Anda di halaman 1dari 2

Nama : Erik Feril

NIM : 17/PHK/417998/09890

Kelas : B 2017

TUGAS HUKUM JAMINAN

Soal :

Dapatkah pemberi hak tanggungan menjanjikan untuk menyerahkan pemeliharaan obyek hak
tanggungan kepada pemegang hak tanggungan ? apakah konsekuensi dari hal tersebut ?

Jawaban :

Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) huruf (c) undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah, pemberi hak tanggungan dapat menjanjikan untuk menyerahkan
pemeliharaan obyek hak tanggungan kepada pemegang hak tanggungan, akan tetapi harus
dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri agar janji tersebut dapat ditambahkan dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan juga pengelolaan obyek hak tanggungan oleh
pemegang hak tanggungan dapat dilakukan apabila Debitor sungguh-sungguh cidera janji.
Berdasarkan kasus tersebut, perjanjian APHT antara Mr. Johni dan Pak Ngadimin telah
melanggar pasal 11 ayat (2) huruf (c) undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah, karena perjanjian untuk mengelola obyek hak tanggungan langsung
dimasukan dalam APHT tanpa adanya penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri dan Mr.
Johni langsung mengelola obyek hak tanggungan setelah APHT selesai dibuat tanpa adanya
cidera janji oleh debitor terlebih dahulu. Perjanjian tersebut juga telah batal demi hukum
karena tidak terpenuhinya syarat obyektif dari syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320
KUH Perdata) yaitu suatu sebab yang halal karena menyangkut pemindahan hak atas tanah
oleh WNA secara tidak langsung yang dilarang dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yang berbunyi
Setiap jual beli, pertukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung maupun tidak langsung memindahkan hak
milik pada warga negara asing, kepada seseorang warga negara yang disamping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada badan
hukum, kecuali yang ditetapkan Pemerintah dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA, adalah batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara dengan ketentuan bahwa pihak-pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima pemilik
tanah tidak dapat dituntut kembali. Bila dipahami lebih lanjut, perjanjian tersebut juga
bertentangan dengan asas itikad baik dalam membuat suatu perjanjian. keinginan pihak WNA
untuk dapat memiliki tanah di Indonesia dengan menghalalkan segala cara sudah merupakan
itikad tidak baik, lalu merekayasa hukum yang ada agar dapat memiliki dan menguasai tanah
di Indonesia juga melanggar Pasal 1335 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian yang dibuat dengan causa palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum.
perjanjian yang dibuat antara Mr. Johni dan Pak Ngadimin didasarkan pada causa yang palsu,
yakni perjanjian yang dibuat dengan pura-pura serta menyembunyikan causa yang
sebenarnya tidak diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai