Anda di halaman 1dari 13

I.

Konsep Kebutuhan Istirahan dan Tidur


A. Konsep Dasar Eliminasi
1. Defenisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan
oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung
pada individu. Biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari
adalah 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal.
Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola
eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan
dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat
menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah
eliminasi klien, perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi
dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi
normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
B. Fisiologi Sistem Eliminasi

1. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan
terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12
sampai vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 2 cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm
dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap
ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di
lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.

2. Ureter

Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril.

3. Kandung kemih

Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian
besar :

a. Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul
dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan
secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan
dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra
posterior karena hubungannya dengan uretra.
b. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala
arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih
menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah
langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot
detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah
dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke
seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga
terjadikontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.

Dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior,
dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat
membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan
secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah
mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 3 cm, dan dindingnya terdiri
dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah
ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung
kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan
kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang
kritis. Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan
otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari
otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali system saraf volunter dan dapat
digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.

4. Uretra

Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas
dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir
kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa
untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
C. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi
1. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine:
a. Diet dan Asupan (Intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine
(jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk, selain itu juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat Menyebabkan urine
banyak tertahan didalam urinaria sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan
jumlah urine.
c. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.
d. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengkibatkan meningkatnya frekuensi keinginan untuk
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat Perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga dapat mempengaruhi pola berkemih.
Hal tersebut dapat ditemukan pada anak yang lebih memiliki kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol
buang air kecil.
g. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
i. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih mengalami kesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi
menurunkan filtrasi glomelurus yang dapat jumlah urine karena dampak dari.

D. Gangguan yang mungkin terjadi


1. Retensi urin,yaitu penumpukan urine acuan kandung kemih danketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
2. Enuresis yaitu keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya
malam hari.
3. Inkontinensis urine yaitu bak yang tidak terkontrol.
4. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB
disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan
5. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang
dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus).
6. Hemoroid, Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun.
II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Istirahat Tidur

A. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan
a. Pola berkemih
b. Gejala dari perubahan berkemih
c. Faktor yang memengaruhi berkemih
2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal,
nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
c. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan urine (urinalisis)
Warna : (N : jernih)
Penampilan : (N : jernih)
Bau (N : beraroma)
pH : (N : 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1,005 1,030)
Glukosa (N : negatif)
Keton (N : negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan Eliminasi Urine : Retensi urine
1. Definisi : pengosongan kandung kemih tidak komplet.
2. Batasan karakteristik
Tidak ada haluaran urine
Distensi kandung kemih
Menetes
Disuria
Sering berkemih
Inkotinensia aliran berlebih
Residu urine
Sensasi kandung kemih penuh
Berkemih sedikit
3. Faktor yang berhubungan
Sumbatan
Tekanan ureter tinggi
Inhibisi arkus refleks
Sfingter kuat

Diagnosa 2: Gangguan Eliminasi fekal : Konstipasi


1. Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengeluaran feses yang keras, kering, dan
banyak.
2. Batasan Karakteristik :
Nyeri abdomen
Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot.
Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot.
Anoreksia
Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada status mental,
inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada penyebabnya, peningkatan suhu tubuh
Borborigmi
Darah merah pada feses.
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi.
Penurunan volume feses.
Distensi abdomen
Rasa rektal penuh.
Rasa tekanan rektal.
Keletihan umum
Feses keras dan berbentuk
Sakit kepala
Bising usus hiperaktif.
Bising usus hipoaktif.
Peningkatan tekanan abdomen
Tidak dapat makan.
Mual.
Rembesan feses cair.
Nyeri pada saat defekasi.
Masa abdomen yang dapat diraba.
Masa rektal yang dapat diraba.
Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum.
Perkusi abdomen pekak.
Sering flatus.
Mengejan pada saat defekasi.
Tidak dapat mengeluarkan feses.
Muntah.
3. Faktor yang berhubungan

Fungsional

Kelemahan otot abdomen


Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi.
Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk defekasi, privasi).
Kurang aktivitas fisik.
Kebiasaan defekasi tidak teratur.
Perubahan lingkungan saat ini.
Psikologis
Depresi.
Stres emosi.
Konfusi mental.

Farmakologis

Antasida mengandung aluminium.


Antikolinergik.
Antikonvulsan.
Antidepresan.
Agens antilipemik.
Garam bismuth.
Kalsium karbonat.
Penyekat saluran kalsium.
Diuretik.
Garam besi.
Penyalahgunaan laksatif.
Agens antiinflamasi.
Nonsteroid.
Opiat.
Penotiazid.
Sedatif.
Simpatomimetik

Mekanis

Ketidakseimbangan elektrolit.
Hemoroid
Penyakit Hirschsprung.
Gangguan neurologis
Obesitas
Obstruksi pasca bedah
Kehamilan
Pembesaran prostat
Abses rektal
Fisura anal rektal
Striktur anal rektal
Prolaps rektal
Ulkus rektal
Rektokel
Tumor

Fisiologis

Perubahan pola makan


Perubahan makanan
Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
Dehidrasi
Ketidakadekutan gigi geligi
Ketidakadekuatan higiene oral
Asupan serat tidak cukup
Asupan cairan tidak cukup
Kebiasaan makan buruk

C. Rencana Tindakan
Gangguan Eliminasi Urine

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan yang
mungkin muncul

1 Gangguan pola Setelah diberikan 1. Monitor keadaan 1. Membantu


eliminasi urine: asuhan keperawatan bladder setiap 2 mencegah distensi
inkontinensia ...x24 jam diharapkan jam atau komplikasi
kemungkinan pola eliminasi urine
berhubungan pasien normal dengan 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan
dengan.... kriteria hasil: aktivitas dengan kekuatan otot
kolaborasi ginjal dan fungsi
Pasien dapat
dokter/fisioterapi bladder
mengontrol
pengeluaran urine
3. Kolaborasi dalam 3. Menguatkan otot
setiap 4 jam
bladder training dasar pelvis
Tidak ada tanda-
tanda retensi dan
4. Hindari factor 4. Mengurangi atau
inkontinensia
pencetus menghindari
urine
inkontinensia inkontinensia
Pasien berkemih
urine seperti
dalam keadaan
cemas
rileks

5. Kolaborasi dengan 5. Mengatasi faktor


dokter dalam penyebab
pengobatan dan
kateterisasi

6. Jelaskan tentang 6. Meningkatkan


Pengobatan pengetahuan dan
Kateter diharapkan pasien
Penyebab lebih kooperatif

Tindakan
lainnya

Gangguan Eliminasi Fekal

NO Diagnosa Tindakan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan pola Setelah diberikan NIC : Konstipation atau
eliminasi fekal : asuhan impaction management

konstipasi keperawatan a. Monitor tanda dan a. Mencegah dan


berhubungan selama ...x 24 jam gejala konstipasi mengatasi konstipasi
dengan... diharapkan pola
eliminasi fekal b. Monitor frekuensi, b. Mengetahui penyebab
pasien normal warna, dan dini terjadinya
dengan kriteria konsistensi. konstipasi
hasil : NOC : c. Anjurkan pada c. Meningkatkan
Bowel elimination pasien untuk makan pergerakan usus.
- Buang air besar buah-buahan dan

/ BAB dengan serat tinggi dengan

konsistensi konsultasi bagian

lembek gizi.

- Pasien
menyatakan d. Mobilisasi bertahap d. Untuk merangsang
mampu eliminasi defekasi
mengontrol pasien.
pola BAB
- Mempertahank e. Kolaborasikan e. Meningkatkan
an pola dengan tenaga medis eliminasi
eliminasi usus mengenai pemberian
tanpa ileus laksatif, enema dan
pengobatan

f. Berikan pendidikan f. Mengurangi atau


kesehatan tentang : menghindari
kebiasaan diet, inkontinensia
cairan dan makanan
yang mengandung
gas, aktivitas dan
kebiasaan BAB

g. Intruksikan agar g. Untuk mencegah


pasien tidak perubahan pada tanda
mengejan saat vital, limbung atau
defekasi perdarahan.

D. Evaluasi
1. Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a. miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada
kandung kemih atau kateter.
b. mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurannya distensi, volume
urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
c. mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak
ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
d. mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa
inflamasi an kulit di sekitar uterostomi kering.
e. memnerikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan
adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
f. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.
2. Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya
kemampuan dalam :
a. Memahami cara eliminasi yang normal.
b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan
dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan,seperti makan dengan
tinggi atau rendah serat ( tergantung dari tendensi diare atau konstipasi serta mampu
minum 2000-3000 ml).
c. Melakukan latihan secara teratur ,seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan,
berdiri, dan lain-lain).
d. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kemampuan pasien dalam
mengontrol defekasi tanpa bantuan obat atau enema,berpartisipasi dalam program
latihan secara teatur.
e. Mempertahankan nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan
defekasi, tidak terjadi bleeding,tidak terjadi inflamasi, dan lain-lain.
f. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal,
tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai