Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Skor trauma dengan menggunakan injury severity score pada pasien

cedera otak berat

Berdasarkan distribusi frekuensi injury severity score dapat dilihat

bahwa responden dengan skor 48 terdapat 1 responden (6,67%), skor 50

terdapat 5 responden (33,33%), skor 57 terdapat 1 responden (6,67%), skor

66 terdapat 3 responden (20%) dan skor 75 terdapat 5 responden (33,33%).

Maka berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi skor ISS yang disapatkan maka semakin tinggi

tingkat keparahan cederanya.

Injury severity score merangkum tingkat keparahan kondisi pasien

yang mempunyai beberapa cedera. Tubuh dibagi menjadi lima area: kepala

dan leher, dada, perut, ekstermitas dan tulang panggul.

Berdasarkan hasil observasi skor injury severity score yaitu skor 50

dan 75 mengalami patah tulang terbuka lebih dari satu bagian tubuh, adanya

flail chest dan adanya trauma pada kepala yang menyebabkan responden

koma, skor 66 mengalami patah tulang terbuka lebih dari satu bagian tubuh,

patah tulang rusuk leih dari satu, dan adanya trauma kepala.

B. Mortalitas pada pasien cedera otak berat

Berdasarkan distribusi frekuensi mortalitas dengan resiko kematian

batang otak terdapat 12 responden (80%) dan tidak ada kematian batang

otak terdapat 3 responden (20%). Responden dengan hasil BSS

41
42

menunjukkan beberapa keadaan yang relevan pada kondisi pasien

dikarenakan akibat benturan dan kecelakaan pada pasien, sehingga terdapat

perdarahan di kepala yang mengakibatkan traumatik. Penelitian ini

didukung oleh penelitian dari Obiako & Ogunniyi (2010), kematian batang

otak terjadi karena akibat adanya cedera trauma kepala. Penilaian kematian

batang otak dapat dinilai dengan menggunakan skor BSS yang sudah ada,

dalam penelitian sebelumnya digunakan dalam penilaian pasien stroke.

Penilaian ini dengan angka kurang dari 13 maka sudah dianggap terjadi

resiko kematian batang otak yang diakibatkan oleh trauma kepala atau

perdarahan dikepala. Penilaian lebih dari 13 maka dianggap kematian

batang otak tidak ada, akan tetapi nilai lebih dari 13 bisa meninggal yang

diakibatkan tidak terpenuhi perawatan.

Brainstem signs score merupakan penilaian untuk menilai fisiologis

atau untuk memprediksi kematian batang otak. Cara penilaian dapat

diketahui dengan keterangan ukuran pupil, reflek cahaya pupil, reflek

kornea, gerak mata, rangsangan nyeri, dan pernafasan. Dari hasil

penjumlahan brainstem sign score didapatkan hasil kurang dari 13 resiko

kematian batang otak dan lebih dari 13 keadaan baik (Obioko & ogunniyi,

2010 dalam Pamungkas, 2015).

Penelitian Obioko & Ogunniyi (2010), menyatakan bahwa tingkat

akurasi brainstem signs score dalam perhitungan negative predictive value

(NPV) sebesar 100% dalam jangka waktu 1 sampai 28 hari, sedangkan

positive predictive value (PPV) sebesar 90-100% dalam jangka 7 hari.


43

Sehingga brainstem signs score sebagai gambaran skor untuk menilai

mortalitas seseorang dengan jangka waktu 7 hari dengan resiko kematian

batang otak dengan nilai kurang dari 13.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti resiko kematian

batang otak yang terjadi pada responden diakibatkan karena benturan dan

penurunan kesadaran. Resiko kematian batang otak sebagian besar

responden adanya penurunan reflek pupil, respon pupil terhadap cahaya,

reflek kornea, doll eyes, gerakan mata, gangguan motorik dan penurunan

pola nafas.

Dalam penelitian ini terdapat kesenjangan antara teori dan fakta. Teori

mengatakan bahwa brainstem signs score sebagai gambaran skor untuk

menilai mortalitas seseorang dengan jangka waktu 7 hari sedangkan didalam

penelitian ini rata-rata pasien meninggal dalam waktu 3 hari Karen

ditemukan adanya perdarahan pada kepala yang dilihat dari gambaran CT-

Scan kepala. Berdasarkan hasil observasi brainstem sign score responden 1

mengalami resiko mati batang otak dikarenakan adanya perdarahan di

cavum subaraknoid lebih dari 5mm, responden 2 tidak ada mati batang otak

dikarenakan tidak tampak penyempitan diskus intervertebralis maupun

foramen invertebralis yang terlihat, responden 3 tidak ada mati batang otak

dikarenakan tidak terlihat fraktur, kompresi, maupun listesis pada corpus

vertebralis cervicalis, responden 4 resiko mati batang otak dikarenakan

adanya fraktur multiple frontotemporoparietal kanan dan frontal kiri (EDH

frontal kanan dan ICH frontal kiri), responden 5 resiko mati batang otak
44

dikarenakan adanya hematom ekstracranial regio parietal dextra, EDH di

regio temporo-parietalis dextra (6-8) dan regio parietalissinistra (18-19),

responden 6 tidak ada mati batang otak dikarenakan tidak terlihat fraktur,

kompresi, maupun listesis pada corpus vertebralis cervicalis, responden 7

resiko mati batang otak dikarenakan adanya perdarahan subdural region

temporoparietal kanan dan perdarahan SDH, SDH disertai hematosinus

maksilaris kiri, responden 8 resiko mati batang otak dikarenakan adanya

hematom ekstracranial regio parietal dextra, responden 9 resiko mati batang

otak dikarenakan adanya perdarahan di cavum subaraknoid lebih dari 5mm,

responden 9 resiko mati batang otak dikarenakan adanya perdarahan

subdural region temporoparietal kanan dan perdarahan SDH, responden 10

resiko mati batang otak dikarenakan adanya ICH temporal sinistra,

responden 11 resiko mati batang otak dikarenakan adanya perdarahan pada

bagian epidural, oedem cerebri, fraktur os petrosum kanan dan fossa

cerebri.

C. Hubungan skor trauma dengan menggunakan injury severity score

terhadap mortalitas pada pasien cedera otak berat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa bahwa skor ISS

48 yang tidak ada kematian batang otak terdapat 1 responden (6,7%), skor

50 yang memiliki resiko kematian batang otak terdapat 3 responden (20%)

dan yang tidak ada kematian batang otak terdapat 2 responden (13,3%), skor

57 yang memiliki resiko kematian batang otak terdapat 1 responden (6,7%),

skor 66 yang memiliki resiko kematian batang otak terdapat 3 responden


45

(20%) dan skor 75 yang memiliki resiko kematian batang otak terdapat 5

responden (33,3%). Total responden yang mengalami resiko kematian

batang otak sebanyak 12 responden (80%) dan tidak ada kematian batang

otak sebanyak 3 responden (20%).

Berdasarkan hasil uji penelitian Spearman Rho didapatkan p

value=0,001 yang berarti kurang dari alpha (0,05), maka dapat dinyatakan

bahwa p value<0,05, H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara injury severity

score terhadap mortalitas pada pasien cedera otak berat dengan koefisien

korelasinya -0,747 maka hubungannya kuat. Dimana semakin tinggi skor

yang didapatkan maka semakin tinggi angka mortalitasnya.

Penelitian Salim (2015), menyatakan nilai AIS 6 setara dengan nilai

ISS 75. Trauma mayor adalah jika ISS 15, dihubungkan dengan mortalitas

lebih dari 10%. ISS mudah digunakan dan dapat menjadi predictor

kelangsungan hidup yang baik, terutama pada pasien-pasien yang

mempunyai cedera multipel. Penelitian Obiako & Ogunniyi (2010),

menyatakan bahwa BSS menentukan kematian seseorang secara permanen

dengan mengetahui ada tidaknya fungsi fisiologis yang tidak berfungsi

secara normal.

Berdasarkan penelitian Koksal, et al (2009), menyatakan rata-rata

RTS dan ISS terhadap tingkat kematian yaitu 12,6 % pasien meninggal

dalam keadaan gawat darurat dan setelah dirawat inap kurang dari 24 jam

pertama. RTS dan ISS memiliki angka probilitas signifikan (p<0,001) untuk
46

RTS dan ISS mempunyai angka probilitas signifikan (p=0,041) terhadap

system skor memprediksi kematian terhadap cedera.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan bahwa dari 15 responden yang

tidak mengalami mati batang otak sebanyak 3 orang yaitu pada responden 2,

3 dan 6 dikarenakan tidak terlihat fraktur, kompresi, maupun listesis pada

corpus vertebralis cervicalis. Jadi, mortalitas pasien tidak bisa dilihat atau

dinilai dari pemeriksaan fisiknya saja, harus juga didukung dengan

pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala.

D. Keterbatasan penelitian

Keterbatasan yang peneliti alami dalam melakukan penelitian ini

antara lain injury severity score dan penilaian mortalitas dengan

menggunakan brainstem sign score hal yang baru bagi pelayanan

keperawatan sehingga peneliti harus menjelaskan kepada perawat dengan

sebaik mungkin dalam menilai responden dengan cedera otak berat dalam

menentukan tingkat keparahan responden dan juga responden hanya adan15

orang sehingga data yang diperoleh belum menggambarkan kondisi secara

meluas.

Anda mungkin juga menyukai