Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS

ACARA VI
UJI SKORING

Penanggung jawab:
Muthmainnah (A1M012025)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, penggunaan kemampuan indera manusia dalam dunia
industri dan usaha telah meluas. Masyarakat luas baik sebagai konsumen
ataupun sebagai manusia sosial juga sudah biasa menggunakan kemampuan
indera manusia untuk menilai benda-benda kebutuhan sehari-hari atau untuk
apresiasi lingkungan. Dalam dunia industri dan ilmu pengetahuan,
kemampuan indera manusia untuk menilai atau apresiasi disebut penilaian
organoleptik.
Evaluasi sensori atau penilaian organoleptik adalah ilmu pengetahuan
yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan,
aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu
produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur.
Oleh karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka
uji organoleptik yang menggunakan panelis (pencicip yang telah terlatih)
dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam menilai
mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya simpannya atau dengan
kata lain untuk menentukan tanggal kadaluwarsa makanan. Pendekatan
dengan penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya.
Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu
komoditi hasil pertanian atau makanan. Beberapa perusahaan yang
menghasilkan komoditas langka atau sangat spesial, misalnya minuman
anggur, keju istimewa, teh, kopi dan bir masih menggantungkan penilaian
mutunya pada penilaian dengan indera. Penilaian organoleptik mempunyai
macam-macam cara dan penerapannya. Untuk industri pangan, perbaikan dan
pengawasan mutu serta pemilihan formula produk yang terbaik dapat
menunjang aspek pemasaran suatu industri sehingga seringkali dilakukan
pengujian skoring. Uji ini biasanya memberikan nilai secara kuantitatif dengan
skoring (angka) yang sudah disepakati sebelumnya. Selain bertujuan untuk
quality control, pengujian ini juga dilakukan kepada konsumen secara
langsung agar pihak industri mengetahui produk mana yang lebih disukai dan
diterima oleh konsumen.
Dalam praktikum kali ini penilaian organoleptik dilakukan dengan
metode skoring. Pengujian ini dilakukan pada tiga merk biskuit yang beredar
di pasaran dengan mempertimbangkan atribut mutu seperti tekstur dan rasa.

B. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk memberikan skor
terhadap atribut mutu produk pangan (tekstur dan rasa).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang


menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan
flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali
dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada
akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang
menggunakan panelis (pencicip yang telah terlatih) dianggap yang paling peka
dan karenanya sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan
untuk mengukur daya simpannya atau dengan kata lain untuk menentukan tanggal
kadaluwarsa makanan. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap paling
praktis lebih murah biayanya. (Ebook., 2006)
Uji organoleptik merupakan hasil reaksi fisikologik berupa tanggapan atau
kesan mutu oleh sekelompok orang yang disebut dengan panelis. Panelis adalah
sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan
kesan subyektif. Soekarto (1985) dalam Suradi K (2007) mengelompokan panelis
ke dalam enam kelompok, yaitu : panelis pencicipan perorangan, panelis
pencicipan terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih dan, panelis konsumen.
Pengujian bahan pangan menggunakan panelis agak terlatih sering
dilakukan, karena tidak memerlukan panelis yang memiliki kepekaan yang tinggi,
tetapi hanya memerlukan latihan yang tidak intensif, dan dapat menggunakan
mahasiswa. Sebagaimana pernyataan Soekarto (1985), bahwa panelis agak terlatih
adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti sebanyak 15 sampai 25 orang
yang mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai melalui penjelasan
atau latihan sekedarnya. Kelemahan dari panelis ini adanya kemungkinan
beberapa anggota yang kurang sensitif, sehingga penilaiannya jauh berbeda
dengan sebagian besar panelis lainnya, maka untuk memperkecil subyektifitas
penilaian, data dari panelis tersebut tidak diikut sertakan dalam analisis
selanjutnya. (Suradi K., 2007)
Mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar
dalam penilaian mutu produk pangan, baik sebagai bahan pangan hasil pertanian,
bahan mentah industri maupun produk pangan olahan. Meskipun dengan uji-uji
fisik dan kimia serta uji gizi dapat menunjukkan suatu produk pangan bermutu
tinggi, namun akan tidak ada artinya jika produk pangan itu tidak dapat dimakan
karena tidak enak atau sifat organoleptik lainnya tidak membangkitkan selera.
Jadi bagi komoditas pangan pengujian organoleptik merupakan suatu keharusan.
(Soekarto, 1990) dalam (Rakhmah Y., 2012)
Menurut Susiwi (2009), melalui pengujian sensoris dapat diperoleh
informasi yang berguna untuk memperbaiki produk, memelihara kualitet,
mengembangkan produk baru serta analisis pasar. Pengujian sensoris pada
perusahaan banyak dipergunakan untuk tujuan pengembangan produk baru,
reformulasi produk, pengawasan kompetisi dengan produk merk lain, pengawasan
mutu, pengawasan stabilitas produk selama penyimpanan, pengawasan pendapat
serta kesenangan konsumen atas suatu produk. Pengujian tersebut menuntut
metode pengujian yang berbeda dan macam penguji yang berbeda pula sehingga
diperoleh hasil sesuai dengan tujuan dari pengujiannya.
Untuk mengetahui sifat-sifat sensoris yang ada pada suatu makanan perlu
dilakukan suatu pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik mempunyai
bermacam-macam cara. Ada beberapa macam tipe uji pembedaan yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Uji berpasangan
2. Uji triangle (Triangle taste panel)
3. Dilution test
4. Uji ranking
5. Skoring
6. Uji deskriptif
Pada bidang industri pangan, perbaikan produk maupun pemilihan produk
terbaik merupakan salah satu alternatif penunjang pemasaran. Keinginan
konsumen yang selalu menghendaki produk dengan mutu yang terbaik harus
dapat dipenuhi. Dalam hal tersebut uji skoring dapat diterapkan untuk mengukur
dan membandingkan produk-produk sejenis dengan memberikan penilaian atau
skor (Setyaningsih dkk., 2010).
Uji skoring artinya pemberian skor untuk atribut yang dinilai menurut
kesan mutu atau intensitas karakteristik sensoriknya, menurut skala numeric yang
telah disediakan untuk masing-masing deskripsinya (Raharjo,1988). Dalam hal ini
diperlukan panelis yang benar-benar mengerti atribut mutu yang diminta,
misalnya panelis terpilih dan panelis terlatih (Aini, 2012).
Menurut Susiwi (2009), uji skoring merupakan salah satu metode
pengujian organoleptik dalam evaluasi sensori. Pengujian tersebut merupakan tim
kerjasama yang diorganisasi secara rapi dan disiplin serta dalam suasana
antusiasme dan kesungguhan tetapi santai. Hal ini perlu agar data penilaian dapat
diandalkan., berikut ini hal-hal yang penting dalam pelaksanaan pengujian
organoleptik :
a. Organisasi pengujian
Ada empat unsur penting yang bersangkutan dalam pelaksanaan pengujian
organoleptik, yaitu : pengelola pengujian (disebut penguji), panel, sampel
(bahan yang dinilai), dan seperangkat sarana dan prasarana pengujian.
b. Komunikasi Penguji dan Panelis
Keandalan hasil penilaian atau kesan sangat tergantung pada ketepatan
komunikasi antara pengelola uji dengan panelis. Informasi yang diberikan
secukupnya namun tidak kurang sehingga dapat dipahami panelis.
Informasi juga tidak berlebih supaya tidak bias. Ada tiga tingkat
komunikasi antara penguji dan panelis. Pertama, penjelasan umum tentang
pengertian praktis, kegunaan, kepentingan, peranan, dan tugas panelis. Hal
ini diberikan dalam bentuk ceramah atau diskusi. Kedua, penjelasan
khusus yang disesuaikan dengan jenis komoditi tertentu, cara pengujian,
dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini dapat diberikan secara lisan maupun
tulisan menjelang pelaksanaan. Ketiga, komunikasi instruksi yang berisi
pemberian tugas kepada panelis untuk menyatakan kesan sensorik tiap
melakukan pencicipan. Instruksi harus jelas agar mudah dipahami, singkat
agar cepat ditangkap artinya. Instruksi dapat diberikan secara lisan segera
sebelum masuk bilik pencicip, atau secara tulisan dicetak dalam format
pertanyaan. Format pertanyaan (questioner) : harus memuat unsur-unsur
format yang terdiri dari informasi, instruksi dan responsi. Format
pertanyaan harus disusun secara jelas, singkat dan rapi.

Uji skoring termasuk dalam jenis uji skalar dalam evaluasi sensori. Pada
uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran
ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala
numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah
dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan
degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih
sampai hitam). Sedangkan dalam skala numerik dinyatakan dengan angka yang
menunjukkan skor dari atribut mutu yang diuji. Dengan demikian uji skoring
merupakan jenis pengujian skalar yang dinyatakan dalam skala numerik (Susiwi,
2009). Menurut Stone dan Joel (2004), uji skoring juga dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa produk sejenis dengan
memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari suatu produk.
Tiap skor yang diberikan oleh panelis dalam pengujian skoring
melambangkan tingkat nilai. Nilai dalam uji skoring mempunyai analogi dengan
nilai ujian, tiap angka melambangkan atau menyatakan tingkat mutu. Menurut
Aini, dkk (2012), respon uji skoring berupa angka yang langsung merupakan data
kuantitatif. Data tersebut kemudian ditabulasi dalam bentuk matriks respon. Data
respon ini dapat dianalisa sidik ragam dengan contoh sebagai perlakuan dan
panelis sebagai blok.
Menurut Kartika, dkk (1988), pembuatan skala sistem skoring perlu
memperhatikan beberapa hal antara lain:
1. Bila yang dinilai beberapa hal yang lebih dari satu sifat, urutan sifat
yang dinilai kenampakannya, bau setelah itu baru rasa atau yang
dicicipi.
2. Skala tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, diperkirakan dapat
memberi gambaran sifat yang dinilai dan reproducible.
3. Ada kesamaan pengertian antar panelis atau perbedaan antar panelis
sesedikit mungkin, misalnya dengan membandingkan dengan standar
atau suatu kesepakatan.
4. Untuk keperluan pengendalian, dapat dipergunakan istilah baik atau
tidak baik. Bila digunakan standar, bisa dipergunakan istilah lebih dari
standar atau kurang dari standar.
5. Skala nilai dapat dibuat terstruktur atau tidak terstruktur.
6. Bentuk skala yang umum digunakan sama dengan skala hedonic, yakni
skala grafik, skala verbal, skala numeric dan skala standar.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat :
Tempat sampel/piring kertas
Label
Alat tulis
Kartu evaluasi
Plastik kemasan sampel
Bahan :
Biskuit dengan 3 merk berbeda (Khong Guan, Milk Marrie, Roma)
Air minum
B. Prosedur Kerja (diagram alir)

Alat dan bahan disiapkan

Masing-masing sampel diberi kode dengan tiga angka


yang berbeda

Sampel diujikan oleh panelis, pasangan sampel disajikan


bersamaan, panelis diminta menilai sampel sesuai skor

Dianalisis datanya dengan anova.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Data Pengamatan
Tekstur (kerenyahan)
Tekstur (Kerenyahan)
No. Panelis Jumlah
441 151 171
1. Riri 3 4 2 9
2. Fika 5 4 3 12
3. Gilang 4 4 5 13
4. Aulia 4 3 2 9
5. Choi 4 5 3 12
6. Nae 2 5 3 10
7. Ikhwan 4 5 3 12
8. Ojan 4 5 4 13
9. Fitri 4 4 3 11
10. Prima 4 4 3 11
11. Fadila 5 5 3 13
12. Viara 4 5 3 12
13. Riris 4 4 4 12
14. Mia 4 4 2 10
15. Hafidz 4 4 3 11
16. Bian 4 3 2 9
17. Dina 5 5 3 13
18. Arriddha 4 5 4 13
19. Tiffany 4 4 3 11
20. Ida 3 2 4 9
Total 79 84 62 225
Rata-rata 3,95 4,2 3,1 11,25
Tabel 1. Uji hasil skoring mengenai tekstur (kerenyahan)

Keterangan :
441 = Biskuit merk Khong Guan
151 = Biskuit merk Milk Marie
171 = Biskuit Roma
Parameter 1 = tidak renyah
2 = agak renyah
3 = sedikit renyah
4 = renyah
5 = sangat renyah
Rasa
Rasa
No. Panelis Jumlah
441 151 171
1. Riri 2 5 4 11
2. Fika 4 4 4 12
3. Gilang 5 5 4 14
4. Aulia 3 3 2 8
5. Choi 4 4 3 11
6. Nae 4 3 2 9
7. Ikhwan 4 5 3 12
8. Ojan 5 5 5 15
9. Fitri 4 4 3 11
10. Prima 4 4 2 10
11. Fadila 5 2 5 12
12. Viara 2 4 4 10
13. Riris 4 4 3 11
14. Mia 4 4 2 10
15. Hafidz 5 4 5 14
16. Bian 2 3 4 9
17. Dina 4 3 1 8
18. Arriddha 4 5 4 13
19. Tiffany 5 5 3 13
20. Ida 3 2 3 8
Total 77 78 66 221
Rata-rata 3,85 3,9 3,3 11,05
Tabel 2. Uji hasil skoring mengenai rasa
Keterangan :
441 = Biskuit merk Khong Guan
151 = Biskuit merk Milk Marie
171 = Biskuit Roma
Parameter 1 = tidak enak
2 = agak enak
3 = sedikit enak
4 = enak
5 = sangat enak
2. Perhitungan
Analisis data skoring tekstur (kerenyahan)
(total)2
a. FK = panelis x sampel

2252
= 20 x 3
50625
= 60

= 843,75
1 2 + 2 2 + 3 2
b. JK sampel = FK
panelis

792 + 842 + 622


= 843,7
20
17141
= 843,75
20

= 857,05 843,75
= 13,3
1 2 + 2 2 + 3 2 ++ 20 2
c. JK panelis = FK
sampel
92 + 122 +132 ++ 92
= 843,75
3
2573
= 843,75
3

= 857,67 843,75
= 13,92
d. JK total = (1 2 + 2 2 + 3 2 + + 60 2 ) FK
= (32 + 52 + 42 + + 42 ) 843,75
= 891 843,75
= 47,25
e. JK galat = JK total JK sampel JK panelis
= 47,25 13,3 13,92
= 20,03
f. Tabel ANOVA
Sumber F
db JK KT Fhitung
Keragaman 5% 1%
Sampel 2 13,3 6,65 12,62 3,25 5,21
Panelis 19 13,92 0,73 1,385
Galat 38 20,03 0,527
Total 59 47,25

Setelah menganalisis data, dihasilkan kesimpulan bahwa nilai


F hitung > F tabel 5% dan 1% yaitu 12,62 > 3,25 dan 5,21 sehingga
ada perbedaan yang signifikan skor aroma terhadap ketiga merk
biskuit kelapa. Oleh karena itu, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut
LSD (Latin Square Design).
2
LSD = t 2 , db galat x

2 0,527
= 1,960 x 20

= 0,449
Dimisalkan A = kode 441 (Biskuit merk Khong Guan)
B = kode 151 (Biskuit merk Milk Marie)
C = kode 171 (Biskuit Roma)
Dari data praktikum didapatkan nilai rata-rata skor tekstur untuk
masing-masing sampel berturut-turut yaitu A = 3,95, B = 4,2 dan C =
3,1 sehingga B > A > C. Kemudian ketiga sampel dibandingkan
dengan nilai LSD.
B A = 0,25 maka nilai (B A) < nilai kritis LSD sehingga
tidak ada perbedaan yang signifikan/nyata dari atribut tekstur
kode B (Biskuit merk Milk Marie) dan kode A (Biskuit
merk Khong Guan)
B C = 1,1 maka nilai (B C) > nilai kritis LSD sehingga ada
perbedaan yang signifikan/nyata dari atribut rasa kode B
(Biskuit merk Milk Marie) dan kode C (Biskuit merk
Roma)
A C = 0,85 maka nilai (A C) > nilai kritis LSD sehingga
tidak ada perbedaan yang signifikan/nyata dari atribut rasa
kode A (Biskuit merk Khong Guan) dan kode C (Biskuit
merk Roma).

Analisis data skoring rasa


(total)2
a. FK = panelis x sampel

2212
= 20 x 3
8841
= 60

= 814,0167
1 2 + 2 2 + 3 2
b. JK sampel = FK
panelis

772 + 782 + 662


= 814,0167
20
16369
= 814,0167
20
= 818,45 814,0167
= 4,433
1 2 + 2 2 + 3 2 ++ 20 2
c. JK panelis = FK
sampel

112 + 122 +142 ++ 82


= 814,0167
3
2525
= 814,0167
3

= 841,67 814,0167
= 27,649
d. JK total = (1 2 + 2 2 + 3 2 + + 60 2 ) FK
= (32 + 52 + 42 + + 42 ) 814,0167
= 879 814,0167
= 64,9833
e. JK galat = JK total JK sampel JK panelis
= 64,9833 4,433 27,649
= 32,9013
f. Tabel ANOVA
Sumber F
Db JK KT Fhitung
Keragaman 5% 1%
Sampel 2 4,433 2,2165 2,56 3,25 5,21
Panelis 19 27,649 1,455 1,6805
Galat 38 32,9013 0,8658
Total 59 64,9833

Setelah menganalisis data, didapatkan kesimpulan bahwa nilai


F hitung < F tabel 5% dan 1% yaitu 2,56 < 3,25 dan 5,21 sehingga
tidak ada perbedaan skor rasa yang signifikan terhadap ketiga merk
biskuit kelapa.
B. Pembahasan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa dunia perdagangan sekarang
ini memiliki persaingan yang cukup ketat. Terbukti dari beredarnya jenis
produk yang sama di pasaran namun diproduksi oleh produsen/industri
yang berbeda misalnya saja produk biskuit kelapa. Sebagai konsumen,
sah-sah saja memilih produk yang terbaik. Oleh karena itu perlulah
dilakukan penilaian konsumen terhadap produk-produk yang sejenis tetapi
mungkin dari segi atribut sensoris memiliki nilai yang berbeda. Salah satu
cara pengujian yang dapat dilakukan adalah uji skoring.
Setelah dilakukan praktikum mata kuliah Evaluasi Sensori di
Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman, didapatkan data hasil pengamatan seperti di atas untuk acara
uji skoring. Dalam praktikum uji skoring kali ini sampel yang digunakan
adalah 3 jenis biskuit merk yang berbeda yaitu Khong Guan, Milk Marie
dan Roma.
Secara umum menurut Kartika dkk. (1988) uji skoring merupakan
uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai
atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk
menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan,
kekerasan, warna. Selain itu juga digunakan untuk mencari korelsi
pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif
(presisi alat).
Pada praktikum kali ini atribut sensoris yang diuji adalah tekstur
dan rasa pada 3 jenis biskuit kelapa dengan merk berbeda yang beredar di
pasaran. Pemberian skor berdasarkan nilai dari skala 1 5 dimana skor 1
menunjukkan nilai yang sangat jelek dan skor 5 menunjukkan nilai yang
paling baik. Berikut ini adalah skor 1-5 yang jelas terperinci.
1 = tidak (renyah/enak)
2 = kurang (renyah/enak)
3 = agak (renyah/enak)
4 = renyah/enak
5 = sangat (renyah/enak)
Pengujian dilakukan oleh 20 panelis semi terlatih dimana panelis
tersebut secara spontan bersedia menjadi panelis setelah diberi penjelasan
singkat terkait dengan pengujian. 20 panelis tersebut adalah mahasiswa
kelas A mata kuliah Evaluasi Sensori yang diambil secara acak. Dalam
pengujian, air putih juga disediakan agar tidak terjadi bias pada saat
dilakukannya pengujian. Setelah panelis memberikan skor/nilai pada
masing-masing sampel, data yang dihasilkan kemudian direkap. Rekapan
data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam/ tabel
ANOVA untuk mengetahui apakah ketiga sampel memiliki perbedaan
yang nyata atau tidak dilihat dari atribut tekstur dan rasa. Kemudian dari
analisis sidik ragam tersebut dapat diketahui bahwa ketiga biskuit tersebut
memiliki perbedaan atribut sensoris (tekstur dan rasa) atau tidak. Berikut
ini adalah penjelasan lebih detail mengenai ada/tidaknya perbedaan atribut
sensori seperti tekstur dan rasa pada 3 merk biskuit sampel yang diujikan.

a. Tekstur (Kerenyahan) Biskuit


Tekstur merupakan salah satu atribut sensoris yang menilai produk
dari sisi kemudahan untuk digigit, dikunyah dan bunya kres yang
dihasilkan. Dalam praktikum kali ini skoring dilakukan untuk sifat
organoleptik berupa atribut tekstur. Setelah skor 1-5 diberikan oleh 20
panelis, data yang didapat kemudian direkap ulang dan dihitung dengan
menggunakan analisis sidik ragam/ tabel ANOVA. Berdasarkan
perhitungan didapatkan nilai F hitung sebesar 12,62. Jika dibandingkan
dengan F tabel 5% dan 1% dengan masing-masing nilainya sebesar 3,25
dan 5,21 maka nilai F hitung lebih besar dari F tabel. Nilai ini
menunjukkan bahwa ada perbedaaan skor yang nyata/signifikan untuk
atribut tekstur dari ketiga merk biskuit yang diujikan. Adanya perbedaan
yang nyata ini memerlukan pengujian lanjutan berupa Uji LSD (Latin
Square Design).
Uji LSD adalah salah satu uji banding ganda dengan jalur galat
baku rerata deviasi. Uji ini biasanya bertujuan untuk mengetahui
perbedaan suatu atribut sensori antar sampel (dua sampel). Pada
perhitungan praktikum kali ini perlu diadakannya analisis lanjutan berupa
uji LSD ini karena perlu diketahui perbandingan nilai pada atribut tekstur
antara biskuit merk Milk Marie dan Khong Guan, Milk Marie dan Roma
serta Roma dan Khong Guan. Selain untuk alasan tersebut, hal ini juga
dilakukan karena setelah dianalisis sidik ragam hanya diketahui adanya
perbedaan yang signifikan/nyata atribut tekstur antara ketiga merk biskuit
tersebut namun tidak ada spesifikasi mana yang lebih baik dan lebih
berbeda.
Setelah dilakukan uji lanjutan berupa uji LSD dengan rumus di atas,
dihasilkan nilai LSD sebesar 0,449. Nilai kritis LSD ini kemudian
dibandingkan dengan selisih skor sampel yang dihitung berpasangan
(selisish 2 sampel). Masing-masing hasilnya dapat menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan skor antar sampel. Sebelum melakukan perhitungan,
ketiga merk biskuit dimisalkan terlebih dahulu menggunakan kode. A
untuk biskuit merk Khong Guan dengan rata-rata skor tekstur bernilai
3,95, B untuk biskuit merk Milk Marie dengan rata-rata skor tekstur
bernilai 4,2 dan C untuk biskuit merk Roma dengan rata-rata skor tekstur
bernilai 3,1 . Kemudian barulah dipasang-pasangkan dan dicari selisihnya
serta dibandingkan dengan nilai kritis LSD.
Perbandingan sampel yang pertama antara sampel A dan B
dihasilkan selisih sebesar 0,25 dan jika dibandingkan dengan nilai kritis
LSD (0,449) maka hasilnya akan lebih kecil sehingga tidak ada perbedaan
yang nyata atribut tekstur pada biskuit merk Khong Guan dan Milk Marie.
Namun semakin tinggi skor rata-rata yang dihasilkan maka menunjukkan
semakin renyah produk yang dihasilkan.
Untuk perbandingan yang kedua antara sampel B dan C dihasilkan
selisih nilai sebesar 1,1 dan jika dibandingkan dengan nilai kritis LSD
(0,449) maka hasilnya akan lebih besar sehingga ada perbedaan yang
nyata atribut tekstur pada biskuit merk Milk Marie dan Roma. Sehingga
tekstur biskuit Milk Marie lebih baik (renyah) dibandingkan dengan
biskuit Roma. Sedangkan untuk perbandingan yang ketiga antara sampel
A dan C dihasilkan selisih nilai sebesar 0,85 dan jika dibandingkan dengan
nilai kritis LSD (0,449) maka hasilnya akan lebih besar sehingga ada
perbedaan yang nyata atribut tekstur pada biskuit merk Khong Guan dan
Roma. Sehingga tekstur biskuit Khong Guan lebih baik (renyah)
dibandingkan dengan biskuit Roma.

b. Rasa Biskuit
Bahan pangan umumnya merupakan gabungan dari berbagai
macam rasa secara terpadu sehinga menimbulkan cita rasa yang utuh. Sel
penerima rasa terletak pada papila fungiform dan berada di bagian ujung
dan tengah belakang lidah. Pada seluruh papila tersebut terdapat kuncup
rasa dimana bila terangsang akan meneruskan rangsangan tersebut ke otak.
Kepekaan indera seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya
pencicipan paling peka pada pagi hari (pukul 9 10). Padahal pengujian
dilaksanakan pada siang hari sehingga hal ini akan mempengaruhi
kepekaan indera panelis.
Penelis mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda maka
rangsangan rasa belum tentu dapat diukur sacara seragam oleh semua
panelis. Adanya perlakuan berkumur dengan air putih dapat menurunkan
respon terhadap rasa. Walaupun begitu berkumur diperlukan agar rasa dari
sampel yang satu tidak terjadi bias atau dipengaruhi oleh rasa dari sampel
yang lain. Status metabolisme badan juga mempengaruhi kepekaan dan
keinginan terhadap suatu makanan, padahal dalam praktikum ini tidak
diketahui catatan kesehatan panelis.
Setalah dilakukannya pengujian, 20 panelis memberikan skor
untuk masing-masing merk biskuit kemudian direkap datanya dan
dianalisis menggunakan tabel anova. Dalam praktikum kali ini dihasilkan
F hitung atribut rasa sebesar 2,56. Jika dibandingkan dengan F tabel 5%
dan 1% yang berturut-turut bernilai 3,25 dan 5,21 maka didapatkan hasil
bahwa rasa dari ketiga merk biskuit yang diujikan tidak terdapat perbedaan
skor yang nyata/signifikan. Walaupun masing-masing skor rata-rata
panelis memberikan angka yang berbeda berturut turut 3,85; 3,9; dan 3,3
untuk biskuit merk Khong Guan, Milk Marie dan Roma. Namun setelah
dianalisis sidik ragam, ketiga merk biskuit tidak memiliki rasa yang jauh
berbeda satu sama lainnya.
BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini pengujian organoleptik yang dilakukan
adalah pengujian skoring. Uji skoring biasa digunakan oleh para pelaku
industri pangan untuk mengetahui pemilihan produk terbaik yang menjadi
salah satu alternatif penunjang pemasaran industri tersebut. Sebagai
konsumen, uji skoring juga dapat dilakukan untuk mendapatkan produk
sejenis terbaik yang beredar di pasaran karena naluri seorang konsumen
yang selalu ingin memilih produk terbaik untuk dirinya sendiri maupun
orang di sekitarnya.
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah biskuit
kelapa dengan 3 merk yang berbeda dan biasa beredar di pasaran yaitu
Khong Guan, Milk Marie dan Roma. Atribut sensori yang diujikan adalah
tekstur dan kesukaan. Setelah dilakukan analisis atribut tekstur
menggunakan uji sidik ragam/tabel anova dihasilkan bahwa nilai F hitung
> dari F tabel 5% dan 1% sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ketiga
merk biskuit tersebut mempunyai perbedaan tekstur yang nyata maka
perlu dilakukan uji LSD. Uji lanjutan berupa LSD ini bertujuan untuk
menghasilkan biskuit mana yang terbaik dengan membandingkan selisih
antara masing-masing pasangan sampel dengan nilai kritis LSD yang
dihasilkan. Terlihat bahwa biskuit Khong Guan dan Milk Marie
mempunyai skor yang hampir sama namun ju=ika dilihat dari rata-rata
skor tekstur secara numerik Milk Marie lebih renyah dari Khong Guan.
Sedangkan untuk biskuit Roma menghasilkan nilai tekstur pada uji LSD
yang terendah.
Untuk parameter rasa setelah dilakukan perhitungan menggunakan
analisis sidik ragam didapatkan hasil bahwa F hitung < dari F tabel 5%
dan 1% sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga biskuit dengan merk
Khong Guan, Milk Marie dan Roma tidak mempunyai perbedaan atribut
rasa yang nyata pada pengujian

B. Saran
Agar praktikum selanjutnya dapat berjalan dengan lebih baik maka
panelis harus lebih mendengarkan lagi instruksi penyaji dan penyaji pun
harus lebih memperhatikan panelis saat melakukan pengujian. Selain itu
selama pengujian baik dengan penguji maupun antar panelis masih terjadi
percakapan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Laboratorium
pengujian dapat lebih dilengkapi lagi dengan fasilitas yang memadai baik
tata letak, lokasi, pengendalian bau, pencahayaan maupun
kenyamanannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Evaluasi Sensoris. Purwokerto:


Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Jenderal
Soedirman.
EbookPangan.com., 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam
Industri Pangan.
Kartika, Bambang, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta: UGM Press.
Raharjo, Julia T. M., 1988. Uji Indrawi. Purwokerto: Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman.
Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyanto, dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Soekarto, S. T. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta
Stone, Herbert dan Joel L Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practices, edisi ketiga.
California, USA: Elsevier Academic Press.
Suradi, Kusmajadi., 2007. Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Daging
Melalui Beberapa Pendekatan Statistik (The Hedonic Scaling of Meatball
from Various kind of Meat on Several Statistic Approached) [Jurnal Ilmu
Ternak, Juni 2007, Vol. 7 No.1, 52-57]. Bandung: fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran.
Susiwi S. 2009.Penilaian Organoleptik. Bandung: Fakultas Matematika dan
IlmuPengetahuan Alam, Uneversitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai