Anda di halaman 1dari 12

Tugas :

Etika Rekayasa

Oleh :

Tri Kastama Aprianto

F 111 12 167

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN SIPIL (S-1)

UNIVERSITAS TADULAKO

2015 / 2016
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang (1)


B. Tujuan Permasalahan (2)
C. Isi (2)
1. Definisi Etika Rekayasa (2)
2. Etika (3)
3. Rekayasa, Teknologi, dan Kebudayaan (6)
4. Kesadaran Rekayasawan Terhadap Keselamatan (7)
5. Sanksi Pelanggaran Kode Etik (7)
6. Masalah Etika Profesi (8)
7. Kaidah Pokok Etika Profesi (8)
8. Penutup (9)
D. Kesimpulan (10)
Daftar Pustaka (10)
A. LATAR BELAKANG
Di dalam kehidupan kita sehari-hari, teknologi telah mempermudah
pekerjaan kita, mulai penyediaan energy sampai dengan pemenuhan kebutuhan
ringan sehari hari. Kehadiran sebagai teknologi disarankann telah merubah
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang terkadang juga mempengaruhi tata niali
yang telah ada. Kehadiran teknologi kontrasepsi dan cloning misalnya; telah
menimbulkan dilemma moral didalam masyarakat, demikian juga kehadiran
penyakit sapi gila yang meresahkan masyarakat internasional ada yang
memduga sebagi akibat pecan ternak hasil rekayasa ( genetika ).
Dibalik kelahiran suatu teknologi, hadir sosok rekyasawan yang kreati,
inovatif, dan selalu memcari pemecahan suatu masalah yang hadir didalam
masyarakatnya. Secara tidak langsung, perubahan tata nilai di dalam
masyarakatsangat tergantung antara lain kepada sukap moral seorang
rekayasawan.
Kepedulian etis di kalangan rekayasawan baru lahir pada abad ke 19.
Etika rekayasa dipahami sebagai daftar atau rumusan anjuran-anjuran resmi
dalam bentuk kode,petunjuk, dan opini dari organisasi-organisasi profesi.
Telaah implikasi rekayasa bagi umum baru dimulai pada tahun 1970-an dan
etika rekayasa pun menjadi kajian interdisipliner yang melibatkan teori filsafat,
ilmu social, hukum, dan bisnis. Selanjutnya, artikel-artikel tentang etika
rekayasa dalam arti luas baru diterbitkan pada tahun 1981-an terutama oleh
bussines and professional ethics journal ( Martin & Schinzinger, 1994).
Perhatian terhadap etika rekayasa boleh dikatakan terlambat, hal ini
terejadi karena masyarakat menganggap rekayasawan sebagai alat produksi
saja, bukan sebagai seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Saat ini sebagai masyarakkat telah memahami bahwa proses dan produk
kerekayasaan (teknologi) merupakan hasil dari kreativitas personal. Juga telah
disadari bahwa nilai moral, prilaku dan kemampuan sang rekayasawan akan
sangat memmpengaruhi nilai kreasinya; semakin bauk nilai moral seorang
rekayasawan, biasanya semakin tinggi nilai keselamatan penggunaan hasil
rekayasanya.

1. 1

K
Berangkat dari kesadaran tersebut di atas, etika rekayasa menjadi hal yang
penting dan perlu selalu di kaji oleh seorang rekayasawan agar memahami
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan studi etika rekayasa seorang
rekayasawan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran agar lebih
efektif didalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral. Jadi tujuan
etika rekayasa adalah untuk meningkatkan otonomi moral, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional tentang isu-isu moral berlandaskan kaidah-
kaidah moral yang berlaku ( Martin & Schinzinger, 1994).

B. TUJUAN PERMASALAHAN
1. Untuk dapat mengatur dan mengontrol permasalahan jassa konstruksi.
2. Dapat menempatkan diri sebagai mana tempatnya pada ke profesionalan
seorang dalam bekerja.
3. Dapat menciptakan moral yang baik sebagai suatu system nilai bagaimana
kita harus hidup.

C. ISI
1. Definisi Etika Rekayasa
Etika rekayasa bisa didefinisikan sebagai berikut .
a. Studi tentang soal-soal dan keputusan moral yang menghadan individu
dan organisasi yang terlibat suatu rekayasa.
b. Studi yentang pertanyaan-pertanyaan yang erat berkaitan satu sama
lain tentang perilaku moral, karakter, cita-cita, dan hubungan orang-
orang dan organisasi-organisasi yang terlibat dalam pengembangan
teknologi ( Martin & Schinzinger, 1994).

Jadi, jelas obyek studi rekayasa adalah permasalahan moral yang berkaitan
erat dengan ke rekayasaan. Rekayasa pada kenyataan lebih banyak
berlangsung di dalam perusahaan-perusahaan yang mencari keuntungan,
dan perusahaan-perusahaan dimaksud tertanam didalam struktur

2
masyarakat ddan peraturan pemerintah yang rumit, sehinggga
permasalahan atau aspek-aspek moral di dalam rekayasa menjadi semakin
kompleks.

2. Etika
Kata etika berasal dari bahasa yunani ethos yang secara sempit berarti
aturan atau tindakan susila (Runes, 1981). Kata ethos diperkirakan telah
dikenal paling tidak sejak 5 abad SM ( sebelum Masehi ) dan telah ditulis
oleh filosof yunani seperti Aristoteles, Plato dan Sokrates. Menurut para
filosof yunani saat itu, ethos memiliki arti prilaku atau adat istiadat
(Bourke, 1966). Seseorang dikatakan baik atau buruk bukanlah
dilandaskan atas satu tindakannya saja, melainkan atas pola dasar
tindakannya secara umum. Jika arti ethos adalah prilaku adat istiadat maka
dapat di tafsirkan bahwa hal ini sudah dikenal jauh lebih lama lagi sesuai
kitab-kitab kuno yang ada pada abad ke 25 SM yang menjadi dassar
ajaran etika Khong Fu Cu (Sugiantono, 1998).
Etika diartikan Pula sebagai filsafat moral yang berkkaitan dengan
studi tentang tindakan baik ataupun buruk manusia didalam mencapaiii
kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan
manusia, yaitu tentang kualitas baikatau buruk atau niali-nilai tindakan
manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalama
bertindak ( Bourke, 1966).
Pendekatan studi etika ada dua, yaitu : pendekatan teoritis yang
berkaitan dengan analisis psikologi dan sosiologi, dan pendekatan praktis
yang lebih cendrung membicarakan pentunjuk tentang etika daripada
alasan-alasan teoritis tentang etika, sehingga etika pun dapat dipisahkan
menjadi dua bagian, yaitu dengan yang berkaitan dengan nilai (axiology)
dan yang berkaitan dengan keharusan (obligasi atau deontology).
Strike & Soltis (1985), mengemukakan dua tipe teori tentang etika,
yaitu; teori konsekuen (Consequentialist Theory) dan teori Nir-konsekuen
(Noncosequentialist theory).

3
Teori konsekuen yang dipelopori oleh filsofof Inggris Jeremy
Bentham (1748-1832) dan Jhon Stuart Mill (1806 1873),
menyatakan bahwa masalah bermoral atau tidak, ditentukan
berdasarkan konsekuensi teindakan tersebut. Didalam teori ini,
untuk memilih apakah mengerjakan pilihan A atau B,
dibutuhkan pengetahuan tentang set konsekuensi pekerjaan A
atau B, serta pengetahuan tentang set kosekuensi yang terbaik.
Teori Nir-konsekuen, dipelopori oleh filosof Jerman Immanuel
Khan (1724 1804), memiliki ide moral hampir sama dengan
tepa selira di jawa yang dapat di terjemahhkan sbagai berikut;
perlakukanlah orang lain seperti mereka memperlakukanmu. Di
dalam kehidupan sehari-hari sering dinyatakan kedalam
nasehat-nasehat, missal; jika tidak mau di tipu janganlah
menipu; jika tidak mau kecurian janganlah mencuri, sehingga
hukum moral yang diajukan bersifat universal dan berlaku
untuk semua orang tanpa pengecualian.

Pembagiann etika yang lain adalah berdasarkan tujuan akhir yang ingin dicapai
oleh manusia baik sebagai individu, sebagai anggota keluarga ataupun sebagai
warga Negara, sehingga dikenal etika individu, etika keluarga, dan etika Negara.
Tujuan akhir individu tentu saja tidak selalu idebtik dengan tujuan akhir suatu
Negara (Bourke, 1966).

