Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat,
lokal atau sistematik. Penyebab kejang pada anak dapat karena infeksi, kerusakan
jaringan otak dan faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak.
Keadaan tersebut dapat dijumpai pada kejang demam, epilepsi, meningitis purutenta,
meningitis tuterkulosa, hidrosefalus, paralisis serebral, hemiplegia infantil akut, spina
bifida.
Syok (kegagalan sirkulasi) adalah syndrom klinis yang ditandai dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, yang
mengakibatkan tertekannya fungsi sel yang vital. Ada beberapa tahap-tahap syok
yaitu terkompensasi, syok yang tidak terkompensasi, dan syok ireversibel atau
terminal.

B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini :
? Agar mahasiswi prodi kebidanan mengetahui penyebab kejang dan syok pada anak.
? Agar mahasiswi prodi kebidanan mengetahui penatalaksanaan kejang dan syok pada
anak.

C. Sistematika Penulisan
A. Kata Pengantar
B. Daftar Isi
C. Bab I Pendahuluan :
- Latar Belakang
- Tujuan
- Sitematika Penulisan
D. Bab II Pembahasan
E. Bab III Penutup
F. Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEJANG
1. Pengertian Kejang
Kejang adalah malfungsi singkat dari sistem listrik otak yang terjadi karena muatan
neuron kortikal kejang dapat bermanifestasi sebagai konvulsi (konstraksi dan
relaksasi ototinvoluter), perubahan pada perilaku, sensasi atau persepsi halusinasi
visual dan auditoriusi serta perubahan kesadaran atau tidak sadar.
Penyebab kejang pada anak dapat karena infeksi, kerusakan jaringan otak dan faktor
lain yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak. Keadaan tersebut dapat
dijumpai pada kejang demam, epilepsi, meningitis purulenta, meningitis tuberkulosa,
hidrosefalus, paralisis serebral, hemiplegia infantil akut, spina bifida.

Kejang Demam
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh proses
ekstranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 tahun sampai 4 tahun.

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl).
Akibatnya konsentrasi KT dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena panyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebat dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neu-rotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedang anak
dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 C atau
lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita
kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidesis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Angka kejadian epilepsi berbeda-beda tergantung dari cara
penelitiannya; misalnya Lumban Tobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan
Livingstone (1954) dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang
menjadi epilepsi, dan golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97%
menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari faktor ;
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka di kemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2%-3% saja. Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang
lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan
bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
Dari penelitian terhadap 431 pasien dengan demam sederhana, tidak terdapat kelainan
pada 1Q, tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis akan didapat IQ yang lebih rendah
dibandingkan dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya
kejang tanpa demam, retardasi mental akan, terjadi 5 kali lebih besar.

Gambaran klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan
lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang
atau gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsi. Untuk itu
Living-ston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simplefibrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off fever)
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja. Telah
diketahui bahwa kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat anak menderita
suhu tinggi, dapat sampai hiperpireksia. Kejang demam dapat disebabkan karena
adanya infeksi ekstrakranial misalnya OMA. Berbeda dengan meningitis atau
ensefalitis, tumor otak mempunyai kelainan pada otak sendiri. Perlu diingat bahwa
kejang demam hanya terjadi pada anak usia tertentu. Tetapi epilepsi yang diprovokasi
oleh demam juga menyebabkan kejang, oleh karena itu anamnesis yang teliti sangat
diperlukan.
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone (dimodifikasi oleh Sub
bagian Anak FKUI-RSCM Jakarta)
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EFG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam l tahun tidak melebihi 4 kali.

Penatalaksanaan Medis
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu
memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang, memberikan
pengobatan rumat, dan mencari dan mengobati penyebab.
Memberantas kejang secepat mungkin. Bila pasien datang dalam keadaan status
konvulsivus, obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Keampuhan diazepam yang diberikan secara intravena ini tidak perlu dipersoalkan
lagi karena keberhasilan untuk menekan kejang sekitar 80%-90%. Efek terapeutiknya
sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius
hampir tidak dijumpai apabila diberikan serara perlahan dan dosis tidak melebihi 50
mg per suntikan. Dosis sesuai dengan berat badan; kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kg
BB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, dan di atas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Biasanya
dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/ kg BB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
Setelah suntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga intravena. Setelah 15
menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis sama akan
tetapi pemberiannya secara intramuskular; diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena. Akibat samping diazepam adalah mengantuk, hipoteribi, penekanan pusat
pernapasan, laringospasme dan henti jantung Penekanan pusat pernapasan dan
hipotensi terutama terjadi bila sebelumnya anak telah mendapat fenobarbita.
Diazepam diberikan langsung tanpa larutan pelarut harus perlahan-lahan kira-kira 1
ml/menit dan pada bayi 1 mg diberikan dalam 1 menit.
Pemberian diazepam intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan; cara
pemberian yang mudah, sederhana dan efektif adalah melalui rektum. Diazepam ini
dapat diberikan oleh siapa sapa yang mengetaui dosis-nya. Dosis sesuai dengan berat
badan ialah berat kurang dari 10 kg sebesar 5 mg; berat lebih dari 10 kg sebesar 10
mg. Rata-rata pemakaian 0,4-0,6 mg/ kgBB. Kemasan biasanya 5 mg dan 10 mg
dalam rektiol. Bila kejang tiaak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi
setelah 15 menit; jika tidak berhenti diberikan lagi secara intravena dengan dosis 0,3
mg/kg BB. Cara memberikan dengan rektiol; rektiol sebelumnya diolesi
vaselin/minyak pada ujungnya kemudian dimasukkan ke dalam rektum sepanjang 3-5
cm (pasien dalam sikap miring) dipijit hingga kosong dan setelah ditarik lobang anus
ditutup dengan merapatkan kedua muskulus gluteup. Jika tidak ada diazepam, dapat
diberikan fenobarbital secara intramuskular dengan dosis awal pada bayi baru lahir 30
mg/kg/kali; bayi berumur 1 bulan sampai 1 tahun 50 mg/kg/kali, dan umur 1 tahun ke
atas 75 mg/kali. Bila kejang tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit dapat diulangi
lagi suntikan fenobarbital tersebut dengan dosis untuk neonatus 15 mg; anak 1 bulan
30 mg dan anak di atas 1 tahun 50 mg secara intramuskular. Jika ada fenobaibital
yang dapat diberikan secara intravena, dosis yang diperlukan 5 mg/kg BB dengan
kecepatan 30 mg per menit.
Obat pilihan pertama untuk menunggulangi kejang status konvulsivus yang dipilih
para ahli adalah difenilhidantein karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak
menekan pusat pernapasan; tetapi mengganggu frekuensi dan irama jantung. Dosisnya
ialah 18 mg/kg BB dalam infus dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
Dengan dosis tersebut kadar terapeutik dalam darah akan menetap dalam 24 jam. Bila
kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obat tersebut di atas maka sebaiknya
pasien dirawat di ruangan ICU untuk diberikan anestesia umum dengan tiopental yang
diberikan oleh seorang ahli anestesia.
Pengobatan penunjang. Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya
pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk
menjamin kebutuhan oksigen; bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi, dan
pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi Jantung
diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk
kelainan metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tekanan intrakranial yang meninggi
jangan diberikan cairan dengan kadar natrium yang terlalu tinggi. Jika suhu
meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres alkohol den es.
Obat untuk hibernasi adalah klorpromazin 2-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis;
prometazon 4-6 mg/kg BB/bari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya deksametazon 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
Pengobatan rumat. Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepam sangat singkat, yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikkun; oleh
karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya
fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang
berhenti dengan diazepam. Dosis awal pada neonatus 30 mg; umur 1 bulan sampai 1
tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg dan cara memberikannya intramuskulur
Sesudah itu fenobarbital diberikan sebagai dosis rumat. Karena metabolisme di dalam
tubuh perlahan pada anak cukup diberikan dalam 2 dosis sehari dan kadar maksunal
dalam darah terdapat setelah 4 jam. Untuk mencapai kadar terapeutik secepat
mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi daripada biasa. Dengan dosis ganda 8-10
mg/kg BB/ hari, kadar 10-20 mikrogram/ml ialah kadar efektif dalam darah tercapai
dalam 48-72 jam. Di Subbagian Anak RSCM fenobarbital sebagai dosis
maintenance diberikan setelah dosis awa sebanyak 8-10 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 2 dosis untuk hari pertama dan kedua. diteruskan untuk hari berikutrya dengan
dosis biasa 1-5 mg/kg BB sehari dibagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum
memungkinkan antikonvulsen diberikan secara suntikan dan bila telah membaik
diteruskan secara ofal.
Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini
dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.

1. Profilaksis intermtten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali di kemudian hari, pasien yang
menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran antikenvulsan dan
antipiretika, yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi.
Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/ kg BB/hari
yang mempunyai akibat samping paling sedikit jika dibandingkan dengan obat
antikonvulsan lainnya. Obat antipiretika yang dipakai misalnya aspirin, dosis yang
diberikan 60 mg/tahun/kali, sehari diberikan 3 kali. Untuk bayi di bawah umur 6
bulan diberikan 10 mg/bulan/kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal dalam
darah tercapai dalam 2 jam pemberian per oral (pemberian obat antipiretik dan
antikonvulsan ini walaupun dapat mencegah kejang dianggap kurang berhasil, karena
untuk keberhasilan yang lebih besar diperlukan fenobarbital dengan dosis yang lebih
tinggi, yaitu 10-15 mg/kg BB/hari, tetapi dosis tersebut mempunyai akibat samping
berupa mengantuk, penekanan terhadap pusat pernapasan, dan sebagainya). Sekarang
ada obat : yang lebih tepat mencegah terulangnya kejang demam sederhana yaitu
diazepam, baik diberikan secara rektal maupun oral pada waktu anak mulai demam
(mulai teraba panas). Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan kemungkinan
sangat kecil anak mendapatkan kejang demam sederhana yaitu kira-kira Sampai anak
umur 4 tahun.

2. Profilaksis jangka paajang


Profi!aksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang
stabil dan cukup di dalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari. Ini diberikan pada keadaan 1) epilepsi yang diprovokasi oleh demam
atau 2) yang telah disepakati pada konsensus bersama (1980 ialah pada semua kejang
demam yang mempunyai ciri a) terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti
paralisis serebral retardasi perkembangan dan mikrosefali, b) bila kejang berlangsung
lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau dikuti kelainan saraf yang sementara atau
menetap, c) bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada
orang tua atau saudara kandung, d) pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila
kadang-kadang terdapat kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur di
bawah usia 12 bulan.

3. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam
biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis
pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dilakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi di dalam otak
misalnya meningitis. Pada pasien yan diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih.intensif seperti pungsi lumbal, darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium,
kalsium, natrium dan faal hari. Bila perlu rontgen foto tengkorak EEG, ensefalografi,
dan lain-lain.

Penata Laksanaan Keperawatan


Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam ialah risiko terjadi
kerusakan sel otak akibat kejang, suhu yang meningkat di atas suhu normal, risiko
terjadi bahaya/komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai penyakit.

Cara memberantas kejang


1. Segera berikan diazepam intravena; dosis rata-rata 0,3 mg/kg BB atau diazepam
rektal dosis berat badan kurang dari 10 kg, 5 mg; lebih dari 10 kg, 10 mg. Jika kejang
tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dosis dan cara sama. Setelah
kejang berhenti maka diberikan dosis awal fenobarbital sebagai berikut :
? neonatus: 30 mg intramuskular
? 1 bulan -1 tahun : 50 mg intramuskular dan
? lebih dari 1 tahun 75 mg intramuskular
Pengobatan rumat : 4 jam kemudian (setelah berhenti kejang)hari ke -1 + ke-2,
fenobarbital 9-10 mg/kg BB/ dibagi dalam 2 dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5
mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis.
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.
Risiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang. Setiap kejang menyebabkan konstriksi
pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan mengakibatkan peredaran O2
juga terganggu. Kekurangan O2 (anoksia) pada otak akan mengakibatkan kerusakan
sel otak dan dapat terjadi kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusakannya
berat. jika kejang hanya sebentar tidak banyak menimbulkan kerusakan, tetapi jika
kejang berlangsung lebih dari 15 menit.

Tindakan pada saat kejang


? Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip
lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
? Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien; lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan (mis, ikat pinggang, gurita, dan lain sebagainya).
? Isap lendir sampai bersih, berikan O2 boleh sampai 4 L/mnt. Jika pasien jatuh apnea
lakukan tindakan pertolongan (lihat pada tetanus).
? Bila suhu tinggi berikan kompres dingin secara intensif.
? Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (berbeda dengan pasien
tetanus yang jika kejang tetap sadar).
? Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu
pemberian obat penenang (lihat di status mungkin ada petunjuk jika pasien kejang
lama/berulang).

menit biasanya berakhir dengan apnea yang akan menimbulkan kerusakan otak yang
makin berat (pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15%, kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Pada
kejang demam yang berlangsung lama kebutuhan O2 Iebih banyak karena selain
diperlukan untuk metabolisme basal diperlukan juga untuk kontraksi otot-otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia asidosis laktat yang disebabkan
metabolisme anaerobik, disertai hipotensi arterial dan kelainan denyut jantung yang
menyebabkan metabolisme otak meningkat dan mengakibatkan kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang). Oleh karena itu, kejang harus segera dihentikan
dan apnea dihindarkan.
Suhu yang meningkat di atas normal. Masing-masing pasien mempunyai ambang
kejang yang berbeda, tidak selalu dalam keadaan hiperpireksia tetapi yang jelas
bahwa pada kejang demam selalu didahului kenaikan suhu sebelum bangkitan kejang
terjadi. Pada anak dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik menjadi 38 C atau
lebih sedikit saja sudah timbul kejang. Oleh karena itu jika sudah diketahui suhu naik
diatas normal anak akan merderita kejang maka setelah diketahui suhu mulai naik
harus segera diberikan obat antipiretik (pemberian antipiretik dan petunjuk bahwa
anak menderita kejang demam didapat setelah berobat kedokter dan biasanya kejang
sudah lebih dari 1 kali). Obat antipiretik untuk pasien kejang demam biasanya telah
bersama-sama dengan anti konvulsan. Perlu diinat bahwa pada pasien yang akan
mengalami kenaikan suhu karena adanya infeksi apakah faringitis, OMA atau infeksi
lainnya, maka di samping obat antipiretik juga harus ada antibiotik. Jika belum ada
antibiotika tersebut pasien harus dibawa berobat kareaa tanpa antibiotik demam akan
turun hanya sebentar kemudian naik lagi. Di samping obat-obat tersebut pasien perlu
diberi banyak minum dan jika suhu tinggi sekali kompres dingin secara intensif.
Karena demam dapat menimbulkan kejang, maka jika pasien akan mendapatkan
imunisasi tidak boleh diberikan pertusis (P); pasien hanya diberi DT saja, dianjurkan
agar setelah suntik pasien segera diberi antipiretik, tidak usah menunggu pasien mulai
demam.
Risiko terjadi bahaya/komplikasi. Seperti pasien lain yang kejang, akibatnya dapat
terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi; akibat
terkena benda tajam atau keras yang ada disekitar anak, serta dapat juga tejatuh. Oleh
karena itu, setiap anak mendapat serangan kejang
harus ada yang mendampinginya. Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi
dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan (dapat terjadi dirumah sakit);
misalnya karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian diberikan diazepam maka dapat berakibat apnea. Begitu pula jika
memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat Juga dapat menyebabkan depresi
pusat pernapasan. Oleh karena itu, bila memberikan diazepam IV harus pelan sekali 1
ml selama 1 menit. Jika keadaan memungkinkan dapat digunakan mikrodrip untuk
pemberian diazepam pada bayi. Untuk mengurangi risiko tersebut setiap pemberian
diazepam atau obat antikonvulsan lainnya harus hati-hati. Antikonvulsan apapun yang
diberikan, pasien harus tetap diobservasi sejak pemberian sampai beberapa jam
kemudian. Catatlah dengan cermat jenis obat yang diberikan dan jam berapa agar
tidak terjadi pemberian antikonvulsan terlalu dekat waktunya dengan obat yang sama
atau yang seharusnya tidak boleh diberikan. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kejang demam jika tidak diobati secara benar dapat menjadi retardasi mental
akibat kerusakan otak yang parah. Dapat juga berkembang menjadi epilepsi.
Gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan ini juga terjadi seperti pasien lain
sebagai akibat penyakitnya sendiri dan tindakan-tindakan pertolongan selama kejang
atau tindakan pengobatan jika di rumah sakit misalnya pungsi lumbal, pemasangan
infus, pengisapan lendir dan sebagainya. Walaupun pasien ketika kejang tidak sadar
perlakuan lemah-lembut dan kasih sayang perlu dilaksanakan (misalnya pada waktu
mengisap lendir harus dengan hati-hati sehingga tidak melukai selaput lendir
tenggorok).
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Pasien kejang demam tidak
dirawat di rumah sakit; kecuali apabila ia menderita komplikasi atau dalam keadaan
status konvulsivus. Jika pasien telah di diagnosis kejang demam, orang tuanya perlu
dijelaskan mengapa anak dapat kejang terutama yang berhubungan dengan kenaikan
suhu tubuh. Kenaikan suhu tubuh tersebut disebabkan oleh infeksi. Orang tua perlu
diajari bagaimana cara menolong pada saat anak kejang (tidak boleh panik) dan yang
penting adalah mencegah jangan sampai timbul kejang yang perlu dijelaskan adalah :
a. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang didapatkan atas resep dokter yang
telah mengandung antikonvulsan. Jika obat hampir habis misalnya masih sisa 2
bungkus supaya datang berobat untuk mendapatkan obat persediaan. Orang tua hurus
memahami ha1 ini untuk keperluan anaknya.
b. Agar anak segera diberikan obat antipiretik biia orang tua mengetahui anak mulai
demam (jangan menunggu suhu meningkat lagi) dan pemberian obat diteruskan
sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya. Jika demam masih naik turun
agar dibawa berobat ke dokter/puskesmas, untuk mendapatkan antibiotik.
c. Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan di tempat yang rata, kepalanya
dimiringkan. Buka bajunya dan pasangkan gagang sendok yang telah dibungkus
kain/sapu tangan yang bersih dalam mulutnya (jelaskan apa tujuannya). Pada keluarga
yang mengerti dapat diberikan resep untuk membeli sudip lidah karena dapat dipakai
bila perlu. Setelah kejang berhenti dan pasien bangun dan sadar kembali suruh minum
obatnya dan tunggui pasien sampai keadaannya betul-betul tenang. Jika suhu pada
waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya dikompres dingin. Beberapa keluarga
selalu sedia alkohol untuk kompres menurunkan suhu. Agar lebih efektif anjurkan
supaya dicampur dengan es Pasien supaya diberi banyak minum.
d. Apabila terjadi kejangberulang atau kejang terlalu lama walaupun telah diberikan
obat segera bawa pasien tersebut ke rumah sakit karena hanya rumah sakit yang dapat
memberikan pertolongan pada pasien yang menderita status konvulsivus.
e. Apabila orang tua telah diberi obat persediaan diazepam rektal berikan petunjuk
cara memberikannya, yaitu ujung rektiol yang akan dimasukkan ke dalam anus dioles
pakai minyak sayur atau vaselin kemudian dimasukkan ke dalam anus sambil
dipencet sampai habis (tetapi dengan pelan-pelan memencetnya) setelah kosong dan
masih dipencet rektiol dicabut kemudian anus dirapatkan (jika tidak sambil masih
dipencet rektiol dicabut sebagian isinya akan ikut terisap kembali). Bila mungkin
sikap pasien dibaringkan miring.
f. Beritahukan orang tua jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada dokter/petugas imunisasi bahwa anaknya penderita kejang demam (agar tidak
diberikan pertusis).
g. Walaupun kejang sudah lama tidak terjadi orang tua supaya tidak menghentikan
tetapi sendiri (pernah terjadi anak sudah lama tidak pernah datang meminta obat
antikonvulsan tetapi 2 tahun kemudian anak kejang lagi pada waktu demam ringan
saja). Jelaskan bahwa pengobatan profilaksis ini berlangsung sampai 3 tahun
kemudian secara bertahap dosis dikurangi dalam waktu 3 sampai 6 bulan.

B. Syok
Syok (kegagalan sirkulasi) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, yang
mengakibatkan tertekannya fungsi sel yang vital.

TAHAP-TAHAP SYOK
Syok terkompensasi fungsi organ vital dipertahankan oleh mekanisme kompensasi
intrinsik , aliran darah biasanya normal atau meningkat tetapi secara umum tidak
seimbang atau maldistribusi pada mikrosirkulasi.
Syok yang tidak terkompensasi Efisiensi sistem kardiovaskular menurun secara
bertahap, sampai perfusi mikrosirkulasi menipis meskipun terjadi kompensasi
penyesuaian.
Syok ireversibel atau terminal- Kerusakan hebat pada organ vital seperti jantung atau
otak di mana seluruh organisme akan terganggu tanpa memperhatikan intenvensi
terapeutik. Kematian dapat terjadi bahkan bila pengukuran kardiovaskular kembali ke
tingkat normal dengan terapi.

TIPE SYOK
Syok hipovolemik
Karakteristik
Penurunan ukuran, kompartemen vaskular
Penurunan tekanan darah
Pengisian kapiler buruk
Tekanan vena sentral (CVP) rendah
Penyebab paling sering
Kehilangan darah (syok hemoragis)- trauma, perdarahan GI, hemoragi intrakranial
Kehilangan plasma peningkatan permeabilitas kapiler yang berhubungan dengan
sepsis dan asidosis, hipoproteinemia, luka bakar, peritonitis.
Kehilangan cairan ekstraseluler mintah, diare, diuresis glikosuria, sunstroke.

Syok distributif
Karakteristik
Penurunan tahanan vaskular perifer
Ketidak adekuatan berat pada perfusi jaringan
Peningkatan kapasitas dan pengumpulan vena
Penurunan akut pada aliran balik darah ke jantung
Penurunan curah jantung
Penyebab paling sering
Anafilaksis (syok anafilaktik) alergi ekstrem atau hipersensitivitas terhadap benda
asing.
Sepsis (syok sepsis, syok bakteremia, syok endotoksik)- sepsis berlebihan dan toksin
bakteri sirkulasi.
Kehilangan kontrol neural (syok neurogenik)- interupsi transmisi neural (cedera
medula spinalis)
Depresi miokardial dan dilatasi perifer terpapar anestesia atau mencerna barbitural,
tranquilizer, narkotik, agens antihipertensif, atau agens penyekat ganglion.
Syok kardiogenik
Karakteristik
Penurunan curah jantung
Penyebab paling sering
Setelah pembedahan penyakit jantung kongenital
Gagal pompa primer miokarditis, trauma miokardial, kekacauan biokimia, gagal
jantung kongestif.
Disritmia takikardia atrium parosismal, blok atrioventrikular, dan disritmia ventrikel
: akibat miokarditis atau abnormalitas biokimia (kadang-kadang).

PENGKAJIAN
Pertahankan kewaspadaan pada situasi yang mempredisposisikan pasien pada syok
(mis, trauma, luka bakar, sepsis berlebihan, diare, muntah).
Observasi adanya manifestasi syok
Tanda klinis awal
Ketakutan
Peka rangsangan
Takikardia yang tidak dijelaskan
Tekanan darah normal
Penyempitan tekanan nadi
Haus
Pucat
Penurunan keluaran urin
Penurunan perfusi ekstremitas
Syok tahan lanjut
Bingung dan somnolen
Takipnea
Asidosis metabolik sedang
Oliguria
Ekstremitas dingin dan pucat
Penurunan turgor kulit
Pengisian kapiler buruk
Ancaman henti jantung-paru
Nadi lembut dan lemah
Hipotensi
Pernapasan periodik atau apnea
Anuria
Stupor atau koma
Pantau tanda-tanda vital, tekanan vena sentral, pengisian kapiler, masukan dan
keluaran, fungsi jantung pada saat masuk dan secara kontinu atau sangat sering.
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, mis jumlah darah, gas darah, pH,
tes fungsi hati, kultur elektrolit, elektrokardiogram.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan oksigen yang dibutuhkan untuk perfusi jaringan yang rusak.
SASARAN PASIEN 1 ; Pasien menunjukkan tanda-tanda oksigenasi yang adekuat.

? INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
Beri oksigen sesuai ketentuan untuk menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat
Posisikan untuk menjaga agar jalan napas tetap terbuka (mis. Leher pada posisi neural
atau mengendur). Karena anak menderita penyakit kritis tidak dapat mempertahankan
jalan napas yang adekuat.
Siapkan untuk intubasi karena hal ini mungkin diperlukan.
Pantau jalan napas artifisial dan ventilasi mekanis (bila diimplementasikan) untuk
mempertahankan jalan napas dan memperbaiki ventilasi.
Pantau dengan ketat (mis, tanda-tanda vital, gas darah dan pH, pengisian kapiler,
pucat atau sianosis) untuk mengkaji kemanjuran terapi.
Pasang dan pantau apnea dan monitor jantung untuk mengkaji anak secara terus
menerus.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
aliran darah, penurunan volume darah, penurunan tonus vaskular.
SASARAN PASIEN 1 : Pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan curah hujan
jantung dan sirkulasi.

? INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
Beri posisi datar pada anak dengan kaki ditinggikan untuk meningkatkan aliran balik
vena.
Pasang (atau bantu untuk memasang) dan pantau infus cairan dan plasma ekspander
indravena yang ditentukan karena perbaikan yang cepat terhadap volume darah
merupakan hal yang penting pada situasi syok.
Beri obat-obatan sesuai ketentuan untuk memperbaiki curah jantung dan sirkulasi
(mis, vasopresor).
Beri obat-obatan sesuai resep untuk mengatasi gangguan yang berkaitan (mis,
antibiotik untuk syok septik).
Pantau dengan ketat (termasuk keluaran urin setiap jam dan tekanan vena sentral)
untuk mengkaji kemanjuran terapi.

? HASIL YANG DIHARAPKAN


Anak menunjukkan perbaikan curah jantung dan sirkulasi nadi, pernapasan, tekanan
darah, saturasi oksigen, dan keluaran urin dalam batas yang dapat diterima (uraikan);
kulit hangat, kering dan warnanya baik; sadar dan terorientasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :Takut/ansietas berhubungan dengan perawatan
kedaruratan, UPI
SASARAN PASIEN 1 : Pasien tetap tenang
? INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
Beri sedasi sesuai pesanan
Pertahankan sikap tenag untuk menurunkan ansietas/rasa takut.
Jelaskan pada anak dengan istilah yang sederhana tentang apa yang sedang dilakukan,
agar tidak meningkatkan ansietas.
Jamin kedekatan anak dan keluarga, pantau terus menerus.
Hindari percakapan tentang anak jika anak ada untuk menurunkan rasa takut/ansietas
dan kesalahan konsepsi.
Izinkan keluarga untuk bersama anak segera setelah kondisi dan perawatan
memungkinkan.
? HASILYANG DIHARAPKAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
anak yang berada dalam kondisi yang mengancam kehidupan.
SASARAN PASIEN
SASARAN PASIEN (KELUARGA) 1 : Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang
adekuat.

? INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
Pertahankan agar keluarga tetap mendapatkan informasi secara sering mengenai status
anak.
Atur agar seseorang tetap bersama keluarga dan bertindak sebagai penghubung antara
mereka dan area perawatan kritis (bila mungkin).
Izinkan keluarga untuk melihat anak sesegera mungkin.
Dorong ekspresi perasaan, khususnya tentang keparahan kondisi dan prognosis.
Atur keberadaan sistem pendukung keluarga (mis, teman, rohaniawan), bila mungkin.

? HASIL YANG DIHARAPKAN


Keluarga menunjukkan sikap yakin bahwa anak sedang diberikan perawatan yang
diperlukan.
Lihat juga :
Rencana asuhan keperawatan : Keluarga dengan anak sakit atau dihospitalisasi,
hal.347
Rencana asuhan keperawatan untuk gangguan khusus yang menyebabkan syok.
Diagnosa keperawatan : Antisipasi berduka, hal.600.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang merupakan malfungsi singkat dari sistem listrik otak yang terjadi karena
muatan neuron kertikal.
Kejang dapat bermanifestasi sebagai konvulsi (kontraksi otot involunter).
Perubahan pada perilaku sensasi /persepsi, halusinasi visual & auditorius serta
perubahan kesadaran / tidak sadar.
Syok merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat untuk memenuhi metabolik tubuh, yang mengakibatkan tertekannya fungsi
selys vital.

B. Saran
Diharapkan agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami kejang dan syok dan
dapat membedakan dari macam-macam kejang dan syok serta mengetahui cara
penatalaksanaan dari masing-masing kejang dan syok.

DAFTAR PUSTAKA

Nastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : IGC


http : // Aappolicy. Aappublications. Org/cgi/content/full/pedi uttrics : 163/6/e86
donna L. Wong 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai