pembahasan
sebelumnya, tentang pemahaman Whewell bahwa ini bukanlah tentang
keberhasilan prediksi dari fakta baru baru yang tersebar, namun keberhasilan
prediksi dari cakupan fakta baru yang merupakan bukti yang bagus untuk
memperkirakan kebenaran dari sebuah program penelitian. Alasan untuk ini adalah
bahwa sebuah program penelitian yang bahkan kira-kira tidak benar, dapat dengan
mudah berhasil menghasilkan prediksi fakta baru secara kebetulan.
Kedua, Lakatos salah dalam mengemukakan bahwa penilaian terhadap
program penelitian semata-mata bersifat komparatif. Untuk melihat ini, anggaplah
bahwa Lakatos mengakui bahwa jika penelitian ilmiah tidak menjadi permainan
yang tidak berguna, kita harus menggunakan inferensi induktif yang menunjukkan
bahwa teori itu kira-kira benar. Jelas, ketika kita menggunakan inferensi tersebut,
penilaian kita terhadap program penelitian yang bersaing tidak bisa hanya bersifat
komparatif. Karena ketika kita menilai apakah sebuah teori kira-kira benar, kita
menilai seberapa baik teori itu menggambarkan dunia.

19
Ketiga, Lakatos salah mengatakan bahwa penilaian program penelitian selalu
komparatif sebagian. Namun, ada beberapa kali terjadi dalam sejarah ilmu
pengetahuan di mana hanya ada satu program penelitian yang masuk akal dalam
sebuah bidang. Pada awal abad kesembilan belas, program penelitian Newtonian
adalah satu-satunya program penelitian yang layak di beberapa bagian fisika. Pada
awal abad kedua puluh, teori kuman penyakit menular adalah satu-satunya program
penelitian yang layak di beberapa bagian kedokteran. Ketika suatu program
penelitian ini sedang dikaji, bukan hal yang masuk akal untuk menafsirkan
penilaiannya sebagai penilaian yang benar-benar komparatif; program penelitian
tersebut sedang dinilai terhadap bukti eksperimental, bukan terhadap para
pesaingnya. Lakatos tidak menyadari bahwa hal ini cukup sering terjadi dalam
sejarah ilmu pengetahuan, dan ini menjadikan aspek catatannya tidak masuk akal.
Keempat, bertentangan dengan Lakatos, ada episode dalam sejarah ilmu
pengetahuan di mana kebanyakan ilmuwan tidak akan menerima salah satu
program penelitian yang ada di bidang tertentu dan kebanyakan ilmuwan di bidang
tersebut bahkan tidak tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal itu. Hal ini
tidak benar bahwa para ilmuwan akan bekerja dengan program penelitian buruk
terbaik yang tersedia, namun kenyataannya benar-benar buruk. Alasannya adalah
bahwa kadang-kadang terjadi bahwa tidak satupun dari program penelitian yang
ada telah berhasil memprediksi berbagai fakta baru dan mereka semua telah banyak
didukung oleh banyak hipotesis khusus. Hal ini terjadi dalam geologi dari 1930 ke
1950-an. Semua program penelitian yang menjelaskan pembentukan fitur skala
besar dari bumi terlihat payah dan banyak ahli geologi cukup menyimpulkan bahwa
mereka akan lebih baik menghabiskan waktu mereka pada penjelasan pemetaan
peristiwa skala kecil.
Falsifikasi memiliki manfaat yang cukup besar. Falsifikasi menjelaskan
bahwa beberapa teori tidak dapat dihasilkan di melalui induksi enumeratif, dan
menekankan pentingnya dalam ilmu teoritis menghasilkan dugaan berani yang
harus benar-benar diuji. Namun, falsifikasi gagal untuk menyajikan catatan yang
meyakinkan tentang mengapa hal tersebut rasional untuk bertindak atas teori-teori
yang dikuatkan, dan juga gagal untuk menjelaskan mengapa kita harus memilih
teori-teori yang dikuatkan jika kita ingin menhasilkan kebenaran. Dengan demikian

20
falsifikasi gagal untuk menunjukkan teori yang kuat dan lebih disukai adalah teori
yang rasional. Teori ini perlu dilengkapi dengan hipotesis yang mengatakan bahwa
dunia gagasan/konsepsi sehingga teori yang kuat lebih mungkin untuk menjadi
kenyataan.
Kami belajar banyak dari kritik Lakatos tentang falsifikasi. Banyak
falsifikasionis berbicara seolah-olah memalsukan contoh relatif mudah untuk
mengidentifikasi atau dapat diidentifikasi dengan mengadopsi konvensi sederhana.
Hal ini karena mereka terus bekerja dengan ide bahwa jika sains bersifat rasional,
pasti ada metodologi yang tepat dimana kita memalsukan teori-teori. Meskipun
kritik mereka dari pandangan pengetahuan Cartesian, Popper dan beberapa
pengikutnya tampaknya telah menjadi korban, dengan mengasumsi bahwa, agar
sains rasional, harus ada kriteria yang tepat tersedia yang selalu mengarah pada
keputusan yang tidak ambigu. Dengan menggunakan bahan yang diturunkan dari
penelitian sejarah yang detail, Lakatos menunjukkan bahwa pandangan tersebut
meragukan dan bahwa asesmen tentang manfaat relatif dari program penelitian
adalah bisnis yang rumit dimana aturan yang tepat tidak dapat tetapkan. Konvensi
yang tepat tentang pernyataan dasar terlalu tumpul untuk setiap penggunaan dalam
memutuskan kapan teori dapat cukup dikatakan telah falsifikasi. Lakatos kemudian
semakin mengikis asumsi di balik pencarian tentang catatan formal dari penalaran
ilmiah dan metode ilmiah. Aturan yang tepat tidak muncul untuk menolak program
penelitian dan, pada titik tertentu, ilmuwan yang berbeda dapat memberdakan
secara rasional apakah sebuah program harus ditinggalkan. Meskipun demikian,
sains adalah perusahaan yang rasional di mana konsensus yang luas dapat dicapai
melalui sejumlah besar kasus dan di mana ada perselisihan terjadi, seringkali
berbuah manis.
Hal ini meragukan untuk menganggap ilmu pengetahuan harus baik sesuai
dengan tuntutan filosofis seperti bagaimana sains harus bekerja atau dinyatakan
tidak rasional. Ilmu pengetahuan telah berkembang luar biasa, baik pengetahuan
kita maupun kemampuan kita untuk mengendalikan dunia. Disisi lain, argumen
filosofis sering memberi kita hal yang kecil yang tidak terbuka untuk tantangan
serius. Atas dasar intuisi tentang metode yang aman, filsuf sering menuntut bahwa
penelitian harus sesuai dengan standar yang ada dimana teori tertentu telah bertemu

21
atau bisa bertemu. Plato menuntut bahwa pengetahuan yang benar berasal dari
dunia dan Descartes menekankan bahwa pengetahuan yang benar terdiri dari ide-
ide yang jelas dan berbeda. Namun tidak ada hal-hal seperti dunia dari bentuk atau
ide-ide yang jelas dan berbeda. Kant berpikir bahwa geometri Euclid dan fisika
Newton adalah apriori yang benar. Namun para ahli fisika modem mengatakan
bahwa keduanya palsu atau bermasalah. Dan seterusnya. Falsifikasi disini
menyadari kelemahan dari argumen filosofis dibandingkan dengan penalaran sains.
Tapi catatan mereka dirusak oleh obsesi filosofis dengan kesempurnaannya yang
jelas dan ketepatan penalaran deduktif formal.
Pada abad kesembilan belas, John Stuart Mill dan lain-lain mengarahkan
upaya mereka untuk meningkatkan penalaran saintifik melalui studi strategi
argumentatif yang digunakan dalam penelitian sains tertentu. Dengan
perkembangan logika modem, proyek ini sebagian besar ditinggalkan demi sebuah
rekonstruksi logis apriori penalaran scientifik. Ide asli di balik upaya untuk
merekonstruksi penalaran scientific secara logis adalah bahwa kekuatannya akan
dijelaskan melalui sistem formal yang menyerupai penalaran deduktif dan
matematika formal. Namun, seperti yang kita lihat dalam penjelasan sebelumnya,
model formal dihasilkan, meskipun beberapa digunakan dalam memahami
penalaran scientifik dalam konteks tertentu, telah berubah menjadi cukup
menyesatkan ketika mereka diterapkan di berbagai kasus. Mereka juga telah
berubah menjadi sedikit digunakan dalam memperoleh pemahaman yang lebih
umum dari metode scientifik. Di sisi lain, Lakatos menyajikan akun yang lebih
dekat ke saintifik praktis dan yang berpotensi lebih berguna untuk para ilmuwan.
Dengan Lakatos kita menjadi kembali ke tradisi abad kesembilan belas yang kurang
tertarik untuk memproduksi rekonstruksi logis yang tepat dari metode scientifik
dibandingkan dalam memberi kita sebuah pemahaman kasar dari jenis penalaran
yang berguna dalam ilmu. Kita sekarang beralih ke catatan Mill untuk lebih
memantapkan pemahaman kita.
C. Perbaikan Induksi oleh Mill
Sejalan dengan Popper, Mill mengakui bahwa pandangan Descartes
mengenai permulaan tentang apa kebenaran dari kepastian membutuhkan
ketidakmungkinan. Berbeda dengan Popper, Mill berpikir bahwa penyelidikan

22
alam dengan mengasumsikan semua induksi enumerative dengan premis yang
benar membuktikan kesimpulan. Untuk memulainya, kita membutuhkan asumsi.
Metode untuk mencoba mengetes terkaan ilmiah tanpa menggunakan induksi akan
gagal menyediakan pembenaran untuk dipercayai. Asumsi awal ini membutuhkan
modifikasi substansial. Kita dengan cepat menyadari bahwa induksi enumerative
pada beberapa kasus menghasilkan generalisasi yang dipalsukan. Dan dapat
dikatakan bahwa premis pada induksi menyediakan sedikit dukungan pada
kesimpulan. Contohnya dugaan warna dari contoh spesies yang mewakili
keseluruhan spesies, premis ini setidaknya mendukung konklusi. Bagaimanapun,
dibeberapa kasus, induksi enumerative menghasilkan pernyataan yang tidak bisa
disalahkan dan memberi dukungan lebih pada konklusi seperti pada contoh
generalisasi struktur anatomi semua anggota spesies yang didatangkan dari induksi
enumerative jarang yang melebihi ciri-ciri yang ada sehingga disimpulkan induksi
menyediakan dukungan kuat pada kesimpulan.
Berdasarkan diskusi Mill tentang contoh, dia mengatakan bahwa pernyataan
semua angsa berwarna putih telah dikonfirmasi dengan hitungan beberapa kali,
walaupun jelas salah. Namun itu diketahui sebelum penemuan angsa hitam yang
terlihat tidak benar. Kita tahu bahwa generalisasi tentang warna angsa gagal
menjadi kebenaran universal karena dari kesalahan yang sering pada induksi
enumerative, bahwa warna variasi warna binatang berbeda di berbagai belahan
dunia. Mill menemukan diantara pernyataan tentang warna binatang dan pernyataan
tentang ciri-ciri utama struktur anatomi seperti kepala manusia tidak pernah tumbuh
dibawah bahu. Pernyataan ini lebih meyakinkan karena ciri-ciri utama struktur
anatomi anggota beberapa spesies diketahui sebagai invariant pada dasar induksi
enumerative dari berbagai jenis binatang.
Mill mengklaim bahwa setelah periode waktu, kita tiba pada kestabilan yang
wajar dan praktik induktif yang dibenarkan. Kami menggunakan pernyataan pada
generalisasi level tinggi seperti variabilitas warna atau invariansi pada ciri-ciri
utama struktur anatomi, untuk memutuskan induksi mana pada level generalisasi
lebih rendah yag dibenarkan dam seberapa besar dukungan yang mereka sediakan
untuk konklusinya. Pernyataan dengan level tinggi dibenarkan melalui keberhasilan
banyak induksi level rendah pada sebagian jenis benda seperti induksi yang

23
berhadapan dengan posisi kepada kucing, dll. Inferensi pada sebagian generalisasi
level tinggi didukung oleh keberhasilan generalisasi level tinggi.
1. Metode Mill
Diskusi Mill mengenai bagaimana memperbaiki induksi enumerative
menjadi latar belar belakang deskripsinya tentang metodologi yang lebih
elaborative yang lebih dekat dengan praktik nyata sainstis. Hasil dari
experiment yang berulang dan pengulangan dari penggunaan dan perbaikan
dari induksi enumerative mengarah kepada kesimpulan level tinggi tentang
dunia dan penyebab yang bekerja dalam domain investigasi. Pentingnya
konklusi level tinggi ini terlihat dari hampir seluruh kasus yang memiliki
penyebab. Mill juga berpikir bahwa hanya jenis penyebab tertentu yang dapat
bekerja dalam domain investigasi. Contohnya pola kedokteran telah sukses
mendukung teori kuman penyakit yang menyatakan bahwa semua penyakit
infeksi disebabkan oleh mokroorganisme. Mill mengklaim, sejumlah
generalisasi lain yang digunakan untuk membimbing praktik eksperimen,
seperti generalisisai dari beberapa faktor penyebab telah ditemukan. Dari dasar
semua pengetahuan dan observasi yang detail, kita dapat mempersempit
potensi peyebab suatu kasus secara eksperimen dengan posisi mengadaptasi
procedure yang mengeliminasi semua kandidat yang ada dan menghasilkan
satu kesimpulan.
Melihat seberapa baik catatan Mill sesuai dengan praktik ilmiah dari hari
ke hari, peneliti sering memulai dengan asumsi bahwa penyebab tertentu dapat
menghasilkan efek, kemudian mereka focus menggunakan asumsi untuk
menemukan dimana penyebab tersebut dan seperti apa itu. Asumsi ini
didukung oleh induksi enumerative sebelumnya. Berdasarkan asumsi dan
observasi ini, ahli biologi menyelidiki epideik flu dengan mempersempit
penyebabnya pada kemungkinan perantara penyebarannya dengan
menggunakan prosedur lanjutan, mereka menemukan penyebabnya adalah
virus yang spesifik.
Popper menolak catatan Mill dengan argumentasi bahwa jumlah
penyebab potensial itu tak berhungga, sehingga metode eliminasi tidak dapat
bekerja untuk menemukan intinya. Namun dia mengabaikan fakta bahwa

24
kebanyakan metode Mill diperuntukan pada penggunaan setelah induksi
enumerative menyediakan latar belakang bidang pengetahuan yang
mempersempit kemungkinan. Mill juga menyebutkan bahwa hipotesis yang
membuktikan kesalahan berperan penting namun dengan peran yang berbeda
dari epistemology Popper.
Dengan memunculkan aturan untuk alasan eliminative, Mill
menggunakan 3 asumsi. Pertama, fenimena yang diuji memiliki penyebab.
Kedua, daftar penyebab potensial yang diuji lengkap dan mendalam. Ketiga,
penyebab cukup dam dibutuhkan pada beberapa jenis fenomena. Mill
menyebutkan bahwa asumsi kedua dapat direvisi ketika muncul pengetahuan
dasar yang baru. Dan dia menyadari terkadang pluralitas penyebab fenomena
dimana beberapa jenis kejadian yang berbeda berujung pada satu fenomena.
Aturan pertama, metode kesepakatan: jika dua atau lebih contoh dari
fenomena memiliki satu keadaan yang sama, maka fenomena pertama adalah
penyebab (atau efek) dari fenomena kedua. Contoh. Jika 2 zat kristal hanya
memiliki kesamaan keadaan cairan sebelumnya dari semua penyebab potensial
kekristalan, maka keadaan cairan adalah penyebab dari kekristalan.
Aturan kedua, metode perbedaan: jika contoh fenomena yang muncul
dan contoh tersebut tidak memunculkan kesamaan di setiap keadaan kecuali
satu, maka kesamaan pada 2 hal yang berbeda ini adalah efek atau penyebab
atau bagian dari penyebab fenomena. Contoh jika pria X tiba-tiba mati, dan
kematiannya disebabkan oleh luka tembakan, maka dapat disimpulkan dengan
logis bahwa penyebab kematiannya disebabkan oleh luka tembak. Kita
membenarkan kesimpulan ini karena luka tembak adalah satu-satunya
penyebab potensial yang muncul pada pria X dan tidak muncul pada pria Y
yang tidak mati dan berada pada waktu yang sama dengan pria X.
Dua aturan Mill selanjutnya perpaduan metode kesepakatan dan
perbedaaan, serta metode residu sangat bervariasi pada 2 metode
sebelumnya, diskusi detail keduanya tidak dihadirkan disini.
Aturan kelima adalah metode variasi kecocokan: jika dua fenomena
bervariasi secara bersamaan, satu diantaranya adalah penyebab dari yang lain.

25
Contohnya variasi posisi bulan yang teratur dan memiliki kesebandingan pada
waktu dan lokasi pasang, maka posisi bulan adalah penyebab pasang surut ini.
Catatan Mill masuk akal ada pekerjaan saintis biasa. Dia tentu tidak bisa
menghilangkan kemungkinan kesalahan pada sains; asumsi dasar dimana
peneliti bekerja dengan kesalahan. Ketika inkuiri eliminative gagal
memunculkan hipotesis penyebab yang tetap tidak disangkal, Mill mengatakan
bahwa kita harus kembali pada asumsi dasar dan mempertimbangkan
kelogisannya. Dia menganggap bahwa sains telah terbukti sangat sukses pada
penggunaan metode ini, dan bukti ini menjadi usaha pembuktian induksi
enumerative yang dia klaim kita telah mencapai daftar penyebab potensial. Ide
ini kiranya mengembalikan kita pada asumsi yang menjadi lebih sedikit seiring
berjalannya waktu dan menguatkan kasus untuk meyakinkan bahwa kita tahu
ketika kita menjamin menggunakan asumsi yang dibenarkan oleh induksi
enumerative.
2. Diskusi Kritis Terhadap Pandangan Mill
Dua keberatan pada catatan Mill adalah:
1. Dia tidak membuat logika yang cukup pada penemuan
2. Dia menghadirkan logika yang tidak cukup tentang kebenaran karena dia
menekankan pada induksi enumerative.
Logika penemuan adalah metode dimana kita dapat menemukan generalisasi
ilmiah atau hukum dari dasar pengalaman. Logika kebenaran adalah metode
dimana kita dapat membenarkan generalisasi ilmiah atau hukum dari dasar
pengalaman.
Nyatanya, Mill pasti salah ketika membicarakan bahwa kita
memaksakan observasi yang relevan dengan induksi enumerative. Kadang-
kadang membimbing kita untuk memusatkan perhatian pada sifat spesifik
objek. Di sisi lain, tidak ada kejelasan bahwa terkadang sesuatu yang
dielaborasikan membutuhkan ciri-ciri spesifik objek. Dengan memberikan
perthatian pada detail tertentu, kita dapat memformulasikan generalisasi dari
induksi enumerative speerti pada struktur anatomi. Alternative lainnya, ketika
memiliki terkaan pada hipotesis tertentu, kita dapat memberanrkan mereka
dengan induksi enumerative. Mill juga memperbolehkan hipotesis yang tidak

26
datang darai induksi enumerative, walaupun dia berpikir bahwa mereka butuh
dibenarkan dengan induksi enumerative. Selanjutnya, jangkauan teori dalam
suatu ilmu yang diterima dengan luas, area untuk melihat penyebab mungkin
sempit tergambarkan. Ini yang menjelaskan mengapa saintis bekerja mandiri
dalam bagian yang berbeda di dunia sering muncul dengan kesamaan
penjelasan penyebab. Mill mengklaim bahwa beberapa urutan logika
penemuan dalam sains berhubungan dengan apa yang terjadi pada beberapa
bidang penelitian seperti pada penyakit menular.
Setidaknya ada dua urutan kasus yang diperlihatkan dalam catatan Mill.
Pertama kasus dimana hanya beberapa program penelitian yang didirikan
dengan baik yang relevan. Contohnya, penyakit dapat disebabkan oleh
sebagian bakteri, atau sebagian virus, dan kita mengetahui banyak hal tentang
bakteri dan virus, dan kita dapat membuat eksperimen yang menunjukkan
fenomena yang disebabkan oleh satu faktor atau yang lainnya dengan
menggunakan metode Mill.
Urutan kedua adalah kasus dimana penjelasan yang sukses digunakan
dalam kasus spesifik diterapkan dengan kepercayaan yang semakin besar
terhadap kasus lain. Contohnya adalah perkembangan dan pengesahan teori
umum kuman pada penyakit menular dari teori spesifik yang berurusan dengan
beberapa penyakit tanaman. Teori kuman menjadi alat praktis yang
berhubungan dengan semua pengetahuan pelengkap yang menetapkan
bagaimana dan dimana kuman menyebabkan penyakit menular pada beberapa
bagian tubuh yang ditemukan. Kedua teori dan pengetahuan pelengkap
dibenarkan melalui keberhasilan sebelumnya.
Ketika kemballi pada pemecahan level dasar, catatan Mill ini sedikit
memuaskan. Pengetahuan dasar dapat berguna dalam menguasai berbagai
alternative, tetapi tidak menyediakan saintis dengan kumpulan altenatif aktif
yang menggambarkan kejelasan atau mengindikasikan dimana penyebab
ditemukan. Mempertimbangkan hipotesis Wegener mengenai pergerakan
lempeng benua dimana semua jangkauan dari fakta dan ciri-ciri geologi yang
penting mengenai biogeografi dijelaskan dengan meberikan postulat bahwa
lempeng benua bergerak dengan sangat lambat seperti mengapung. Ini

27
merupakan terkaan yang berani dibandingkan alternative yang dibimbing oleh
pengetahuan yang ada atau teori yang datang pada kebenaran melalui induksi
enumerative. Tes yang paling logis untuk hipotesis ini adalah dengan melihat
satu yang dapat mengejutkan prediksi dari fakta baru dengan menambahkan
asumsi pelengkap padanya. Ketika saintis setuju dengan teori, mereka
mengubahnya ke dalam program penelitian dan berdasarkan pada beberapa
kesimpulan dari penjelasan terbaik untuk mengkonfirmasikan mereka. Mill
sadar dengan pandangan bahwa saintis terkadang bekerja dengan membuat
terkaan dan menguji mereka, namun dia salah dalam menolak kesimpulan dari
penjelasan terbaik untuk alasan yang tidak dapat digali.
Catatan Mill perlu diperluas untuk menyediakan terkaan dan
kesimpulan pada penjelasan terbaik dalam argument yang sah. Sebagai poin
penting bahwa inferensi dari penjelasan terbaik perlahan-lahan diperbaiki
dengan cara yang sama seperti yang Mill sarankan bahwa induksi enumerative
sederhana dapat diperbaiki.
Teori koherensi kebenaran Mill memperlihatkan bagaimana kita
mendapatkan kebenaran dan praktik induktif yang sukses jika kita mulai
dengan mengasumsikan bahwa semua penalaran induktif dari sebagian daftar
membuktikan kesimpulannya dari premis yang benar dan memodifikasi asumsi
tersebut pada apa yang kita pelajari. Pandangan Lakato bahwa prinsip induktif
yang dibutuhkan dalam sains harus tetap terkaan metafisika yang tidak dapat
diuji juga terlalu pesimistis. Mill menunjukkan bagaimana kita menggunakan
induksi enumerated dan metode eliminasi untuk membuat dan membenarkan
hipotesis. Bagaimanapun catatan Mill tidak menawarkan logika yang masuk
akal pada penemuan ataupun pembenaran dalam kasus program riset yang
revolusioner.
Dengan mengambil pandangan Mill terhadap Lakato dan
kemungkinannya, kita dapat memformulasikan catatan logis dari metode
ilmiah. Membuat terkaan, mencoba untuk membuktikan kesalahannya dan
memodifikasinya dengan cara yang tidak melulu khusus adalah prosedur
penting dalam membuat pemecahan yang revolusioner. Namun, berbeda
dengan Popper, ini tidak berarti bahwa induksi enumerative tidak memainkan

28
bagian dalam pemecahan. Teori kuman dalam penyakit menular, terlihat
perlahan-lahan berkembang menjadi teori umum penyakit dengan ekstrapolasi
dari kasus mikroorganisme terlihat sebagai faktor penyebab yang logis.
Selanjutnya, saat Lakato menegaskan kegunaan pengujian program penelitian
dengan mempertimbangkan perbandingan kebaikan pada program penelitian
saingan, dan tidak melawan fakta yang menyangkal pada keberadaan
ketidakbergantungan di teori saingan. Bagaimanapun, program penelitian juga
butuh untuk diuji untuk melihat apakah mereka benar dan kadang satu-satunya
cara untuk mengetes mereka adalah melihat apakah prediksinya dalam
jangkauan fakta baru yang benar. Penaksir menekankan konfirmasi pada fakta
menunjukkan teori kemungkinan mendekati kebenaran, walaupun tidak ada
catatan akurat untuk menunjukkannya. Penaksir dan Lakatos tidak memberikan
pada kita pandangan tentang apa yang terjadi ketika program penelitian tunggal
yang dikembangkan dengan baik menjadi satu-satunya program yang terus
berjalan dalam bidang tersebut.

REFERENSI
Couvalis, G. (1997). The Philosophy of Science - Science and Objectivity. London:
Sage Publication, 62 86.

29

Anda mungkin juga menyukai