Dari uraian diatas daptb dirasakan bahwa pemahaman etika sangatb


tergantung motivasi manusia, baik secara individu maupun kelompok. Salah satu
teori menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada tingkat kebutuhan
(needs). Maslow (1954; di dalam Papalia dan Olds, 1985: 309)
mengorganisasikan kebutuhan manusia dalam bentuk piramida yang dikenal
sebagai Hirarki Kebutuhan Maslow (Gambar.1 ). Di dalam piramida Maslow,
lapis bawah meggambarkan kebutuhan paling mendasar manusia, yaitu kebutuhan
fisik yang meliputi makan minum, sandang dan papan. Setelah hal tersebut

4
dipenuhimaka kebutuhannya akan meningkat ke lapis atasnya, demikian
seterusnya.

5
3. Rekayasa, Teknologi dan Kebudayaan

Rekayasa adalah padan kata dari engineering yang selama ini kita kenal
dangan kata Teknik. Arti kata teknik itu sendiri adalah penerapan sains untuk
kesejahtraan umat manusia (Zen, 1981: 10). Martin & Schinzinger (1994: 17)
memperrsempit definisi itu, sehingga rekayasa adalah penerapan ilmu
pengetahuan dalam penggunaan sumber daya alam demi manfaat masyarakat
dan umat manusia; sedangkan rekayasawan adlah mereka yang menciptakan
produk atau proses-proses untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (pangan,
papan , dan sandang), dengan akibat tambahan, meningkatkan kemuddahan,
kekuatan dan keindahan didalam kehidupan manusia sehari-hari.

Teknologi, batasan teknologi sangatlah bervariasi. Oleh Ogburn (1971; di


dalam The Liang Gie, 1996) disampaikan bahwa teknologi bagaikan sebuah
puncak gunung es. Sedikit di antara kita mampu melihat dari semua sisinya;
demikian masing-masing dari kita mungkin mempunyai suatu pengertian yang
terbatas tentang sifat dasarnya.

Di dalam proses globalisasi yang cendrung menghentak kea rah


industrialisasi, penguasaan dan pengembangan teknologi dianggap sangat
penting, agar mampu bersaing dalam hal menghasilkan produk berkualitas
lebih baiik, lebih murah, aman atau resikonya kecil serta ramah lingkungan
(Soehendro, 1996). Perkembangan teknologi dan sains dianggap sinonim
dengan pembentukan kebudayaan modern, sebaliknya budaya piker modern
yang ilmiah akan menumbuh suburkan sains dan teknologi modern.

Kebudayaan, ada yang mengartikan secara sempit sam dengan kesenian,


namun di ain pihak mengartikannya sebagai pikiran, karya dan hasil karya
manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang bisa dicetuskannya
setelah melalui proses belajar. Unsure-unsur Universal dari kebudayaaan
mmenurut koentjaraningrat (1976) adalah :

a. Sistem religi dan upacara keagamaan


b. System dan oraganisasi kemasyarakatan
c. System pengetahuan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. System mata pencaharian hidup
g. System teknologi dan peralatan

6
Urutan unsure tersebut diatas secara garis besar juga menunjukan
ketahanannya terhadap perubahan. Semakinn ke bawah, semakin mudah
unsure kebudayaan tersebut beruah.

Dari batasan-batasan di atas dapat direntangkan benang merah antara


rekayasa, teknologi dan kebudayaan. Etika pun akan tumbuh sejajar dengan
kebudayaan, dan sosok kebudayaan akan sangat tergantung antara lain cara
pandang manusianya tentang alam tempat huniannya.

4. Kesadaran Rekayasawan terhadap keselamatan

Membicarakan keselamatan harus diawali dengan pengertian


tentang keselaamatan atau aman itu sendiri. Sesuatu ( alat, prosedur) adlah
aman bagi seseorang atau kelompok orang jika seseorang atau kelompok
orang tersebut mengetahui resiko (penggunaannya) menurut perinsip-
prinsip nilai yang sudah mapan; sedangkan resiko adalah kemungkinan
terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan atau sesuatu yang merugikan.
Seorang rekayasawan harus selalu memasukkan factor
keselamatan di dalam rancangannya. Oleh karena itu identifikasi resiko
suatu produk sangat di perlukan demikian pula kejelasan dari tujuan
produk itu sendiri. Untuk mengurangi factor resiko, uji keselamatan bagi
suatu produk harus dilaksanakan sebelum suatu produk tersebut masuk
manufaktur. Setelah manufaktur pun produk itu juga harus selalu di pantau
keselamatan pengggunaannya. Produk rekayasa yang baik akan selalu
disertai dengan prossedur penyelammatan di saat menghadapi resiko uang
tak diduga sebelumnya.

5. Sanksi Pelangaran kode Etik


a. Sanksi Moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organissi

Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang
telah di bahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih
memperjelas, mempertegas dan merinci norm-norma kebentuk yang
lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah
tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
system norma atau aturan yang tertulis secara jelas dan tegas dan
terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan

7
apa yang salah dan perbuatan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan oleh seorang professional.

6. Masalah Etika Profesi


Kasus Penyuapan
Saling member hadiah merupakan interaksi maupun berbagai
ikatan antar manusia. Rasa cinta seorang suami kepada isterinya,
orang tua kepadda anaknya, mauun sebaliknya diantaranya
diungkapkan dengan memberi hadiah. Eratnya persahabatan dan
persaudaraan juga diekspresikan dengan member hadiah. Demikian
pula peghargaan terhadap sebuah capaian prestasi ataupun untuk
pengakuan kualitas seorang ditunjukan dengan member hadiah.
Namun, memberi sesuatu termasuk hadiah dalam sejarah
tidak hanya sebagai indikasi eratnya ikatan antar manusia maupun
pengakuan sebuah prestasi, tetapi juga konotasi-konotasi lain yang
tidak selalu positif. Misalnya , hadiah sering identik dengan budaya
menjilat. Seorang yang ingin mendapatkan perhatian lebih dari
atasan demi perjalanan karir bisa menjilat dengan memberi hadiah.
Hadiah juga sering digunakan untuk melicinkan suatu
urisan tertentu, misalnya kemudahan untuk menempuh birokrasi
urusan tertentu seseorang harus memberikan hadiah. Hadiah juga
sangat sering digunakan untuk membebaskan seorang dari jeratan
hukum. Pada kasus-kasus yang terakhir ini, hadaiah lebih
bermakna suap. Karena itu banyak orang menyusahkan orang lain
dengan hadiah.

7. Kaidah Pokok Etika Rekayasa


Di dalam menjalankan tugas profesionalnya seorang rekayasawan wajib :
a. Menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan dan kesejahtraan
masyarakat,
b. Memberikan jasa-jasa profesi hanya pada bidang-bidang yang sesuai
dengan kompetisinya,
c. Memberikan pernyataan-pernyataan kepada umum henya secara
objektif dan jujur,
d. Bertindak sebagai pelaku yang jujur dan terpercaya terhadap pemberi
kerja ataupun klien, dan menghindarkan diri dari konflik-konflik
kepentingan,
e. Meningkatkan reputasi profesionalnya melalui unjuk kerja yang baik,
dan bukan melalui persaingan secara curang,

8
f. Berprilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk
meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatan profesi,
g. Secara terus-menerus meningkatkan kemampuan profesionalnya
sepanjang karir dan member kesempatan engineers di bawah
bimbingan untuk mengembangkan kemampuan professional.

8. Penutup

Apa yang telah disampaikan merupakan suatu bahan renungan sebagai


wacana peningkatan otonomi moral. Dan pada pembahasan ini dapat
berguna sebagai acuan tentang bagaimana sehharusnya seorang Engineering
/ Rekayasawan dapat bertindak dan menjadi seorang yang hebat dalam
pekerjaannya. Sehingga kelak kita menjadi sarjana (Teknik) yang berbudi
dan budiman yang sarjana atau dengan kata lain menjadi rekayasawan yang
berbudi dan budiman rekayasawan.

D. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas saya dapat menyimpulkan bahwa untuk
menjadi seorang Engineering/ rekayasawan yang Profesional, kita harus
belajar cara ber Etika yang benar agar dapat membedakan mana yang salah
dan mana yang benar. Dengan dapat menempatkan diri dimana semestinya
kita berada. Yang utama adalah dimana kita mempunyai tujuan, melalui
proses, dan mendapatkan hasilnya/ penyelesainanya. Jangan pernah
berhenti dari proses, sebab prose situ adalah tahap pembelajaran terhadapa
individu kita.

9
Daftar Pustaka

1) Anonymous. Engineering Ethics. http;//ethics.tamu.edu/ethics/essays/


brouchure.htm
2) Bourke, V.J. 1966. Ethics, A Texbook in Moral Philoshopy. The
Macmillan Company, New York.497 p.
3) Koentjaraningrat. 1976. Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan.
P.T. Gramedia. 142 halaman.
4) Kuhre, W. L.1995. Sertikasi ISO 14001 : Sistem MAnajemen
Lingkungan. Prenhallindo, Jakarta. 369 halaman.
5) Ethic Rekayasa Problem / Kasus Rekayasawan / google.co.id

10

Anda mungkin juga menyukai